makalah-gtl pertambangan

40

Click here to load reader

Upload: martorahman

Post on 05-Jul-2015

494 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah-GTL Pertambangan

APLIKASI GEOLOGI TATA LINGKUNGAN UNTUK DAERAH PERTAMBANGAN

Oleh T. Yan W. M. Iskandarsyah

NIP. 132310582

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

2008

1

Page 2: Makalah-GTL Pertambangan

Lembar Pengesahan Karya Tulis

APLIKASI GEOLOGI TATA LINGKUNGAN UNTUK DAERAH PERTAMBANGAN

Setelah membaca karya tulis ini dengan seksama, maka kami menyetujui bahwa karya tulis ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk pengajuan kenaikan

Pangkat/Jabatan Fungsional staf pengajar pada Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Menyetujui,

Kepala Laboratorium Geologi Lingkungan dan Hidrogeologi

UIr. Lucky Lukmantara P. NIP. 131 472 399

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

UDr. Ir. Hendarmawan, M.Sc. NIP. 132 146 258

2

Page 3: Makalah-GTL Pertambangan

APLIKASI GEOLOGI TATA LINGKUNGAN UNTUK DAERAH PERTAMBANGAN

SARI

Geologi Lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, mempunyai peranan penting di dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian utamanya adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan pertambangan yang meliputi aspek-aspek Klimatologi, Geomorfologi, Geologi, dan Hidrogeologi. Secara geografis wilayah Indonesia yang terletak pada garis equator termasuk ke dalam daerah beriklim tropis basah, yang umumnya memiliki temperatur hangat, kelembaban udara tinggi, dan curah hujan tinggi. Iklim demikian menyebabkan wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur, cocok untuk lahan pertanian dan memiliki hutan yang cukup lebat, tetapi kondisi curah hujan dalam iklim ini yang cukup tinggi berpotensi besar bagi terjadinya bencana banjir. Bentuk roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu kawasan pertambangan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap lansekap lapangan yang meliputi relief, kemiringan lereng, ketinggian daerah (elevasi), pola pengaliran sungai, litologi, dan struktur geologi yang berkembang. Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi curam/terjal perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik/hidrogeologi seperti pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering), untuk menghindari terjadinya longsor/runtuhan akibat dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambangan yang diterapkan. Dalam suatu operasi pertambangan, perlu dipertimbangkan faktor dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh pengambilan tanah penutup, batuan dan mineral-mineral ekonomis. Sebaiknya fasilitas penunjang pertambangan ditempatkan pada daerah-daerah yang cukup jauh dari bahaya longsor, amblesan dan kerusakan lainnya. Suatu operasi pertambangan juga perlu dilengkapi dengan unit pengelolaan sisa bahan tambang (air asam tambang dan tailing) yang cukup berbahaya bagi lingkungan di sekitar pertambangan. Selain itu, fasilitas penunjang pertambangan semaksimal mungkin dijauhkan dari jalur-jalur yang dilalui sesar. Penataan lingkungan pertambangan dengan memanfaatkan air permukaan (sungai, danau, laut) harus direncanakan sebaik mungkin dan tidak mengganggu air permukaan yang sering dipergunakan oleh penduduk setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan lain sebagainya. Selain itu, skala penambangan yang cukup besar menyebabkan airtanah terpotong, sehingga penirisan tambang perlu dilakukan secermat mungkin melalui perhitungan yang matang dan akurat. Penirisan pada tambang terbuka dapat dilakukan dengan cara pemompaan, sedangkan pada tambang bawah permukaan dengan cara membuat saluran air (water intersection) pada rekahan-rekahan, kontak sesar, zona RQD yang buruk, kontak litologi dan perlapisan batuan, baik dengan pemboran horisontal maupun vertikal untuk kemudian dialirkan melalui saluran-saluran bawah tanah (drift).

3

Page 4: Makalah-GTL Pertambangan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT dengan tiada putus-putusnya, karena atas rahmat dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Aplikasi Geologi Tata

Lingkungan untuk Daerah Pertambangan”. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya

hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Yth. Dr. Ir. Hendarmawan, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Geologi

Universitas Padjadjaran.

2. Yth. Ir. Lucky Lukmantara Partakusuma, selaku Kepala Laboratorium Geologi

Lingkungan dan Hidrogeologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas

Padjadjaran.

3. Rekan-rekan staf pengajar di Laboratorium Geologi Lingkungan dan

Hidrogeologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran.

4. Seluruh staf dosen pengajar, tata usaha, dan perpustakaan Fakultas Teknik

Geologi, Universitas Padjadjaran.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal.

Bandung, Januari 2008

T. Yan W. M. Iskandarsyah NIP. 132 310 582

4

Page 5: Makalah-GTL Pertambangan

DAFTAR ISI

Halaman SARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Definisi 1.2. Geologi Lingkungan: Sebuah Model 1.3. Sejarah Geologi Lingkungan 1.4. Geologi Lingkungan dan Operasi Pertambangan

BAB 2. TINJAUAN KLIMATOLOGI DAN GEOMORFOLOGI UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN

2.1. Klimatologi 2.2.Geomorfologi

BAB 3. TINJAUAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN

3.1.Geologi 3.2.Hidrogeologi

BAB 4. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iii ivv

11367

8

810

16

1625

30

32

5

Page 6: Makalah-GTL Pertambangan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Definisi

Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan

geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi (batuan,

sedimen, tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam dan proses-

proses yang mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia, lingkungan geologis

tidak hanya memberikan unsur-unsur yang menguntungkan/bermanfaat seperti

ketersediaan air bersih, mineral ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan lain-

lain, tetapi juga memiliki potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi,

letusan gunung api dan banjir.

Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu

lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi

dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya,

termasuk aspek geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia. Karena itu

filosofi utama dari geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan

yang didasarkan pada sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan

bukan pada beban lingkungan yang tidak bisa diterima. Berdasarkan hal tersebut,

Geologi Lingkungan memiliki empat komponen kajian utama sebagai berikut:

1. Mengelola sumber daya geologis, yaitu pengawasan dan mitigasi kerusakan

lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas eksplorasi dan eksploitasi

2. Memahami dan menyesuaikan batasan-batasan pada rekayasa dan konstruksi

yang dipengaruhi oleh lingkungan geologis suatu daerah.

3. Penerapan lingkungan geologis yang tepat untuk pembuangan limbah sehingga

bisa mengurangi masalah kontaminasi dan polusi.

4. Pemahaman tentang bencana alam dan mengurangi dampaknya pada manusia.

1.2. Geologi Lingkungan : Sebuah Model

Dari sudut pandang yang lain, Geologi Lingkungan bisa juga disebut

sebagai manajemen dari sistem alam yaitu konsep yang sekarang dikenal sebagai

Sustainable Development, yaitu manajemen sumber daya alam untuk mendukung

6

Page 7: Makalah-GTL Pertambangan

pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan yang berkaitan dengan sumber

daya alam terbarukan dan upaya minimalisasi dampak dari pengambilan dan

penggunaan sumberdaya alam tak terbarukan. Kata kuncinya adalah manajemen

lingkungan yang efektif . Dalam hal ini kita tidak hanya melihat sisi konsekuensi

lingkungan yang timbul akibat interaksi manusia dengan lingkungan geologis,

tetapi juga sisi manajemen yang efektif untuk menjamin ketersediaan sumber daya

alam di masa depan, strategi pembentukan lingkungan yang aman, dan

pembuangan limbah yang tepat, serta mitigasi dampak dari bencana alam

Kondisi yang paling ideal untuk membahas Geologi Lingkungan dan

hubungannya dengan pembangunan adalah pada lingkungan permukiman di

perkotaan karena intensitas interaksi antara manusia dengan lingkungan geologis

sangat tinggi dan juga menimbulkan banyak permasalahan yang memerlukan

solusi tepat dalam pengelolaannya.

Gambar 1.1. Proses yang terjadi pada lingkungan permukiman di perkotaan (Bennett, Matthew R.

dan Peter Doyle, 1997)

Gambar 1.1. memperlihatkan tentang lingkungan perkotaan (urban

environment), dapat dianalogikan dengan sebuah mesin yang membutuhkan input

dan mengeluarkan output pada proses kerjanya.

Input terdiri dari:

Air, berasal dari reservoir dan sungai disekitarnya.

Bahan Mentah/Baku, berbentuk sumber daya mineral untuk industri dan

konstruksi.

Makanan.

Energi, sebagai produk akhir dari sumber daya alam seperti batubara, gas dan

uranium.

7

Page 8: Makalah-GTL Pertambangan

Sedangkan output yang dihasilkan adalah

Produk-produk dari industri dan perdagangan.

Limbah/Sampah, berbagai bentuk/jenis bahan-bahan sisa/buangan dan limbah

rumah tangga dan industri.

