makalah farmasetika baru.doc

34
LATAR BELAKANG Warna kulit seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam tubuh, misalnya genetik, hormon, maupun luar tubuh misalnya sinar matahari, makanan ataupun obat- obatan yang diminum. Kebanyakan orang berpendapat bahwa warna kulit putih dan cerah adalah kulit yang cantik. Hal ini menjadi tolok ukur, terutama pada wanita untuk tampil cantik. Menjadikan kulit tampak lebih putih dan cerah dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi vitamin-vitamin tertentu yang berfungsi untuk mencerahkan kulit. Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang dapat berfungsi untuk memutihkan dan mencerahkan kulit. Mekanisme vitamin c dalam memutihkan dan mencerahkan kulit adalah dengan berperan sebagai antioksidan, dengan cara melindungi kulit dari stress oksidatif yang terjadi akibat paparan sinar UV. Selain berperan sebagai antioksidan, vitamin c dapat berperan pula dalam sintesis kolagen (Vitamin C in Dermatology, 2013). Aplikasi vitamin c pada kulit dapat dilakukan dengan membuat vitamin c dalam bentuk sediaan kosmetika atau sediaan injeksi. Vitamin C yang dibuat dalam bentuk sediaan injeksi adalah vitamin c dalam bentuk terlarut. Larutan vitamin c harus dalam kondisi stabil agar aktifitasnya tetap terjaga. Untuk mempertahankan stabilitas vitamin c, maka diperlukan formula yang mampu menjaga kondisi pH, mencegah kontaminasi, dan mencegah terjadinya oksidasi. 1

Upload: kurniasariratna

Post on 27-Dec-2015

120 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

LATAR BELAKANG

Warna kulit seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam tubuh,

misalnya genetik, hormon,  maupun luar tubuh misalnya sinar matahari, makanan

ataupun obat-obatan yang diminum. Kebanyakan orang berpendapat bahwa  warna kulit

putih dan cerah adalah kulit yang cantik. Hal ini menjadi tolok ukur, terutama pada

wanita untuk tampil cantik. Menjadikan kulit tampak lebih putih dan cerah dapat

dilakukan dengan cara mengkonsumsi vitamin-vitamin tertentu yang berfungsi untuk

mencerahkan kulit.

Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang dapat berfungsi untuk

memutihkan dan mencerahkan kulit. Mekanisme vitamin c dalam memutihkan dan

mencerahkan kulit adalah dengan berperan sebagai antioksidan, dengan cara melindungi

kulit dari stress oksidatif yang terjadi akibat paparan sinar UV. Selain berperan sebagai

antioksidan, vitamin c dapat berperan pula dalam sintesis kolagen (Vitamin C in

Dermatology, 2013). Aplikasi vitamin c pada kulit dapat dilakukan dengan membuat

vitamin c dalam bentuk sediaan kosmetika atau sediaan injeksi. Vitamin C yang dibuat

dalam bentuk sediaan injeksi adalah vitamin c dalam bentuk terlarut. Larutan vitamin c

harus dalam kondisi stabil agar aktifitasnya tetap terjaga. Untuk mempertahankan

stabilitas vitamin c, maka diperlukan formula yang mampu menjaga kondisi pH,

mencegah kontaminasi, dan mencegah terjadinya oksidasi.

Dalam makalah ini telah di formulasikan injeksi vitamin c dengan

memperhatikan hal – hal yang dapat mempengaruhi stabilitas vitamin c. Stabilitas

vitamin c dapat dipengaruhi oleh kondisi pH yang terlalu asam atau basa, kemungkinan

adanya kontaminasi bakteri saat proses pembuatan, dan sifat vitamin c yang mudah

teroksidasi. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan dapat dibuat vitamin c

yang stabil dan efektif.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara memformulasikan sediaan injeksi vitamin c yang stabil sehingga

efektif digunakan untuk mencerahkan kulit ?

1

Page 2: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

TINJAUAN PUSTAKA

1. Asam Askorbat (Ascorbic Acid)

Asam askorbat merupakan vitamin yang larut air. Asam askorbat berupa hablur

atau serbuk putih atau agak kuning dengan rasa sedikit asam. Oleh pengaruh cahaya

lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam

larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190. Asam askorbat

memiliki kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut

dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene. Nama kimia asam askorbat adalah L-

ascorbic acid. Formula empiris C6H8O6, dan berat molekul 176,13 (USP, 1997).

