makalah eptik

33
ANALISA KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBERCRIME) SERTA HUKUMNYA (CYBERLAW) DALAM KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE MAKALAH ETIKA PROFESI TIK Disusun sebagai tugas akhir semester enam (VI) Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi Disusun Oleh : 1. Lisabela Narandia 11110850 2. Suhartini 11110531 Kelas : 11.6B.24 Jurusan Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer “BSI Bekasi” Bekasi 2014

Upload: artiny-tianis

Post on 29-Nov-2014

481 views

Category:

Presentations & Public Speaking


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah eptik

ANALISA KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBERCRIME)

SERTA HUKUMNYA (CYBERLAW) DALAM KASUS

PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

MAKALAH

ETIKA PROFESI TIK

Disusun sebagai tugas akhir semester enam (VI)

Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi

Disusun Oleh :

1. Lisabela Narandia 11110850

2. Suhartini 11110531

Kelas : 11.6B.24

Jurusan Komputerisasi Akuntansi

Akademi Manajemen Informatika dan Komputer “BSI Bekasi”

Bekasi

2014

Page 2: Makalah eptik

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul penulisan makalah ini adalah:

“ANALISA KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME) SERTA

HUKUMNYA (CYBER LAW) DALAM KASUS PENIPUAN JUAL BELI

ONLINE”

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai Ujian Akhir

Semester (UAS) Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi

pada semester enam (VI) Jurusan Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen

Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI).

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak,

maka penulisan laporan ini tidak akan berjalan lancar, untuk itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Direktur AMIK BSI.

2. Ketua Jurusan Komputerisasi Akuntansi AMIK BSI.

3. Bapak Djadjat Sudaradjat, MT selaku Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi

Informasi dan Komunikasi.

4. Orang tua tercinta atas do’a dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

5. Rekan-rekan mahasiswa kelas 11.6B.24.

Page 3: Makalah eptik

iii

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi siapa saja yang membacanya, menambah wawasan dan pengetahuan terutama

dalam hal cybercrime dan cyberlaw. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun

sangatlah penulis harapkan.

Bekasi, April 2014

Penulis

Page 4: Makalah eptik

iv

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................. 2

1.3. Ruang Lingkup Masalah........................................................... 2

BAB II CYBERCRIME ............................................................................. 3

2.1. Definisi Cybercrime ................................................................ 3

2.2. Karakteristik Cybercrime ........................................................ 4

2.3. Jenis-Jenis Cybercrime ............................................................ 5

BAB III CYBERLAW .................................................................................. 9

3.1. Definisi Cyberlaw ..................................................................... 9

3.2. Ruang Lingkup Cyberlaw ........................................................ 9

3.3. Undang-Undang Terkait Cyberlaw .......................................... 10

BAB IV STUDI KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE .................. 15

3.1. Jual Beli Online ........................................................................ 15

3.1.1. Definisi Jual Beli Online ............................................... 15

3.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait Jual Beli Online ................... 16

3.1.3. Proses Transaksi Jual Beli Online .................................. 19

3.2. Penipuan Jual Beli Online ....................................................... 20

3.2.1. Modus Penipuan ............................................................. 20

3.2.2. Faktor Penyebab ............................................................. 21

3.2.3. Contoh Kasus.................................................................. 22

3.2.4. Analisa Kasus ................................................................. 23

3.3. Hukuman Penipuan Jual Beli Online ....................................... 24

3.4. Solusi Kasus Penipuan Jual Beli Online................................... 26

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 28

4.1. Kesimpulan .............................................................................. 28

4.2. Saran-Saran ............................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30

Page 5: Makalah eptik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Perkembangan pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer

menghasilkan internet yang multifungsi. Dan perkembangan ini membawa kita ke

ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari

konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang

tanpa batas. Perkembangan tersebut melahirkan sebuah metode baru dalam hal jual

beli, dimana penjual dan pembeli tidak harus bertatap muka untuk melakukan

transaksi jual beli, yang disebut dengan istilah jual beli online (e-commerce).

Bisnis jual beli online semakin marak bak jamur di musim penghujan, tiap

hari bermunculan berbagai macam tawaran bisnis dan penawaran produk secara

online, baik melalui sosial media maupun melalui iklan di banyak halaman website.

Tidak bisa dipungkiri pertumbuhan pengguna internet sangat cepat di dunia. Milliaran

orang memanfaatkan internet setiap hari. Ada yang sekedar untuk mencari hiburan

dan eksis di jejaring sosial, namun juga banyak yang memang mencari informasi

yang dibutuhkan untuk pendidikan dan pekerjaan.

