makalah ester
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Banyak senyawa alam mengandung gugus eter, selain gugus fungsional lainnya.
Tetrahidrokanabinol, zat aktif utama dalam mariyuana, mengandung gugus eter siklik, gugus
hidroksifenol dan ikatan rangkap karbon-karbon. Zat penghilang sakit kodein mengandung dua
oksigen eter, dimana salah satu oksigennya merupakan sebagian dari cincin.
Eter adalah suatu senyawa organic yang mengandung gugus R-O-R’, dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik
dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia
organic dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa
karbohidrat dan lignin.
Suatu epoksida adalah eter dengan tiga cincin karena mengandung tiga cincin, epoksida
lebih reaktif daripada eter siklik atau eter rantai terbuka lainnya. Karena keraktivan ini, hanya
beberapa zat yang di dapat dialam mengandung cincin epoksida. Contoh yang menarik dari
senyawa epoksida alam adalah perangsang seks dari serangga gipsi betide suatu senyawa yang
dinamakan disparlur, dalam tatanama IUPAC, epoksida disebut oksirana. Epoksida paling
sederhana memiliki nama umum etilena oksida.
O
CC
Suatu epoksida
O
CH2H2C
IUPAC: Oksirana Umum: Etilena oksida
1
2 3
Metode yang paling umum digunakan untuk mensintesa epoksida adalah reaksi dari suatu
alkena dengan sutau asam peroksi organic, yaiut suatu proses yang disebut epoksidasi.
1.2 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari system penman eter dan epoksida.
2. Menjelaskan proses pembuatan dan reaksi-rekasi yang terjadi dalam pembuatan Eter
dan Epoksida
1
3. Menjelaskan kegunaan Eter dan Epoksida
1.3 Manfaaat
1. Mengetahui pengertian dari system penman eter dan epoksida.
2. Mengetahui proses pembuatan dan reaksi-rekasi yang terjadi dalam pembuatan Eter dan
Epoksida
3. Mengetahui kegunaan Eter dan Epoksida
2
BAB II
ETER DAN EPOKSIDAA. Eter
2.1. Senyawa Eter
Eter/Alkoksi Alkana
Struktur umum dari eter
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan
anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam
kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa
karbohidrat dan lignin.
1. Rumus Umum
Eter atau alkoksi alkana adalah golongan senyawa yang mempunyai dua gugus
alkil yang terikat pada satu atom oksigen. Dengan demikian eter mempunyai rumus
umum : R–O–R1 dimana R dan R1 adalah gugus alkil, yang boleh sama boleh tidak.
Contoh :
CH3–CH2–O–CH2–CH3
R = R1(eter homogen)
CH3–O–CH2–CH2–CH3
R - R1(eter majemuk)
2. Tatanama Eter
a. Eter sederhana sering dinamai dengan nama radikofungsional umum.
b. Tuliskan kedua gugus yang terikat pada atom oksigen (sesuai urutan abjad) dan
tambahkan kata eter.
3
c. Nama substitutif IUPAC harus dipakai untuk menamai eter yang rumit dan senyawa
dengan lebih dari satu ikatan eter.
d. Dalam sistem IUPAC, eter dinamai sebagai alkoksialkana, alkoksialkena, dan
alkoksiarena.
e. Gugus RO- merupakan suatu gugus alkoksi.
f. Dua eter siklik yang sering dipakai sebagai solven memiliki nama umum
tetrahidrofuran (THF) dan 1,4-dioksana.
Menurut trivial tata nama eter didasarkan pada nama gugus alkil atau aril yang
terikat pada atom oksigen. Urutan namanya sesuai dengan abjad dan diakhiri dengan
kata –eter.
4
CH3OCH2CH3 CH3CH2OCH2CH3 C6H5OC
CH3
CH3
CH3
tert-Butil fenil eter
Dietil eterEtil metil eter
CH3CHCH2CH2CH3
2-Metoksipentana
OCH3
CH3CH3CH2O
1-Etoksi-4-metilbenzena
CH3OCH2CH2OCH3
1,2-DimetoksietanaO
Tetrahidrofuran
(oksasiklopentana)
O
O
Dioksana
(1,4-dioksasikloheksana)
Menurut sistem IUPAC, gugus –OR disebut gugus alkoksi sehingga penataan
nama senyawa eter dimulai dengan nama gugus alkoksi diikuti oleh nama rantai
utamanya. Gugus alkoksi dianggap sebagai cabang yang terikat pada rantai induk.
Beberapa contoh penamaan eter dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Penataan Nama Eter Menurut Trivial dan IUPAC
Senyawa eter dapat juga berbentuk siklik. Eter siklik yang beranggotakan tiga
termasuk golongan epoksida, dan merupakan hasil oksidasi dari alkena. Contoh yang
paling sederhana adalah, etilen oksida atau lebih dikenal dengan nama oksirana.