Gambar 1. Struktur Asam Askorbat

2. Natrium Askorbat (Sodium Ascorbat)

Berbentuk kristal atau serbuk putih atau kekuningan. Mudah larut dalam air,

sedikit larut dalam alkohol, praktis tidak larut dalam dichloromethane. Larutan 10%

dalam air memiliki pH 7,0 - 8,0. Penyimpanan dalam wadah non logam dan

terlindung dari cahaya. Formula empiris C6H7O6, dan berat molekul 198,1

(Martindale, 36thed).

Gambar 2. Struktur Natrium Askorbat

2

Page 3: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

3. Stabilitas Vitamin C

Asam askorbat merupakan ester siklik. Larutan vitamin c dalam air mudah

teroksidasi membentuk asam dehidroaskorbat (C6H7O6 - ), yang kemudian

melepaskan proton yang ketika berpasangan dengan elektron akan membentuk

oksidan. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar

yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, pH, oksigen, enzim, dan katalisator

logam. Asam dehidroaskorbat dapat mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk

produk degradasi yang bersifat reversibel, asam diketoglukonat dan asam oksalat.

Asam askorbat juga mudah mengalami degradasi di bawah kondisi anaerob,

membentuk furfural dan karbon dioksida. Profil laju-pH bagi keduanya baik

degradasi aerob maupun anaerob akan mencapai maksimal pada sekitar pH 4.

Larutan asam askorbat 5% dalam air memiliki pH 2.1-2.6, pH dari 10% larutan

kalsium askorbat dalam air adalah antara 6.8 dan 7.4, dan pH dari larutan natrium

askorbat dalam air antara 7.0 dan 8.0. Stabilitas maksimum terjadi dekat pH 3 dan

pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam bentuk sediaan padat cukup baik, asal

kelembabannya dikendalikan (Connors, dkk., 1986).

4. Farmakodinamik dan farmakokinetika Vitamin C

Vitamin C berperan sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan

amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion logamnya harus berada

dalam keadaan tereduksi dan dalam keadaan tertentu bersifat sebagai antioksidan.

Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada

prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin pada sintesis kolagen.

Perubahan asam folat menjadi asam folinat, metabolisme obat oleh mikrosom dan

hidroksilasi dopamine menjadi norepinefrin juga membutuhkan vitamin C. Asam

askorbat meningkatkkan aktivitas enzim amidase yang berperan dalam pembentukan

hormon oksitosin dan hormon diuretik. Vitamin C juga meningkatkan absorpsi besi

dengan mereduksi ion feri menjadi fero di lambung.Peran vitamin C juga

didapatkan dalam pembentukan steroid adrenal (Kamiensky, Keogh 2006; Dewoto

2007).

3

Page 4: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Fungsi utama vitamin C pada jaringan adalah dalam sintesis kolagen,

proteoglikan zat organik matriks antarsel lain misalnya pada tulang, gigi, dan

endotel kapiler. Peran vitamin C dalam sintesis kolagen selain pada hidroksilasi

prolin juga berperan pada stimulasi langsung sintesis peptide kolagen. Gangguan

sintesis kolagen terjadi pada pasien skorbut. Hal ini tampak pada kesulitan dalam

penyembuhan luka, gangguan pembentukan gigi, dan pecahnya kapiler yang

mengakibatkan petechiae dan echimosis. Perdarahan tersebut disebabkan oleh

kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel endotel yang kurang baik dan mungkin juga

karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler sehingga kapiler mudah pecah oleh

penekanan (Kamiensky, Keogh 2006; Dewoto 2007).

Vitamin C mudah diabsorpsi, 70% - 90% diabsorbsi melalui saluran cerna.

Ikatan dengan protein sangat kecil yaitu sebesar 25%. Kadar dalam lekosit dan

trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke

seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan

jaringan lemak. Vitamin C di metabolisme di hati. Ekskresi melalui urin dalam

bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati

ambang rangsang ginjal yaitu 1,4 mg% (Dewoto 2007). Beberapa obat diduga dapat

mempercepat ekskresi vitamin C misalnya tetrasiklin, fenobarbital, dan salisilat.

5. Peran Vitamin C untuk kulit

Vitamin C dapat berperan sebagai antioksidan, yaitu dengan cara melindungi

kulit dari reactive oxygen species (ROS). Ketika kulit terpapar oleh sinar UV, ROS

akan menghasilkan ion superoksida, peroksida dan oksigen tunggal. Vitamin C akan

melindungi kulit dari stress oksidatif dengan cara menyumbang elektron untuk

menetralisir radikal bebas. Vitamin C juga sangat penting untuk biosintesis kolagen.