Polusi, disebabkan oleh strategi manajemen pembuangan limbah yang buruk

sehingga sistem air, tanah dan atmosfir alam tidak lagi mampu untuk mendaur

ulang limbah cair, padat maupun gas yang dihasilkan oleh aktifitas lingkungan

perkotaan.

Sistem mesin ini membutuhkan perawatan yang konstan dalam rangka

peningkatan dan pembangunan infrastruktur yang fondasinya bergantung pada

stabilitas kondisi geologi, dimana keamanan sistemnya terancam oleh adanya

bencana alam baik dari dalam bumi maupun dari proses yang terjadi dipermukaan.

Gambar 1.2. Model skematis hubungan antara lingkungan perkotaan dengan daerah di sekitarnya (Bennett, Matthew R. dan Peter Doyle, 1997)

Gambar 1.2 memperlihatkan tentang model skematis tentang hubungan

antara pusat permukiman di perkotaan dengan kebutuhan akan sumber daya alam

dari daerah di sekitarnya. Agar hubungan ini tidak membawa dampak negatif

8

Page 9: Makalah-GTL Pertambangan

maka dalam pengelolaannya dibutuhkan manajemen lingkungan yang tepat,

dimana Geologi Lingkungan memegang peranan sangat penting begitu pula

dengan geologi teknik, manajemen limbah dan mitigasi bencana alam. Pada

gambar tersebut dijelaskan tentang tingkat kebutuhan akan Geologi Lingkungan

untuk daerah perkotaan dan daerah sekitar perkotaan yang menjadi sumber dari

sumber daya alam yang dibutuhkan oleh daerah perkotaan tersebut.

1.3. Sejarah Geologi Lingkungan

Geologi lingkungan lahir dari kebutuhan akan interaksi antara tiga ilmu

bumi terapan yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Ekonomi dan Geologi Teknik.

Perkembangan dari interaksi ketiga ilmu terapan ini dan fokusnya pada penataan

lingkungan menghasilkan tiga kecenderungan utama, yaitu:

1. Sustainable Development

Konsep untuk mempertemukan antara kepentingan pembangunan/eksploitasi

dan konservasi lingkungan dan sistem pengawasannya. Yaitu menciptakan

sebuah konsep manajemen yang mampu mengurangi dampak negatif dari

eksplotasi sumber daya alam dan pembuangan limbah.

2. Pertentangan dalam pengelolaan proses-proses yang terjadi di alam

Dalam mitigasi bencana alam muncul dua tipe konsep pengelolaan, yaitu:

The Structural Response

Menekankan pada aspek-aspek teknik sipil untuk mengatasi masalah yang

timbul dari bencana alam, misalnya dibuatnya konstruksi “sea wall” untuk

mengatasi erosi pantai.

The Process-based Response

Menekankan pada sistem yang telah terbentuk di alam dimanfaatkan dan

dipelihara oleh kita agar tidak menimbulkan bencana bagi manusia.

Misalnya dalam pengelolaan kondisi pantai, kita berusaha memahami

proses dasar yang terjadi secara alamiah di alam dan berusaha agar kondisi

pantai tetap terjaga dan terpelihara seperti aslinya.

3. Adanya pergeseran dari keterlibatan reaktif menjadi proaktif

Perkembangan ilnu pengetahuan dan pemahaman tentang proses-proses alam

telah menimbulkan konsep yang baik dalam pengelolaan lingkungan terhadap

9

Page 10: Makalah-GTL Pertambangan

bencana alam yaitu mencegah (proaktif) adalah lebih baik dari pada

memperbaiki (reaktif). Akan tetapi untuk dapat proaktif dibutuhkan data dan

informasi yang akurat tentang penyebaran sumber daya, bencana alam dan

kondisi tanah maka berarti dibutuhkan integrasi yang efektif antara tiga cabang

ilmu kebumian yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Teknik dan Geologi

Ekonomi.

1.4. Geologi Lingkungan dan Operasi Pertambangan

Komponen-komponen dalam lingkungan secara langsung maupun tidak

langsung akan terpengaruh dan atau mempengaruhi aktivitas pertambangan.

Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah karakteristik fisik dan kimiawi,

karakteristik biologi, dan respon manusia terhadap lingkungan pertambangan

(karakteristik sosial).

Geologi Lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, mempunyai

peranan penting di dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian

utamanya adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan

pertambangan tersebut. Beberapa aspek dalam geologi tatalingkungan akan selalu

terkait dan berhubungan timbal balik dengan komponen-komponen lingkungan

lainnya. Aspek-aspek yang dimaksud adalah:

1. Klimatologi (iklim/cuaca).

2. Geomorfologi (fisiografi, topografi, dan pola pengaliran sungai).

3. Geologi (tanah/batuan/kandungan mineral dan struktur geologi).

4. Hidrogeologi.

Beberapa aspek tersebut di atas selain memiliki potensi pengembangan yang dapat

dipertimbangkan untuk membuka suatu kawasan pertambangan, juga memiliki

potensi bencana geologi yang harus diantisipasi oleh suatu operasi pertambangan.

10

Page 11: Makalah-GTL Pertambangan

BAB 2 TINJAUAN KLIMATOLOGI DAN GEOMORFOLOGI UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN

2.1. Klimatologi

Klimatologi adalah kajian mengenai iklim suatu daerah termasuk di

dalamnya cuaca, temperatur, kelembaban udara, curah hujan, arah dan kecepatan

angin. Iklim dibedakan menjadi iklim tropis (tropis basah dan kering), sub tropis

(iklim gurun, semi gurun, iklim sedang, dan mediteranian), iklim dingin (sub

arktik) dan kutub. Secara geografis wilayah Indonesia yang terletak pada garis

equator termasuk ke dalam daerah beriklim tropis basah, yang umumnya memiliki

temperatur hangat, kelembaban udara tinggi, dan curah hujan tinggi. Iklim

demikian menyebabkan wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur, cocok

untuk lahan pertanian dan memiliki hutan yang cukup lebat, tetapi kondisi curah

hujan dalam iklim ini yang cukup tinggi berpotensi besar bagi terjadinya bencana

banjir.

Gambar 2.1. Pembagian zona iklim di dunia

11

Page 12: Makalah-GTL Pertambangan

Temperatur tergantung dari radiasi sinar matahari dan sumber panas yang

berasal dari dalam bumi yang diterima di suatu daerah, dalam hal ini letak

geografis, elevasi dan peranan vegetasi menjadi sangat penting di dalam proses

perubahan temperatur. Vegetasi akan mengurangi radiasi sinar matahari dan

menjaga laju radiasi dari dalam bumi, sehingga temperatur rata-rata di dalam

kawasan hutan lebih rendah daripada di daerah terbuka, sebaliknya temperatur

minimum di dalam hutan akan lebih tinggi daripada di tempat terbuka.

Temperatur rata-rata di dalam kawasan hutan yang sedikit lebih rendah ini

menyebabkan kelembaban nisbinya akan menjadi lebih tinggi daripada di daerah

terbuka. Keadaan ini dapat menjadi pertimbangan untuk menempatkan fasilitas

pertambangan di daerah terbuka.

Curah hujan pada suatu daerah dicirikan oleh intensitas hujan, yaitu

jumlah presipitasi yang jatuh pada saat tertentu (mm/menit, cm/jam, mm/tahun,

cm/tahun, dsb). Data curah hujan dapat diperoleh dari Badan Meteorologi dan

Geofisika atau diukur sendiri melalui alat penakar hujan. Data curah hujan ini

sangat bermanfaat untuk mengurangi resiko yang terlibat dalam konstruksi

rekayasa pertambangan, seperti pemeliharaan stabilitas lereng pit dan teknik

penirisan tambang. Curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan potensi bencana

geologi di dalam tambang bawah permukaan seperti banjir lumpur basah, yaitu air

yang masuk ke dalam block cave bercampur dengan bijih berukuran halus yang

meluncur secara tiba-tiba dan cepat dengan volume yang besar (seperti yang

terjadi di PT Freeport Indonesia, Wirawan dkk, 2001). Sementara itu, curah hujan

yang rendah akan menyulitkan penyediaan air yang dibutuhkan oleh suatu operasi

pertambangan maupun fasilitas penunjangnya.

Data arah dan kecepatan angin cukup penting bagi penanggulangan

pencemaran udara yang ditimbulkan oleh suatu operasi pertambangan.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh asap yang dikeluarkan oleh instalasi

pengolah bahan tambang atau frekuensi lalu lintas kendaraan pengangkut bahan

tambang. Bentuk roman muka bumi dan kerapatan vegetasi dapat dimanfaatkan

untuk merubah arah dan kecepatan angin. Hutan dan perbukitan dapat menjadi

penghalang mekanis terhadap angin dan membelokkan angin ke atas serta

mengurangi kecepatannya, hal ini menjadi penting untuk memindahkan kawasan

12

Page 13: Makalah-GTL Pertambangan

permukiman di sekitar operasi pertambangan ke area di balik perbukitan atau area

yang terhalang hutan.

