makalah constructed wetland

53
WASTEWATER TREATMENT USING HORIZONTAL SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND S. Sarafraz, Thamer Ahamad Mohammad, Megat J. Megat M. Noor and A. Liaghat PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM HORIZONTAL SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND Dikaji sebagai salah satu prasyarat lulus dalam mata kuliah Seminar Kimia Oleh Choirunnisa 3325061838 Program Studi Kimia

Upload: heri-fandani

Post on 31-Dec-2014

446 views

Category:

Documents


46 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Constructed Wetland

WASTEWATER TREATMENT USING HORIZONTAL

SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND

S. Sarafraz, Thamer Ahamad Mohammad, Megat J. Megat M. Noor and A. Liaghat

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN

SISTEM HORIZONTAL SUBSURFACE FLOW

CONSTRUCTED WETLAND

Dikaji sebagai salah satu prasyarat lulus dalam mata kuliah

Seminar Kimia

Oleh

Choirunnisa

3325061838

Program Studi Kimia

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2009

Page 2: Makalah Constructed Wetland

INTISARI

Beberapa dekade lalu masyarakat mulai menyadari terjadinya kerusakan lingkungan serta pengaruhnya bagi kehidupan hayati. Constructed Wetland dapat digunakan untuk mengolah limbah air secara biologis. Permasalahan: Air yang mulai langka menjadi sebuah masalah global, dan Iran merupakan salah satu negara yang menghadapai masalah kekurangan air. Terjadinya polusi pada sumber air membatasi persediaan air untuk berbagai keperluan. Maka dari itu, diperlukannya suatu proses pengolahan air limbah sebelum dibuang ke perairan. Penggunaan Constructed Wetland merupakan sebuah teknik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas air serta mengurangi polutan dalam air. Pendekatan: Pada penelitian ini, empat Horizontal Subsurface Flow Wetlands (HSSF) dibangun di Pusat Penelitian Universitas Tehran, Karaj, Iran. Penelitian dilakukan dari mulai April hingga September, 2007. Kerikil dan zeolit digunakan sebagai substrat. Kerikil dengan dan tanpa tanaman (dinamakan GP dan G), dan kerikil dicampur dengan 10% zeolit dengan dan tanpa tanaman (dinamakan ZP dan Z) digunakan untuk uji kelayakan pada air limbah sintetis yang sudah dibuat dengan mencampurkan berbagai bahan kimia hingga menyerupai air limbah pada pertanian. Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem ini dapat diterima sebagai sistem yang dapat menghilangkan polutan secara efisien, dan kedua tanaman yang digunakan cukup efektif sebagai media bakteri yang digunakan selama pengujian. Sistem Constructed Wetland mampu menghilangkan jumlah NO3-N (79%) pada ZP, (86%) pada Z, (82%) pada GP, dan (87.94%) pada G. Sedangkan untuk kadar P, efisiensi penghilangan kadarnya mencapai 93, 89, 81, dan 76% untuk ZP, GP, Z, dan G. Konsentrasi outflow untuk Pb dan Cd diperoleh berada dibawah batas deteksi; dan untuk penghilangan kadar Zn, mencapai efisiensi hingga 99.9, 99.76, 99.71, dan 99.52% untuk ZP, Z, GP, dan G secara berturut-turut. Kesimpulan/ Rekomendasi: Dapat disimpulkan bahwa sistem Constructed Wetland efisien untuk menghilangkan kadar Zn, Pb, dan Cd pada air limbah pertanian. Jenis tanaman yang digunakan adalah Pragmites australis dan Juncus inflexus yang cukup berkontribusi dalam pengolahan limbah air, sedangkan Zeolite dan kerikil merupakan media untuk pertumbuhan tanaman yang sesuai, yang dapat memisahkan antara kerikil sebagai substrat serta pasir secara konvensional. Maka dari itu, sistem Constructed Wetland ini perlu direkomendasikan untuk pengolahan limbah air sebelum pembuangan.

Page 3: Makalah Constructed Wetland

PENDAHULUAN

Berbagai negara di dunia, sejak belakangan ini mengalami

permasalahan karena cadangan air yang tersedia tidak mencukupi.

Negara Iran pun diramalkan akan mengalami kelangkaan air pada tahun

2025, hal ini berdasarkan pada persediaan air yang kurang dari 1000 m3

untuk air daur ulang bagi tiap orang per tahun. Selain itu, air tawar pun

mulai mengalami kelangkaan secara alami serta kualitasnya makin hari

makin memburuk. Masalah ini disebabkan oleh sumber air yang sudah

tercemar oleh limbah industri, pertanian, dan perumahan. Limbah

pertanian dan perumahan mengandung nutrien yang tinggi, yang

merupakan bahan polutan dan dapat mencemari air permukaan tanah

serta sistem air bawah tanah.

Pengolahan air limbah dengan menggunakan Constructed Wetland

(CW) merupakan salah satu sistem pengolahan limbah yang digunakan di

banyak negara. Sistem ini cukup potensial untuk digunakan sebagai solusi

dalam menekan tingkat limbah yang meluas serta untuk mendapatkan

akses air minum yang lebih aman. CW merupakan sistem pengolahan

limbah yang sudah didesain dengan proses yang alami dan menggunakan

substrat wetland, tanaman, serta memanfaatkan mikroba untuk membantu

proses pengolahan air limbah. Sistem ini hampir serupa dengan proses

yang terjadi di wetland secara alami, sehingga memberikan banyak

manfaat dan lingkungan pun menjadi lebih terkontrol. Nitrogen (N) dan

Fosfor (P) merupakan nutrient penting yang akan dihilangkan dalam

sistem CW ini.

Mekanisme pemurnian air limbah dari N adalah dengan

menggunakan tanaman dan mikroorganisme, amonifikasi, penguapan

amoniak, serta pertukaran kation dari ammonium. Sedangkan mekanisme

pemurnian air limbah dari P adalah dengan menggunakan proses

adsorpsi kimia dan proses pemisahan zat padat dari zat cair pada

Page 4: Makalah Constructed Wetland

substrat, serta menggunakan proses transformasi biologi, dan tanaman

yang digunakan adalah dalam presentase yang lebih rendah. Gambar 1 di

bawah ini menunjukkan sistem Constructed Wetland dalam 3 dimensi.