Hal ini membuka peluang bagi para penipu untuk melakukan modusnya.

Dengan menjual barang-barang dengan harga yang lebih murah dari barang aslinya

membuat para konsumen tergiur untuk melakukan transaksi.

Page 6: Makalah eptik

2

Dengan banyaknya penipuan jual beli online yang terjadi di Indonesia, maka

kami akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan penipuan jual beli barang

online. Mulai dari bagaimana penipuan jual beli online itu terjadi, apa saja faktor

penyebab terjadinya, modus apa saja yang sering dilakukan, serta bagaimana hukum

di Indonesia mengatasi kasus ini.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian dari cybercrime

2. Mengetahui jenis-jenis cybercrime

3. Mengetahui penyebab-penyebab terjadinya cybercrime

4. Mengetahui upaya-upaya penanggulangan cybercrime

Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

pengganti nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Etika Profesi Teknologi

Informasi dan Komunikasi (EPTIK) dan sebagai tambahan pengetahuan bagi

mahasiswa mengenai cybercrime dan cyberlaw.

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka dalam

penyusunan makalah ini penulis membatasi dengan hanya membahas tentang

pengertian cybercrime, cyberlaw dan contoh kasus cybercrime yaitu penipuan jual

beli online, serta hukuman atas kasus jual beli online.

Page 7: Makalah eptik

3

BAB II

CYBERCRIME

2.1. Definisi Cybercrime

Kejahatan dunia maya (cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada

aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran

atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara

lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu

kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Pengertian cybercrime menurut para ahli:

Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer”

(2013) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara

umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai aksi kriminal

dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.

Girasa (2013) mendefinisikan cybercrime sebagai aksi kejahatan yang

menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.

M.Yoga.P (2013) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik,

yaitu:kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan

menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

Page 8: Makalah eptik

4

2.2. Karakteristik Cybercrime

Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya antara lain menyangkut lima

hal berikut:

a. Ruang Lingkup Kejahatan

Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini juga bersifat global.

Cybercrime seringkali dilakukan secara trans-nasional, melintasi batas negara

sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku.

Karakteristik internet di mana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas

(anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh

hukum.

b. Sifat Kejahatan

Bersifat non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah

terlihat. Jika kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan maka

kejahatan di internet bersifat sebaliknya.

c. Pelaku Kejahatan

Bersifat lebih universal, meski memiliki ciri khusus yaitu kejahatan dilakukan

oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya. Pelaku

kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu, mereka yang sempat

tertangkap remaja, bahkan beberapa di antaranya masih anak-anak.

d. Modus Kejahatan

Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus

operandi, itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam dunia cyber tersebut sulit

Page 9: Makalah eptik

5

dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer,

teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.

e. Jenis Kerugian yang Ditimbulkan

Dapat bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang,

barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.

2.3. Jenis-Jenis Cyber Crime

1. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif

a. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni

Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja,

sebagai contoh pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau

system computer.

b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu

Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan kriminal atau bukan karena dia

melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan

anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.

2. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya

a. Unauthorized Access to Computer System and Service

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem

jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)

melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting.

Page 10: Makalah eptik

6

b. Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang

sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum

atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu

berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri

pihak lain.

c. Data Forgery

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting

yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.

d. Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan

kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan

komputer (computer network system) pihak sasaran.

e. Cyber Sabotage and Extortion

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau

penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan

komputer yang terhubung dengan internet.

f. Offense Against Intellectual Property

Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang

dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada

webpage suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di

internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.

Page 11: Makalah eptik

7

g. Infringements of Privacy

Kejahatan yang ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang

sangat pribadi dan rahasia.

h. Cracking

Kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk

merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan

pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita

sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker

sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang

senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat

berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.

i. Carding

Carding adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk

melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat

merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.

3. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan sasaran kejahatan

a. Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person)

Sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki

sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Contoh: pornografi,

Cyberstalking, Cyber-Tresspass.

Page 12: Makalah eptik

8

b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)

Cyber yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain.

Beberapa contoh kejahatan ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah

melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian

informasi, carding, cybersquatting, hijacking, data forgery dll.

c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)

Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan

terhadap pemerintah. Kegiatan ini misalnya cyber terrorism sebagai tindakan yang

mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi, pemerintah atau

situs militer.