5
Oleh karena itu, nama senyawa epoksida sering diturunkan dari nama alkenanya
sebelum dioksidasi menjadi eter, dan diberi akhiran –oksida atau dengan nama kedua
alkil yang terikat pada oksirana dan diberi akhiran –oksirana.
3. Struktur Eter
a. Eter berbeda dari alkohol, dimana atom oksigen dari suatu eter terikat pada dua
atom karbon. Gugus hidrokarbon dapat berupa alkil, alkenil, vinil, atau aril.
b. Eter memiliki rumus umum R-O-R atau R-O-R’ dimana R’ adalah gugus alkil yang
berbeda dari gugus R.
c. Eter = air dimana kedua atom hidrogen diganti dengan gugus alkil.
6
O1100
Dimetil eter
CH3
CH3
R
O
R
Rumus umum suatu eter
atau
R’
O
R
C O C
Gugus fungsional
suatu eter
CH2H2C
O
Etilen oksida
OTetrahidrofuran
(THF)ETER SIKLIK
2.2. Eter Primer, Sekunder dan Tertier
Bentuk perkataan "eter primer", "Eter sekunder", dan "eter tertiar (peringkat ketiga) "
merujuk kepada atom karbon bersebelahan dengan oksigen eter . Dalam eter primer karbon ini
dikaitkan hanya kepada karbon lain seperti dalam dietil eter CH3-CH2-O-CH2-CH3. salah Satu
contoh eter sekunder adalah diisopropil eter (CH3)2CH-O-CH(CH3)2 dan contoh ether tertiar
adalah:
di-tert-butil eter (CH3)3C-O-C(CH3)3.
Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana, adalah cairan mudah terbakar
yang jernih, tak berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas. Anggota paling umum
dari kelompok campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter ini merupakan
sebuah isomernya butanol. Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan sebagai
pelarut biasa dan telah digunakan sebagai anestesi umum. Eter dapat dilarutkan dengan
menghemat di dalam air (6.9 g/100 mL).
Dietil eter merupakan sebuah pelarut laboratorium yang umum dan memiliki kelarutan
terbatas di dalam air, sehingga sering digunakan untuk ekstrasi cair-cair. Karena kurang rapat
bila dibandingkan dengan air, lapisan eter biasanya berada paling atas. Sebagai salah satu
pelarut umum untuk reaksi Grignard, dan untuk sebagian besar reaksi yang lain melibatkan
berbagai reagen organologam, Dietil eter sangat penting sebagai salah satu pelarut dalam
produksi plastik selulosa sebagai selulosa asetat. Dietil eter memiliki angka setana yang tinggi,
85 sampai 96, digunakan sebagai salah satu cairan awal untuk mesin diesel dan bensin , karena
keatsiriannya yang tinggi dan temperatur autosulutan.
Sebagian besar dietil eter diproduksi sebagai produk sampingannya fase-uap hidrasinya
etilena untuk menghasilkan etanol. Proses ini menggunakan dukungan solid katalis asam fosfat
dan bisa disesuaikan untuk menghasilkan eter lebih banyak lagi. [4] Fase-uap dehidrasinya
etanol pada sejumlah katalis alumina bisa menghasilkan dietil eter sampai 95%.
Dietil eter bisa dipersiapkan di dalam labolatorium dan pada sebuah skala industri oleh
sintesis eter asam. Etanol dicampur dengan asam yang kuat, biasanya asam sulfat, H2SO4.
7
Disosiasi asam menghasilkan ion hidrogen, H+. Sebuah ion hidrogen memprotonasi atom
oksigen elektronegatifnya etanol, memberikan muatan positif ke molekul etanol:
CH3CH2OH + H+ → CH3CH2OH2+
Sebuah atom oksigen nukleofilnya etanol tak terprotonasi mengsubsitusi molekul air
(elektrofil), menghasilkan air, sebuah ion hidrogen dan dietil eter.
CH3CH2OH2+ + CH3CH2OH → H2O + H+ + CH3CH2OCH2CH3
Reaksi ini harus berlangsung pada suhu yang lebih rendah dari 150°C agar tidak
menghasilkan sebuah produk eliminasi (etilena). Pada temperatur yang lebih tinggi, etanol
akan terdehidrasi untuk membentuk etilena. Reaki menghasilkan dietil eter adalah
kebalikannya, sehingga pada akhir reaksi akan tercapai kesetimbangan antara reaktan dengan
produk. Untuk menghasilkan eter yang bagus maka eter harus disuling dari campuran reaksi
sebelum eter kembali menjadi etanol, dengan memanfaatkan prinsip Le Chatelier .
