makalah forensik
TRANSCRIPT
MAKALAH
PRINSIP REKONSTRUKSI WAJAH
PEMBIMBING : dr. H. Mistar Ritonga, Sp F.
DISEDIAKAN OLEH :
NUR RIHANA JAAFAR 070100317
DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTOPEDIK & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
201 2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan kurnia-
Nya, penulisan Makalah : Prinsip Rekonstruksi Wajah, dapat diselesaikan. Makalah ini
diajukan untuk melengkapi tugas pada Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Kedokteran
Forensik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan dan
kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari berbagai
pihak, penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil kesempatan untuk
mengucapkan jutaan terima kasih kepada pembimbing kami, dr. H. Mistar Ritonga, Sp F.
Akhir kata, meskipun berbagai usaha telah dilakukan semaksimal mungkin dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini, namun karena keterbatasan pengalaman,
pengetahuan, kepustakaan dan waktu, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah
ini.
Medan, September 2012,
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ 1
DAFTAR ISI ............................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Apabila dijumpai sisa-sisa kerangka, dan mangsa tidak dapat dikenalpasti selepas
identifikasi tradisional, penyidik bisa meminta pihak forensik untuk melakukan tehnik
rekonstruksi wajah tiga dimensi. Proses tiga dimensi ini dilakukan dengan meletakkan
tengkorak pada tempat yang mudah untuk dikerjakan, di mana, tengkorak tersebut bisa
dengan mudah dimiringkan dan dapat diputar ke berbagai arah. Tengkorak tersebut harus
dalam posisi Frankfort Horizontal. Dengan memanfaatkan data kedalaman tisu berdasarkan
ras, jenis kelamin dan usia, mata buatan diletakkan pada soket mata, di tengah-tengah dan
pada kedalaman yang sesuai.
Tanah liat kemudian diletakkan secara sistematis pada tengkorak, mengikut kontur
tengkorak dengan mengikut penanda tisu. Berbagai ukuran dibuat untuk menentukan tebal
dan panjang hidung, tebal dan panjang bibir serta letak mata. Informasi seperti lokasi
geografi dimana si mati meninggal, gaya hidup dan informasi lainnya sangat dibutuhkan
dalam menyiapkan rekonstruksi tersebut. Rambut disiapkan dengan menggunakan rambut
palsu atau tanah liat sebagai rambut. Berbagai item (prop) digunakan seperti kaca mata,
baju, topi serta lain-lain digunakan untuk menonjolkan fitur individu tersebut. Saat siap,
‘patung’ tersebut di foto. Semua prosedur di dokumentasi dan nota kerja dikumpulkan.
I.2 Manfaat
Manfaat penulisan laporan kasus ini ditujukan untuk mempelajari rekonstruksi
wajah yang berlandaskan teori guna memahami bagaimana prinsip-prinsip rekonstruksi
tersebut, sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam membantu
pasien yang harus dilakukan rekonstruksi wajah.
3
I.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
senior Departemen Kedokteran Forensic RSHAM Medan dan meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai prinsip rekontruksi wajah.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diskusi tentang kebaikan dan keburukan metode rekonstruksi wajah dari tengkorak dan
kepentingan untuk anthropologi dan kedokteran forensik mempunyai dampak dari dua
masalah utama yang belum diselesaikan. Mereka adalah : studi tentang interrelasi antara
jaringan lunak pada wajah dan tulang penyokong, serta perkembangan kriteria untuk
menegakkan persamaan.
Walaupun bidang ini menarik perhatian hampir seabad, dan fitur sejarah dari saintis seperti
Virchow, Kollmann, His, von Eickstedt, Gerasimov dan lain-lain, ilmu tentang area ini
masih jauh dari selesai. Situasi ini dapat ditelusuri kepada fakta bahwa metode anatomi dan
metode x-ray telah gagal untuk memberikan data yang cukup untuk berbagai kelompok
populasi untuk analisa statistik. Hasil dari studi kontrol dan aplikasi dari metode
rekonstruksi untuk identifikasi kraniofasial menunjukkan kewujudan beberapa koneksi
antara fitur morfologi pada wajah dan tengkorak. Walaupun begitu, standar yang terpercaya
bisa ditegakkan hanya dari basis dari data statistik yang sah.