2.2. Geomorfologi

Bentuk-bentuk umum roman muka bumi, perubahan-perubahan yang

terjadi sepanjang evolusinya dan hubungannya dengan keadaan struktur di

bawahnya serta sejarah perubahan geologi yang diperlihatkan atau tergambar pada

bentuk permukaan dipelajari dalam geomorfologi (American Geological Institute,

1973, dalam Adjat Sudradjat, 1975). Thornbury (1969), menganggap bahwa

faktor-faktor penyebab terjadinya bentuk permukaan bumi antara lain adanya

pengaruh proses fisika dan kimia yang kemudian dikenal sebagai proses

geomorfologi. Adanya pengaruh struktur, proses serta tingkat perkembangan erosi

akan berpengaruh dalam pembentukan roman muka bumi (Davis, 1901, dalam

Thornbury, 1969).

a. UBentang Alam dan Pola Pengaliran Sungai

Bentuk roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu

kawasan pertambangan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap

lansekap lapangan yang meliputi relief, kemiringan lereng, ketinggian daerah

(elevasi), pola pengaliran sungai, litologi, dan struktur geologi yang berkembang.

Data tersebut ditunjang oleh analisis terhadap peta topografi, foto udara, data

satelit dan GIS (yang dapat diperoleh dari instansi pemerintah maupun pihak

swasta), serta penelitian terdahulu (lihat lampiran 1). Relief suatu daerah akan

mencirikan beda tinggi satu tempat dengan tempat lainnya dan juga

menampakkan curam landainya lereng, pola bentuk dan ukuran bukit, lembah,

gunung, dataran, gawir, dan sebagainya. Van Zuidam (1988) telah membuat suatu

klasifikasi dari penamaan relief berdasarkan kemiringan lereng, sebagai berikut :

• 0°-2° (0%-2%) : datar (almost flat)

• 2°-4° (2%-7%) : landai (gently sloping)

• 4°-8° (7%-15%) : miring (sloping)

• 8°-16° (15%-30%) : agak curam (moderately steep)

• 16°-35° (30%-70%) : curam (steep)

13

Page 14: Makalah-GTL Pertambangan

• 35°-55° (70%-140%) : sangat curam (very steep)

• >55° (>140%) : terjal (extremely steep)

Bentang alam yang landai umumnya berkembang pada daerah aluvial atau

daerah yang batuannya lunak (seperti lempung, napal, dsb), daerah ini cocok

untuk dijadikan sebagai kawasan penunjang pertambangan seperti kawasan

pemukiman, pertanian dan perkebunan tanaman-tanaman yang diperuntukkan

bagi reklamasi lahan pasca penambangan. Bentang alam bergelombang biasanya

ditempati oleh batuan sedimen/metamorf yang keras (seperti breksi, konglomerat,

batupasir, dsb), sedangkan intrusi batuan beku akan membentuk bukit-bukit yang

berdiri sendiri (soliter) seperti halnya batugamping dengan perbukitan karstnya

yang disertai dengan sungai terputus-putus, depresi dan dolina-dolina. Daerah

dengan bentang alam seperti ini sebenarnya merupakan daerah yang perlu

dikonservasi (dilindungi) mengingat umumnya daerah ini adalah daerah resapan

bagi kebutuhan air di daerah hilir. Apabila potensi sumberdaya mineralnya cukup

bagus, daerah ini dapat dijadikan kawasan pertambangan dengan memperhatikan

aspek-aspek dampak lingkungan dan penanggulangan potensi bencana geologi

yang dapat ditimbulkannya.

Pola pengaliran sungai pada suatu daerah memberikan gambaran umum

jenis batuan dan struktur geologi yang berkembang. Beberapa pola pengaliran

sungai yang penting antara lain :

• Dendritik

Mempunyai pola seperti ranting daun, anak sungai bergabung pada sungai

utama dengan sudut yang tajam, menunjukkan batuan yang homogen yang dapat

berupa batuan sedimen atau volkanik. Daerah yang memiliki pola pengaliran

seperti ini cukup aman untuk dijadikan kawasan pertambangan, karena kondisi

geologinya relatif stabil.

• Paralel

Terbentuk pada permukaan yang memiliki kemiringan yang seragam, sudut

anak sungai dengan sungai utama dikontrol oleh adanya sesar atau rekahan.

Daerah yang memiliki pola pengaliran seperti ini apabila akan dijadikan

kawasan pertambangan harus memperhatikan sesar yang berkembang dan

mengontrol sungai utama.

14

Page 15: Makalah-GTL Pertambangan

• Rektangular

Arah anak sungai dan hubungannya dengan sungai utama dikontrol oleh kekar

(joint), rekahan (fracture) dan bidang foliasi yang membentuk sudut tegak lurus

dengan sungai utama, umumnya terdapat pada batuan metamorf. Sebelum

daerah yang memiliki pola pengaliran seperti ini dijadikan kawasan

pertambangan harus diperhitungkan dahulu pola kekar dan rekahan yang

berkembang, untuk menghindari zona-zona lemah yang cukup berpotensi bagi

terjadinya bencana geologi.

• Trelis

Mempunyai anak sungai yang pendek-pendek sejajar, pola ini lebih

menunjukkan struktur geologi daripada jenis litologi, umumnya terdapat pada

daerah batuan sedimen dengan kemiringan tertentu dan adanya perselingan

antara batuan yang lunak dengan batuan yang keras, sungai utama akan

mengikuti arah jurus daripada perlapisan. Daerah ini tidak cukup aman bagi

kawasan pertambangan karena memiliki struktur sesar dan kemiringan lereng

curam, apabila akan dijadikan kawasan pertambangan harus menggunakan

teknologi yang cukup mahal biayanya.

• Radial

Aliran sungai menyebar dari daerah puncak yang lebih tinggi, umumnya

berasosiasi dengan gunung atau bukit. Seperti halnya pada pola pengaliran trelis,

daerah ini membutuhkan teknologi yang cukup mahal biayanya karena memiliki

kemiringan lereng curam hingga terjal, sebaiknya daerah ini dijadikan kawasan

lindung apabila sumberdaya mineralnya tidak cukup bagus.

• Sentripetal

Sungai menunjuk ke satu arah, umumnya menunjukkan adanya depresi atau

akhir daripada antiklin/sinklin yang tererosi. Daerah ini cukup baik untuk

dijadikan kawasan penunjang pertambangan, dengan memanfaatkan daerah

depresi (pedataran) sebagai kawasan pemukiman, pertanian dan instalasi

pertambangan lainnya.

15

Page 16: Makalah-GTL Pertambangan

b. UPotensi Bencana Geologi

Daerah dengan bentang alam curam hingga terjal (kemiringan lereng 15%

hingga >140 %) memiliki potensi bencana geologi longsoran atau runtuhan yang

cukup besar, yang frekuensinya tergantung dari iklim, kekerasan batuan,

kemiringan lereng dan ketinggian permukaan. Kemiringan lereng yang curam ini

dapat terbentuk secara alamiah akibat pengikisan oleh sungai secara vertikal

(denudasi), proses pelarutan kimiawi (di daerah batugamping) atau akibat adanya

proses pembentukan sesar yang menghasilkan gawir sesar. Bentang alam curam

hingga terjal biasanya dijumpai pada daerah perbukitan bergelombang, perbukitan

intrusi, perbukitan karst atau pada daerah yang memiliki pola pengaliran sungai

trelis, rektangular, paralel, dan radial. Pada daerah perbukitan karst perlu juga

diwaspadai kemungkinan terjadinya amblesan, karena bentang alam ini memiliki

dolina-dolina dan sungai-sungai bawah tanah yang sukar untuk ditentukan

arahnya. Kemiringan lereng yang curam juga dapat dibentuk secara buatan oleh

manusia sebagai hasil penggalian dalam skala besar, umumnya dijumpai pada

kawasan pertambangan.

Sementara itu daerah dengan bentang alam pedataran (kemiringan lereng

0% hingga <15%) memiliki potensi bencana geologi yang relatif lebih kecil.

Bencana geologi yang paling memungkinkan adalah banjir, baik berupa banjir

akibat meluapnya sungai-sungai di pedataran aluvium ataupun banjir lumpur hasil

erosi dari daerah perbukitan.

c. UTopografi Kawasan PertambanganU

Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi

curam/terjal perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik/hidrogeologi

seperti pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering),

untuk menghindari terjadinya longsor/runtuhan akibat dibukanya jalan (road cuts)

dan sistem penambangan yang diterapkan. Sistem penambangan terbuka (open pit

mining), seperti di Grasberg-Papua (PT Freeport Indonesia), umumnya memiliki

rata-rata kemiringan lereng pit U+U 70º (>140%) dengan kedalaman mencapai

puluhan/ratusan meter, yang sangat rentan terhadap bencana longsor/runtuhan

dinding pit. Sementara itu, amblesan sangat mungkin terjadi pada daerah yang

16

Page 17: Makalah-GTL Pertambangan

didominasi oleh satuan batugamping atau batubara, terutama pada sistem

penambangan bawah permukaan (underground mine), seperti tambang bawah

tanah Kucing Liar (PT Freeport Indonesia) dan Ombilin (PT Bukit Asam).