Reaksi lainnya yang bisa digunakan untuk mempersiapkan eter adalah sintesis eter
Williamson, dimana sebuah alkoksida (yang dihasilkan dengan memisahkan/menguraikan
sebuah logam alkali di dalam alkohol) melakukan substitusi nukleofilik di sebuah alkil halida
(haloalkana).
2.3. Struktur Serupa
Eter tidak boleh disamakan dengan gugus-gugus sejenis berikut yang mempunyai stuktur
serupa - R-O-R.
1. Senyawa aromatik seperti furan di mana oksigen adalah sebahagian daripada system
aromatik.
2. Senyawa dengan atom-atom karbon yang bersebelahan dengan oksigen terikat dengan
oksigen, nitrogen, atau sulfur:
a. Ester R-C(=O)-O-R
b. Asetal R-CH(-O-R)-O-R
c. Aminal R-CH(-NH-R)-O-R
8
d. Anhidrida R-C(=O)-O-C(=O)-R
2.4. Isomeri Fungsional
Seperti telah diuraikan di atas bahwa eter dan alkohol memiliki kemiripan dalam
strukturnya. Rumus strukturnya adalah :
R–O–H (alkohol)
R–O–R (eter)Beberapa contoh alkohol dan eter yang memiliki rumus molekul sama ditunjukkan pada
tabel berikut.
Tabel Isomer Fungsional Eter dan Alkohol
Berdasarkan Tabel, alkohol dan eter memiliki rumus molekul sama, tetapi rumus
strukturnya berbeda. Jadi, dapat dikatakan bahwa alkohol dan eter berisomeri struktur satu
sama lain.
9
Di samping isomer struktur, eter dan alkohol juga memiliki gugus fungsional berbeda.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa eter berisomeri fungsional dengan alkohol. Isomer
fungsional adalah rumus molekul sama, tetapi gugus fungsi beda.
Struktur dan Ikatan
Eter memiliki ikatan C-O-C yang bersudut ikat sekitar 110° dan jarak C-O sekitar 140 pm.
Sawar rotasi ikatan C-O sangatlah rendah. Menurut teori ikatan valensi, hibridisasi oksigen
pada senyawa eter adalah sp3.
Oksigen lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada pada posisi
alfa relatif terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa hidrokarbon. Walau
demikian, hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa hidrogen keton.
2.5. Sifat-Sifat Eter
1. Molekul-molekul eter tidak dapat berikatan hidrogen dengan sesamanya, sehingga
mengakibatkan senyawa eter memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan
dengan alkohol.
2. Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat, sehingga
dipol C-O tidak dapat meniadakan satu sama lainnya. Eter lebih polar daripada alkena,
namun tidak sepolar alkohol, ester, ataupun amida. walau demikian, keberadaan dua
pasangan elektron menyendiri pada atom oksigen eter, memungkinkan eter berikatan
hidrogen dengan molekul air.Eter dapat dipisahkan secara sempurna melalui destilasi.
10
3. Eter siklik seperti tetrahidrofuran dan 1,4-dioksana sangat larut dalam air karena atom
oksigennya lebih terpapar ikatan hidrogen dibandingkan dengan eter-
eter alifatik lainnya.
Beberapa alkil eter :
Eter StrukturTitik lebur
(°C)
Titik didih
(°C)
Kelarutan dalam
1L H2O
Momen
dipol (D)
Dimetil eterCH3-O-
CH3
-138,5 -23,0 70 g 1,30
Dietil eterCH3CH2-
O-CH2CH3
-116,3 34,4 69 g 1,14
Tetrahidrofuran O(CH2)4 -108,4 66,0Larut pada semua
perbandingan1,74
Dioksana O(C2H4)2O 11,8 101,3Larut pada semua
perbandingan0,45
Untuk lebih spesifiknya eter mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Titik didih rendah sehingga mudah menguap
11
2. Sulit larut dalam air, karena kepolarannya rendah
3. Sebagai pelarut yang baik senyawa-senyawa organik yang tak larut dalam air
4. Mudah terbakar
5. Pada umumnya bersifat racun, tetapi jauh lebih aman jika dibandingkan kloroform
untuk keperluan obat bius
6. Bersifat anastetik (membius)
7. Eter sukar bereaksi, kecuali dengan asam halida kuat (HI dan HBr)
2.6. Sintesis eter
1. Dehidrasi alkohol
Alkohol mengalami dehidrasi membentuk alkena. Alkohol primer dapat juga
terdehidrasi membentuk eter. Dehidrasi menghasilkan eter berlangsung pada suhu yang
lebih rendah dibanding reaksidehidrasi membentuk alkena, dibantu dengan distilasi eter
segera setelah terbentuk. Dietil eter dibuat secara komersial melalui reaksi dehidrasi
etanol. Dietil eter adalah produk utama pada suhu 140ºC, sedangkan etana adalah
produkutama pada suhu 180ºC. Reaksi ini kurang berguna pada alkohol sekunder
karena alkena mudah terbentuk. Pada alkohol tersier sepenuhnya terbentuk alkena.