Vitamin C berperan sebagai kofaktor untuk enzim lysyl pro, sebuah hydroksilase

lysyl yang bertanggung jawab untuk menstabilkan dan menghubungkan ikatan

molekul kolagen. Mekanisme lain dari Vitamin C dalam mempengaruhi sintesis

kolagen adalah dengan stimulasi perokdisasi lipid, dan produk dari proses ini adalah

malondialdehis yang merangsang ekspresi gen kolagen (Vitamin C in

Dermatology, 2013).

4

Page 5: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Selain berperan sebagai antioksidan dan stimulasi sintesis kolagen, vitamin c

pada kulit juga berperan dalam mengatasi pigmentasi. Mekanisme aksi dari Vitamin

C adalah dengan mengahmbat proses melangenesis. Melanin, merupakan pigmen

polimer sebagai photoprotection dari kulit terhadap radiasi ultraviolet. Gangguan

hiperpigmentasi seperti melasma dapat disebabkan oleh sintesis melanin berlebihan.

Melanogenesis terdiri dari banyak tahapan reaksi enzimatik dimana tirosin

dikonversi menjadi eumelanin dan pheomelanin.

Dalam sebuah penelitian, membandingkan efek dalam menghambat melanin

oleh vitamin C dibandingkan dengan multivitamin. Multivitamin mengandung

vitamin A 10 IU, vitamin D 1000 IU, vitamin E 5 IU, vitamin B1 50 mg, vitamin B2

12,7 mg, vitamin B6 15 mg, vitamin C 500 mg, 100 mg nicotinamide, dan

dexpanthenol (vitamin B5) 25 mg, sedangkan vitamin C yang digunakan dosis

500mg. Hasilnya pada penelitian secara in vitro vitamin C memiliki efek

antioksidan dan penghambat enzim tirosinase lebih tinggi dibandingkan

multivitamin, sedangkan penelitian in vivo multivitamin memiliki efek menghambat

melanogenesis lebih baik dibandingkan vitamin C, namun untuk efek sebagai

penghambat enzime tirosin dan antioksidan vitamin C memiliki aktivitas lebih baik

dibandingkan multivitamin. Dalam studi ini, menurunnya aktivitas tirosinase oleh

vitamin C disebabkan oleh aktivitas antioksidan, dan bukan oleh inhibisi langsung

sehingga baik vitamin C maupun multivitamin dapat digunakan sebagai pengobatan

hiperpigmentasi (Effect of vitamin C vs. Multivitamin on Melanogenesis:

Comparative study in vitro and in vivo,2010).

5

Gambar 3. Foto hasil pengamatan kondisi kulit sebelum dan sesudah pemberian multivitamin dibandingkan dengan vitamin c

Page 6: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

6. Ketentuan Sterilisasi Filtrasi menurut CPOB

Produk yang ditujukan untuk menjadi steril, bilamana memungkinkan,

hendaklah diutamakan disterilisasi akhir dengan cara panas dalam wadah akhir. Bila

sterilisasi cara panas tidak memungkinkan karena stabilitas dari formula produk

hendaklah dipakai metode sterilisasi akhir yang lain setelah dilakukan filtrasi

dan/atau proses aseptis (CPOB, 2012).

Filtrasi saja dianggap tidak cukup apabila sterilisasi dalam wadah akhir dapat

dilakukan. Merujuk pada metode yang ada saat ini, sterilisasi dengan uap adalah

cara yang diutamakan. Bila produk tidak dapat disterilkan dalam wadah akhirnya,

larutan atau cairan dapat difiltrasi ke dalam wadah yang telah disterilkan

sebelumnya melalui filter steril dengan ukuran pori nominal 0,22 mikron (atau lebih

kecil), atau paling tidak melalui filter yang mempunyai kemampuan menahan

mikroba yang ekuivalen. Filter tertentu dapat menghilangkan bakteri dan kapang,

tapi tidak menghilangkan semua virus atau mikoplasma. Hendaklah

dipertimbangkan untuk melakukan pemanasan pada suhu tertentu sebagai pelengkap

proses filtrasi. Karena metode filtrasi memiliki potensi risiko tambahan

dibandingkan dengan proses sterilisasi lain, dianjurkan untuk melakukan filtrasi

kedua dengan filter yang sudah disterilkan, yang mampu menahan mikroba, segera

sebelum pengisian. Filtrasi steril akhir hendaklah dilakukan sedekat mungkin ke

titik pengisian.

Karakteristik filter hendaklah yang seminimal mungkin melepaskan serat

(bahkan nol). Filter yang mengandung asbes sama sekali tidak boleh digunakan.