Gambar 2.2. Salah satu contoh dinding pit yang cukup terjal pada sistem tambang terbuka di

Grasberg, P.T. Freeport Indonesia

Stabilitas lereng, baik pada jalur jalan menuju kawasan pertambangan

maupun dinding pit di area pertambangan, dapat terganggu apabila transmisivitas

air pada dinding pit cukup tinggi dan kemiringan lerengnya terlalu curam. Untuk

mengantisipasinya perlu dilakukan langkah-langkah seperti penirisan, pembuatan

teras-teras pada lereng, dan pembuatan dinding penahan (memakai sistem

bronjong, injeksi, beton semprot atau pemasangan pilar-pilar beton pada tanah).

Dalam pemeliharaan stabilitas lereng yang baik, terutama pada area

penambangan, perlu dilakukan monitoring secara cermat dan teratur, melalui

pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan airtanah (piezometer),

kecepatan gerakan tanah (extensometer) dan arah gerakan tanah (inclinometer).

Kemudian dilanjutkan dengan program penirisan pada dinding pit, termasuk

overburden atau biasa juga disebut sisa bahan galian (waste dump), yang

umumnya dilakukan dengan cara pemboran dan pemasangan pipa-pipa horisontal.

Program penirisan ini menjadi sangat penting, karena air mempunyai kontribusi

yang sangat besar dalam proses terjadinya longsor dan ketidakmungkinan

dibuatnya suatu dinding penahan yang permanen dalam area penambangan,

sementara dinding-dinding pit biasanya dibuat sedemikian curam untuk

17

Page 18: Makalah-GTL Pertambangan

mendapatkan cadangan mineral bijih yang sebesar-besarnya. Namun demikian,

program pemetaan geologi teknik secara detail untuk mengetahui sifat fisik dari

batuan di daerah tambang (seperti kuat geser, kuat tekan, permeabilitas, dan kadar

air) harus tetap dilakukan secara akurat.

18

Page 19: Makalah-GTL Pertambangan

BAB 3 TINJAUAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI UNTUK OPERASI PERTAMBANGAN

3.1. Geologi

Geologi adalah ilmu yang mempelajari batuan penyusun kerak bumi dan

proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Oleh karena itu, mengenal macam

dan sifat batuan serta struktur geologi yang berkembang menjadi sangat penting di

dalam geologi tatalingkungan. Macam dan sifat batuan serta struktur geologi

dituangkan dalam suatu peta yang disebut peta geologi (lihat lampiran 2).

a. UTanah, Batuan dan MineralU

Tanah adalah lapisan penutup permukaan bumi yang tidak terkonsolidasi,

terdiri dari mineral dan bahan organik yang terbentuk akibat pelapukan batuan

penyusun kerak bumi. Tanah tersebut dapat terbentuk dari batuan yang berada di

bawahnya (residual soil) atau berasal dari batuan yang tererosi dari tempat lain

(transported soil). Tanah residu dapat terdiri dari lapisan-lapisan yang disebut

horison, mulai dari horison O (top-soil, didominasi oleh bahan organik), horison

A (sub-soil, prosentase mineral lebih besar daripada bahan organik), horison B

(didominasi oleh mineral yang menyusun partikel-partikel batuan yang sangat

halus), dan horison C (bedrock, lapisan batuan yang belum teralterasi penuh).

Tanah merupakan unsur yang sangat penting di dalam pemanfaatan suatu lahan,

baik sebagai sumber daya alam maupun sumber bencana geologi. Sebagai sumber

daya alam, tanah bermanfaat bagi lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan,

selain itu tanah juga merupakan bahan galian golongan C yang dapat

dimanfaatkan untuk keperluan konstruksi bangunan (sebagai tanah urug).

Sementara itu sebagai sumber bencana geologi, tanah mempunyai potensi untuk

longsor atau ambles. Kondisi tanah yang tidak terkonsolidasi dan kandungan

mineral lempung yang cukup besar menyebabkan terbentuknya bidang gelincir

(batas antara lapisan tak terkonsolidasi di bagian atas dengan lapisan tanah

lempung di bagian bawahnya) dan tanah gemuk (expansive soils, mengandung

mineral lempung yang berpotensi untuk mengembang atau swelling). Oleh karena

19

Page 20: Makalah-GTL Pertambangan

itu, dalam pembangunan suatu konstruksi fasilitas penunjang pertambangan

(seperti jalan, jembatan, bangunan, menara listrik, dsb) harus diperhatikan

komposisi dan ketebalan tanah penutup daerah yang bersangkutan. Di sisi lain,

tanah dengan kandungan mineral lempungnya yang cukup besar dapat bertindak

sebagai filter bagi terjadinya pencemaran airtanah, yang dapat disebabkan oleh

pembuangan tailing (sisa bahan tambang).

Gambar 3.1. Lapisan-lapisan (horizon) pada tanah residu (Rahn, 1996)

Batuan yang merupakan asal terbentuknya tanah terdiri dari batuan beku,

batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku adalah batuan yang berasal

dari pembekuan magma (cairan silika pijar yang berasal dari dalam bumi),

contohnya adalah granit, andesit, dan basalt yang dapat ditambang dan

dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Berdasarkan komposisi mineralogi dan

kimiawinya batuan beku dapat dibedakan menjadi batuan beku asam (seperti

granit, riolit,dsb), batuan beku menengah (andesit, diorit, dsb), batuan beku basa

(basalt, gabro, dsb), dan batuan beku ultra basa (peridotit, dunit, dsb). Batuan

beku akan muncul dipermukaan melalui proses penerobosan magma (intrusi) atau

20

Page 21: Makalah-GTL Pertambangan

letusan gunungapi (ekstrusi). Batuan beku ini umumnya keras dan memiliki

tekstur (kasar, halus atau porfiritik), hablur kristalin (bentuk kristal sempurna,

tidak sempurna atau tidak berbentuk), tak berfoliasi (masif), terkadang memiliki

struktur kekar meniang akibat pendinginan (columnar joint) atau kekar berlembar

(sheeting joint). Tekstur batuan beku menunjukkan proses pembekuannya; tekstur

halus menunjukkan pendinginan yang cepat, sedangkan tekstur kasar

menunjukkan pendinginan yang lambat, diantara keduanya disebut tekstur

porfiritik (fragmen-fragmen kasar di antara massadasar yang halus). Tekstur dan

sifatnya yang keras inilah yang menjadi daya tarik batuan beku untuk

dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yang lebih bernilai, seperti penggunaan

granit untuk lantai-lantai bangunan mewah. Sifat batuan beku yang keras ini

mengakibatkan lingkungan di sekitarnya akan tandus (tidak subur), sehingga

kurang baik bagi lahan pertanian, perkebunan, atau permukiman. Selain itu,

diperlukan alat-alat berat untuk menambang dan menghancurkan batuan tersebut

yang akan menimbulkan dampak kebisingan dan polusi udara bagi lingkungan di

sekitar pertambangan. Dampak lain adalah runtuhan batuan (rockfall), apabila

batuan beku yang ditambang berasal dari intrusi dengan kemiringan yang curam.

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat pengendapan batuan-

batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Pengendapan tersebut membentuk

beberapa sifat batuan sedimen yaitu perlapisan, butiran, dan struktur sedimen

(arah aliran air, cangkang/jejak binatang). Ada tiga proses pengendapan utama

yaitu pengendapan mekanik, pengendapan organik dan pengendapan kimiawi.

Proses-proses pengendapan (sedimentasi) tersebut menghasilkan beberapa jenis

golongan batuan sedimen yang secara praktis dikenal sebagai berikut:

• Golongan detritus halus, seperti batulempung, batulanau, serpih, napal dan tuf.

• Golongan detritus kasar, seperti batupasir, breksi, konglomerat dan aglomerat.

• Golongan karbonat, seperti batugamping dan dolomit.

• Golongan evaporit, seperti batugaram (halit).

• Golongan silikat, seperti tanah diatomae dan radiolaria.

• Golongan batubara, seperti antrasit, bitumen dan lignit.

