makalah bismillah

Upload: umi-fadhilah-ariefzal

Post on 18-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPerkembangan teknologi membran untuk metode pemisahan saat ini telah berkembang pesat di berbagai kalangan, baik kalangan akademis maupun industri. Hal ini dikarenakan teknologi membran memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh teknologi pemisahan yang lain. Keunggulan ini diantaranya pemisahan dapat dilakukan secara kontinu, penggunaan energi relatif rendah, lebih efisien, zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak, sifat-sifat dan variabel membran dapat disesuaikan, ekonomis serta ramah lingkungan (Wenten, 2000). Teknologi membran banyak dimanfaatkan dalam industri kimia seperti industri tekstil, kulit, pulp dan kertas. Beberapa parameter penting yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu membran yang baik adalah memiliki permeabilitas dan permselektifitas yang tinggi, stabil pada temperatur yang tinggi serta tahan terhadap zat kimia yang akan dipisahkan (Mulder, 1996).Salah satu jenis membran yang banyak digunakan adalah membran ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi memiliki ukuran pori berkisar 10-1000 A atau sekitar 103-106 MWCO. Membran ultrafiltrasi memiliki struktur asimetrik dengan ukuran pori pada permukaan atas lebih kecil dan rapat serta porositas permukaan lebih rendah. Membran ultrafiltrasi dapat memisahkan bahan berukuran lebih dari 0,005 m atau partikel yang memiliki berat molekul lebih dari 1000 Da. Membran jenis ultrafiltrasi akan cenderung menghasilkan struktur pori membran asimetrik (Wenten, 2000).Membran ultrafiltrasi yang saat ini banyak dikembangkan adalah membran selulosa asetat (CA). Kelebihan selulosa asetat sebagai material membran yaitu mudah untuk diproduksi dan bahan mentahnya merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. Namun, selulosa asetat juga memiliki beberapa kekurangan yaitu sangat sensitif terhadap pH dan sangat rentan terhadap mikroba yang ada di alam (Wenten, 2000).Beberapa teknik yang biasa digunakan pada proses pembuatan membran yaitu sintering, stretching, track-etching, template-leaching dan inversi fasa. Proses pembuatan membran ultrafiltrasi umumnya menggunakan teknik inversi fasa. Teknik inversi fasa merupakan suatu proses perubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi padatan dengan kondisi yang terkendali. Teknik inversi fasa memiliki beberapa kelebihan diantaranya perlakuannya mudah, pembentukan pori dapat dikendalikan serta dapat digunakan untuk berbagai macam polimer (Wenten, 2000). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi morfologi dari suatu membran, salah satunya yaitu penambahan zat aditif. Zat aditif mempengaruhi morfologi dari suatu membran, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan kinerja membran yang dihasilkan. Perbedaan penambahan konsentrasi zat aditif akan menyebabkan perbedaan viskositas polimer, peningkatan kestabilan membran dan menyebabkan membran yang dihasilkan memiliki ukuran pori yang beragam (Wenten, 2000).Sistem selulosa asetat/aseton/air akan menghasilkan struktur pori membran asimetrik. Struktur yang dihasilkan membran asimetrik bersifat berpori dengan pori pada lapisan atas lebih rapat daripada pori pada lapisan bawah. Pori membran yang lebih rapat akan menghasilkan permeabilitas yang lebih rendah (Wenten, 2000). Sistem yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem selulosa asetat/aseton/air dengan ditambahakan partikel koloid alumina. Teknik pembuatan membran yang digunakan adalah teknik inversi fasa dengan metode air drying dan water immersion. Makalah ini akan membahas pengaruh penambahan partikel koloid alumina terhadap stuktur pori membran seslulosa asetat yang dihasilkan serta membandingkan struktur pori membran seslulosa asetat yang dihasilkan dengan menggunakan metode air drying dan water immersion.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :1. Bagaimana pengaruh penambahan partikel koloid alumina terhadap stuktur pori membran selulosa asetat yang dihasilkan?2. Bagaimana struktur pori membran selulosa asetat yang dihasilkan dengan menggunakan metode air drying dan water immersion?