Page 13: Makalah eptik

9

BAB III

CYBERLAW

3.1. Definisi Cyberlaw

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya),

yang umumnya disosialisasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena

dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”.

Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu

ini. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan

dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang

berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan

demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah

melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dari sinilah Cyberlaw bukan saja

keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan

yang ada sekarang ini, yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.

3.2. Ruang Lingkup Cyberlaw

Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyberlaw-The Law Of Internet

menyebutkan ruang lingkup cyberlaw diantaranya:

1. Hak Cipta (Copy Right)

2. Hak Merk (Trademark)

3. Pencemaran nama baik (Defamation)

4. Fitnah, penistaan, dan penghinaan (Hate Speech)

5. Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)

6. Pengaturan sumber daya internet (Regulation Internet Resource)

Page 14: Makalah eptik

10

7. Kenyamanan individu (Privacy)

8. Prinsip kehati-hatian (Duty Care)

9. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI (Criminal Liability)

10. Isu prosedural (Procedural Issues) seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan,

dan lain-lain (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)

11. Kontrak elektronik (Electronic Contract)

12. Pornografi (Pornography)

13. Pencurian melalui internet (Robbery)

14. Perlindungan konsumen (Consumer Protection)

15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-

government, e-education, dan lain-lain.

3.3. Undang-Undang Terkait Cyberlaw

Ada beberapa undang-undang yang terkait cyberlaw, diantaranya:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi

Elektronik (ITE). Undang-undang ini telah disahkan dan diundangkan pada

tanggal 21 April 2008.

Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang

memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1)

KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam

KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.

Page 15: Makalah eptik

11

Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan

kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang

berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara

pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang

memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan

tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem

elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui,

atau menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access).

Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat

terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik

menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Page 16: Makalah eptik

12

Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk

digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.

Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,

penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan

situs).

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.

Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.

Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan

pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku

untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

diinginkannya.

Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik

dengan menggunakan media Internet.

Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang

dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.

Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.

Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto

atau film pribadi seseorang.

Page 17: Makalah eptik

13

Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang

membuat sistem milik orang lain.

3. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam

bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan

dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat

komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk

mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-

intruksi tersebut.

4. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1

angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah

setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi

dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui

sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

5. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-

Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen

Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm

dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan

mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen

yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only

Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur

dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

Page 18: Makalah eptik

14

6. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak

pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).

Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk

memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa

harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang

Perbankan.

7. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik

sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang

diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat

optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik

sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini

komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor

intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di internet untuk

menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para

pelaku mengetahui pelacakan terhadap internet lebih sulit dibandingkan

pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail

dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine

serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.

Page 19: Makalah eptik

15

BAB III

STUDI KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

3.1. Jual Beli Online

3.1.1. Definisi Jual Beli Online

a. Pengertian Jual Beli

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jual beli adalah persetujuan

saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan

pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.

Secara etimologis, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta,

artinya dalam transaksi jual beli adalah transaksi tukar menukar antara harta

milik penjual biasanya berupa barang dengan harta milik pembeli biasanya

berupa uang. Kenapa disebutkan biasanya? Karena dalam transaksi ini juga

bisa terjadi tukar menukar barang dengan barang yang disebut jual beli

dengan cara barter atau transaksi tukar menukar uang dengan uang yang

disebut jual beli money changer. Artinya Jual beli terjadi karena adanya

penawaran oleh penjual dan adanya permintaan oleh pembeli yang saling

melengkapi.

b. Pengertian Online

Online adalah keadaan terkoneksi dengan jaringan internet. Dalam

keadaan online kita dapat berselancar di internet dengan melakukan kegiatan

secara aktif sehingga dapat menjalin komunikasi baik komunikasi satu arah

Page 20: Makalah eptik

16

seperti membaca berita dan artikel dalam website maupun komunikasi dua

arah seperti chatting dan saling berkirim email.

c. Pengertian Jual Beli Online

Dari pengertian-pengertian tersebut maka kita dapat menyimpulkan

bahwa Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran

barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan

memanfaatkan teknologi internet, dimana penjual dan pembelinya tidak harus

bertemu (face to face) untuk melakukan negosiasi dan transaksi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer

dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan

salah satu perwujudan ketentuan diatas. Pada transaksi elektronik ini, para pihak yang

terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu

bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai

ketentuan Pasal 1 angka 17 UU ITE disebut bahwa kontrak elektronik yakni

perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.