Gambar 1. Sel wetland tampak 3 dimensi

Limbah Industri di negara-negara berkembang menunjukkan jumlah

dan jenis polutannya semakin meningkat, terutama ion logam berat dan

menyebabkan emisi polutan tersebut ke biosfer. Kontaminasi jenis ion

logam berat di dalam air merupakan masalah lingkungan yang serius,

karena akan membahayakan ekosistem air serta kesehatan manusia. Ion

logam berat tidak dapat mengalami degradasi melalui proses biologi.

Beberapa ion logam berat yang terkandung dalam air limbah antara lain

Ni, Mn, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Fe, Hg, dan unsur berbahaya lainnya seperti

As, B, Na. Beberapa diantaranya dapat dihilangkan dengan sistem CW.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan efisiensi dari

sistem Horizontal Subsurface Flow Cunstructed Wetland (HSSF) dalam

pengolahan air limbah dengan iklim Negara Iran, serta untuk menentukan

pengaruh dari kerikil dan zeolit sebagai media dalam CW.

Page 5: Makalah Constructed Wetland

PEMBAHASAN

I. Kajian Teori

A. Air Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses

produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih

dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan

tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki

nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari

Senyawa organik dan Senyawa anorganik, dengan konsentrasi dan

kuantitas tertentu. Kehadiran limbah dapat berdampak negatif

terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga

perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya

keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan

karakteristik limbah.

Karakteristik limbah adalah :

1. Berukuran mikro

2. Dinamis

3. Berdampak luas (penyebarannya)

4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. Volume limbah

2. Kandungan bahan pencemar

3. Frekuensi pembuangan limbah

Air limbah terbentuk karena adanya pencemaran air.

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat

penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat

aktivitas manusia. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal

dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Page 6: Makalah Constructed Wetland

Meningkatnya kandungan nutrient dapat mengarah pada

eutrofikasi. Senyawa organik yang banyak terdapat pada air selokan

(sewage) dapat merusak ekosistem, karena mempunyai nilai BOD

yang tinggi dan nilai DO yang kecil, karena bakteri memerlukan

oksigen untuk menguraikan zat organik, sehingga kandungan oksigen

terlarut dalam air semakin kecil. Keadaan ini berdampak buruk pada

ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air

limbahnya seperti ion logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan

padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang

dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi

oksigen dalam air.

Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual

maupun pengujian pada parameter berikut:

1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen)

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki

pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang

belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan

mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan

organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya

dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah

dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.

2. Perubahan warna, bau dan rasa

Air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak

bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal

tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar.

Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa

air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal dari limbah industri

atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam

air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap

dan berbau sehingga mengubah rasa.

Page 7: Makalah Constructed Wetland

3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut

Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah

industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk

padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap didasar sungai,

dan yang larut sebagian akan menjadi koloid, dan akan

menghalangi degradasi melalui reaksi biokimia. Banyaknya bahan-

bahan organik dalam air diukur menjadi uji COD. Nilai BOD dan

COD merupakan indikator adanya suatu polutan yang terkandung

dalam air limbah.

B. Polutan

Sesuatu benda dapat dikatakan polutan bila kadarnya melebihi

batas normal dan berada pada tempat dan waktu yang tidak tepat.

Polutan dapat berupa debu, bahan kimia, suara, panas, radiasi,

makhluk hidup, zat-zat yang dihasilkan makhluk hidup dan sebagainya.

Adanya polutan dalam jumlah yang berlebihan menyebabkan

lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri (regenerasi).

Oleh karena itu, polusi terhadap lingkungan perlu dideteksi secara dini

dan ditangani segera dan terpadu.

Beberapa contoh polutan adalah sebagai berikut:

a. Fosfat

Fosfat berasal dari penggunaan pupuk buatan yang berlebihan

dan deterjen.

b. Nitrat dan Nitrit

Kedua senyawa ini berasal dari penggunaan pupuk buatan yang

berlebihan dan proses pembusukan materi organic.

Poliklorin Bifenil (PCB)

Senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan-bahan pelumas,

plastik dan alat listrik.

c. Residu Pestisida Organiklorin

Page 8: Makalah Constructed Wetland

Residu ini berasal dari penyemprotan pestisida pada tanaman

untuk membunuh serangga.

d. Minyak dan Hidrokarbon

Minyak dan hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran pada

roda dan kapal pengangkut minyak.

e. Radio Nuklida

Radio nuklida atau unsur radioaktif berasal dari kebocoran

tangki penyimpanan limbah radioaktif.

f. Logam-logam Berat

Logam berat berasal dari industri bahan kimia, penambangan

dan bensin.

g. Limbah Pertanian

Limbah pertanian berasal dari kotoran hewan dan tempat

penyimpanan makanan ternak.

h. Kotoran manusia

Kotoran manusia berasal dari saluran pembuangan tinja

manusia.

Ada beberapa tipe polutan yang dapat masuk perairan yaitu:

bahan-bahan yang mengandung bibit penyakit, bahan-bahan yang

banyak membutuhkan oksigen untuk pengurainya, bahan-bahan kimia

organik dari industri atau limbah pupuk pertanian, bahan-bahan yang

tidak sedimen (endapan), dan bahan-bahan yang mengandung

radioaktif dan panas. Penggunaan insektisida seperti DDT (Dichloro

Diphenil Trichonethan) oleh para petani, untuk memberantas hama

tanaman dan serangga penyebar penyakit lain secara berlebihan

dapat mengakibatkan pencemaran air. Terjadinya pembusukan yang

berlebihan diperairan dapat pula menyebabkan pencemaran.

Pembuangan sampah dapat mengakibatkan kadar O2 terlarut dalam

air semakin berkurang karena sebagian besar dipergunakan oleh

bakteri pembusuk.

Page 9: Makalah Constructed Wetland

C. Sistem Constructed Wetland

Menurut Hammer (1991), Sistem Constructed Wetland adalah

sistem yang terdiri dari tiga faktor utama:

1. Area yang tergenangi air dan mendukung hidup tanaman air

sejenis hydrophita.

2. Media tempat tumbuh tanaman berupa tanah yang selalu

digenangi air (basah).

3. Media tempat tumbuh tanaman bias juga bukan tanah, tetapi

media yang jenuh dengan air.