1.3 Tujuan Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :1. Mengetahui pengaruh penambahan partikel koloid alumina terhadap stuktur pori membran selulosa asetat yang dihasilkan2. Membandingkan struktur pori membran seslulosa asetat yang dihasilkan dengan menggunakan metode air drying dan water immersion.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi MembranMembran merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat semipermeabel yang dapat menahan dan melewatkan pergerakan suatu bahan tertentu. Membran juga dapat berfungsi sebagai media pemisahan yang bersifat selektif berdasarkan pada perbedaan muatan listrik maupun kelarutan. Parameter untuk menentukan kinerja membran yaitu permeabilitas (fluks) dan permselektifitas (efisiensi pemisahan). Fluks merupakan volume yang melewati membran per satuan luas per satuan waktu. Sedangkan permselektifitas merupakan fraksi konsentrasi zat terlarut yang tertahan oleh membran yang biasanya dinyatakan dengan rejeksi (Mulder, 1996).

2.2 Klasifikasi MembranMembran dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok. Berdasarkan morfologi, membran dibedakan menjadi dua golongan, yaitu membran simetrik dan asimetrik. Membran asimetrik memiliki struktur pori yang tidak seragam, sedangkan membran simetrik memiliki struktur pori yang seragam. Membran asimetrik terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan pendukung (ketebalan 20-100 m) memiliki rongga pori yang seakin ke bawah semakin besar dan lapisan aktif (ketebalan 0,2-1,0 m) memiliki pori yang rapat. Gambar 2.1 merupakan gambar geometri membran.

Gambar 2.1 Geometri pori membran : (a) asimetrik, (b) simetrik

(Gruendel dan Whitaker, 1987)Berdasarkan bahan pembuatnya, membran dibedakan menjadi dua golongan, yaitu membran organik dan membran anorganik. Membran anorganik merupakan membran yang berasal dari bahan anorganik. Membran anorganik yang sering digunakan diantaranya membran keramik, gelas, metal (termasuk karbon), dan zeolit. Sedangkan membran organik dibuat menggunakan bahan polimer. Pada dasarnya, semua bahan polimer dapat digunakan sebagai material membran. Namun, karena karakteristik kimia dan fisika dari bahan polimer sangat bervariasi, sehingga hanya beberapa jenis bahan polimer yang dapat digunakan sebagai material membran. Bahan polimer yang banyak digunakan untuk material membran yaitu selulosa beserta turunannya, polisulfon, dan poliamida (Wenten, 2000). Pemilihan bahan polimer untuk membran berpori berbeda dengan membran tidak berpori. Untuk membran berpori, pemilihan bahan polimer ditentukan oleh metode pembuatan membran yang digunakan. Sedangkan untuk membran tidak berpori, pemilihan bahan polimer ditentukan oleh selektivitas dan fluks yang diinginkan (Mulder, 1996). Berdasarkan gaya dorong tekanan, membran dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :a. MikrofiltrasiMembran mikrofiltrasi memiliki ukuran pori antara 0,05 sampai 10 m. Proses filtrasi dpat dilakukan pada tekanan yang relatif rendah yaitu dibawah 2 bar. Membran mikrofiltrasi (MF) dapat dibedakan menjadi reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UF) berdasarkan ukuran partikel yang dipisahkan. Membran ini dapat dibuat dari berbagai macam material baik organik maupun anorganik (Wenten, 2000).b. UltrafiltrasiMembran ultrafiltrasi memiliki ukuran pori antara 0,05 m sampai 1 nm. Membran ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya. Membran ultrafiltrasi merupakan suatu membran berpori, dimana rejeksi zat terlarutnya sangat dipengaruhi oleh ukuran dan berat zat terlarut relatif terhadap ukuran pori membran. Ukuran partikel yang dapat ditahan oleh membran ini berkisar antara 103-108 Dalton (Mulder, 1996).Karakteristik membran ultrafiltrasi umumnya dinyatakan dalam Molecular Weight Cut Off (MWCO), atau berat molekul yang ditolak oleh membran (90%-nya). Tekanan yang diperlukan relatif besar yaitu sekitar 1-10 bar. Membran ini biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah. Umumnya, membran ini memilki struktur pori yang bersifat asimetrik.c. Reverse OsmosisMembran reverse osmosis umunya memiliki struktur pori membran asimetrik dengan lapisan atas yang tipis. Membran jenis ini banyak digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memiliki berat molekul yang rendah atau bahan-bahan organik dari larutan. Umumnya, membran reverse osmosis memiliki struktur pori yang bersifat asimetrik dengan lapisan atas yang tipis dan rapat serta matrik penyokong dengan tebal 50 sampai 150 m (Wenten, 2000).d. NanofiltrasiMembran nanofiltrasi memiliki ukuran pori sekitar 2-5 nm. Membran jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan garam-garam misalnya NaCl dan MgSO4. Membran ini memiliki permeabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran reverse osmosis (Wenten, 2000).