Berbagai jenis batuan sedimen tersebut dapat ditambang dan dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan manusia, seperti bahan bangunan (golongan detritus dan

21

Page 22: Makalah-GTL Pertambangan

karbonat), bahan bakar (golongan batubara), dan bahan baku industri (golongan

karbonat dan golongan evaporit). Penambangan batuan sedimen ini relatif lebih

mudah dan aman daripada penambangan batuan beku, tetapi akan menimbulkan

kerusakan lingkungan yang cukup signifikan, seperti pemapasan bukit di daerah

Padalarang. Potensi bencana yang cukup besar dapat terjadi di daerah yang

disusun oleh satuan batugamping, batulempung dan batubara. Daerah

batugamping sangat rentan terhadap amblesan karena sifat batugamping yang

mudah bereaksi (larut) dengan air yang bersifat asam akan membentuk dolina atau

rongga-rongga bawah permukaan yang sukar terdeteksi. Daerah berbatulempung

rawan terhadap bencana longsor dan amblesan, karena memiliki tekstur yang

sangat halus sebagai bidang gelincir dan kandungan mineral lempungnya dapat

memiliki daya kembang cukup tinggi (swelling). Sementara itu, daerah yang

memiliki lapisan batubara akan mudah terbakar dan sulit untuk dipadamkan.

Batuan metamorf adalah batuan yang terjadi akibat terubahnya batuan asal

oleh kenaikan temperatur, tekanan dan keduanya, serta adanya larutan aktif.

Proses metamorfisma terjadi dalam keadaan padat, meliputi proses-proses

rekristalisasi, reorientasi, dan pembentukan mineral baru dengan penyusunan

kembali unsur-unsur kimia yang sebelumnya telah ada. Berdasarkan proses

tersebut ada tiga jenis metamorfisma yaitu metamorfisma kontak (akibat kenaikan

temperatur), metamorfisma dinamo (akibat kenaikan tekanan), dan metamorfisma

regional (akibat pengaruh tekanan dan temperatur, biasanya berasoiasi dengan

pembentukan pegunungan atau intrusi magma). Contoh dari batuan metamorf

adalah marmer, grafit, batusabak, filit, sekis, dan lain-lain, yang juga

dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Batuan metamorf sangat keras dan

memiliki tekstur yang lebih halus, oleh karenanya penambangannya akan lebih

sulit dibandingkan batuan yang lain.

Mineral sebagai bahan penyusun batuan merupakan senyawa anorganik

padat yang terdapat di alam, memiliki sistem kristal dan komposisi kimia tertentu.

Mineral-mineral pembentuk batuan umumnya adalah mineral silikat (SiOB2B),

karena komposisi unsur Si adalah 27,72 % dan Oksigen 46,6 % dari seluruh kerak

bumi. Unsur-unsur lainnya adalah Al (8,3 %), Fe (5 %), Ca (3,63 %), Na (2,83

22

Page 23: Makalah-GTL Pertambangan

%), K (2,59 %), Mg (2 %), dan unsur lainnya yang kurang dari 1,5 %. Mineral

pembentuk batuan dibagi dalam:

• Mineral-mineral pembentuk batuan beku

Terdiri dari mineral primer seperti kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit,

muskovit, piroksen, amfibol, dan olivin. Terdapat juga mineral sekunder yang

berasal dari ubahan mineral primer seperti kalsit, kaolinit, serpentinit, serisit,

dan klorit. Mineral tambahan seperti apatit, korundum, hematit, dan limonit

kadang-kadang muncul dalam batuan.

• Mineral-mineral pembentuk batuan sedimen

Kalsit (CaCOB3B) dan dolomit (CaMgCOB3B) sebagai mineral utama batugamping.

Mineral-mineral lempung seperti kaolinit, monmorilonit, ilit, dan haloysit.

Anhidrit dan gipsum sering dijumpai sebagai batuan tersendiri.

• Mineral-mineral pembentuk batuan metamorf

Mineral yang penting adalah aktinolit, klorit, talk, andalusit, garnet, dan asbes.

Mineral-mineral pembentuk batuan ini sebagian merupakan sumber daya yang

memiliki nilai ekonomis (mineral ekonomis) yang sangat bermanfaat bagi hajat

hidup manusia. Contohnya seperti emas (Au), perak (Ag), dan tembaga (Cu) yang

merupakan logam mulia; intan dan korundum yang dipergunakan sebagai batu

permata; talk, gipsum, kalsit, kaolinit, asbes, dan anhidrit sebagai bahan baku

industri. Sebagian lagi dapat menjadi sumber bencana bagi manusia dan

lingkungan di sekitarnya; seperti logam berat (merkuri, air raksa, dll) yang dapat

membahayakan kesehatan manusia dan unsur-unsur radioaktif (uranium,

plutonium, dll) yang dapat menyebabkan kematian. Mineral lempung dari

kelompok monmorilonit dapat menyebabkan longsoran dan kerusakan pada

bangunan atau jalan, mineral ini merupakan mineral gemuk yang mempunyai

kemampuan untuk mengembang (volume bertambah dengan masuknya air) 1,5

kali dari ukuran pada saat kering dengan tekanan dapat melebihi 60 kPa dan

prosentase pengembangan (free swell) lebih dari 30 % (Huergo dkk, 1987, dalam

Rahn, 1996).

23

Page 24: Makalah-GTL Pertambangan

b. UStratigrafi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral

Urutan dan kedudukan setiap perlapisan batuan (stratigrafi) penting artinya

untuk eksploitasi sumber daya mineral. Teknik penambangan dapat ditentukan

berdasarkan kedudukan sumber daya mineral yang akan dieksploitasi, apakah

akan dilakukan tambang terbuka atau tambang bawah permukaan. Kedudukan

sumber daya mineral akan berasosiasi dengan proses pembentukan batuan

penyusun kerak bumi. Batuan sedimen akan diendapkan secara horisontal (hukum

datar asal) selapis demi selapis dari yang berumur tua hingga yang termuda

(hukum superposisi), sedangkan batuan beku biasanya memotong lapisan batuan

sedimen yang telah terbentuk sebelumnya (asas potong memotong) dan

membentuk suatu ketidakselarasan.

Suatu daerah yang akan dijadikan kawasan pertambangan dapat tersusun

oleh batuan beku, batuan sedimen atau batuan metamorf, bahkan bisa ketiga-

tiganya. Batuan-batuan tersebut diurut dan dikelompokkan berdasarkan suatu

formasi, yaitu satuan batuan resmi yang memiliki kesamaan ciri litologi dan umur

pengendapan. Umur pengendapan dalam skala geologi dimulai dari Paleozoikum

hingga Kenozoikum. Setiap formasi dapat terdiri dari selang-seling perlapisan

batuan, sisipan batuan, dan kandungan fosil, dengan ketebalan yang dapat

mencapai puluhan hingga ratusan meter. Terkadang pula ditemukan xenolith

(batuan lain) yang dibawa oleh intrusi batuan beku pada saat bergerak menerobos

formasi-formasi di atasnya. Kontak dengan intrusi batuan beku dicirikan oleh

batuan metamorf yang ditemukan di sekitar tubuh intrusi, seperti endapan skarn,

kalkopirit serta magnetit.

Penambangan intrusi batuan beku untuk mengeksploitasi endapan mineral

bijih yang dikandungnya biasanya memiliki skala kegiatan yang sama besarnya

dengan penambangan batubara dan batugamping, yang dapat menyebabkan

perubahan topografi setempat. Seperti misalnya penambangan Intrusi Grasberg

yang berada pada ketinggian hampir 4300 meter di atas permukaan laut, dalam

wilayah Kontrak Karya-A (Contract of Work, COW ‘A’) PT Freeport Indonesia,

menunjukkan cadangan yang diperkirakan sebesar 1,11 milyar ton tembaga 1,02%

dan 1,18 g/t emas (IMC, 2000, dalam Margotomo dan Soeldjana, 2001), dimana

saat ini penambangan terbuka (open pit mining) sedang dilakukan secara intensif

24

Page 25: Makalah-GTL Pertambangan

sampai dengan kedalaman kurang lebih 500 m. Sebelumnya Intrusi Grasberg

adalah suatu area mineralisasi dengan bentuk seperti es krim dalam cone.

Penambangan seperti ini jelas akan mengganggu formasi di sekitarnya yang harus

dikupas atau dipotong dan ditimbun di sekitar kawasan penambangan

(overburden).