Integritas filter yang telah disterilisasi hendaklah diverifikasi sebelum digunakan

dan dikonfirmasikan segera setelah digunakan dengan metode yang sesuai, seperti

uji bubble point, diffusive flow atau pressure hold. Waktu yang dibutuhkan untuk

memfiltrasi larutan ruahan dengan volume tertentu dan perbedaan tekanan yang

digunakan untuk melewati filter hendaklah ditetapkan pada saat validasi dan

perbedaan yang signifikan pada proses pembuatan rutin hendaklah dicatat dan

diinvestigasi. Hasil pemeriksaan ini hendaklah dicantumkan dalam catatan bets.

Integritas filter ventilasi udara dan gas yang kritis hendaklah dikonfirmasi sesudah

digunakan. Integritas filter lain hendaklah dikonfirmasi pada interval waktu yang

sesuai. Hendaklah dipertimbangkan untuk meningkatkan pemantauan integritas

6

Page 7: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

filter pada proses yang melibatkan kondisi berat, misal sirkulasi udara bersuhu

tinggi. Filter yang sama hendaklah tidak digunakan lebih dari satu hari kerja kecuali

telah divalidasi. Filter hendaklah tidak memengaruhi mutu produk dengan

menghilangkan bahan produk atau dengan melepaskan bahan filter ke dalam produk

(CPOB, 2012).

FORMULASI SEDIAAN

1. Identifikasi Masalah

Permasalahan Formulasi Pembatasan yang dilakukan1. Zat aktif mudah teroksidasi 1. Wadah (ampul) berwarna gelap

2. Wadah gelap memungkinkan pelepasan logam

2. Penambahan Chelating Agent

3. Zat aktif tidak tahan pemanasan 3. Pembuatan dengan teknik aseptis dan sterilisasi dengan filtrasi

4. Kemungkinan kontaminasi saat proses pembuatan

4. Penambahan pengawet

5. pH yang dibutuhkan agar stabil antara 7,0 – 8,0

5. Dilakukan adjust pH

2. Formulasi

Bentuk Sediaan Ampul

Volume Sediaan 10 ml/ Ampul

Rute Pemberian Subcutan

Dosis 50 mg/ml

3. Formula

Tiap ml mengandung :

Vitamin C 50 mg

Disodium Edetate 0,025 %

Benzalkonium chloride 0,01 %

Sodium Bicarbonate 84 mg

Aqua pro injeksi ad 1 ml

pH sediaan yang diharapkan 7,0 – 8,0; bila perlu ditambahkan pH adjuster. pH

adjuster yang digunakan adalah NaOH.

4. Preformulasi Zat Aktif

7

Page 8: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Asam Askorbat (Martindale 36, p. 1983)

Pemerian Kristal atau serbuk kristal

Rasa Tidak berasa

Warna Putih, hampir putih, warna berubah saat terpapar oleh udara dan

kelembaban.

Bau Tidak berbau

Kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam alkohol

pH larutan larut 5% dalam air dengan memiliki pH 2,1-2,6.

Titik lebur 190o

Stabilitas Simpan pada kemasan asli tertutup di suhu ruangan (max. 25°C),

Ascorbic Acid serbuk stabil selama paling sedikit 18 bulan.

Ascorbic Acid Kristal Medium dan Mesh standar stabil selama

paling sedikit 36 bulan. Ascorbic Acid kuat menurunkan bagian

mereduksi. Sensitif terhadap kelembaban, oksigen atmosfir dan

panas. Sukar larut dalam larutan aqueous daripada dalam sediaan

kering.

Inkompatibilita

s

Tidak bercampur dengan basa, ion logam berat terutama tembaga

dan besi, bahan pengoksidasi, metenamin, fenileprin HCl, pirilamin

maleat, salisilamid, Natrium nitrit, Natrium salisilat, Teobromin

salisilat dan Pikotamid. Asam askorbat ditemukan berlawanan

dengan kolorimeti pada pengujian kadar logam dengan mengurangi

intensitas warna pada produk

Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

Penggunaan Antioksidan, Pencerah kulit

8

Page 9: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

5. Preformulasi Bahan Tambahan

a. Disodium Edetate (Handbook of Pharmaceutical Excipients. Ed 5th, p. 255)

Pemerian : Dinatrium edetat berbentuk Kristal putih atau serbuk.

Rasa : Sedikit asam

Warna : Putih

Bau : Tidak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit larut

dalam etanol (95%), larut dalam 11 bagian air.