Tidak berguna pada pembuatan eter non- simetrik dari alkohol primer karena terbentuk
campuran produk.
12
2. Sintesis Williamson
Suatu jalur penting pada preparasi eter non-simetrik adalah suatu reaksi
substitusi nukleofilik yang disebut reaksi Williamson. Merupakan reaksi SN2 dari suatu
natrium alkoksida dengan alkil halida, alkil sulfonat, atau alkil sulfat. Hasil terbaik
dicapai jika alkil halida, alkil sulfonat, atau alkil sulfat yang dipakai adalah primer (atau
metil). Jika substrat adalah tersier maka eliminasi sepenuhnya merupakan produk
reaksi. Pada suhu rendah substitusi lebih unggul dibanding dengan eliminasi.
3. Tert-butil eter dari alkilasi alcohol
13
Alkohol primer dapat diubah menjadi tert-butil eter dengan melarutkan alkohol
tersebut dalam suatu asam kuat seperti asam sulfat dan kemudian ditambahkan
isobutilena ke dalam campuran tersebut. (Prosedur ini meminimalkan dimerisasi dan
polimerisasi dari isobutilena).
RCH2OH + CH2 CCH3
CH3
H2SO4RCH2O CCH3
CH3
CH3
Alkohol 10 Isobutilena tert-butil eter
Metode ini sering dipakai untuk “proteksi” gugus hidroksil dari alkohol primer
sewaktu reaksi-reaksi lainnya dilakukan terhadap bagian lain dari molekul tersebut.
Gugus proteksi tert-butil dapat dihilangkan secara mudah dengan penambahan larutan
asam encer.
4. Trimetilsilil eter (Sililasi)
Suatu gugus hidroksil juga diproteksi dalam larutan netral atau basa dengan
mengubahnya menjadi suatu gugus trimetilsilil eter, –OSi(CH3)3. Reaksi ini, yang
disebut sililasi, dilakukan dengan membiarkan alkohol tersebut bereaksi dengan
klorotrimetilsilana dengan kehadiran suatu amina tersier.
Gugus proteksi ini dapat dihilangkan dengan suatu larutan asam.
Pengubahan suatu alkohol menjadi suatu trimetilsilil eter membuat senyawa
tersebut lebih volatil (mudah menguap). Hal ini dikarenakan kenaikan volatilitas (sifat
mudah menguap) ini menjadikan alkohol (sebagai bentuk trimetilsilil-nya) lebih
memungkinkan untuk menjalani analisis dengan kromatografi gas-cair.
5. Kondensasi Ullmann
14
Kondensasi Ullmann mirip dengan metode Williamson, kecuali substratnya
adalah aril halida. Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, misalnya tembaga.
6. Adisi elektrofilik alkohol ke alkena
Alkohol dapat melakukan reaksi adisi dengan alkena yang diaktivasi secara
elektrofilik.
R2C=CR2 + R-OH → R2CH-C(-O-R)-R2
Katalis asam diperlukan agar reaksi ini dapat berjalan. Biasanya merkuri
trifluoroasetat (Hg(OCOCF3)2) digunakan sebagai katalis.
Beberapa eter penting
Etilena oksidaEter siklik yang paling
sederhana.
Dimetil eter
Merupakan propelan pada
aerosol. Merupakan bahan
bakar alternatif yang potensial
untuk mesin diesel karena
mempunyai
bilangan cetansebesar 56-57.
Dietil eter
Merupakan pelarut umum
pada suhu rendah
(b.p. 34.6 °C), dan dulunya
merupakan zat anestetik.
Digunakan sebagai cairan
starter kontak pada mesin
diesel.
Dimetoksimetana Pelarut pada suhu tinggi
15
(DME) (b.p. 85 °C):
Dioksana
Merupakan eter siklik dan
pelarut pada suhu tinggi
(b.p. 101.1 °C).
Tetrahidrofuran (THF)
Eter siklik, salah satu eter
yang bersifat paling polar
yang digunakan sebagai
pelarut.
Anisol
(metoksibenzena)
Merupakan eter aril dan
komponen utama minyak
esensial pada biji adas manis.
Eter mahkotaPolieter siklik yang digunakan
sebagai katalis transfer fase.
Polietilen glikol (PEG)
Merupakan polieter linear,
digunakan
pada kosmetik dan farmasi.