2.3 Membran UltrafiltrasiMembran ultrafiltrasi merupakan suatu membran berpori dimana rejeksi zat terlarut dipengaruhi oleh ukuran dan berat zat terlarut relatif terhadap ukuran pori membran (Mulder, 1996). Ukuran pori membran berkisar antara 0,05 m sampai 1 nm. Membran ultrafiltrasi berfungsi untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya. Membran ini memiliki struktur membran asimetrik dengan lapisan atas memiliki ukuran pori yang lebih kecil dan porositas permukaan lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bagian bawah (Wenten, 2000). Membran asimetrik memiliki tingkat selektivitas yang tinggi karena lapisan atas membran lebih rapat dan memiliki kecepatan permeasi yang tinggi karena membrannya tipis (Mulder, 1996).Membran ultrafiltrasi biasanya dibuat dari bahan-bahan polimer dengan menggunakan teknik inversi fasa. Polimer yang umum digunakan yaitu selulosa asetat, polisulfon dan poliamida. Aplikasi teknologi membran ultrafiltrasi banyak ditemukan dalam industri makanan, tekstil, farmasi dan kertas (Mulder, 1996).

2.4 Material MembranMaterial membran yang digunakan pada umumnya berasal dari bahan polimer. Pemilihan bahan polimer sebagai bahan baku berdasarkan pada faktor strukturnya. Menurut Mulder (1996), material membran diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu sebagai berikut :1. Organik (Polimer) Jenis polimer yang dapat digunakan sebagai material membran adalah : Membran berporiContoh material : polycarbonate dan polyamide. Membran tidak berporiContoh material : polyoxadiazoles dan polytriazole.2. AnorganikMaterial anorganik membran dibedakan menjadi 4 yaitu : Membran keramikmembran dengan kombinasi dari logam (alumuniumdan atau titanium)dan non logam (oxide atau carbide). Membran gelasBerupa silikon oksida Membran logam (termasuk karbon) Membran zeolite3. Biologimaterial membran yang berasal dari makhluk hidup misalnya lipid.

2.5 Membran Selulosa AsetatMembran seslulosa asetat digolongkan sebagai membran organik yang ramah lingkungan karena berasal dari sumber yang dapat diperbaharui. Membran selulosa asetat bersifat semikristalin dan memberikan kekuatan mekanik yang baik, bersifat termoplastik, serta pembuatannya relatif mudah. Pada dasarnya, semua polimer dapat digunakan sebagai material membran, tetapi karakteristik kimia dan fisika bahan bervariasi, sehingga hanya beberapa jenis polimer yang cocok digunakan sebagai polimer membran (Mulder, 1996). Selulosa adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan tersebar di alam serta merupakan unsur struktural komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Selulosa merupakan polisakarida yang tersusun atas satuan glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosida 1,4 antar molekul glukosa penyusunnya. Gambar 2.2 merupakan struktur dari selulosa asetat.