Stabilitas : Garam edetat lebih stabil dibandingkan asam edetat. Bersifat

higroskopis dan tidak stabil dalam keadaan lembab.

Penyimpanan : Dalam wadah bebas alkali, tertutup, dan disimpan ditempat

yang kering.

Kegunaan : Chelating Agent

b. Benzalkonium chloride (Martindale 36, p. 1629)

Pemerian Serbuk

Rasa -

Warna Putih atau putih kekuningan

Bau Khas aromatik

Kelarutan Sangat mudah larut dalam air dan alkohol. Dalam bentuk

anhydrous larut dalam 1 : 100 dan 1 : 6 dalam benzene.

Stabilitas Higroskopis (menyerap kelembapan dan karbon dioksida),

peka cahaya

Penyimpanan Dalam wadah kedap udara dan tidak tembus cahaya

Kegunaan Pengawet

Pemerian Kristal (pelet), batang atau lempengan

9

Page 10: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Rasa -

Warna Putih atau hampir putih

Bau Khas

Kelarutan Sangat larut dalam air 1:1, mudah larut dalam alkohol

pH larutan Larutan 0,01% dalam air pH > 11

pKa -

Stabilitas Higroskopis (menyerap kelembapan dan karbon dioksida),

peka cahaya

Inkompatibilitas -

Penyimpanan Dalam wadah kedap udara dan tidak tembus cahaya

Kegunaan Untuk menyesuaikan pH larutan

c. Natrium Hidroksida (NaOH) (Ph Eur 6.2 ; USNF 26)

d. Sodium Bicarbonate (Martindale 36, p. 1673)

Pemerian Serbuk atau Kristal

Rasa -

Warna Putih atau hampir putih

Bau Khas

Kelarutan Larut dalam air, praktis tidak larut dalam alcohol

pH larutan Larutan 5 % dalam air pH tidak lebih dari 8,6

Penyimpanan Dalam wadah kedap udara dan tidak tembus cahaya

Kegunaan Untuk menyesuaikan pH larutan

e. Aqua Pro Injection (DepKes, 1979:97 dan Rowe, R. C., 2009:766)

Pemerian Cairan jernih

10

Page 11: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Bau Tidak berbau

Warna Tidak berwarna

Rasa Tidak berasa

Berat molekul 18,02

Stabilitas Stabil pada tempat yang kering. Dapat stabil dalam semua

keaadaan fisika (es, cair dan uap). Air dari hasil sistem

pemurnian secara farmasi harus disimpan secara spesifik.

Rancangan dan operasi dari sistem distribusi penyimpanan

adalah untuk menjaga air dari kelebihan batas bisa diijinkan

selama penyimpanan. Khususnya, penyimpanan dan distribusi

sistem harus memastikan bahwa air dilindungi dari pencemaran

organik dan bersifat ion, yang akan mendorong kearah suatu

peningkatan di dalam daya konduksi dan total karbon organik,

secara berturut-turut. Sistem harus pula dilindungi dari phisik

masuknya jasad renik dan partikel asing sehingga dapat

mencegah pertumbuhan mikrobial.

Inkompatibilitas Dalam formulasi dapat bereaksi dengan obat dan bahan

tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis dalam lingkungan

pada temperatur tinggi.

Penyimpanan Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam bertutup

kapas, berlemak maka harus digunakan dalam waktu 3 hari

setelah pembuatan

Penggunaan Untuk pembuatan injeksi

6. Perhitungan Penimbangan

Volume yang dibuat = (Banyaknya vial + 2) x (Volume + 0,5)

= (4 + 2) x (10 + 0,5)

= 63 ml

Nama Bahan Perhitungan Penimbangan

11

Page 12: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Vitamin C 50 mg x 63 ml = 3,15 g 3,15 g

Disodium Edetate 0,025% x 63 ml = 157,5 mg 157,5 mg

Bezalkonium chloride 0,01% x 63 ml = 6,3 mg

(pengenceran)

50 mg

Sodium Bicarbonate 84 mg x 63 ml = 5,29 g 5,29 g

Aqua pro injeksi ad 63 ml ad 63 ml

Pengenceran Benzalkonium chloride :

Timbang Bezalkonium chloride = 50 mg

Aqua pro injection ad = 10 ml

Jumlah larutan yang diambil = 6,3 mg / 50 mg x 10 ml = 1,26 ml

(mengandung 6,3 mg Benzalkonium chloride)

Perhitungan tonisitas :

Acidum ascorbicum e = 0,18

EDTA e = 0,2

Benzalkonium chloride e = 0,16

Sodium bicarbonate e = 0,65

Sodium hidroksida e = 1,445 (e = (3,4/40) x 17 = 1,445)