LOKASI ULTRASONIC ECHO
Pada beberapa tahun lepas, diatur dari berbagai asumpsi, kami mengambil-alih studi pada
berbagai kelompok populasi etnik-ras dari USSR untuk dimasukkan ke dalam bank data
kami. Program ini memasukkan penelitian korelasi antara ketebalan jaringan lunak dari
berbagai bagian dari wajah, juga verifikasi dari koneksi antara fitur morfologi antara wajah
dan tulang penyokong.
Penelitian ini menghasilkan metode baru untuk lokasi ultrasonic echo dalam mengukur
jaringan lunak. Tidak seperti metode sebelumnya, prob ultrasonic mempunyai beberapa
kelebihan signifikan. Ia memungkinkan studi untuk populasi yang besar tanpa
membahayakan kesihatan, malah memberikan informasi yang banyak. Lagipula, apparatus
ultrasonic (Echopthalmoscope EOS-21) mudah digunakan dan mudah diangkut. Penelitian
5
ini mencakup 17-20 titik anthropometric pada wajah dari 5 zon morfologi, di mana
ketebalan jaringan lunak diukur.
Pada waktu ini, sebanyak 1,695 orang termasuk kelompok dari Korea, Buyats, Kazaks,
Bashkirs, Uzbeks, Armenians, Abkhazians, Rusia dan Lithuanians telah diteliti. Disebabkan
perubahan berkaitan usia bisa memberi efek pada ketebalan jarnigan lunak pada permukaan
wajah, sampel dibataskan pada orang yang berusia antara 20 – 50 tahun.
Perkiraan asimetri dan koeffisien berlebihan, menunjukkan distribusi fitur tersebut cocok
dengan variasi rentang normal.
Dari standar yang dipresentasi untuk ketebalan jaringan lunak pada beberapa bagian wajah
bisa direkomendasi kapada spesialis untuk identifikasi kraniofasial. Pada kasus mayoritas,
perbedaan yang didapat adalah tidak signifikan. Korelasi struktur matrik merefleksikan
varietas yang seragam didalam kelompok dan semua kelompok menunjukkan persamaan
matriks dengan tanpa ada perbedaan yang signifikan dalam koeffisien korelasi. Persamaan
ini membenarkan kita untuk menghasilkan matriks yang rata-rata – satu untuk lelaki dan
satu lagi untuk perempuan.
6
Analisa pada diagram menunjukkan korelasi positif tinggi wujud pada fitur antara kelima-
lima zona morfologi wajah (dahi, hidung, tulang pipi, mulut dan dagu). Pada analisa
variabilitas fitur relatif, merefleksikan distribusi jaringan lunak pada zona berbeda pada
wajah, menunjukkan nilai tinggi untuk korelasi antara titik pada dahi, tulang pipi dan
bagian mandibular serta bagian nasion. Kekurangan korelasi koeffisien yang signifikan
untuk titik pada area oral dan nasal (kecuali nasion), dengan zona fasial lain
mengindikasikan variabilitas tunggal pada ketebalan jaringan lunak untuk zona-zona ini.
Pada peringkat yang seterusnya, analisa kluster dilakukan pada basis dengan korelasi
matriks yang rata-rata. Dendograms mengilustrasikan proses pengelompokan yang dibina
dan secara jelas menunjukkan tiga kelompok. Yang pertama, termasuk semua titik pada
dahi, tulang pipi, dan zona mandibular, termasuk dengan nasion. Kelompok kedua
termasuk titik pada bagian oral dan yang ketiga, terletak jauh dari yang lain termasuk
rhinion dan titik lateral dari hidung. Dengan cara ini, semua sistem pada fitur dibagi kepada
tiga kompleks tunggal, dengan setiap satu didemonstrasikan sebagai tingkat tinggi dari
korelasi positif pada fitur yang kompleks. Analisa ini juga menunjukkan perbedaan yang
sedikit dalam korelasi variabilitas antara jenis kelamin. Pada perempuan, jaringan lunak
pada nasion, berbeda secara tunggal dengan titik-titik yang lain pada wajah apabila
dibandingkan dengan lelaki.
Analisa canonical dipilih untuk menilai perbedaan antara kelompok yang berdasarkan
distribusi dalam kelompok. Metode ini, diaplikasikan pada banyak kelompok,
menghasilkan beberapa diskriminasi yang memisahkan mereka secara natural. Seterusnya
perbedaan pada kompleks fitur yang dibincangkan adalah dapat dipertimbangkan,
sementara tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kelompok.