Gambar 2.2 Struktur Selulosa Asetat

Molekul selulosa berbentuk rantai-rantai dari D glukosa sampai 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir menyerupai tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen (Fessenden, 1989). Selulosa memiliki sifat kuat tarik yang tinggi, tidak larut dalam kebanyakan pelarut, dan bersifat sangat hidrofilik namun tidak dapat larut dalam air. Hal ini disebabkan karena sifat kristalin selulosa yang tinggi dan tingginya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan (Mulder, 1996). Membran selulosa asetat memiliki beberapa kekurangan diantaranya sangat reaktif terhadap reaksi kimia, reaksi biologi, perubahan suhu, dan kadar pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk menghindari terjadinya kerusakan, penggunaan membran dapat dilakukan pada suhu kamar (Kesting, 1971). Di sisi lain, selulosa asetat memiliki beberapa kelebihan salah satunya yaitu tingkat keselektifannya cukup tinggi sehingga materi-materi yang kecilpun dapat ditahan (Mulder, 1996).2.6 AsetonAseton, juga dikenal sebagaipropanon,dimetil keton,2-propanon,propan-2-on,dimetilformaldehida, dan-ketopropana. Aseton adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Gambar 2.3 merupakan struktur dari aseton.

Gambar 2.3 Struktur Aseton

Sifat fisik aseton sebagai berikut :Rumus : C3H6OKepadatan : 791,00 kg/m3Massa Molar : 58,08 g/molTitik lebur : -95oCTitik didih : 56oCKelas : Keton (Anonim, 2014).Aseton merupakan keton yang paling sederhana. Aseton bersifat mudah larut dalam air, etanol, dietil eter, dll. Penggunaan aseton sebagai pelarut dalam pembuatan membran selulosa asetat akan menghasilkan tipe membran berpori yang rapat (Wenten, 2000).

2.7 AluminaAluminium oksidaadalah merupakan senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina. Gambar 2.4 merupakan struktur dari alumina.

Gambar 2.4 Struktur Alumina

Sifat fisik alumina adalah sebagai berikut : Kepadatan: 3,95 g/cm Rumus: Al2O3 Titik lebur: 2.072 C Massa molar: 101,96 g/mol Titik didih: 2.977 C Formula sering ditulis sebagai: Al2O3 Formula Berat: 101,961 Kelas: oksidaLogam aluminium amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu, aluminium memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi (Anonim, 2014).

2.8 Teknik Pembuatan MembranBeberapa teknik umum yang digunakan pada proses pembuatan membran diantaranya sintering, stretching, track-etching, template-leaching dan inversi fasa (Wenten, 2000).a. SinteringTeknik ini merupakan teknik pembuatan membran yang sangat sederhana. Sintering dapat dilakukan baik pada bahan organik maupun anorganik. Selama proses sintering berlangsung, antar muka antara partikel yang berkontak hilang membentuk pori. Teknik sintering menghasilkan membran dengan ukuran pori 0,1 sampai 10 m (Wenten, 2000).b. StretchingStretching merupakan teknik pembuatan membran dimana foil yang dibuat dri bahan polimer semi kristalin ditari searah dengan proses ekstruksi sehingga molekul-molekul kristalnya akan terletak paralel satu sama lain. Teknik stretching menghasilkan membran dengan ukuran pori 0,1 sampai 0,3 m (Wenten, 2000).c. Track-EtchingTrack-Etching merupakan suatu teknik pembuatan membran dimana foil ditembak oleh partikel yang memiliki radiasi energi yang cukup tinggi tegak lurus ke arah film. Partikel akan merusak matriks polimer dan akan membentuk suatu lintasan (track). Kemudian, film dimasukkan ke dalam bak asam atau basa dan matriks polimer akan membentuk goresan sepanjang track. Selanjutnya, akan terbentuk pori silinder yang sama dengan distribusi pori yang sempit (Wenten, 2000).d. Template-LeachingTemplate-Leaching merupakan suatu teknik pembuatan membran dengan cara melepaskan salah satu komponen. Teknik cocok digunakan untuk membuat membran gelas berpori (Wenten, 2000).e. Inversi fasaInversi fasa merupakan suatu proses pengubahan fasa polimer dari fasa cair menjadi padatan dengan kondisi yang terkendali. Proses pemadatan diawali dengan transisi dari fasa cair ke fasa dua cairan. Selama proses demixing, salah satu fasa cair (fasa polimer dengan konsentrasi tinggi) akan memadat sehingga akan terbentuk matriks padat. Pengendalian tahap awal pada proses transisi fasa akan menentukan morfologi membran yang dihasilkan (Wenten, 2000).