3.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait Jual Beli Online

Sedikitnya ada empat pihak yang terlibat di dalam transaksi online. Pihak

tersebut antara lain perusahaan penyedia barang (penjual), pembeli, perusahaan

penyedia jasa pengiriman, dan penyedia jasa pembayaran.

Page 21: Makalah eptik

17

a. Penjual

Penjual adalah orang (pengusaha/merchant) atau badan usaha yang

menawarkan sebuah produk atau jasa, dalam hal ini melalui internet yang

dapat dikatakan sebagai pelaku usaha.

b. Pembeli

Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-

undang, untuk menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan

berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk/ jasa yang

ditawarkan oleh penjual pelaku usaha/ merchant.

c. Penyedia Jasa Pengiriman

Penyedia jasa kiriman yang dimaksud adalah orang/ perusahaan yang

bergerak di bidang pengiriman barang, yang mengantarkan barang dari

penjual kepada pembeli. Contohnya TIKI, JNE, Kantor POS, dan lain-lain.

d. Penyedia Jasa Pembayaran

Penyedia jasa pembayaran umumnya adalah bank. Bank bertindak sebagai

pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku

usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara online, penjual dan

pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang

berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini

bank, misalnya dengan tranfer.

Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara online tersebut diatas,

masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual atau pelaku usaha atau

Page 22: Makalah eptik

18

merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena

itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk

yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual atau pelaku usaha

memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli atau konsumen atas

barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan

pembeli atau konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual

beli secara transaksi elektronik ini.

Seorang pembeli atau konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga

barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah

disepakati antara penjual dan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi

data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Disisi lain,

pembeli atau konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang

yang akan dibelinya itu. Si pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan hukum

atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.

Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara online, berfungsi

sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual

produk itu, karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli

produk dari penjual melalui internet berada dilokasi yang letaknya saling berjauhan

sehingga pembeli tersebut harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan

pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan

pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual atau sering kita kenal

dengan sebutan account to account.

Page 23: Makalah eptik

19

3.1.3. Proses Transaksi Jual Beli Online

Pada dasarnya proses transaksi jual beli online tidak jauh berbeda dengan

proses transaksi jual beli biasa didunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara

elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:

1. Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada

internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog

produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website

pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual.

Penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang

membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.

2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila

penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan

melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang

dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.

3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung,

misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan

nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara

pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Transaksi model ATM.

b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara.

c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses

pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk.

Page 24: Makalah eptik

20

4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas

barang yang ditawarkan penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak

atas penerimaan barang tersebut. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan

objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya

pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.

Proses transaksi jual beli online yang diuraikan diatas menggambarkan bahwa

ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara

penjual dengan pembeli bertemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui

media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang

berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk

saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efesiensi

waktu serta biaya bagi pihak penjual maupun pembeli.

3.2. Penipuan Jual Beli Online

3.2.1. Modus Penipuan

Ada berbagai modus penipuan yang marak terjadi dalam bisnis jual beli secara

online. Berikut modus-modus yang paling sering terjadi:

1. Penipu yang mengaku sebagai pembeli, dalam kasus ini yang menjadi korban

justru penjual.

2. Penipuan melalui facebook.

3. Penipuan melalui jasa jual beli ketiga, seperti toko bagus, kaskus jual beli, dan

lain-lain.

Page 25: Makalah eptik

21

4. Penawaran dengan harga super murah, bisanya modusnya adalah dengan

mengaku berdomisili di Batam. Karena dekat dengan Singapura, khalayak

akan percaya bahwa pelaku menjual barang dengan harga murah, karena bisa

saja barang tersebut merupakan BM (Black Market) yang tidak dikenai bea

import. Atau mengaku memiliki saudara atau keluarga yang bekerja di bea

cukai, sehingga bisa mendapatkan barang tanpa bea import.

5. Pelaku kriminal hanya mencantumkan nomor Handphone (HP) pada

penawaran di website yang dibuat, tidak disertakan prosedur pembayaran

yang jelas. Biasanya pelaku akan beraksi setelah calon pembeli menghubungi

via nomor handphone tersebut.

6. Pelaku akan memamerkan berbagai bukti pengiriman barang. Ini adalah

modus klasik para pelaku cybercrime.