NaCl yang ditambahkan agar isotonis

= 0,9 – (0,18 + 0,2 + 0,16 + 0,65 + 1,445)

= - 1,735 (Hipertonis, maka tidak perlu penambahan NaCl)

METODE PEMBUATAN

Pembuatan sediaan injeksi Vitamin C dilakukan dengan teknis aseptis. Proses

pembuatan sediaan injeksi Vitamin C dilakukan sesuai skema berikut :

12

Page 13: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Skema Prosedur Pembuatan Injeksi Vitamin C

13

Menyiapkan alat dan bahan

Vitamin C

sebanyak 3,5 gram

Sodium bikarbonat 5,29 gram

Benzalkonium chlorid

Disodium Edetate 157,5 mg

NaOH Aqua pro injeksi

Dicampur sampai habis bereaksi yang ditandai dengan

hilangnya CO2 .

Pengenceran : ditimbang

benzalkonium chlorid 50 mg, adkan aqua pro injeksi ad 10 ml. jumlah

larutan yang bisa diambil 1,26 ml.

Dilarutkan dengan aqua pro injeksi 10 ml

Dilarutkan dengan aqua pro injeksi 10 ml

Dilarutkan dengan aqua pro injeksi 10 ml

Dicampur ad homogen, dilakukan cek pH, jika pH kurang dari 7,0-8,0, dilakukan adjust pH menggunakan NaOH

p

H

Ad

j

us

t

Jika pH sudah sesuai (7,0-8,0) maka di ad kan dengan aqua pro injeksi ad 63 ml, dikemas ke dalam ampul @10 ml.

Dilakukan evaluasi uji produk sediaan injeksi vitamin c

Page 14: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

PEMBAHASAN

Pada proses penyusunan formulasi injeksi Vitamin C terdapat beberapa masalah

yang menjadi pertimbangan khusus. Masalah yang pertama adalah sifat Vitamin C yang

mudah teroksidasi. Vitamin C dalam sediaan ini merupakan bahan aktif yang mudah

teroksidasi apabila terkena cahaya matahari. Untuk mengatasi masalah ini, maka dipilih

wadah yang tidak dapat ditembus oleh cahaya yaitu ampul kaca berwarna coklat.

Pemilihan wadah berwarna gelap, menimbulkan masalah baru, yaitu ampul coklat yang

memiliki kemungkinan pelepasan logam-logam yang dapat mempengaruhi stabilitas

sediaan, karena Vitamin C dapat membentuk ikatan dengan logam-logam, sehingga

diperlukan penambahan Chelating Agent yaitu Disodium Edetate.

Sediaan injeksi wajib dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan darah

atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak

seperti pada saluran cerna (gastrointestinal). Diharapkan dengan kondisi steril dapat

menghindari terjadinya infeksi sekunder. Dalam pembuatan sediaan steril tidak berlaku

relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril.

Terkait dengan sterilitas sediaan injeksi, permasalahan yang kedua dalam proses

formulasi injeksi Vitamin C adalah sifat Vitamin C yang tidak tahan terhadap

pemanasan, ini menjadi pertimbangan dalam menentukan metode sterilisasi sediaan.

Terdapat berbagai macam metode sterilisasi, maka untuk mengatasi masalah ini perlu

dipilih metode sterilisasi yang tidak menggunakan pemanasan. Metode sterilisasi yang

dipilih adalah filtrasi. Proses pembuatan injeksi Vitamin C dilakukan dengan metode

aseptis, dan sterilisasi akhir menggunakan filtrasi, akan tetapi pada saat proses

pembuatan dikhawatirkan adanya kontaminasi bakteri. Untuk mencegah adanya

kontaminasi maka perlu ditambahkan pengawet, pengawet yang dipilih adalah

Benzalkonium Klorida.

Selain sterilitas yang menjadi persyaratan mutlak sediaan injeksi, terdapat pula

persyaratan lain yaitu persyaratan tonisitas. Sediaan parenteral sebisa mungkin isotonis,

untuk mengetahui sediaan yang akan dibuat isotonis atau tidak maka dilakukan

perhitungan isotonis. Terkadang keadaan isotonis sulit dicapai. Oleh karena itu apabila

sediaan parenteral tidak memungkinkan dibuat isotonis, maka lebih baik hipertonis dari

pada hipotonis. Keadaan hipertonis akan menyebabkan sel mengkerut, tetapi bersifat

reversible dimana keadaan sel dapat kembali seperti semula. Dalam proses formulasi

14

Page 15: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

injeksi Vitamin C telah dilakukan perhitungan isotonis menggunakan cara kesetaraan

NaCl, hasil yang diperoleh adalah – 1,735 (hipertonis) sehingga tidak diperlukan

penambahan NaCl. Volume sediaan yang dibuat dalam formulasi ini adalah 10 ml,

dengan kekuatan 50 mg/ml.