2.9 Inversi FasaPembuatan membran dengan menggunakan teknik inversi fasa dimulai dengan melarutkan polimer dan bahan pembuat membran dalam pelarut yang sesuai (dapat juga ditambahkan aditif). Viskositas dari larutan tergantung pada berat molekul polimer yang digunakan langsung di atas lapisan support dengan menggunakan pisau cetakan. Film hasil cetakan kemudian dicelupkan dalam bak yang berisi non pelarut dimana akan terjadi pendesakan pelarut oleh non pelarut dan akhirnya polimer mengendap. Non pelarut yang sering digunakan adalah air. Namun, pelarut organik (misalnya methanol) juga dapat digunakan sebagai non pelarut (Wenten, 2000).Konsep pembuatan membran dengan teknik inversi fasa mencakup berbagai macam teknik pengendapan antara lain penguapan pelarut, pengendapan dengan penguapan terkendali, pengendapan termal, pengendapan fasa uap dan pengendapan fasa imersi.a. Pengendapan dengan penguapan pelarutLarutan polimer yang telah dicetak dibiarkan menguap pada suasana inert untuk mengeluarkan uap air, sehingga didapatkan membran homogen yang tebal.b. Pengendapan fasa uapMembran dibuat dengan cara meletakkan cetakan film yang terdiri dari polimer dan pelarut pada suasana uap dimana fase uap mengandung uap jenuh non pelarut dan pelarut yang sama dengan cetakan film. Konsentrasi pelarut tinggi pada fase uap bertujuan untuk mencegah penguapan pelarut dari cetakan film. Pembentukan membran terjadi karena difusi dari non pelarut ke dalam cetakan film. Metode ini menghasilkan membran berpori tanpa lapisan atas.c. Pengendapan dengan penguapan terkendaliMetode ini memanfaatkan perbedaan viskositas antara non pelarut dan pelarut. Ketika pelarut lebih mudah menguap daripada non pelarut, maka perubahan komposisi selama penguapan akan bergerak ke arah kandungan non pelarut dan konsentrasi polimer yang lebih tinggi. Membran yang terbentuk adalah membran berkulit. d. Pengendapan TermalMetode ini membentuk membran dengan cara mendinginkan larutan polimer supaya terjadi pemisahan fase dan penguapan pelarut. Penguapan pelarut sering mengakibatkan terbentuknya membran berkulit untuk mikrofiltrasi. e. Pengendapan ImersiPengendapan imersi merupakan suatu metode yang saat ini banyak digunakan untuk membuat membran. Larutan polimer dicetak pada suatu wadah dan dicelupkan ke dalam bak koagulasi yang mengandung non pelarut. Membran akan terbentuk karena adanya pertukaran pelarut dan non pelarut.Pada proses demixing, akan terjadi pertukaran pelarut dan non pelarut pada membran. Pertukaran pelarut ini menyebabkan polimer akan membentuk matriks padatan dan menjadi membran. Proses demixing dapat dibedakan menjadi dua mekanisme yaitu :1. Instantaneous demixingPada proses ini, demixing terjadi segera setelah polimer dicelupkan ke dalam bak koagulasi yang berisi non plearut. Membran yang terbentuk pada proses ini adalah membran berpori.2. Delayed demixingPada proses ini, demixing terjadi beberapa saat setelah polimer decelupkan ke dalam bak koagulasi. Membran yang terbentuk pada proses ini adalah membran tidak berpori.