Gambar 3.2. Stratigrafi daerah Grasberg dan sekitarnya (sumber: P.T. Freeport Indonesia, 2001)

Dalam suatu operasi pertambangan, perlu dipertimbangkan faktor dampak

negatif yang dapat ditimbulkan oleh pengambilan tanah penutup, batuan dan

mineral-mineral ekonomis. Sebaiknya fasilitas penunjang pertambangan

ditempatkan pada daerah-daerah yang cukup jauh dari bahaya longsor, amblesan

dan kerusakan lainnya. Suatu operasi pertambangan juga perlu dilengkapi dengan

unit pengelolaan sisa bahan tambang (air asam tambang dan tailing) yang cukup

berbahaya bagi lingkungan di sekitar pertambangan. Air asam tambang adalah air

yang berasal dari campuran sisa bahan galian (overburden) dengan air hujan atau

airtanah, dengan kandungan pH antara 4 hingga 5,8 dan mineral bijih bervariasi

antara 5 hingga 90 ppm (Wirawan, dkk, 2001). Pengelolaan air asam tambang

perlu dilakukan untuk menghindari terkontaminasinya air permukaan atau

25

Page 26: Makalah-GTL Pertambangan

airtanah, dapat dilakukan dengan cara mencampurkan unsur basa ke dalam air

asam tersebut (misalnya dengan memasukkan batugamping). Sementara itu,

tailing adalah sisa batuan yang digerus halus setelah diambil mineral ekonomisnya

melalui proses pengapungan di pabrik pengolahan bijih. Berdasarkan penelitian

tailing ini tidak beracun dan mengandung pH sekitar 8-9 (basa), namun

kandungan logam berat masih tinggi, seperti tailing di Timika (PT Freeport

Indonesia) yang mengandung Cu, Fe (5%), Pb (5 ppm), dan K (3-4%) dapat

mengakibatkan punahnya flora dan fauna di daerah hilir yang biasa dimanfaatkan

penduduk di sekitar lingkungan pertambangan. Untuk mencegah kerusakan akibat

pembuangan tailing, perlu dibuat tanggul-tanggul untuk tailing yang dibuang

langsung ke sungai atau disalurkan melalui pipa ke tempat pengendapan tailing.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, endapan tailing ini dapat

dipergunakan sebagai bahan bangunan, terutama untuk membangun kawasan

pemukiman di daerah sekitarnya (menghemat biaya transportasi). Bahkan

mungkin pada suatu saat daerah pengendapan tailing tersebut dapat menjadi

quarry yang potensial bagi pembangunan prasarana pemukiman di daerah lain.

c. UStruktur Geologi

Struktur geologi adalah bentuk-bentuk yang dimiliki batuan penyusun

kerak bumi. Struktur geologi dapat dibedakan menjadi struktur geologi primer

yang terjadi pada saat terbentuknya batuan (misalnya perlapisan, kekar pada

batuan beku dan foliasi) dan struktur geologi sekunder (misalnya rekahan, lipatan

dan sesar) yang terjadi setelah batuan terbentuk (McGraw-Hill Encyclopedia of

the Geological Sciences, 1978, hal.803). Struktur geologi primer hampir selalu

berkembang pada setiap batuan yang terbentuk, tergantung dari proses

pembentukan batuan tersebut. Struktur geologi sekunder mempunyai pengaruh

yang cukup besar di dalam membentuk roman muka bumi, sedikitnya mampu

mengendalikan gerak airtanah yang terkandung dalam batuan penyusun kerak

bumi. Struktur sekunder ini terjadi akibat bekerjanya gaya-gaya kompresi

(tekanan) dan tensi (tarikan) terhadap batuan. Gaya kompresi akan mengakibatkan

terbentuknya lipatan, kekar, patahan (sesar) naik/mendatar, penunjaman, dan

penebalan setempat. Sementara gaya tensi akan mengakibatkan terbentuknya

26

Page 27: Makalah-GTL Pertambangan

rekahan, patahan normal, terban (graben), dan penipisan setempat. Gejala geologi

yang terjadi akibat gaya-gaya tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dan elastisitas

batuan dan mekanisme gaya yang bekerja.

Batuan yang mengalami tekanan, yang masih berada di bawah batas

elastisitasnya (elastic limit), akan mengalami perlipatan (antiklin dan sinklin) dan

pada tempat tertentu sumbu lipatan akan menunjam. Apabila tekanan ini terus

bekerja akan mengakibatkan terbentuknya kekar-kekar atau rekahan-rekahan

dalam batuan. Selanjutnya kekar atau rekahan ini akan tergeserkan dan

membentuk sesar/patahan, sehingga terjadi perpindahan antar bagian-bagian yang

saling berhadapan dengan arah yang sejajar bidang patahan. Jika bagian yang

berada di atas bidang patahan (hanging wall) relatif bergeser naik terhadap bagian

di bawah bidang patahan (foot wall) disebut sesar naik (thrust fault), sebaliknya

jika hanging wall relatif bergeser turun terhadap foot wall disebut sesar normal

(normal fault). Jika pergeseran terjadi secara horisontal, dimana gaya kompresi

dan gaya tensi bekerja hampir sama kuatnya, maka akan terbentuk sesar mendatar

(strike-slip fault).

Zona-zona di sekitar pergeseran (zona sesar) merupakan zona lemah,

dalam skala besar akan bertindak sebagai jalur penerobosan magma (intrusi) yang

akan membawa serta mineral-mineral ekonomis menuju permukaan. Di sisi lain

zona lemah ini merupakan kawasan rawan bencana geologi, seperti amblesan dan

longsoran, apalagi jika sesar yang terbentuk masih merupakan sesar aktif atau

berada pada zona tektonik aktif (misal zona subduksi) seperti Zona Sesar

Sumatera dan sesar-sesar di daerah Papua (Zona Sesar Hannekam, Sesar

Zaagkam, Zona Sesar Wanagon, Sesar Meren Valley) yang dapat menimbulkan

bencana gempa bumi. Kawasan pertambangan (terutama pertambangan

sumberdaya energi dengan bahan-bahan mudah terbakar) yang berada pada zona

ini sebaiknya dilengkapi dengan teknik-teknik pencegahan longsor/amblesan dan

pemantauan stabilitas lereng secara intensif. Selain itu, fasilitas penunjang

pertambangan semaksimal mungkin dijauhkan dari jalur-jalur yang dilalui sesar.

27

Page 28: Makalah-GTL Pertambangan

3.2. Hidrogeologi

Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka batuan dan

airtanah yang dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek kimia dan fisika yang

terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi (Kodoatie, 1996). Berbicara

hidrogeologi tidak akan lepas dari daur hidrologi sebagai berikut; evaporasi dari

tanah atau air laut dan transpirasi dari tumbuh-tumbuhan – kondensasi dalam

awan – presipitasi dalam bentuk hujan – infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah

atau menjadi air limpasan (sungai dan danau) – kembali evapotranspirasi (Davies

dan DeWiest, 1966, dalam Rahn, 1996).

Gambar 3.3. Daur Hidrologi (Davies dan DeWiest, 1966, dalam Rahn, 1996)

a. UAir Permukaan dan Air Bawah Permukaan (Airtanah)U

Data curah hujan di suatu daerah pada kurun waktu tertentu merupakan

unsur penting dalam penentuan neraca keseimbangan air (water balance). Di

daerah pedataran dan kaki pegunungan yang memiliki vegetasi sangat lebat hujan

akan meresap (infiltrasi) dengan baik ke dalam tanah, sedangkan di daerah lereng

pegunungan yang cukup terjal hujan akan lebih cepat melimpas ke dalam saluran-

saluran sungai daripada berinfiltrasi ke dalam tanah (kecepatan run off >

28

Page 29: Makalah-GTL Pertambangan

infiltrasi). Air yang melimpas ini akan membentuk suatu sistem daerah aliran

sungai (DAS), yang dibatasi oleh batas-batas aliran air (watershed). Sungai-sungai

dalam DAS di sekitar kawasan pertambangan sering dipergunakan sebagai sungai

pembuangan tailing (seperti DAS Wanagon-Aghawagon-Otomona di Papua),

dengan harapan kepekatan lumpur tailing akan cepat berkurang seiring dengan

perjalanannya menuju daerah hilir atau laut. Penataan lingkungan pertambangan

dengan memanfaatkan air permukaan (sungai, danau, laut) harus direncanakan

sebaik mungkin dan tidak mengganggu air permukaan yang sering dipergunakan

oleh penduduk setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan lain sebagainya.

Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk suatu sistem aliran air

bawah permukaan (airtanah), yang akan berbeda pada masing-masing daerah,

tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Litologi atau lapisan batuan yang

mengandung airtanah disebut lapisan akifer. Berdasarkan sifat fisik dan

kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi empat jenis,

yaitu :

• Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan merupakan

airtanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada daerah endapan

aluvial. Airtanah dangkal adalah airtanah yang paling umum dipergunakan

sebagai sumber airbersih oleh penduduk di sekitarnya.

• Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer), merupakan

akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah kedap) di bagian

atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah batuan tuf).

• Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara lapisan

kedap air (akiklud), umumnya merupakan airtanah dalam (umumnya > 40 m)

dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam adalah airtanah yang

kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada airtanah dangkal, oleh karenanya

umum dipergunakan oleh kalangan industri termasuk di dalamnya kawasan

pertambangan.

29

Page 30: Makalah-GTL Pertambangan

Gambar 3.4. Ilustrasi dari tiga jenis akifer menurut Kruseman dan deRieder, 1994

Airtanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi (daerah tangkapan) ke

daerah yang lebih rendah (daerah buangan) menuju laut. Daerah tangkapan

didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (catchment area) dimana

aliran airtanah jenuh menjauhi permukaan tanah, sedangkan daerah buangan

didefinisikan sebagai bagian dari catchment area dimana aliran airtanah menuju

permukaan tanah (Kodoatie, 1996). Kedudukan muka airtanah (pada akifer bebas)

maupun muka pisometrik (pada akifer tertekan) merupakan hal yang penting

untuk diketahui, karena mencerminkan kesetimbangan hidrodinamika airtanah di

suatu daerah. Pengukuran kedudukan airtanah dapat dilakukan pada sumur gali

penduduk atau pada sumur bor dalam waktu yang relatif sama dan dibedakan

antara muka airtanah bebas dengan muka airtanah tertekan, sehingga hasil

pengukuran hanya menggambarkan kondisi airtanah pada suatu waktu tertentu.