Definisi lain dari Sistem Constructed wetland sangat beragam

diantaranya Sistem Constructed wetland adalah suatu lahan yang

jenuh air dengan kedalaman air yang kurang dari 0,6 m yang

mendukung pertumbuhan tanaman air emergent misalnya Cattail,

bulrush, umbrella plant dan canna (Metcalf and Eddy, 1991).

Pengertian lainnya Sistem Constructed wetland merupakan suatu

rawa buatan yang di buat untuk mengolah air limbah domestik, untuk

aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau sebagai tempat

hidup habitat liar lainnya, selain itu constructed wetland dapat juga

digunakan untuk reklamasi lahan penambangan atau gangguan

lingkungan lainnya. Sistem Constructed Wetland dapat berupa

biofilter yang dapat meremoval sediment dan polutan seperti logam

berat (Wikipedia, 2007).

Sistem Constructed Wetland ini dapat dibedakan atas:

- Natural Wetland

Pengolahan dalam area yang sudah ada secara alami, contohnya

daerah rawa-rawa dekat pesisir pantai. Kehidupan biota dalam

natural wetland sangat beraneka ragam. Debit limbah tidak

direncanakan, dan tanaman dapat tumbuh tanpa perlu dirawat.

- Constructed Wetland

Pengolahan yang strukturnya direncanakan, yaitu:

Page 10: Makalah Constructed Wetland

a. Debit yang mengalir tertentu

b. Beban organik tertentu

c. Kedalaman media tanah maupun air < 0.6 m.

d. Tanaman perlu dipelihara selama proses pengolahan.

Sistem constructed wetland lebih dianjurkan karena:

a. Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian

limbah industri termasuk ion logam berat.

b. Tidak berbau, karena sistem pengolahan di dalam tanah dan

tidak ada genangan air di permukaan.

c. Efisiensi pengolahan tinggi > 80%.

d. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah.

e. Tidak membutuhkan keterampilan yang tinggi.

(Tangahu, Bieby Voijant dan Warmadewanthi, I.D.A.A, 2001)

Berdasarkan arah aliran airnya, constructed wetland dibagi

menjadi dua jenis, yaitu: Horizontal Flow Wetlands dan Vertical Flow

Wetlands.

Gambar 2. Horizontal-Flow Wetlands

Page 11: Makalah Constructed Wetland

Gambar 3. Vertical-Flow Wetlands

(Sumber: www.fujitaresearch.com/reports/wetlands.html)

Horizontal-flow wetlands terdiri atas dua variasi, yaitu: free-

water surface-flow (FWF) dan sub-surface water-flow (SSF). Sistem ini

bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam

banyak konfigurasi dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter

persegi sampai sistem dengan luas beratus hektar yg terintegrasi

dengan pertanian air atau tambak (USAID, 2006).

1. Free Water Surface Sistem (FWS)

FWS disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan

tanah. Sistem ini berupa kolam atau saluran-saluran yang dilapisi

dengan lapisan impermeable di bawah saluran atau kolam yang

berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau

saluran.

FWS tersebut berisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang

hidup pada air tergenang (emerge plant) dengan kedalaman 0,1-0,6 m

(Metcalf & Eddy, 1993). Pada sistem ini limbah cair melewati

permukaan tanah. Pengolahan limbah terjadi ketika air limbah

Page 12: Makalah Constructed Wetland

melewati akar tanaman, kemudian air limbah akan diserap oleh akar

tanaman dengan bantuan bakteri (Crites and Tchobanoglous, 1998

dalam Wijayanti, 2004).

Untuk sistem FWS dapat dilihat pada Gambar:

Gambar 4. Free Water Surface Sistem (FWS)

(Sumber: http://www.natsys-inc.com/resources/about-constructed-wetlands/)

2. Subsurface Flow Sistem (SSF)

SSF disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah

permukaan tanah. Air limbah mengalir melalui tanaman yang ditanam

pada media yang berpori (Novotny dan Olem, 1994). Sistem ini

menggunakan media seperti pasir dan kerikil dengan diameter

bervariasi antara 3-32 mm. Untuk zona inlet dan outlet biasanya

digunakan diameter kerikil yang lebih besar untuk mencegah terjadinya

penyumbatan (USAID, 2006).

Proses pengolahan yang terjadi pada sistem ini adalah filtrasi,

absorbsi oleh mikroorganisme, dan absorbsi oleh akar-akar tanaman

Page 13: Makalah Constructed Wetland

terhadap tanah dan bahan organik (Novotny dan Olem, 1994). Pada

sistem SFS diperlukan slope untuk pengaliran air limbah dari inlet ke

outlet. Tipe pengaliran air limbah pada umumnya secara horizontal,

karena jenis ini memiliki efisiensi pengolahan terhadap suspended

solid dan bakteri lebih tinggi dibandingkan tipe yang lain. Hal ini

disebabkan karena daya filtrasinya lebih baik. Penurunan BOD nya

juga lebih baik karena kapasitas transfer oksigen lebih besar

(Khiattudin, 2003).

Menurut USAID (2006), SSF adalah sistem yang lebih disukai

untuk sistem setempat, karena sistim FWS berpotensi menjadi tempat

bagi nyamuk untuk berkembangbiak, tetapi karena sistem SSF ditutup

dengan pasir atau tanah, sehingga tidak ada resiko langsung terhadap

potensi timbulnya nyamuk.

Untuk Sub surface Flow Sistem dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 5. Subsurface Flow Sistem (SSF)

(Sumber: http://www.natsys-inc.com/resources/about-constructed-wetlands/)

Page 14: Makalah Constructed Wetland

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian Constructed Wetland

(Sumber: http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71)

Media tempat tumbuh yang digunakan dalam sistem

constructed wetland jenis Horizontal Subsurface Flow (HSSF)

beragam, dapat berupa tanah yang selalu digenangi air (basah),

maupun media bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.

D. Media dalam Sistem Costructed Wetland HSSF

Media yang digunakan dalam penelitian ini merupakan media

berbahan anorganik dan organik. Bahan anorganik adalah bahan

dengan kandungan unsur mineral tinggi yang berasal dari proses

pelapukan batuan induk di dalam bumi. Berdasarkan bentuk dan

ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan induk dapat

digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan

Page 15: Makalah Constructed Wetland

(berukuran lebih dari 2 mm), pasir (berukuran 50 /-1- 2 mm), debu

(berukuran 2-50 µm), dan tanah liat (berukuran kurang dari 2 µm).