2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur membranFaktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan morfolgi membran adalah pemilihan polimer, konsentrasi larutan polimer, pemilihan sistem pelarut-non pelarut, waktu penguapan larutan dope, penambahan aditif dan komposisi bak koagulasi. 1. Pemilihan polimerPemilihan material membran merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembuatan membran. Hal ini dikarenakan akan membatasi jenis pelarut dan non pelarut yang digunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan polimer sebagai material membran adalah fouling (efek adsorpsi, karakteristik hidrofilik/hidrofobik), serta kestabilan termal dan kimia. 2. Konsentrasi larutan polimerKenaikan konsentrasi awal polimer pada larutan dope akan menaikkan konsentrasi polimer pada lapisan antar muka membran. Kenaikan fraksi volume polimer akan menurunkan porositas membran. Hal ini berarti akan menghasilkan nilai fluks yang rendah.

3. Pemilihan sistem pelarut-non pelarutNon pelarut yang digunakan sebagai koagulan harus dapat larut dalam pelarut. Air merupakan non pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses inversi fasa. 4. Komposisi bak koagulasiJumlah pelarut maksimum yang dapat ditambahkan ditentukan oleh posisi binodal. Saat binodal berganti arah mendekati sumbu pelarut/polimer, maka pelarut yang dapat ditambahkan ke dalam bak koagulasi akan lebih banyak.5. Penambahan aditifAditif berfungsi sebagai penyerap radiasi ultraviolet, antiozon, antioksidan, mempermudah pemrosesan, memperbaiki kekuatan mekanik, jumlah dan interkonektivitas antar pori dalam membran (Kesting, 1971). Efek aditif pada larutan casting tergantung pada sejauh mana pengaruh aditif terhadap tingkat pengendapan. Aditif dalam larutan casting meningkatkan tingkat pengendapan.6. Waktu penguapan larutan dopeWaktu penguapan larutan dope berkaitan dengan kuantitas pelarut yang meninggalkan film polimer ketika proses pembentukan pori-pori membran. Pelarrut berfungsi sebagai pembentuk pori. Saat pori terbentuk, pelarut akan berada pada pori-pori tersebut dan kemudian akan didesak oleh non pelarut yang berada dalam bak koagulasi hingga terjadi pemadatan. Sebelum terjadi proses pemadatan, penguapan pelarut menyebabkan pori yang telah terbentuk menyatu kembali. Semakin lama waktu penguapan, semakin sedikit dan semakin kecil diameter pori yang terbentuk (Kesting, 1971).

2.11 SEM (Scanning Electron Microscope)SEM merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk menguji dan menganalisa struktur dan lapisan fouling pada skala mikro atau nano. SEM memberikan gambardengan resolusi tinggi beserta informasi tambahan mengenai sifat asal foulant, sepertistruktur sel, filamen dan lain-lain. Selain itu komponen perekat seperti biopolimeryang mengikat/merekatkan agregat flok, juga dapat diamati secara jelas. Dengan demikian SEM sangat baik digunakan untuk menganalisa fouling terutama untukmemberikan gambaran mengenai morfologi permukaan membran yang tersumbat. SEM juga dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena self forming membrane yang terbentuk dari lapisan foulant, menganalisa keberhasilan proses pencucian membran dan fenomena penuaan membran (kerusakan karena pemakaian terus-menerus). Namun, diperlukan perlakuan pendahuluan terhadap sample merupakan salah satu hambatan aplikasi SEM. Pengeringan sampel dan pelapisan menggunakan emas (gold coating) memungkinkan terjadinya perusakan struktur asal. Gambar 2.5 merupakan peralatan SEM.

Gambar 2.5 Peralatan SEM

(Anonim, 2014).

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan3.1.1 AlatAlat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : beaker glass, botol semprot, batang pengaduk, stirrer, neraca analitik, pH meter, kompresor, micrometer, alat pencetak membran, stopwatch, pelat kaca, pisau casting, bak koagulasi, ultrasonic bath, satu set alat ultrafiltrasi, scanning electron microscopy (SEM) tipe JEOL 840, HITACHI S-800 dan HITACHI S-900, capillary viscometer (Schott Greate AVS 350).

3.1.2 BahanBahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Selulosa Asetat Sigma Aldrich (BM 30.000 g/mol), partikel alumina (Alcoa A16-SG diameter 0,34 m), aseton dan aquades.