7. Sistem pembayaran dengan cara transfer ke berbagai rekening bank dengan

nama yang berbeda-beda.

3.2.2. Faktor Penyebab

Ada beberapa factor yang menyebabkan maraknya penipuan jual beli online,

diantaranya:

1. Faktor Pendorong

a. Belum adanya sertifikasi menyeluruh terhadap setiap jual beli online.

b. Banyaknya kemiskinan, pengangguran, tuna wisma, yang menyebabkan

masyarakat melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk dengan

penipuan.

Page 26: Makalah eptik

22

c. Masih lemahnya keamanan dalam sistem jual beli online.

d. Budaya konsumerisme dan materialistik, keinginan untuk mendapatkan uang

dengan cara mudah.

2. Faktor Penarik

a. Efisiensi, kebutuhan kota kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.

b. Kebutuhan akan pelayanan jual beli yang mudah dan cepat.

c. Tingginya minat masyarakat dalam berbisnis online.

3.2.3. Contoh Kasus

Pada tahun 2011 Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto

alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan.

Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya

memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari

korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010. Sementara, dua pelaku utama

yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang

(DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika

Nusandra alias Dodi. Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di

toko online milik Craig dan Dodi pada Maret 2010. Setelah memesan, Craig sempat

mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian

memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp. 200 juta ke nomor rekening

toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa

dihubungi kembali. Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010

Page 27: Makalah eptik

23

setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar. (www.tribunews.com,

Jakarta)

3.2.4. Analisa Kasus

Ada beberapa hal yang dapat kami analisa dari contoh kasus diatas. Kasus

diatas merupakan kasus penipuan jual beli online lintas negara, dengan

memanfaatkan teknologi internet yang dapat di akses dari segala penjuru dunia

dengan segala kemudahannya, berbekal kemampuan bahasa asing dan internet sang

pelaku berhasil menipu warga dari negara lain.

Pelaku menggunakan teknik jebakan dalam kasus tersebut, dimana pada

awalnya pelaku berusaha meyakinkan target tipuan dengan cara mengirim sample

pesanan. Setelah target percaya dan puas atas sample yang dikirim, dan kemudian

memesan dalam jumlah banyak barulah si pelaku beraksi. Setelah uang pembayaran

ditransfer oleh target, pelaku tersebut menghilang dengan uang yang telah

diterimanya.

Sadar bahwa ia telah tertipu, sang korban kemudian melaporkan kepada pihak

berwajib, karena jumlah kerugian yang diterima oleh korban tidaklah sedikit, 200 juta

raib dengan mudahnya. Setelah menerima laporan dari korban ke KBRI di Qatar,

kepolisian melacak sindikat penipuan ini. Kemudian setelah melalui proses pelacakan

dan pencarian yang cukup lama, pada tahun 2011 anggota komplotan penipuan ini

akhirnya tertangkap di Medan.

Pada kasus tersebut korban terlalu cepat percaya kepada pelaku. Hanya karena

puas terhadap sample yang diterima ia dengan mudahnya melakukan transfer uang

Page 28: Makalah eptik

24

atas pemesanan barang dalam jumlah besar, dengan pelaku yang berasal dari negara

lain. Hal seperti ini sebetulnya dapat diantisipasi dengan melakukan pembayaran

COD (Cash on Delivery), atau paling tidak dalam melakukan jual beli online kita

harus waspada dan berhati-hati dengan mencari tau sedetail mungkin kredibilitas dan

identitas penjual, terlebih jika pemesanan dalam jumlah besar, atau mungkin akan

lebih baik lagi disertai semacam perjanjian. Jadi jika terjadi penipuan maka akan

lebih mudah melaporkan pelaku dengan identitas dan bukti yang lengkap. Hal ini

tentunya juga membantu pihak yang berwajib dalam proses penangkapan.

3.3. Hukuman Penipuan Jual Beli Online

3.3.1. Perlakuan Hukum

Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional.

Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem

Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum,

penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

3.3.2. Jerat Hukum

Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini

adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan

tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain

untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang

Page 29: Makalah eptik

25

maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara

paling lama 4 tahun."

Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan

adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).