Selain itu, bahan anorganik juga bisa berasal dari bahan-bahan sintetis

atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang

sering dijadikan sebagai media tanam yaitu gel, pasir, kerikil, zeolit,

pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit, dan perlit. 

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik

umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian

dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu.

Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul

dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan

organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman.

Selain itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang

hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik

serta memiliki daya serap air yang tinggi.

Tabel 2. Perbandingan Jenis Media dalam Constructed Wetland

Page 16: Makalah Constructed Wetland

Media yang baik pada costructed wetland HSSF harus mampu

menampung air dan mampu membuang/mengalirkan kelebihan air.

Pada penelitian ini, media yang digunakan adalah kerikil, zeolit, dan

sejenis tanaman air.

1. Kerikil

Batuan umumnya digunakan untuk melapisi permukaan media

tanaman bersih. Pada dasarnya, penggunaaan kerikil sebagai media

tanam tidak jauh berbeda dengan pasir. Hanya saja, kerikil memiliki

pori-pori makro lebih banyak daripada pasir. Kerikil sering digunakan

sebagai media untuk budi daya tanaman secara hidroponik.

Penggunaan media ini akan membantu peredaran larutan unsur hara

dan udara serta pada prinsipnya tidak menekan pertumbuhan akar.

Namun, kerikil memiliki kemampuan mengikat air yang relatif rendah

sehingga mudah basah dan cepat kering jika penyiraman tidak

dilakukan secara rutin.

2. Zeolit

Pada dasarnya, zeolit merupakan jenis batuan seperti kerikil.

Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan

kation natrium, kalium dan barium. Secara umum, zeolit memiliki

melekular sruktur yang unik, dimana atom silikon dikelilingi oleh 4 atom

oksigen sehingga membentuk semacam jaringan dengan pola yang

teratur.

Atom Silicon dapat digantikan dengan atom Aluminium, yang

hanya terkoordinasi dengan 3 atom Oksigen. Atom Aluminium ini

hanya memiliki muatan 3+, sedangkan Silicon sendiri memiliki muatan

4+. Keberadaan atom Aluminium ini secara keseluruhan akan

menyebababkan zeolit memiliki muatan negatif. Muatan negatif inilah

yang menebabkan zeolit mampu mengikat kation. Zeolit juga sering

Page 17: Makalah Constructed Wetland

disebut sebagai 'molecular sieve' / 'molecular mesh' (saringan

molekuler) karena zeolit memiliki pori-pori berukuran melekuler

sehingga mampu memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran

tertentu. Zeolit mempunyai beberapa sifat antara lain: dehidrasi,

adsorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion.

Gambar 6. Struktur Zeolit

(Sumber:http://www.stcloudmining.com/images/what-is-zeolite/

zeolite_structure.jpg)

Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H20)

apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan

menyusut. Tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan

secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang

spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel. Sifat zeolit sebagai

adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit

yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar

molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran

rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan

adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang

tinggi.

Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan

tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat

aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe

Page 18: Makalah Constructed Wetland

Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini

tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat

aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-

molekul basa secara kimiawi. Sedangkan sifat zeolit sebagai penukar

ion karena adanya kation logam alkali dan alkali tanah. Kation tersebut

dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat dipertukarkan

dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur

zeolit berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama

dengan rongga dapat masuk dan terjebak.

3. Tanaman Air

Tanaman air yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Phragmites australis dan Juncus inflexus.

Phragmites australis

Gambar 7. Phragmites australis

(Sumber:http://en.wikipedia.org/wiki/Phragmites)

Page 19: Makalah Constructed Wetland

Taksonomi

Phragmites

australis, atau common reed,

adalah suatu rumput besar yang ditemukan di dalam tanah basah

sepanjang iklim sedang dan di daerah-daerah beriklim tropis.

Tanaman ini kadang dikenal sebagai jenis tapak kaki dari jenis

Phragmites, dan beberapa ahli tumbuhan membagi Phragmites

australis ke dalam tiga atau empat jenis, dan khusus di daerah selatan

jenis Khagra Asia Reed (P. karka) sering diperlakukan berbeda.

Pragmites australis dapat tumbuh dan berkembang di dalam

tanah lembab, air menggenang (dengan kedalaman tertentu), atau

bahkan di rawa-rawa. Batang tumbuhan ini dapat tumbuh tegak hingga

2-6 meter. Daunnya mirip dengan rumput, dengan panjang 20-50

sentimeter dan lebar 2-3 sentimeter. Bunganya yang berwarna ungu

tua dihasilkan pada akhir musim panas dengan panjang sekitar 20-50

sentimeter. Tumbuhan ini memerlukan kondisi air yang bersifat alkali

atau netral, dengan demikian tidak bisa tumbuh dalam air yang bersifat

asam atau air payau. Dengan demikian sering ditemukan di pinggiran

Kingdom: Plantae

Class: Angiosperms

Order: Poales

Family: Poaceae

Subfamily: Arundinoideae

Tribe: Arundineae [1]

Genus: Phragmites

Species: P. australis

Page 20: Makalah Constructed Wetland

muara-muara dan di tanah basah (seperti rawa-rawa) atau di dekat

laut.

Pragmites australis merupakan jenis tumbuhan tumbuhan tanah

basah yang dapat digunakan untuk pengolahan air, karena dapat

menurunkan COD {Chemical Oxygen Demand) dan TSS {Total

Suspended Solid) yang terdapat dalam air limbah (Tangahu, Bieby

Voijant dan Warmadewanthi, I.D.A.A, 2001).

Juncus inflexus

Gambar 8. Juncus inflexus

Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Class : Liliopsida

Subclass : Commelinidae

Order : Juncales

Family : Juncaceae

Genus : Juncus L

Species : Juncus inflexus L .

Page 21: Makalah Constructed Wetland

Juncus inflexus tumbuh di tempat yang sangat basah dan

lembab seperti rawa-rawa atau hutan. Tumbuhan ini tumbuh subur

pada Bulan Juni sampai September. Bunga tumbuhan ini bersifat

hermaprodit (mempunyai dua organ jantan dan betina) dan

diserbukkan oleh angin. Tumbuhan ini menyukai tanah medium

(seperti tanah liat) dan tanah berat (tanah liat), juga dapat tumbuh di

tanah yang bersifat asam dan netral (alkali). Juncus inflexus dapat

tumbuh di daerah semi-dingin dan di daerah panas, dan dapat

berkembang di dalam air.