3.2 Prosedur Penelitian3.2.1 Pembuatan Suspensi Alumina 50%Partikel alumina (Alcoa A16-SG diameter 0,34 m) dengan berat 5 sampai 25 gram dilarutkan dalam air (25 gram). Proses ini dikondisikan suspensi memiliki nilai pH = 4. Kemudian, suspensi distirrer dan diberi gelombang suara ultrasonic (Heat Systems, 20 kHz horn dengan 19 mm tip) selama 10 menit. Proses ini akan menghasilkan suspensi alumina 50%.

3.2.2 Pembuatan Larutan Selulosa Asetat 10%Selulosa asetat Sigma Aldrich (BM 30.000 g/mol) dengan berat 5 gram dilarutkan dalam aseton (70 gram). Proses ini akan menghasilkan larutan selulosa asetat 10%.

3.2.3 Pembuatan Larutan Dispersi antara Selulosa Asetat dan AluminaSuspensi alumina dan larutan selulosa asetat dilarutkan dalam air dan aseton dengan perbandingan komposisi larutan seslulosa asetat dan suspensi alumina yang ditambahkan sesuai dengan tabel 1. Tabel 1. Perbandingan komposisi selulosa asetat dan aluminaSelulosa Asetat (%)Alumina (%)

5050

3169

2377

1783

Larutan dispersi selulosa asetat dan alumina di strirrer selama 1 jam. Selanjutnya, untuk menghilangkan sisa alumina larutan dispersi diletakkan pada ultrasonic water bath selama 1 jam dan diaduk secara terus-menerus dengan interval 10 menit. Larutan dispersi dicetak pada pelat kaca menggunakan pisau casting. Pembuatan larutan dispersi dilakukan pada suhu 25oC. Viskositas dari larutan dispersi diukur menggunakan capillary viscometer (Schott Greate AVS 350) pada suhu 21oC. Semakin banyak alumina yang ditambahkan, viskositas larutan dispersi semakin meningkat dari 20 mPa.s menjadi 30,8 mPa.s. Selanjutnya, dilakukan proses demixing dengan metode air drying dan water immersion. Metode air drying adalah metode pembuatan membran dengan penguapan di udara terbuka tanpa dimasukkan ke dalam bak koagulasi. Sedangkan metode water immersion merupakan metode pembuatan membran menggunakan penguapan sebelum dimasukkan ke dalam bak koagulasi. Pada penelitian ini, waktu penguapan untuk metode water immersion yaitu selama 5 detik dan kemudian dimasukkakn ke dalam water bath selama 5 menit.Selanjutnya, membran yang dihasilkan pada proses air drying maupun water immersion diambil dari pelat kaca. Membran yang terbentuk diukur menggunakan mikrometer. Membran yang dihasilkan pada proses air drying maupun water immersion memiliki ketebalan pori sekitar 60 sampai 90 m.

3.2.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)Membran yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) tipe JEOL 840, HITACHI S-800 dan HITACHI S-900. Uji SEM digunakan untuk mengetahui perubahan morfologi membran selulosa asetat akibat pengaruh variasi konsentrasi aditif. Perubahan yang diamati diantaranya perubahan morfologi membran penampang lintang serta permukaan bagian atas dan bawah dari membran. Pendahuluan uji SEM dilakukan dengan dibekukan dalam larutan nitrogen. Semua sampel dilapisi dengan lapisan emas atau platinum.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)Pengamatan terhadap morfologi membran selulosa asetat pada penelitian ini menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Tabel 4.1 Permukaan bawah dan penampang lintang dari membran selulosa asetat dalam variasi 50, 69, 77, 83 % berat alumina dengan metode water immersionAluminaPermukaan bawahPenampang lintang