16
2.7. Beberapa Reaksi Eter
Eter adalah golongan senyawa organik yang memiliki rumus umum R-O-R'. Beberapa
reaksi dari eter diantaranya adalah:
1. Pembakaran
Eter mudah terbakar membentuk gas karbon dioksida dan uap air.
Contoh:
2. Reaksi dengan Logam Aktif
Berbeda dengan alkohol, eter tidak bereaksi dengan logam natrium (logam aktif).
3. Reaksi dengan PCl5
Eter bereaksi dengan PCl5, tetapi tidak membebaskan HCl.
4. Reaksi dengan Hidrogen Halida (HX)
Eter terurai oleh asam halida, terutama oleh HI. Jika asam halida terbatas:
Jika asam halida berlebihan:
5. Membedakan Alkohol dengan Eter
Alkohol dan eter dapat dibedakan berdasarkan rekasinya dengan logam natrium
dan fosforus pentaklorida.
a. Alkohol bereaksi dengan logam natrium membebaskan hidrogen, sedangkan eter tidak
bereaksi.
b. Alkohol bereaksi dengan PCl5 menghasilkan gas HCl, sedangkan eter bereaksi tetapi
tidak menghasilkan HCl.
6. Pembelahan eter
17
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam
mineral seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter
dengan sangat lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr → CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-. Beberapa jenis
eter dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam beberapa
kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil
bromida. Bergantung pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan
berbagai jenis reagen seperti basa kuat.
7. Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen
(ataupun udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida
yang dihasilkan dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter
dan tetrahidrofuran jarang digunakan sebagai pelarut.
8. Sebagai basa Lewis
Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat
dapat memprotonasi oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat
membentuk kompleks denganboron trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3.OEt2). Eter juga
berkooridasi dengan Mg(II) dalam reagen Grignard. Polieter (misalnya eter mahkoya)
dapat mengikat logam dengan sangat kuat.
Reaksi-reaksi eter lainnya :
a. Dialkil eter bereaksi dengan sedikit pereaksi diluar asam-asam.
b. Eter tahan terhadap serangan nukleofil dan basa.
c. Ketidakkreaktifan dan kemampuan eter men-solvasi kation (dengan mendonorkan
sepasang elektron dari atom oksigen) membuat eter berguna sebagai solven dari banyak
reaksi.
d. Eter mengalami reaksi halogenasi seperti alkana.
e. Oksigen dari ikatan eter memberi sifat basa.
18
f. Eter dapat bereaksi dengan donor proton membentuk garam oksonium.
CH3CH2OCH2CH3 + HBr CH3CH2 O CH2CH3Br
HGaram oksonium
g. Pemanasan dialkil eter dengan asam-asam sangat kuat (HI, HBr, H2SO4) menyebabkan
eter mengalami reaksi dimana ikatan ikatan karbon – oksigen pecah.
CH3CH2OCH2CH3 + HBr 2 CH3CH2Br + H2O
h. Mekanisme reaksi ini dimulai dari pembentukan suatu ion oksonium. Kemudian suatu
reaksi SN2 dengan ion bromida yang bertindak sebagai nukleofil akan menghasilkan
etanol dan etil bromida.
CH3CH2OCH2CH3 + HBr CH3CH2O
H
CH2CH3 + Br
CH3CH2O
H
+ CH3CH2Br
Etanol Etil bromida
i. Pada tahap selanjutnya, etanol yang baru terbentuk bereaksi dengan HBr membentuk
satu mol ekivalen etil bromida yang ke dua.
CH3CH2OH + HBr CH3CH2 O H
H
Br +
CH3CH2 Br + O H
H
2.8. Keselamatan
19
Dietil eter cenderung membentuk peroksida, dan bisa menghasilkan ledakan dietil eter
peroksida. Eter peroksida bertitik didih lebih tinggi dan saat berada dalam keadaan kering
bersifat mudah meledak ketika disentuh. Dietil eter biasanya disuplai dengan beberapa jumlah
kelumitnya antioksidan hidroksitoulena berbutil (2,6-di-tert-butyl-4-methylphenol), yang
mengurangi pembentukan peroksida. Penyimpanan NaOH mengendapkan eter hidroperoksida
tingkat menengah. Air dan peroksida bisa dihilangkan baik dengan penyulingan dari natrium
dan benzofenon, atau dengan melewatkannya melalui sekolom alumina teraktivasi.
Eter merupakan salah satu bahan yang amat mudah terbakar. Kobaran api terbuka dan
bahkan piranti pemanas yang menggunakan listrik sebaiknya dihindari saat sedang
menggunakan eter karena eter mudah tersulut oleh kobaran maupun percikan api. Praktek yang
paling umum dalam labolatorium kimia adalah menggunakan uap (dengan begitu membatasi
suhu sampai 100°C (212°F) saat eter harus dipanaskan atau disuling.