II. Metodologi Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Universitas Tehran,

Karaj, Iran. Dilaksanakan pada Bulan April-September 2007.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan membandingkan

empat perlakuan. Perlakuan pertama adalah pada sistem constructed

wetland HSSF berisi media lapisan kerikil dengan 10% zeolit dan

tanaman (ZP), perlakuan kedua berisi media lapisan kerikil dengan

10% zeolit tanpa tanaman (Z), perlakuan ketiga berisi media lapisan

kerikil dengan tanaman (GP), dan lapisan keempat berisi media

lapisan kerikil tanpa tanaman (G).

Penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahapan:

1. Pembuatan sel constructed wetland HSSF

2. Pembuatan air limbah sintesis

3. Tahap seeding

4. Tahap pengolahan limbah

5. Analisis air

C. Instrumen Penelitian

Page 22: Makalah Constructed Wetland

1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah

polietilen, pipa PVC, slang, geotekstil, pengaduk valve, dan tabung.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerikil

berukuran 10-15 mm, kerikil halus, zeolit, campuran dua jenis tanaman

(Phragmites australis dan Juncus inflexus) dengan perbandingan

sama dan densitas/kerapatan 30 m2, urea (NH2)2CO, ammonia fosfat

(NH4)3PO4, 80-100 mg L-1 NO3, 10 mg L-1 P, 1 mg L-1 Cd, 2 mg L-1 Pb, 3

mg L-1 Zn, dan air ledeng.

2. Prosedur Penelitian

a. Pembuatan sel constructed wetland HSSF

Pada penelitian ini, 4 sistem Constructed Wetland HSSF dibuat

dari bahan polietilen, dengan masing-masing luas permukaannya 0.65

m2 (1.3 x 0.5 m) dan kedalaman 0.4 m. Sel diletakkan pada slope 1%

untuk mengatur gradient aliran air. Zona inlet (tempat masuknya air)

terdiri atas 4 titik inlet (satu titik inlet untuk masing-masing sel), yang

sudah disambungkan dengan kontainer tangki penyimpanan air.

Struktur kontrol didesain agar air yang masuk ke zona inlet dengan

kecepatan konstan supaya dapat mengatur level air dalam sistem, dan

untuk mencegah terjadinya aliran air yang tidak tidak teratur dari tangki

akibat fluktuasi air di dalam tangki.

Sedangkan zona outlet (tempat keluarnya air) dibuat dari pipa

PVC dengan lubang-lubang kecil di bagian bawah masing-masing sel.

Ujung pipa tersebut disambungkan dengan slang yang fleksibel yang

berfungsi untuk mengatur level air di dalam bed. Kemudian

memasukkan dua buah tabung dengan lubang-lubang kecil yang

dilapisi/ditutupi dengan geotekstil ke dalam bagian tengah sel, dengan

jarak 40 cm dari zona inlet dan zona outlet untuk sampling.

Kemudian kerikil berukuran 10-15 mm dimasukkan ke dalam

zona inlet dan zona outlet pada masing-masing keempat sel, agar

Page 23: Makalah Constructed Wetland

dihasilkan distribusi aliran air yang merata. Setelah itu pada 2 sel

pertama diisi dengan kerikil halus, dan 2 sel lainnya diisi dengan

campuran kerikil halus dan zeolit (perbandingan 10:1).

Dua jenis tanaman (Pragmites australis dan Juncus inflexus)

dengan perbandingan (tinggi, jumlah daun, dll) sama dan

densitas/kerapatan 30 m2 dimasukkan ke dalam 2 sel, sel pertama

yang mengandung zeolit dan sel lainnya yang hanya terkandung

kerikil. Untuk deskripsi lebih jelas tentang pembuatan sel Constructed

Wetland, dapat dilihat pada Gambar 1.

Sehingga dapat disimpulkan, terdapat 4 treatment yang

dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Lapisan kerikil dengan 10% zeolit dan tanaman (ZP)

2. Lapisan kerikil dengan 10% zeolit tanpa tanaman (Z)

3. Lapisan kerikil dengan tanaman (GP)

4. Lapisan kerikil tanpa tanaman (G)

b. Pembuatan air limbah sintesis

Skema pembuatan air limbah sintetis ditunjukkan pada Gambar

12 di bawah ini:

Gambar 9. Skema Pembuatan Air Limbah Sintesis

c. Tahap seeding

Proses seeding dilakukan secara alami, yaitu dengan cara

mengalirkan limbah cair sintetis campuran urea dan ammonia fosfat

secara kontinu ke dalam sel constructed wetland HSSF, dengan tujuan

Larutkan dalam 1000L air ledeng

Diamkan 20 jam secara konstan

80-100 mg L-1 NO3 + 10 mg L-1 P + 1 mg L-1 Cd + 2 mg L-

1 Pb + 3 mg L-1 Zn

Aduk dengan

pengaduk valve

Page 24: Makalah Constructed Wetland

untuk mengembangbiakkan bakteri hingga tercapai kondisi tunak.

Kondisi tunak merupakan kondisi dimana terbentuknya lapisan biofilm

yang melekat pada media. Proses seeding dilakukan selama dua

bulan, dengan waktu tinggal hidrolik (WTH) 1.2 hari dan kecepatan alir

air limbahnya 0.078 m3/hari. Nilai keduanya diperoleh dengan

menggunakan rumus:

dan

Dimana,

A = Area (m2)

Q = Kecepatan alir air limbah (m3/hari)

Co = Influen NO3 (mg L-1)

Ce = Efluen NO3 (mg L-1)

Kt = Kecepatan konstan terhadap suhu

d = Tebal lapisan kerikil (m)

n = Rembesan (%)

WTH = Waktu tinggal hidrolik (hari)

d. Tahap pengolahan limbah

Setelah tercapai kondisi tunak, artinya keadaan dimana sel

sudah siap untuk mengolah limbah, maka limbah cair sintetis yang

mengandung berbagai polutan dialirkan secara konstan selama tiga

bulan dengan kecepatan alir dan waktu tinggal hidrolik yang sama

ketika tahap seeding.

e. Analisis air

Page 25: Makalah Constructed Wetland

Dalam periode waktu pengolahan limbah selama tiga bulan,

dilakukan analisis air limbah setiap 2 minggu. Sampel air diambil dari

inflow, outflow, dan pipa sampling untuk mengukur konsentrasi P, NO3-

N, Zn, Pb, dan Cd. Metode analisis menggunakan metode Standar

Pengujian Air dan Air Limbah dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat

Amerika.