Masalah yang ketiga adalah terkait dengan pH sediaan. Asam askorbat yang

terlarut memiliki sifat asam, apabila larutan asam diinjeksikan akan terasa perih. Maka

untuk mengatasi masalah ini, Vitamin C yang digunakan dalam sediaan ini adalah

bentuk garam dari asam askorbat. Garam Vitamin C terbentuk dari hasil reaksi antara

asam askorbat dan sodium bikarbonat, menghasilkan sodium askorbat. Sodium askorbat

memiliki pH yang lebih basa yaitu 7,0 – 8,0.

C6H8O6 + NaHCO3 → NaC6H7O6 + CO2 ↑ + H2O

Pada proses formulasi, diharapkan pH sediaan yang terbentuk setelah semua

bahan di tambahkan adalah basa. Selain untuk memberikan rasa nyaman pada pasien

pada saat injeksi, diharapkan dapat menjaga stabilitas sodium askorbat yang terbentuk

dari hasil reaksi antara asam askorbat dan sodium bikarbonat. Untuk itu setelah semua

komposisi sediaan telah dicampurkan, dilakukan pengukuran pH. Apabila diketahui pH

sediaan masih asam, maka ditambahkan pH adjuster yaitu NaOH.

15

Page 16: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

UJI PRODUK

1. Kadar Bahan Aktif

Alat: HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Prinsip Kerja:

Dengan bantuan pompa fase gerak dialirkan melalui kolom ke detektor. Sampel

yang dilarutkan dalam solvent, dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan

cara injeksi. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen2 campuran

perbedaan kekuatan interaksi antara analit (solut-solut) dengan stationary phase

pada kolom. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan

keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya, solut2 yang kuat berinteraksi

dengan fasa diam maka solut2 tsb akan keuar dari kolom lebih lama. Setiap

komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian

direkam dalam bentuk kromatogram.

Kromatogram HPLC serupa dengan kromatogram GC jumlah peak

menyatakan jumlah komponen; luas area peak menyatakan konsentrasi dalam

campuran

Sistim HPLC dapat dihubungkan dengan software pada komputer dan

dioperasikan secara computerize. Dosis yang ada tidak boleh kurang dari 90%

dari yang tertera dalam label

Contoh: L-ascorbic acid

16

Page 17: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

2. Derajat Keasaman (pH)

Alat: pH meter

Prinsip kerja pH meter:

Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada  potensial

elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas

(membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda

gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca

akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif,

elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hydrogen

atau diistilahkan dengan potential of hydrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik

dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak

mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan. pH meter akan mengukur potensial

listrik (pada gambar alirannya searah jarum jam) antara merkuri Cloride (HgCl)

pada elektroda pembanding dan potassium chloride (KCl) yang merupakan larutan

didalam gelas electrode serta potensial antara larutan dan elektroda perak. Tetapi

potensial antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah

tergantung sampelnya, oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi dengan

menggunkan larutan yang equivalen yang lainya untuk menetapkan nilai dari pH.

17

Page 18: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

3. Uji Kekeruhan

a. Alat: Turbidimeter

Prinsip kerja Turbidimeter:

Alat akan memancarkan cahaya pada media atau sampel, dan cahaya

tersebut akan diserap, dipantulkan atau menembus media tersebut. Cahaya yang

menembus media akan diukur dan ditransfer kedalam bentuk angka.

b. Secara visual

Sediaan diterawang dan dilihat di bawah lampu UV 254 nm dengan latar putih.