2.9. Kegunaan Eter
Senyawa-senyawa eter yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1. Dietil eter (etoksi etana) biasanya digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik,
selain itu dietil eter banyak digunakan sebagai zat anestesi (obat bius) di rumah sakit.
2. MTBE (Metil Tertier Butil Eter),Senyawa eter ini digunakan untuk menaikan angka
oktan besin menggantikan kedudukan TEL / TML, sehingga diperoleh bensin yang
ramah lingkungan. Sebab tidak menghasilkan debu timbal (Pb2+) seperti bila
digunakan TEL / TML.
3. Eter-eter tak jenuh : pada operasi singkat : ilmu kedokteran gigi dan ilmu kedokteran
kebidanan.
4. Sebagai plarut zat organic, misalnya lemak dan dammar.
5. Dietil eter adalah obat bius yang diberikan melalui pernapasan, seperti halnya
kloroform atau siklopropana.
B. Epoksida
2.10. Senyawa epoksida
20
Struktur epoksida
Epoksida adalah eter siklik dengan cincin tiga anggota. Dalam tatanama IUPAC, epoksida
disebut oksirana. Epoksida paling sederhana memiliki nama umum etilena oksida.
O
CC
Suatu epoksida
O
CH2H2C
IUPAC: Oksirana Umum: Etilena oksida
1
2 3
Metode yang paling umum digunakan untuk mensintesa epoksida adalah reaksi dari suatu
alkena dengan suatu asam peroksi organik, yaitu suatu proses yang disebut epoksidasi.
RCH CHR + R'C O
O
OHEpoksidasi
O
CHRRHC R'C OH
O
+
Suatu epoksida (atau oksirana)
Suatu alkena Suatu asam peroksi
Dalam reaksi ini, asam peroksi memberikan suatu atom oksigen kepada alkena.
Mekanismenya adalah seperti berikut ini.
C
C+
C
O
O R'
O
H
OC
C+
CO R'
O
H
Adisi oksigen pada ikatan rangkap dalam suatu reaksi epoksidasi adalah adisi syn. Untuk
membentuk suatu cincin dengan tiga anggota, atom oksigen harus mengadisi kedua atom
karbon dari ikatan rangkap pada sisi yang sama.
Asam peroksi yang paling umum digunakan adalah asam peroksiasetat dan asam
peroksibenzoat. Sebagai contoh, sikloheksana bereaksi dengan asam peroksibenzoat
menghasilkan 1,2-epoksi-sikloheksana dalam jumlah yang kuantitatif.
21
+ C6H5COOH
O
CH2Cl2O
H
H
+ C6H5COH
O
Asam peroksibenzoat
1,2-Epoksi- sikloheksana
(100%)
Reaksi antara alkena dengan asam-asam peroksi berlangsung dengan suatu cara yang
stereospesifik. Sebagai contoh, cis-2-butena hanya menghasilkan cis-2,3-dimetiloksirana,
sedangkan trans-2-butena hanya menghasilkan trans-2,3-dimetiloksirana.
Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota. Struktur
dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom karbon
berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan tiga anggota ini
membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik.
2.11. Tata nama epoksida
Nama kelas fungsional = alkena oksida misalnya etilen oksida
Substituen akhiran = - ena oksida
Prefix = substituen epoxy-misalnya Epoksietan
Catatan: The oksiran Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan
epoksida.
1. Gugus Epoksida
Bentuk gugus epoksi, antara lain :
a. Terminal
b. Internal
22
Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen,
misalnya:
Gugus epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin,
seperti:
Senyawa epoksida dapat dibuka dengan mudah, di bawah kondisi asam
atau basa. Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan
senyawa asam atau basa untuk menghasilkan propilen glikol.
Epoksida merupakan gugus yang sangat reaktif, terutama dalam larutan
asam karena akan menaikkan kecepatan pembukaan cincin oksida dengan cara
protonasi kepada atom oksigen dan berinteraksi dengan berbagai macam
reagen nukleofilik (Gunstone, 1996).
23
Alkena oksida gaya:
Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga
akhiran = - ena oksida
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Sistem ini siklik sehingga prefix = cyclo
Lokasi "alkena" adalah jelas, sehingga locant tidak
diperlukan.
sikloheksena oksida
Epoxy gaya:
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Sistem akar siklik sehingga prefix = cyclo
Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy
Nomor untuk memberikan epoksida (hanya hadir
group) yang locants terendah =
1,2 - 1,2-epoxycyclohexane
Alkena oksida gaya:
Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga
akhiran = - ena oksida
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Ada substituen alkil C1 = metil
Titik pertama aturan perbedaan membutuhkan
penomoran dari kanan seperti ditarik untuk membuat
24
"alkena" locant = 2 -
Oleh karena itu kelompok metil locant =
5 - 5-metil-2-heksena oksida
Epoxy gaya:
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Ada substituen alkil C1 = metil
Titik pertama aturan perbedaan membutuhkan
penomoran dari kanan seperti ditarik
Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy
Nomor untuk memberikan epoksida (hanya hadir
group) yang locants terendah =
2,3 - 2,3-epoksi-5-metilheksan
2.12. Karakteristik dan Pembuatan epoksida
Karakteristik dari senyawa epoksida adalah gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi
dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda.