Adapun secara keseluruhan tahapan penelitian ini dijelaskan

dalam bagan alir berikut ini:

Gambar 10. Bagan Alir Percobaan

Mengalirkan air limbah buatan campuran air dengan Urea

(NH2)2CO dan Ammonia Fosfat (NH4)3PO4 (Tahap Seeding)

2 bulan

Sel CW HSSF

Mengalirkan air limbah sintesis campuran 80-100 mg L-1 NO3 + 10 mg L-1 P + 1 mg L-1 Cd + 2 mg L-1 Pb + 3 mg L-1 Zn dalam 1000 L air (Tahap Pengolahan Limbah)

Terbentuk lapisan lendir (Biofilm)

(Reaktor dalam kondisi tunak)

Analisa air pada inflow, outflow, dan pipa sampling (2 minggu sekali)

WTH = 1.2 hari, Q = 0.078 m3/hari

3 bulan WTH= 1.2 hari, Q = 0.078 m3/hari

Page 26: Makalah Constructed Wetland

D. Analisa Data

  Variabel   NO3-N P Zn

Konsentrasi Influen (mg/L)

IMean±SD 79.3±32.4 10.5±1.04 806±2.7

Range 110-20 12.0-9.0 12.0±5.0

Konsentrasi Efluen (mg/L)

ZP

Mean±SD 17.71±9.34a 0.76±0.58c 0.011±0Range 30-2 1.7-0 0.047-0

Removal (%)

79.19 93.12 99.9

ZP

Mean±SD 9.3±4.8a 1.95±0.7ab 0.019±0.018aRange 19.5-4.5 3-0.83 0.055-0

Removal (%)

86.58 81.76 99.76

GP

Mean±SD 15.14±8.27a 1.14±0.63bc 0.022±0.019aRange 28-1 2-0.33 0.057-0

Removal (%)

82.39 89.47 99.71

G

Mean±SD 11.0±2.6a 2.5±1.1ab 0.037±0.019aRange 13-6 4.2-1.33 0.062-0

Removal (%)

87.94 76.65 99.52

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan efisiensi dari sistem

Horizontal Subsurface Flow Cunstructed Wetland (HSSF) dalam

pengolahan air limbah dengan iklim Negara Iran, serta untuk

menentukan pengaruh dari kerikil dan zeolit sebagai media dalam CW.

Data-data yang diperoleh dari seluruh tahapan kerja yang dilakukan

dalam percobaan ini dianalisis dengan menggunakan uji Ducan’s

Multiple Range test untuk mengetahui perbedaan yang signifikan di

antara keempat treatment.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Perbandingan Kandungan Polutan pada Influen dan Efluen

Konsentrasi influen dan efluen serta uji statistik penurunan

konsentrasi P, NO3-N dan Zn ditampilkan pada tabel 3.

Page 27: Makalah Constructed Wetland

Tabel 3. Total Konsentrasi pada Influen dan Efluen dari Keempat Sistem CW terhadap Standar Deviasi (SD), Range, dan Efisiensi Penghilangan Polutan.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa diantara keempat sel

tersebut, rata-rata nilai konsentrasi outflow tidak berbeda secara

statistik, akan tetapi terjadi penurunan konsentrasi yang signifikan

secara statistik pada keempat treatment.

Hubungan antara konsentrasi influen dan efluen dari NO3-N

selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa sel dengan dan tanpa tumbuhan menunjukkan

penurunan konsentrasi NO3-N yang signifikan. Meskipun demikian,

terlihat jelas bahwa sel dengan tumbuhan (ZP dan GP) memiliki

efisiensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan efisiensi sel

tanpa tumbuhan (Z dan G).

Gambar 11. Perbandingan Konsentrasi NO3-N pada Influen dan Efluen

Page 28: Makalah Constructed Wetland

Hasil penelitian untuk tingkat konsentrasi influen dan efluen P

dapat dilihat pada Gambar 12. Konsentrasi efluen P memiliki

penurunan yang signifikan, jika dibandingkan dengan tingkat

konsentrasi influen. Sel dengan tumbuhan menunjukkan efisiensi yang

jauh lebih baik (hampir 12%), dapat dilihat pada gambar ini.

Konsentrasi P pada efluen sangat rendah dengan rata-rata 1.5 mg L-1.

Selain itu fosfor memiliki perilaku yang umum selama penelitian, hal ini

terlihat pada harga efisiensinya dengan standar deviasi yang rendah

secara relatif (Tabel 3).

Gambar 12. Perbandingan Konsentrasi P pada Influen dan Efluen

Hasil penelitian untuk tingkat konsentrasi inflow dan outflow dari

ion Zn dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 29: Makalah Constructed Wetland

Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Zn pada Influen dan Efluen

2. Efisiensi Penghilangan Polutan

Pada pengurangan konsentrasi nitrat, untuk sel lapisan kerikil

tanpa tanaman (G) memiliki efisiensi pengurangan konsentrasi nitrat

86%. Hasil ini hampir sama pada sel lapisan kerikil dengan 10% zeolit

tanpa tanaman (Z) dengan efisiensi 88.5%, sedangkan pada sel

lapisan kerikil dengan 10% zeolit dan tanaman (ZP) mencapai efisiensi

81%, dan sel lapisan kerikil dengan tanaman (GP) memilki efisiensi

77.6% (Gambar 14).

Page 30: Makalah Constructed Wetland

Gambar 14. Grafik Efisiensi Penghilangan NO3-N

Pada pengurangan konsentrasi fosfor, sistem sel tumbuhan

dengan kerikil dan 10% zeolit sebagai substrat (ZP) memiliki efisiensi

pengurangan konsentrasi fosfor 92.7%. Untuk sistem sel tanpa

tumbuhan dengan substrat kerikil dan 10% zeolit (Z) memiliki efisiensi

81.4%. Sedangkan untuk dua sistem lain dengan media kerikil (GP

dan G) memiliki efisiensi 89% dan 76%. Efisiensi penurunan

konsentrasi fosfor pada masing-masing sampling selama penelitian

ditunjukkan pada Gambar 15.