Properti penting pada analisa canonical adalah ia dapat menghasilkan presentasi grafik
yang konvenien berdasarkan lokasi relative pada kelompok dalam pertanyaan, yang
menggambarkan perbedaan penting dan variabilitas dalam kelompok. Pertama, nilai
spesifik diskriminator ditetapkan untuk setiap kelompok. Ini menghasilkan komponen
diskriminator yang sesuai untuk setiap fitur denagn nilai absolut yang rata-rata pada semua
fitur kelompok yang diberi. Hasil dari kelompok bermaksud discriminator pertama dan
kedua sebagai koordonat, menunjukkan lokasi setiap kelompok.
7
Pada studi ini, penyebaran dalam kelompok diestimasi dari matriks kovarians yang rata-rata
pada semua kelompok lelaki dan perempuan. Matriks kovarians dalam kelompok
dikalkulasi untuk estimasi penyebaran dalam kelompok untuk fitur distribusi zona termasuk
ketebalan jaringan lunak.
Pada kedua-dua jenis kelamin, titik superciliary dan glabella dari zona dahi, semua titik
zona nasal (nasion, rhinion, lateral dari hidung) dang onion dari zona mandibular
dikontribusi secara signifikan kepada keanekaragaman dalam kelompok mengikut tiga arah
tuju yang ditunjuk. Pada lelaki, metopion dan titik malare, dan pada perempuan, maksilari,
zygion, dan titik supralabial juga termasuk discriminator penting.
Dengan demikian, analisa canonical, mendemontrasikan keseragaman yang cukup, dalam
distribusi zona jaringan lunak. Kecenderungan untuk peningkatan ketebalan jaringan lunak
pada bagian nasal didapatkan pada kedua-dua jenis kelamin dari eropah jika dibandingkan
dari mongoloids.
Analisa dari variabilitas dalam kelompok pada fitur kompleks menunjukkan gradient
tertentu dalam variabilitas, termasuk dengan kelompok studi yang terdistribusi secara
regular. Area pada individu bermaksud semua kelompok bertindih secara signifikan.
Walaupun begitu, pada lelaki, dan sedekit perempuan, terdapat konsentrasi dalam
kelompok dalam bagian dari pole berlawanan yang ditunjukkan arah variabilitas. Satu dari
pole ini, memfiturkan kelompok mongoloids.
Seperti sistem fitur tunggal yang lain (morfologikal, odontologikal, dermatoglifik),
parameter kompleks dari distribusi zona pada ketebalan jaringan menunjukkan keteraturan
dalam perbedaan dalam kelompok. Ini tidak secara tepat mengikut klasifikasi morfologi
ras.
PENDEKATAN RADIOGRAFIK
Pendekatan yang lebih sulit dalam studi fisiognomi dan fitur morphology berkaitan dengan
cranium. Dalam tempat pertama, korelasi bergantung bisa dijelaskan dengan hanya
menggunakan data yang banyak. Metode anatomical tidak memberikan kuantiti, serta
perubahan tidak terelakkan ‘posthumous’ dalam jaringan lunak yang serius pada korelasi
sebenar. Diseksi pada mayat, memberikan kita hasil tunggal – lokasi yang lebih akurat.
Namun, hubungan fungsional adalah antara fitur langka yang menarik perhatian kita.
8
Metode radiografik juga mempunyai kelemahan serius. Radiograf sesuai untuk pengukuran
hanya jika kondisi special diikuti (contohnya, jarak dari focus ; 1,5 – 2 m dari posisi tetap
pada kepala). Untuk alasan tersebut, arsip di klinik tidak bisa memberikan bahan yang
dapat diandalkan untuk studi ini. Ini tidak memungkinkan untuk mendapatkan bahan pada
kelompok populasi yang berbeda.
Objek rekonstruksi wajah paling susah pada tengkorak adalah profil vertical dari ‘nasal
ridge’. Dengan menggunakan dasar siri x-ray, metode rekonstruksi nasal, telah dihasilkan.
Kontruksi pada profil kraniogram lateral didasarkan pada garis vertical yang
menghubungkan dua titik kraniometrik (nasion-rhinion) menghasilkan aksis yang simetris.