Lebih-kompleks epoksida biasanya dibuat oleh epoksidasi alkena , sering menggunakan
peroxyacid (RCO 3 H) untuk mentransfer atom oksigen.
25
Rute lain industri penting untuk epoksida memerlukan proses dua langkah. Pertama,
alkena yang diubah menjadi senyawa tersebut, dan kedua, klorohidrin yang diperlakukan
dengan basa untuk menghilangkan asam klorida , memberikan epoksida, hal ini adalah metode
yang digunakan untuk membuat propilena oksida.
Epoksida mudah dibuka, di bawah kondisi asam atau basa, untuk memberikan berbagai
produk dengan manfaat fungsional kelompok . Misalnya, hidrolisis asam atau basa--katalis
oksida propilena memberikan propilen glikol.
Epoksida dapat digunakan untuk merakit polimer yang dikenal sebagai epoxies, yang
merupakan perekat yang sangat baik dan pelapis permukaan berguna. Yang paling umum
epoxy resin yang terbentuk dari reaksi epiklorohidrin dengan bisphenol A.
26
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam
industri adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen.
Epoksida lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:
a. Melalui oksidasi alkena dengan peroksi asam seperti Asam
metakloroperoksibenzoat (m-CPBA).
b. Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin.
Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia
lainnya, misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level 50.000 ton
per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada PVC (Gunstone,
1996).
2.13. Reaksi Epoksida
Reaksi epoksida khas tercantum di bawah ini. Selain nukleofilik ke epoksida dapat
menjadi dasar atau katalis asam.
27
Dalam kondisi asam, posisi serangan nukleofil dipengaruhi baik oleh efek sterik (seperti
yang biasanya terlihat untuk S N 2 reaksi) dan oleh karbokation stabilitas (seperti yang biasanya
terlihat untuk S N 1 reaksi). Dalam kondisi dasar, nukleofil menyerang karbon diganti
setidaknya, sesuai dengan 2 proses penambahan standar S reaksi N nukleofilik.
Hidrolisis dari epoksida dalam adanya katalis asam menghasilkan glikol . The hidrolisis
Proses epoksida dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik air untuk epoksida bawah
asam kondisi.
Pengurangan dari epoksida dengan hidrida aluminium lithium dan air menghasilkan
alkohol . Ini proses reduksi dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik hidrida (H-) untuk
epoksida di bawah kondisi dasar.
Pengurangan dengan tungsten hexachloride dan n-butyllithium menghasilkan alkena .
Reaksi ini berlaku adalah de-epoksidasi:
Reaksi dengan kelompok NH dalam amina . Ini pembentukan ikatan kovalen digunakan
dalam epoxy lem dengan, misalnya, trietilenatetramina (TETA) sebagai pengeras.
Katalisis asam membantu pembukaan cincin epoksida dengan menyediakan suatu gugus
pergi yang lebih baik (suatu alkohol) pada atom karbon yang mengalami serangan nukleofilik.
28
Katalisis ini sangat penting terutama jika nukleofilnya adalah suatu nukleofil lemah seperti air
atau suatu alkohol:
Pembukaan cincin dengan katalis asam
+ H+
_ H+
O
CC
O
CC
H
O HHCCHO O H
H
CCHO OH_ H+
Pembukaan cincin dengan katalis basa
O
CC+RO CCRO OROH
CCHO OH
Nukleofil kuat
Ion alkoksida + RO
Jika epoksidanya tidak simetris, serangan pembukaan cincin dengan katalis basa oleh ion
alkoksida berlangsung terutama pada atom karbon yang kurang tersubstitusi. Sebagai contoh,
metiloksirana bereaksi dengan suatu ion alkoksida terutama pada atom karbon primernya:
O
CHCH3H2C+CH3CH2O
Metiloksirana
Atom karbon 10 kurang terhalangi
CH3CH2OCH2CHCH3
O
CH3CH2OH
CH3CH2OCH2CHCH3
OH
+ CH3CH2O
1-Etoksil-2-propanol
Ini adalah apa yang seharusnya diharapkan: Reaksi secara keseluruhan adalan reaksi SN2,
dan seperti telah dipelajari sebelumnya, substrat primer bereaksi lebih cepat melalui reaksi SN 2
karena halangan ruangnya kecil.