Page 31: Makalah Constructed Wetland

Gambar 15. Grafik Efisiensi Penghilangan P

Pada pengurangan konsentrasi Zn, sel tumbuhan dengan zeolit

dan kerikil sebagai substrat (ZP) memiliki efisiensi penurunan Zn

tertinggi yaitu 99.89%. Sedangkan sel tanpa tumbuhan dengan

substrat sama (Z) memiliki tingkat efisiensi kedua yaitu 99.76%. Dua

sel lain (GP dan G) memiliki efisiensi 99.70% dan 99.52% (Gambar

16).

Gambar 16. Grafik Efisiensi Penghilangan Zn

Sedangkan untuk kecepatan penurunan konsentrasi ion logam

berat mencapai hampir 100%. Konsentrasi Cd dan Pb pada efluen

lebih rendah daripada limit deteksi, dan hal tersebut menunjukkan

bahwa sistem ini sangat efisien untuk menghilangkan logam berat

pada air limbah.

Tabel 4 menunjukkan variasi konsentrasi polutan pada keempat

sistem selama periode pengamatan. Konsentrasi bebagian besar

Page 32: Makalah Constructed Wetland

polutan menurun pada sepertiga (1/3) panjang constructed wetland.

Pada keempat sel, lebih dari 82% penurunan konsentrasi NO3-N terjadi

pada bagian pertama dan ketiga. Sedangkan pada bagian kedua,

konsentrasi NO3-N dibawah 20 mg L-1 diantara inlet A pada keempat

sel mengalami penurunan 0.3% dan 0.06%, dan terlihat bahwa

penurunan NO3-N memiliki fungsi regular hanya pada sel G yang

menunjukkan penurunan yang perlahan. Sedangkan sel lainnya tidak

menunjukkan penurunan konsentrasi NO3-N yang perlahan pada

sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh kesalahan pada saat

eksperimen. Selain itu, karakteristik nitrat sulit untuk dijelaskan karena

N memiliki fungsi yang berbeda, terutama karena adanya tanaman.

Sehingga tidak memungkinkan untuk menjelaskan fungsi khusus untuk

sel ZP dan GP. Penurunan konsentrasi P yang mencapai 74% terjadi

pada sepertiga bagian pertama untuk semua sel. Rata-rata penurunan

6% dan 4% diamati pada dua sistem lainnya. Penurunan konsentrasi

yang perlahan terjadi pada semua sel, dan hal ini menunjukkan fungsi

normal dari P.

Tabel 4. Variasi Konsentrasi Terhadap Panjang Sel

Page 33: Makalah Constructed Wetland

Pada sel dengan tumbuhan (ZP dan GP), terjadi penurunan

konsentrasi yang tajam karena adanya tumbuhan. Sedangkan

penurunan konsentrasi pada sel ZP dan Z terjadi karena adanya zeolit.

Pada keempat sel, penurunan konsentrasi Zn mencapai 97%, yang

terjadi pada sepertiga bagian pertama sel. Rata-rata penurunan pada

bagian kedua dan ketiga sepanjang sel adalah 2% dan 0.5%. dan

pada bagian yang lainnya terdapat perubahan konsentrasi yang

signifikan pada sepertiga bagian sel.

B. Pembahasan

Pada saat treatment, terlihat bahwa sistem yang hanya terdiri

dari media (Z dan G) kurang efisien, hal tersebut mengindikasikan

bahwa tanaman memegang peran penting dalam mengurangi polusi.

Meskipun sel Z dan G memiliki konsentrasi polutan pada outfow yang

lebih besar dibandingkan sel ZP dan GP, akan tetapi jumlah polutan

yang dapat dihilangkan sangat sigifikan pada sistem GP dan ZP. Hal

tersebut terjadi akibat proses mikrobiologis dan proses fisika/kimia

yang dihasilkan pada saat menghilangkan polutan, karena media

membentuk lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba.

Pada sistem yang hanya terdiri dari media (Z dan G),

mekanisme penghilangan polutan terjadi melalui biodegradasi,

sedimentasi, dan absorpsi. Mekanisme penting untuk menghilangkan

N adalah aktivitas mikroba (amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi),

penggunaan tanaman, sedimentasi, serta penguapan ammonia.

Nitrifikasi/ denitrifikasi dan amonifikasi terjadi secara simultan pada

sebagian besar sistem constructed wetland, akan tetapi proses dari

masing-masing sistem berbeda. Konsentrasi nitrat yang lebih tinggi

pada sel dengan tanaman terjadi akibat efek dari akar tanaman (root

zone effect/RZE) yang mengakibatkan lebih banyak oksigen yang

dikeluarkan ke tanah untuk melanjutkan aktifitas bakteri nitrifikasi.

Adanya lapisan tanaman pada sel constructed wetland menunjukkan

proses nitrifikasi yang lebih cepat, sehingga meningkatkan NO3-N, dan

Page 34: Makalah Constructed Wetland

pada kondisi ini sistem tidak mengalami denitrifikasi karena kondisi

oksigen yang tidak sesuai untuk proses ini. Sehingga nitrifikasi

menghasilkan lebih banyak nitrat dibandingkan jumlah nitrat yang telah

dihilangkan melalui denitrifikasi. Dan yang menarik adalah masa

pertumbuhan tanaman pada ZP adalah 1.3 kali GP, hal tersebut

menjelaskan bahwa peningkatan jumlah nitrat pada sistem ini

dikarenakan RZE yang lebih tinggi sehingga jumlah oksigen yang

dikeluarkan ke tanah lebih banyak, yang akan digunakan untuk bakteri

nitrifikasi.

Sedangkan jika sel lapisan kerikil+zeolit (Z) dibandingkan

dengan sel lapisan kerikil (G), sel Z lebih efisien dalam menghilangkan

NO3-N karena adanya pertukaran ion oleh zeolit sehingga

mempengaruhi amonia dalam sistem yakni dengan melalui proses

adsorpsi, dimana amonia diubah oleh Na+. Pada proses ini, zeolit

dapat menurunkan jumlah NH4 sehingga dapat mempengaruhi jumlah

NO3 yang dihasilkan pada saat proses nitrifikasi. Berdasarkan

penelitian, diperoleh efisiensi penghilangan NO3-N mencapai 82%

hingga 99%, untuk nitrat mencapai 89%, dan untuk NO3-N mencapai

70.73%.