Hasil pengukuran ini dituangkan menjadi suatu peta yang menggambarkan bentuk

morfologi permukaan airtanah beserta arah alirannya (termasuk di dalamnya

aliran permukaan), berdasarkan peta tersebut dapat dihitung gradien hidrolika

(kemiringan muka airtanah) daerah bersangkutan. Peta ini, apabila digabungkan

dengan peta topografi permukaan dan peta geologi, berguna untuk membuat

perencanaan kawasan pertambangan yang aman dan tidak merusak lingkungan di

sekitarnya. Namun demikian, kadang-kadang arah aliran airtanah pada daerah

pertambangan agak sulit untuk ditentukan, seperti misalnya daerah satuan

batugamping yang memiliki sistem rekahan yang cukup kompleks.

30

Page 31: Makalah-GTL Pertambangan

b. UPotensi Bencana Banjir dan Pencemaran U

Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan meluapnya air permukaan

dan menyebabkan bencana banjir bagi penduduk di daerah hilir. Oleh karena itu,

daerah aliran sungai di sekitar penambangan (bagian hulu) perlu dikonservasi

sebaik mungkin, jangan sampai daerah resapan/tangkapannya menjadi rusak.

Curah hujan yang tinggi ini pada daerah-daerah tertentu (daerah permeabel) dapat

menyebabkan infiltrasi air menjadi lebih cepat dan menyulitkan pekerjaan

penambangan, baik pada tambang terbuka (open pit mining) ataupun pada

tambang bawah permukaan (underground mining). Seperti telah disinggung

sebelumnya, pada tambang bawah permukaan dapat terjadi banjir lumpur yang

cukup membahayakan bagi para pekerja di bawah permukaan. Selain itu, skala

penambangan yang cukup besar menyebabkan airtanah terpotong, sehingga

penirisan tambang perlu dilakukan secermat mungkin melalui perhitungan yang

matang dan akurat. Penirisan pada tambang terbuka dapat dilakukan dengan cara

pemompaan, sedangkan pada tambang bawah permukaan dengan cara membuat

saluran air (water intersection) pada rekahan-rekahan, kontak sesar, zona RQD

yang buruk, kontak litologi dan perlapisan batuan, baik dengan pemboran

horisontal maupun vertikal untuk kemudian dialirkan melalui saluran-saluran

bawah tanah (drift).

Pencemaran air telah menjadi perhatian utama saat ini, khususnya untuk

daerah permukiman yang padat. Pencemaran ini dapat berasal dari industri,

pertambangan, maupun tempat pembuangan akhir (TPA). Pencemaran air yang

terjadi di bawah permukaan (pencemaran airtanah) lebih sulit dideteksi daripada

pencemaran air permukaan, bahkan lebih sulit untuk dikontrol dan dapat

berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian pencemaran

airtanah dapat merusak tata guna air dan dapat membahayakan kesehatan makhluk

hidup melalui zat yang bersifat racun atau menjadi media penyebaran wabah

penyakit.

Proses pencemaran airtanah di kawasan pertambangan dimulai dengan

menyerapnya air dari presipitasi yang jatuh di atas landfill (timbunan overburden),

bercampur dengan cairan yang telah terdapat dan terbentuk sebelumnya,

membentuk suatu larutan yang disebut air asam tambang. Air asam tambang ini

31

Page 32: Makalah-GTL Pertambangan

kemudian bergerak ke bawah menuju muka airtanah dan menyebabkan

pencemaran pada airtanah. Pemilihan lokasi landfill untuk pembuangan

overburden ini perlu didukung oleh beberapa pendekatan sebagai berikut

(dimodifikasi dari Bagchi, 1994):

- tidak terlalu dekat dengan danau/kolam (>300 m) dan sungai (>30 m),

- tidak terletakdi daerah rawa (lahan basah),

- minimal berada pada jarak 365 m dari sumur yang dimanfaatkan oleh

penduduk di sekitarnya.

32

Page 33: Makalah-GTL Pertambangan

BAB 4 PENUTUP

Reklamasi lahan pasca penambangan harus dilakukan baik pada area

fasilitas penunjang pertambangan (jalan, jembatan, bangunan-bangunan, daerah

pengendapan tailing, dsb) maupun area penggalian bahan tambang (daerah bekas

eksplorasi maupun eksploitasi). Reklamasi ini merupakan persyaratan paling

penting bagi daerah tambang, karena tingginya peran pertambangan dalam

degradasi lingkungan dan bencana geologi. Bencana geologi adalah suatu istilah

umum yang digunakan untuk menyebut potensi kerugian yang terjadi akibat

interaksi antara manusia dengan alam atau antara manusia dengan teknologinya

(Burton, dkk, 1978, dalam Lundgren, 1986). Umumnya bencana tersebut meliputi

peristiwa-peristiwa seperti gempabumi, longsor, banjir, angin topan, letusan

gunungapi, amblesan pada daerah tambang, timbunan sampah beracun, bobolnya

bendungan, atau kebocoran PLTN (nuklir).

Reklamasi pada daerah bekas pemboran eksplorasi, daerah bekas

penambangan maupun lahan tailing yang tidak produktif dapat dilakukan dengan

percobaan untuk menanam tanaman pertanian yang produktif dan berkelanjutan.

Namun demikian, perlu dicatat disini bahwa suksesi rehabilitasi lahan pasca

penambangan ini memerlukan waktu yang cukup lama, terutama daerah

pengendapan tailing yang harus menunggu hingga pengendapan tailing berakhir.

Oleh karena itu, pemilihan tanaman yang cepat tumbuh (seperti rumput-rumputan,

beringin, atau tanaman hutan lainnya) akan menjadi lebih berarti pada saat ini,

baru kemudian dilanjutkan dengan program agronomi lainnya secara bertahap.

Mengingat proses reklamasi ini memakan waktu yang cukup lama, maka perlu

diimbangi oleh kegiatan lain yang dapat mencegah meluasnya kerusakan

ekosistem di sekitar daerah tambang. Pemeliharaan ekosistem di sekitar daerah

tambang menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies-spesies tertentu

yang belum terganggu ataupun bagi upaya pengurangan pengaruh pemanasan

global. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat konsep tiga zona,

yaitu Zona Konservasi Inti, Zona Penyangga, dan Zona Produksi Intensif. Zona

Konservasi Inti adalah ekosistem sekitar penambangan yang belum terganggu dan

33

Page 34: Makalah-GTL Pertambangan

harus dijaga kelestariannya secara absolut. Zona Penyangga adalah daerah bekas

penambangan yang harus segera direhabilitasi dan dijaga kelangsungan suksesi

(reklamasi) yang sedang berlangsung. Zona Produksi Intensif adalah daerah

penambangan yang masih aktif, termasuk kawasan pengolahan dan pemukiman.

34

Page 35: Makalah-GTL Pertambangan

DAFTAR PUSTAKA Bagchi, A. 1994. Design, construction and monitoring of landfills. John Wiley &

Sons Inc., Canada, 361p. Bennett, Matthew R. dan Peter Doyle. 1997. Environmental Geology : Geology

and The Human Environment. Book News Inc., Portland, OR. Dunn, I.S., Andreson, L.R., & Kiefer, F.W. 1980. Fundamentals of Geotechnical

Analysis. John Willey & Sons, New York, USA. Fetter, C.W. 1988. Applied hidrogeology, second edition. Merrill Publishing

Company, Ohio, USA. Kodoatie, Robert J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Percetakan Andi Offset,

Yogyakarta. Kruseman, G. P. and N. A. de Ridder. 1994. Analysis and evaluation of pumping

test data. International Institute of Land Reclamation and Improvement/ILRI, Wageningen, The Netherlands, p.13-235 & p.289-352.

Lapedes, D. N., et. al. 1978. McGraw-Hill encyclopedia of the geological sciences. McGraw Hill Inc., p.803.

Longman Group Ltd. 1982. Longman illustrated dictionary of geology. York Press, Beirut.

Lundgren, Lawrence. 1986. Environmental geology. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, USA.

Margotomo, W, and Soeldjana, A. 2001. Grasberg Pit Geology. Visitor Guide Summary (compiled by W. Margotomo & A. Soeldjana), Grasberg Mine Geology, Geologic Services Group, PT Minerserve International, PT Freeport Indonesia, unpub.

PTFI. Briefing Information. Pub. by PT Freeport Indonesia Company, Kuala Kencana, Irian Jaya, Indonesia.