50 %

69%

77%

83%

Data SEM menunjukkan, terjadi perubahan morfologi membran selulosa asetat ketika dilakukan penambahan alumina. Semakin tinggi konsentrasi alumina yang ditambahkan, maka pori yang terbentuk semakin kecil dan seragam. Pori yang terbentuk bersifat asimetrik. Besarnya pori seperti yang ditunjukkan data SEM ditentukan oleh penambahan alumina. Interaksi antara aditif dan pelarut akan mempengaruhi ukuran pori. Ketika alumina yang ditambahkan sebanyak 50 dan 69% dari berat alumina, terbentuk pori yang besar dan berbentuk seperti kantung. Ketika penambahan alumina dinaikkan menjadi 77 dan 83% dari berat alumina, terbentuk pori yang lebih kecil dan seragam. Berdasarkan data SEM yang dihasilkan, dapat dilihat pengaruh dari adanya penambahan alumina terhadap perubahan mikrostruktur membran. Ketika alumina yang ditambahkan semakin banyak, maka akan terjadi perubahan struktur pori membran dari bentuk macrovoids (seperti kantung) menjadi jaringan pori yang lebih kecil. Perubahan ini mengindikasikan bahwa terjadi penurunan laju interdifusi. Penurunan laju interdifusi dapat terjadi apabila berat molekul dari partikel yang ditambahkan (alumina) semakin besar. Selanjutnya, dilakukan pengamatan terhadap morfologi membran selulosa asetat dengan menggunakan 2 metode yang berbeda yaitu air drying dan water immersion. Tabel 4.2 Permukaan atas dari membran selulosa asetat dengan penambahan alumina 69% berat alumina menggunakan metode air drying dan water immersionAluminaAir DryingWater Immersion

69%

Berdasarkan tabel diatas, dapat ditunjukkan, membran yang terbentuk dari metode air drying memiliki ukuran pori sekitar 1 sampai 3 m. Pori yang dihasilkan juga sangat rapat. Sedangkan membran yang terbentuk dari metode water immersion kerapatan pori pada lapisan atas dan bawah seragam. Namun, pori pada lapisan atas lebih tipis dibandingkan dengan lapisan bagian bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan semakin lama waktu penguapan pelarut yang diberikan dapat mempengaruhi terbentuknya pori membran, yaitu pori membran akan semakin kecil atau semakin rapat. Dengan adanya variasi waktu penguapan yang semakin lama maka proses pemadatan sesaat atau instantaneous demixing tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan sebelum air sebagai non pelarut mendorong pelarut yang ada dalam polimer (larutan dope) terjadi proses pemadatan secara perlahan pada larutan polimer tersebut yang disebut dengan delayed demixing. Semakin lama waktu penguapan yang diberikan mengakibatkan semakin lama pelarut tersebut meninggalkan membran. Sehingga proses presipitasi semakin lambat dan dihasilkan membran dengan lapisan dan pori yang semakin rapat.

BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :1. Peningkatan penambahan alumina mempengaruhi morfologi dari membran selulosa asetat. Semakin banyak alumina yang ditambahkan, maka pori yang terbentuk semakin kecil dan seragam.2. Semakin lama waktu penguapan pelarut yang diberikan mempengaruhi terbentuknya pori membran. Membran yang terbentuk dari metode air drying memiliki ukuran pori sekitar 1 sampai 3 m. Pori yang dihasilkan juga sangat rapat. Sedangkan membran yang terbentuk dari metode water immersion kerapatan pori pada lapisan atas dan bawah seragam. Namun, pori pada lapisan atas lebih tipis dibandingkan dengan lapisan bagian bawah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013.Aluminium_oksida. http://learnmine.blogspot.com/2013/06/elemen-aluminium-oksida.html [24 Maret 2014]Anonim.2007.Aseton.http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Acetone-2D-skeletal.svg [24 Maret 2014]Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ketiga. Terjemahan oleh Aloysius hadyana Pudjaatmaka. 1989. Jakarta: Erlangga.Gruenwedel, D.W. & Whitaker, J.R. 1987. Food Analysis: Principles and Techniques. Vol.4 (Separation Techniques). New York: Marcel Dekker, Inc.Kesting, R.E. 1971. Synthetic Polymeric Membranes. New York: McGraw-Hill Book Company.Mulder, M. 1996. Basic Principle of Membrane Technology. 2nd edition. Dordrecht: Kluwer academic Publisher.Wenten, I.G. 2000. Teknologi Membran Industrial. Bandung: penerbit ITB.