Constructed wetland HSSF sangat potensial untuk

menghilangkan fosfor melaui proses adsorpsi, serta penyerapan P

efektif pada sistem ini, dimana air limbah mengalami kontak langsung

dengan substrat filtrasi melalui mekanisme tersebut. Sehingga sistem

HSSF lebih berpotensi untuk mengurangi konsentrasi P dalam air

limbah, karena aliran substrat yang cukup konstan serta tidak banyak

terjadi fluktuasi dalam sistem.

Page 35: Makalah Constructed Wetland

KESIMPULAN

Berbagai nutrien dan ion logam berat yang mengkontaminasi

lingkungan air merupakan suatu masalah yang serius yang tidak hanya

berbahaya bagi ekosistem air tetapi juga berbahaya bagi kesehatan

manusia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa sistem

constructed wetland HSSF dapat digunakan secara efektif untuk

mendekontaminasi air dari nutrient (NO3-N dan P) dan Zn, serta polutan

Pb dan Cd. Tanaman air yang digunakan (Phragmites australis dan

Juncus inflexus) terbukti dapat mendukung sistem ini dengan sangat baik

dalam mengolah limbah air sintesis. Sedangkan material zeolit dan kerikil

merupakan suatu media pertumbuhan tanaman yang baik dalam sistem

constructed wetland, yang merupakan alternatif dari lapisan pasir dan

kerikil.

Sistem wetland sangat efisien untuk mengurangi konsentrasi P,

yaitu mencapai 93.12% dengan efisiensi paling rendah adalah 76.65%,

dan efisiensi terbesar terjadi pada sel dengan tanaman dengan substrat

zeolit+kerikil (sel ZP). Karakteristik zeolit sebagai media yang dipilih pada

sistem ini adalah karena zeolit mengandung banyak Ca, Al, dan Fe

oksida, dan hal tersebut merupakan faktor penting yang menyebabkan P

dapat tereduksi dengan baik melalui proses adsorpsi. Maka dari itu, zeolit

dapat digunakan secara efektif sebagai media pada constructed wetland,

baik digunakan sendiri maupun dicampur dengan material lain.

Page 36: Makalah Constructed Wetland

Penggunaan tanaman juga merupakan faktor penting dalam mengurangi

konsentrasi P.

Sedangkan untuk penghilangan NO3-N, sistem wetland dengan

lapisan kerikil tanpa tanaman (sel G) merupakan yang paling optimal pada

penelitian ini. Dan pada sel tanpa tanaman ini, efisiensi yang lebih besar

terjadi pada sistem yang menggunakan substrat campuran kerikil dan

zeolit (sel Z) karena terjadi pertukaran kation pada zeolit terhadap amonia

melalui proses adsorpsi. Pada proses ini, amonia diubah oleh Na+ dan

penurunan konsentrasi amonia akan mengurangi jumlah NO3-N yang

dihasilkan pada saat nitrifikasi.

Dan untuk penghilangan Zn, sistem wetland dengan lapisan

kerikil+zeolit dan dengan tanaman (sel ZP) merupakan yang paling

efisien, sedangkan pada sistem yang sama tanpa tumbuhan (sel Z)

memiliki efisiensi yang kedua setelah sistem tersebut, dan untuk dua

sistem yang lain (GP dan G) memiliki efisiensi yang lebih rendah.

Sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada sistem

constructed wetland adsorpsi merupakan suatu proses yang sangat

penting dalam mengurangi konsentrasi Zn dari air limbah, sedangkan

tanaman yang digunakan dapat menyerap sedikit logam berat. Pada

penelitian ini juga dijelaskan bahwa penghilangan polutan yang paling

efisien terjadi pada bagian sepertiga sel di dekat inlet, yakni melalui

mekanisme kimia. Perbedaan antara semua sistem terjadi akibat proses

biokimia selama treatment.

Page 37: Makalah Constructed Wetland

DAFTAR PUSTAKA

Chem-is-try.<http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/

zeolit_sebagai_mineral_serba_guna/>. (14 september)

Constructed Wetlands (from Natural Sistems International).

<http://www.natsys-inc.com/resources/about-constructed-

wetlands/>. (9 September 2009).

Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Limbah Cair.

<http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5

_1_0604/isi_5.htm>. (8 Oktober 2009)

Fujita Research. <www.fujitaresearch.com/reports/wetlands.html>. (9

September 2009)

Ghazali, Ali Akbar and Mobini, Azizollah. 2008. Water Losses Reduction

Programme in Iran. International Workshop on Drinking Water

Loss Reduction Developing Capacity for Applying Solutions, (on

line), UNW-DPC, UN Campus, Bonn, Germany

(http://www.unwater.unu.edu/file/Theran_Ghazali.pdf?menu=1.

Diakses 13 September 2009)

Page 38: Makalah Constructed Wetland

Herawati, Elisya dan Soemantojo, Roekmijati W. Prosiding Seminar

Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia. Kinerja Zeolit

Alam Sukabumi sebagai Adsorben Amonia dalam Air Limbah

dengan Regenerasi Kimia. Jurusan Teknik Kimia-FTI ITS

Surabaya, LIPI Jakarta: 1998.

Mukhlis. Widiadi, J.B., dan Wilujeng, Susi Agustina. “Laju Serapan

Tunbuhan air Reed (Phragmites australis) dan Cattail (Typha

angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland untuk

Menurunkan COD Air Limbah”. Teknik Lingkungan-FTSP ITS

Surabaya, LIPI Jakarta. Jurnal Purifikasi Januari 2003; Vol.4,

No.1: 19-24.

Ragam Media Tanam. <http://www.kebonkembang.com/panduan-dan-

tip-rubrik-35/145.html>. (14 September 2009).

Ramly, Zulchaidir Berliana Firly. Efisiensi Penurunan Kadar COD, Zat

Organik, BOD, dan TSS Limbah Pemotongan Ayam dengan

Proses Anaerobik Menggunakan Media Biofilter Sarang Tawon.

Jakarta: Jurusan Kimia FMIPA UNJ, 2004.

Salman, Ahya M. Biologi I. Jakarta: Depdikbud, 1993.

Tangahu, Bieby Voijant dan Warmadewanthi, I.D.A.A. “Pengolahan

Limbah Rumah Tangga dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail

(Typha angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland”. Teknik

Lingkungan-FTSP ITS Surabaya, LIPI Jakarta. Jurnal Purifikasi

Mei 2001; Vol.4, No.3: 127-132.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. <http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah>. (8

Oktober 2009).

Page 39: Makalah Constructed Wetland