Untuk pembuktiannya, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menggunakan

bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5

ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Bunyi Pasal 5 UU ITE:

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Page 30: Makalah eptik

26

3.4. Solusi Kasus Penipuan Jual Beli Online

Dalam mengatasi masalah penipuan jual beli online, ada beberapa hal yang

menurut kami dapat dijadikan sebagai solusi, yaitu:

1. Perlunya sebuah wadah jual beli online di Indonesia yang dapat dipercaya dan

tersertifikasi, dimana tidak sembarangan orang dapat melakukan penawaran

jual beli barang. Calon penjual harus diverifikasi dengan baik sebelum

terdaftar sebagai penjual, jalur komunikasi harus melalui sistem administratif

pihak ketiga tersebut, begitu juga pembayaran yang dilakukan pembeli, hal

tersebut untuk meminimalisasi celah penipuan.

2. Edukasi yang lebih kepada masyarakat tentang internet, dan transaksi yang

aman dalam jual beli secara online.

3. Perlunya peran pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan

kemudahan dalam jalur pelaporan penipuan jual beli online, serta menindak

tegas pelaku penipuan jual beli online. Akan lebih baik lagi jika ada polisi

online yang selalu mengawasi jalur lalu lintas transaksi online, yang akan

melakukan pemblokiran langsung terhadap situs-situs web atau wadah jual

beli online yang mencurigakan.

4. Perlu adanya delik khusus penipuan dalam undang-undang cybercrime, yang

akan lebih spesifik dalam menjerat pelaku penipuan online, dan juga

menambah ancaman hukuman atau denda untuk memberikan efek jera

terhadap pelaku, tentunya disesuaikan dengan jenis penipuannya dan besarnya

kerugian yang ditimbulkan, mengingat kasus penipuan jual beli online di

Indonesia semakin marak dan terorganisir.

Page 31: Makalah eptik

27

Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara

terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud)

dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang

ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”.

Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat

perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian”

yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU

ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan

kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada

KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP

tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi

hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus

unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut

terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Delik khusus “penipuan” dalam UU ITE, baru akan dimasukkan dalam

Rancangan Undang-Undang tentang Revisi UU ITE yang saat ini dalam tahap

pembahasan antar-kementerian.

Page 32: Makalah eptik

28

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa kami ada beberapa hal yang dapat disimpulkan,

diantaranya:

1. Jual beli online hadir di tengah kebutuhan masyarakat akan transaksi jual beli

yang mudah dan cepat, dengan memanfaatkan jaringan internet, proses jual beli

tidak harus dilakukan secara tatap muka, dan dapat dilakukan kapanpun dan

dimanapun.

2. Semakin maraknya model transaksi jual beli online dengan sistem keamanan

yang masih lemah, menimbulkan celah kejahatan, terutama tindak penipuan.

3. Penipuan jual beli online termasuk ke dalam jenis kategori cybercrime, lebih

spesifiknya kejahatan penipuan berbasis internet (cyber related fraud).

4. Hukum cyber atau cyberlaw untuk masalah penipuan jual beli online tersirat

dalam UU ITE pasal 28 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama 6

tahun atau denda paling banyak 1 milyar.

5. Kasus penipuan jual beli online merupakan jenis cybercrime yang bisa dibilang

ringan, akan tetapi cukup mengkhawatirkan karena paling sering terjadi, dan

menimbulkan banyak kerugian, terlebih tidak memerlukan keahlian yang khusus

untuk jenis kasus ini, bahkan tanpa modal sekalipun.

Page 33: Makalah eptik

29

4.2. Saran-Saran

Untuk kasus penipuan jual beli online yang telah dibahas, penulis dapat

memberikan eberapa saran, sebagai berikut:

1. Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli online,

jangan mudah percaya apalagi tergiur dengan penawaran harga murah.

2. Saling memberikan informasi kepada kerabat, saudara, ataupun masyarakat jika

menemukan situs jual beli online yang menipu, kemudian memberikan laporan

kepada pihak yang berwajib atas kasus penipuan yang dialami.

3. Untuk penjual, waspadai jika ada pembeli yang meminta barangnya cepat-cepat

dikirim, jangan mengirim barang sebelum pembayaran benar-benar sudah

diterima dengan jelas, kemudian jika menerima pembayaran COD (Cash on

Delivery) diusahakan membawa teman.

4. Untuk pembeli, pilihlah website yang jelas dan dapat dipercaya, hindari penjual

dengan website-website gratis jika tidak ada yang merekomendasikan, cermat

dalam membeli dan cek harga pasar atas barang serupa, pilihlah tipe pembayaran

COD atau rekening bersama.