4. Uji Sterilitas

a. Inokulasi Langsung

Pada uji inokulasi langsung, sediaan atau bahan yang diperiksa di inokulasikan

ke dalam media uji secara langsung. Prosedur dari inokulasi langsung yaitu sampel

langsung ditambahkan pada larutan media kemudian diinkubasi ± 14 hari. Media

yang digunakan mempunyai sifat merangsang pertumbuhan bagi mikroba yaitu

Fluid Thioglycolate Medium (FTM) dan atau Alternative Thioglycolate Medium

(ATM), Soybean-casein Digest Medium (SCDM). Mikroba yang digunakan adalah

Staphylococcus aureus atau Bacillus subtilis, Clostridium sp. Dan Candida

albicans. (Farmakope Indonesia, 1995)

Prinsip pengujian:

1. pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pieta tau jarum suntik steril

2. secara aseptic inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke

tabung media

3. campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan

18

Page 19: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

b. Filtrasi membrane

Fungsi filtrasi membrane untuk cairan yang dapat larut yang bersifat

bakteriostatik atau fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan dari

penghambat pertumbuhan

Prosedur filtrasi membrane:

1) Sampel cairan dilewatkan penyaring membrane steril dengan diameter pori-

pori tidak lebih besar dari 0,45 µm, dengan diameter lebih kurang 47 mm,

dan kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit pada tekanan

70 cmHg

2) Cuci dengan larutan yang sesuai misal: larutan pepton 0,1%.

Prinsip tekhnik filtrasi membran ini adalah dengan menyaring cairan sampel

melewati saringan yang sangat tipis dan yang terbuat dari bahan sejenis selulosa.

Membran ini memiliki pori-pori berukuran mikroskopis dengan diameter lebih

kecil daripada ukuran sel mikroba pada umumnya. Jadi selama proses

penyaringan berlangsung, sel-sel yang terdapat pada sempel akan terjebak dari

peralatan filtrasi kedalam cawan petri berisi media. Kertas membran ini bersifat

solid sehingga dapat menahan sel yang terjebak tetap pada posisinya dan

kemudian dapat berkembang tanpa bercampur dengan sel lain yang ikut terjebak

juga. Nutrisi yang terdapat pada media akan berdifusi dan terserap kedalam

kertas membrane sehingga sel-sel yang tersebar acak dan kasat mata itu dapat

tumbuh menjadi koloni yang dapat dihitung dengan mata telanjang setelah

melewati masa waktu inkubasi tertentu. Bentuk, warna dan sifat lain dari

masing-masing koloni tergantung kepada jenis mikroba yang berada pada kertas

membran. (Lachman, Leon., 1989)

5. Uji Kebocoran

Prinsip pengujian kebocoran yaitu untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk

menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Prosedur uji kebocoran yaitu

direndam seluruh sediaan dalam larutan Metilen Blue 0,0025% b/v (ampul dalam

19

Page 20: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

keadaan terbalik) kemudian jika ampul berwarna biru menandakan ampul tersebut

bocor.

6. Keseragaman Volume

Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih. Ambil isi tiap wadah

dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang

akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari

2,5 cm. keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik kemudian

pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa menggosokkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur

kering volume tertentu yang telah dibakukan. Volume tidak kurang dari volume yang

tertera pada wadah bila diuji satu persatu (FI IV hal 1044).

20

Page 21: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1994. Farmasetika. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Connors, K.A., et al. (1986). Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi II. Jilid

Kedua. Jakarta: Jhon willey and Sons.

Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Formularium Nasional, Edisi

II, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi

III, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi

IV, Jakarta.

Dewoto HR 2007. Vitamin dan Mineral. dalam Farmakologi dan Terapi edisi

kelima.Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Percetakan Gaya Baru, Jakarta.

Badan POM, 2012, Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Badan POM RI, Jakarta

Kamiensky M, Keogh J 2006. Vitamins and Minerals.In: Pharmacology

Demystified.Mc.GrawHill Companies Inc.,USA.

Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan

Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

21

Page 22: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

Oyetade, O.A., Oyeleke, G.O., et al. Stability Studies on Ascorbic Acid (Vitamin C)

From Different Sources. 2012. IOSR Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC)

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. C.V Andi Offset. Yogyakarta.

Rowe, Raymon C., Paul J. Sheskey., and Marian, E. Quinn. Handbook of

Pharmaceutical Excipients,5th edition, London: The Pharmaceutical Press

Telang, P. S. Vitamin C in Dermatology. Indian Dermatol Online J. 2013 Apr-Jun;

4(2): 143–146. DOI 10.4103/2229-5178.110593

Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik

Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Yang Kyu Choi, Yong Kwan Rho, Kwang Ho Yoo, et al. Effect of vitamin C vs.

Multivitamin on melanogenesis: comperative study in vitro and in vivo.

International Journal of Dermatology 2010 ; 49: 218 – 226.

22

Page 23: MAKALAH FARMASETIKA baru.doc

LAMPIRAN 1. Rancangan Kemasan Produk

LAMPIRAN 2. Rancangan Brosur Produk

LAMPIRAN 3. Penelitian Terkait Vitamin C

23