Untuk bentuk luar hidung pada tengkorak (incisura nasalis) dan bagian kartilago pada luar
hidung.
Metode ini dites dengan membandingkan antara profil sebenar dan frofil rekonstruksidari
radiograf yang sama. Hasil yang sah didapatkan, dijumpai 83,1% korespon secara tepat,
4.6% menunjukkan persamaan yang akurat dan 13.3% gagal.
TANDA PALPATORY
Metode lain-tanda palpatory, yang disugestikan dan di tes oleh penulis, merupakan metode
yang lebih efektif. Untuk kemudahan pengukuran yang akurat, titik yang dipalpasi pada
wajah diberi tanda dengan cat ,minyak dengan menggunakan batang riasan kecil. Studi
yang diajalankan pada orang hidup menunjukkan data yang besar yang menunjukkan hasil
hubungan antara fitur fisiognomik asing dan korelasi antara seterusnya dan jumlah fitur
morfologi pada tengkorak.
Pada studi terkini, berdasarkan bahan radiografik pada kelompok Rusia, menunjukkan
bahawa tidak ada ketergantungan antara ‘piriform aperture’ dan kelebaran hidung. Pada
korelasi matriks menunjukkan fitur kompleks interrelasi pasti, termasuk lebar hidung,
ketinggian nasal ala, lebar dari lipatan nasolabial dan jarak antara protrusi alveolar canine
pada tahap subnasal.
Didapatkan juga perubahan berdasarkan umur pada ketinggian biasa pada incisor medial
atas dan juga mukosa. Menarik untuk mengetahui peningkatan saiz bagian kutaneus dari
bibir atas pada semua kelompok dan kedua-dua jenis kelamin adalah diikuti dengan
9
pengurangan mukosa. Pada ketinggian biasa dari bibir atas dan ketinggian dari subnasal ke
incisor medial atas menunjukkan sedikit perubahan yang bergantung umur.
BAB III
KESIMPULAN
Metode rekonstruksi wajah dari tengkorak mempunyai banyak kelebihan dan kekurangan.
Dari anthropologi dan kedokteran forensik selalu membahaskan hubungan antara jaringan
lunak dan tulang penyokong serta perkembangan kriteria untuk menegakkan persamaan.
Pada metode ultrasonic echo, ini sangat mudah digunakan kerana barang ini mudah
digunakan dan mudah dibawa. Serta metode ini dapat digunakan pada populasi yang besar
tanpa membahayakan nyawa. Pada analisa dari berbagai variasi, distribusi jaringan lunak
pada zona berbeda mempunyai korelasi tinggi pada titik-titik dahi, tulang pipi dan bagian
mandibular serta nasion. Analisa kluster dilakukan berdasarkan korelasi matriks. Dengan
menggunakan dendograms, proses klusterisasi ditunjukkan dengan jelas. Analisa ini
menunujukkan perbedaan yang sedikit dalam variabilitas korelasi antara jenis kelamin.
Pada perempuan, jaringan lunak pada nasion, bervariasi secara independen dari titik lain
pada wajah dibandingkan dengan lelaki. Analisa canonical dipilih untuk melihat perbedaan
antara kelompok dengan dasae yang didistribusi dalam kelompok. Analisa ini
menghasilkan diskriminators yang dihasilkan dari set yang terbentuk secara natural.
Property penting dari analisa canonical ini, ia bisa menghasilkan presentasi grafik yanf
mudah berkaitan lokasi relatif pada kelompok.
Pendekatan radiograf merupakan metode yang lebih sulit. Radiograf hanya sesuai untuk
pengukuran dengan mengikuti kondisi tetap tertentu. Jadi metode ini tidak memungkinkan
untuk mendapat bahan dari kelompok populasi yang berbeda.
Tanda palpatori, lebih disukai penulis kerana lebih efektif. Bagian yang telah dipalpasi
diberi tanda dengan menggunakan cat minyak.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Lebedinskaya, G.V., Balueva, T.S., & Veselovskaya, E.V. Forensic Analysis Of The
Skull. Craniofacial analysis, Reconstruction, and Identification. Chapter 14 :
Principles of Facial Reconstruction. Wiley-Liss Incorporation. USA. 1993. Page
183 - 198
11