29
Pada pembukaan cincin dengan katalis asam dari epoksida tidak simetris, serangan
nukleofil terutama terjadi pada atom karbon yang lebih tersubstitusi. Sebagai contoh:
CH3OH +
O
CH2CH3C
CH3H+
OCH3
CH2OHCH3C
CH3
Alasan: Ikatan pada epoksida terprotonasi adalah tidak simetris dengan atom karbon yang
lebih tersubstitusi mengemban suatu muatan yang positif sekali. Oleh karena itu, nukleofil
menyerang atom karbon tersebut meskipun lebih tersubstitusi.
CH3OH +
O
CH2CH3C
CH3
H+
OCH3
CH2OHCH3C
CH3
H H
Atom karbon ini menyerupai
karbokation 30
+
+
Epoksida terprotonasi
Atom karbon yang lebih tersubstitusi mengemban suatu muatan positif lebih besar karena
menyerupai suatu karbokation tersier yang lebih stabil.
OO
O
H3C
H3C
O
CH3 O
CH3
OCH3
O
O CH3
O
O
O
O
CH3
CH3
Nonactin
2.14. Kegunaan Epoksida
30
Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati
adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan
poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan senyawa ini
menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi.
Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi dan reaksi pembukaan
cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih mendalam mengenai reaksi epoksidasi.
Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai bahan
baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin,
komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester, poliuretan, dan resin
epoksi (Dinda et al, 2008).
Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH
(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano
alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari triasilgliserol)
dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang mana dapat direaksikan
dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida dapat dikonversi menjadi keton
melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen glikol (Gunstone, 1996).
Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga
sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam sintesis
kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat berlangsung
secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).
BAB IIIPENUTUP
3.1. Kesimpulan
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan
anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam
kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa
karbohidrat dan lignin. Penamaan eter dibedakan berdasrakan Trivial dan IUPAC.Ada
beberapa cara dalam sintesis eter, yaitu : Dehidrasi alcohol, Sitesis eter Williamson,
Kondensasi Ulmann dan ADisi elektrofilik alcohol ke alkena.
31
Eter banyak digunakan untuk Dietil eter (etoksi etana) biasanya digunakan sebagai pelarut
senyawa-senyawa organik, selain itu dietil eter banyak digunakan sebagai zat arestesi (obat
bius) di rumah sakit, digunakan juga untuk menaikan angka oktan besin.
Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota.
Struktur dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom
karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan tiga
anggota ini membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik. Senyawa
epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia lainnya,
misalnya resin. Proses produksinya yang telah diketahui adalah oksidasi senyawa olefin
dengan peracids, seperti asam m-klorobenzoat, asam perasetat, dll dan peroksida organic
seperti tert-butyl hydroperoxide.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H.W., Foote, S.C., Iverson, L.B, and Anslyn, V.E., 2009, “Organic Chemistry”, pp.
431-433, Brooks/Cole Cengage Learning, Belmont.
Cottonseed Oil by Aqueous Hydrogen Peroxide Catalised by Liquid Inorganic Acids”,
Bioresource Technology, 99, pp. 3737-3744.
Dinda, S., Patwardhan, V.A., Goud., V.V., and Pradhan, C.N., 2008, “ Epoxidation of
Gunstone, D.F., 1996, “Fatty Acid and Lipid Chemistry”, pp.186-188, Blackie Academic &
Proffessional, Chapman & Hall, Wester Cleddens Road, Bishopbriggs, Glasgow.
32
Http://kimiadahsyat.blogspot.com/2009/06/eteralkoksi-alkana-1.html
International Union of Pure and Applied Chemistry. "ethers". Compendium of Chemical
Terminology Internet edition.
J. F. W. McOmie and D. E. West (1973). "3,3'-Dihydroxylbiphenyl". Org. Synth.; Coll. Vol. 5:
412.
Wilhelm Heitmann, Günther Strehlke, Dieter Mayer "Ethers, Aliphatic" in Ullmann's
Encyclopedia of Industrial Chemistry" Wiley-VCH,
Weinheim,2002. doi:10.1002/14356007.a10_023
Makalah Satuan Proses
“ Senyawa Eter dan Epoksida “
33
Disusun Oleh :
Eka Andrian Saputri ( 061230400294 )
Hardina Apri Saputri ( 061230400297 )
Senja Dewi Kinanti ( 061230400 )
Tri Rahma Agustina (06123040 )
Kelas : 2KA
Dosen Pembimbing : Idha Silvianty, S.T.,M.T
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN AKADEMIK
2013/2014
34