____. Reklamasi Lahan Tailing di PT Freeport Indonesia, Suatu Pendekatan Program Reklamasi Ramah Lingkungan. Pub. by PT Freeport Indonesia Company, Kuala Kencana, Irian Jaya, Indonesia.

____. 2000. Sejarah Eksplorasi PT Freeport Indonesia 1989-2000. Pub. by PT Freeport Indonesia Company, Kuala Kencana, Irian Jaya, Indonesia.

Rahn, Perry H. 1996. Engineering Geology, An Environmental Approach, second edition. Prentice Hall Inc., A Simon & Schuster Company, Upper Saddle River, New Jersey.

Sapiie, B. 2001. Stratigraphy and structural geology along The Gunung Bijih (Ertsberg) Mining Access (GBMA) road, Irian Jaya, Indonesia. Geology Field Guidebook Timika-Tembagapura, Irian Jaya. Geodynamic Laboratory, Department of Geology, Faculty of Sciences and Mineral Technology, Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan.

Seyhan, E. 1977. Fundamentals of Hydrology, revised edition. Geografisch Instituut der Rijksuniversiteit te Utrecht.

Sudradjat, Adjat. 1975. Pengantar Geomorfologi. Akademi Geologi dan Pertambangan, Bandung, tidak dipublikasikan.

35

Page 36: Makalah-GTL Pertambangan

Thornbury, D. William. 1969. Principal of Geomorphology, Second Edition. John Willey and Sons Inc., New York.

Todd, D. K. 1980. Groundwater hydrology. John Willey & Sons Inc., New York, 535p.

Van Zuidam, R.A. 1988. Anual Photo Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphic Mapping. International Institute for Aerospace Survey and Earth Science, ITC, Smith Publisher The Hague.

Wirawan, R., Arianto, M., Nugroho, B., & Purawidjaja, B. 2001. Geologic control of water intersection in mine dewatering at Erstberg Mining District, Irian Jaya, Indonesia. Prepared for presentation of ITB Master Graduate Students Field Trip to PT Freeport Indonesia, Geologic Services Group, PTFI.

36

Page 37: Makalah-GTL Pertambangan

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Dasar Dalam Studi Topografi

a. UPeta TopografiU

Peta Topografi menunjukkan gambaran geografi dan budi daya manusia

(pemukiman, sawah, kebun, dsb). Peta ini menunjukkan tinggi rendahnya suatu

daerah yang disimbolkan oleh garis-garis yang menghubungkan ketinggian

yang sama (garis kontur). Skala yang dipergunakan dalam Peta Topografi dapat

bervariasi (tergantung dari kebutuhan), yang umum adalah 1 : 250.000,

1 : 100.000, 1 : 50.000, dan 1 : 25.000. Di Indonesia Peta Topografi

dipublikasikan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(Bakosurtanal) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Puslitbang

Geologi).

Informasi-informasi yang digambarkan oleh simbol dalam Peta Topografi

diantaranya adalah:

- Hasil budi daya manusia; jalan, pemukiman, bendungan, kawasan

pertambangan, tempat ibadah, lapangan terbang, dan sebagainya.

- Keadaan alam; sungai, danau, rawa, hutan, puncak gunung, pantai, air

terjun, dan sebaginya.

- Batas administrasi; batas kecamatan, kabupaten, provinsi, dan batas negara.

- Garis-garis lintang dan bujur.

- Skala peta yang menunjukkan skala horisontal.

- Ketinggian permukaan tanah, ditunjukkan oleh garis kontur dan titik ikat.

- Penyimpangan magnetik (deklinasi).

- Data-data lain yang menyangkut keterangan peta.

Berdasarkan informasi-informasi tersebut, kita dapat menginterpretasi beberapa

hal sebagai berikut:

- Bentuk roman muka bumi (melalui rekonstruksi penampang vertikal dan

diagram blok).

- Jenis bentang alam (satuan geomorfologi berdasarkan relief atau pola

pengaliran sungai).

37

Page 38: Makalah-GTL Pertambangan

- Struktur geologi sekunder (berdasarkan pola pengaliran sungai atau

kelurusan sungai).

- Daerah aliran sungai (DAS).

b. UFoto UdaraU

Foto Udara yang diambil secara vertikal akan membantu penafsiran Peta

Topografi. Foto ini memperlihatkan secara jelas relief, perbedaan litologi dan

struktur geologi yang berkembang pada suatu daerah. Untuk menafsirkan

keadaan topografi atau geologi suatu daerah, perlu dilakukan beberapa kali

pemotretan berdasarkan teknik tertentu. Selanjutnya penafsiran Foto Udara

dilakukan dengan bantuan suatu alat yang disebut stereoskop, setelah terlebih

dahulu foto-foto tersebut ditumpang tindihkan menjadi suatu stereogram.

c. UCitra SatelitU

Dihasilkan dari penginderaan jarak jauh melalui satelit, untuk dipergunakan

dalam pemetaan dan pemantauan keadaan suatu lingkungan. Data-data

perubahan yang terjadi pada saat ini akan terekam dengan jelas, sehingga data

Citra Satelit akan sangat membantu para ahli lingkungan dan ahli teknik dalam

perencanaan suatu lahan. Mekanisme kerja dari Citra Satelit adalah mendeteksi

radiasi yang dipancarkan bumi dalam bentuk spektrum yang mempunyai

kisaran dari gelombang panjang (radio, radar dan inframerah) hingga

gelombang pendek (ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan gelombang kosmik),

sebagai contoh beberapa gelombang pendek akan memberikan informasi

mengenai saluran sungai yang mengandung pasir. Dalam perekamannya Citra

Satelit menggunakan sistem scanning, bukan pemotretan seperti halnya Foto

Udara. Skala yang biasa dipergunakan dalam Citra Satelit adalah 1 : 1.000.000.

d. URadarU

Radar biasanya dipergunakan untuk mendeteksi objek seperti mobil atau

pesawat terbang. Prinsip kerjanya adalah mendeteksi pantulan radiasi

elektromagnetik dari suatu objek dengan kisaran antara 0,5 - 10 mm.

Perbedaannya dengan Citra Satelit adalah Radar direkam dengan menggunakan

detektor yang dibawa oleh pesawat terbang seperti halnya pemotretan udara.

Keunggulan dari sistem ini adalah hasilnya yang cukup jernih (tidak berawan),

tetapi sistem ini tidak dapat mencakup objek yang lebih luas.

38

Page 39: Makalah-GTL Pertambangan

Lampiran 2. Peta Geologi

Peta Geologi adalah sebuah peta yang menggambarkan satuan batuan (dalam

istilah resmi disebut formasi) dan struktur geologi yang berkembang pada suatu

daerah. Satuan batuan dan struktur geologi tersebut biasanya disimbolkan oleh

suatu warna/patern/garis. Peta Geologi dapat memberikan beberapa gambaran

sebagai berikut:

1. Daerah perbukitan karst (sinkholes, sungai dan gua bawah tanah, dsb).

2. Daerah berpotensi banjir (pedataran aluvium).

3. Daerah dengan kemiringan lereng yang tidak stabil.

4. Daerah resapan dan cekungan airtanah.

5. Zona sesar aktif.

6. Daerah sumber panas bumi (geotermal).

7. Cekungan air permukaan (daerah aliran sungai).

8. Tipe-tipe batuan dan mineral.

Peta Geologi ini juga bermanfaat bagi penentuan karakter tanah yang merupakan

hasil dari pelapukan batuan. Kegunaan Peta Geologi dapat bermacam-macam,

seperti digambarkan berikut ini:

UUntuk Ahli GeologiU :

1. Mengetahui keadaan batuan termasuk di dalamnya umur, jenis litologi, dan

struktur geologinya.

2. Merekonstruksi penampang vertikal untuk mengetahui keadaan bawah

permukaan.

3. Merekonstruksi sejarah geologi.

4. Mengeksplorasi sumberdaya alam.

5. Mengetahui lokasi sumber air dan zona resapan airtanah.

UUntuk Ahli Teknik Sipil, Teknik Lingkungan dan Geologi TeknikU :

1. Mengidentifikasi bencana alam yang diperkirakan terjadi pada suatu daerah,

untuk merencanakan, mendesain, dan memelihara infrastruktur yang

dibutuhkan manusia.

2. Menentukan bagaimana cara memindahkan material batuan (misal untuk

batuan keras melalui teknik peledakan).

39

Page 40: Makalah-GTL Pertambangan

3. Untuk membantu mengevaluasi biaya dan permasalahan yang timbul dalam

pembangunan bendungan, fondasi bangunan, lokasi jalan raya, terowongan,

saluran-saluran pipa, dan lain-lain.

4. Merencanakan modifikasi dan struktur pantai untuk menahan pengikisan.

5. Memilih tempat yang cocok untuk penimbunan sampah.

6. Menentukan kekuatan batuan, kekerasan dan karakteristik permeabilitasnya.

40