makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

21
Makalah K3 KESEHATAN KESELAMATAN KERJA PADA LABORATORIUM KIMIA DALAM PEMBUATAN KOLAGEN-HIDROKSIAPATIT SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD TULANG RIZKA RAMADHANIA AINUNNISA 080917047 PRODI S1 TEKNOBIOMEDIK FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Upload: rrainunnisa

Post on 07-Aug-2015

213 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

teknobiomedik, laboratorium kimia, larutan kimia, bahaya dan antisipasi, scaffold, patah tulang

TRANSCRIPT

Page 1: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Makalah K3

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA PADA LABORATORIUM KIMIA DALAM PEMBUATAN KOLAGEN-HIDROKSIAPATIT

SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD TULANG

RIZKA RAMADHANIA AINUNNISA080917047

PRODI S1 TEKNOBIOMEDIKFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA

2012

Page 2: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian

ilmiah guna meningkatkan ketrampilan pemakaian dan pemanfaatan alat-alat

laboratorium. Tempat dengan segala kelengkapan peralatannya yang berpotensi

menimbulkan bahaya kepada penggunanya.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga kerja

dari segala aspek yang berpotensi membahayakan dan sumber yang berpotensi

menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut, pencegahan

kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang

yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan

fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan

kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Tidak ada sesuatu di

tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan yang

jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengawasan terhadap alat maupun

terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Pada bidang Biomaterial, seringkala menggunakan bahan-bahan alami untuk

disintesis menjadi material yang aman untuk diimplankan di dalam tubuh. Salah

satunya adalah kolagen dari lele sangkuriang. Kolagen dapat dijadikan campuran

dengan Hidroksiapatit yang merupakan komponen terbesar dalam tulang,

sehingga bisa diaplikasikan sebagai scaffold.

Dalam penggunaan scaffold dibutuhkan suatu material yang tepat untuk

implantasi tulang. Tentunya biomaterial yang dipilih adalah yang mudah

diperoleh, biokompatibel atau sesuai dengan jaringan keras dalam komposisi dan

morfologi, bioaktif dan tidak toksik. Sayangnya, produk biomaterial yang ada di

Indonesia merupakan produk impor dengan harga yang sangat mahal. Adanya

keterbatasan dalam setiap material inilah yang kemudian memicu perkembangan

Page 3: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

riset di bidang biomaterial yang berkaitan dengan pembuatan scaffold alami dari

komposit kolagen-hidroksiapatit yang menyerupai sifat asli dari tulang.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mengurangi dan juga mencegah

Kecelakaan Kerja dan juga Penyakit Akibat Kerja di dalam laboratorium dan

juga mengembangkan Aspek K3 Pada Pemanfaatan scaffold komposit

kolagen-hidroksiapatit sebagai Scaffold Tulang .

1.3 Rumusan Masalah

Tingginya angka kecelakan ataupun penyakit akibat kerja di laboratorium

disebabkan karena kurangnya pengetahuan terkait standart keamanan kerja.

Page 4: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keselamatan Kerja

Safety menurut kamus adalah mutu suatu keadaan aman atau kebebasan

dari bahaya dan kecelakaan.Keselamatan kerja atau safety adalah suatu usaha

untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman bebas dari

kecelakaan Kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan

atau tidak disengaja serta tiba-tiba dan menimbulkan kerugian, baik harta maupun

jiwa manusia. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan

kerja atau sedang melakukan pekerjaan disuatu tempat kerja. Keselamatan

kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah

maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju pada

kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya.

2.2 Alat dan Bahan Dalam Laboratorium

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel dalam penelitian ini yaitu

hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2], kolagen, aquades, NaOH, eter, hexane, asam

asetat, NaCl, NH4OH, H3PO4, Ca(NO3)2, NaHCO3, KCl, Na2HPO4.2H2O,

MgCl2.6H2O, CaCl2.2H2O, Na2SO4 (CH2OH)3CNH2 dan pepsin. Dalam penelitian

ini, digunakan hidroksiapatit produk bank jaringan RSUD. DR. Soetomo.

Adapun alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pisau,

freezer, lyophilizer, stopwatch, pH-meter, beker glass, gelas ukur, kertas saring

doble layer, plastik polietilen, termometer, sentrifuse, inkubator, pengaduk, pipet,

baskom, food save box, aluminium foil dan neraca digital, sentrifugator, magnetik

stirer, tabung silica.

2.3 Prosedur Penelitian

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ekstraksi kolagen

dari ikan Lele Sangkuriang untuk pembuatan komposit kolagen-HA adalah

sebagai berikut.

2.3.1 Persiapan Sampel

Page 5: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Menyiapkan kulit ikan lele (Clarias gariepinus) lalu dipotong kulit ikan

dengan ukuran 25 mm pada suhu 0 oC, kemudian potongan kulit ikan dicuci

dengan air dingin pada suhu 4 oC selama 20 menit. Untuk menghilangkan protein

non-kolagen dan residu lain, kulit ikan yang telah dicuci lalu dicampur dengan 8

volume 0,1 M NaOH pada suhu 4 oC sebanyak delapan kali, lalu kulit ikan dicuci

dengan aquades pada suhu 4 oC sampai pH dasar aquades. Setelah dicuci dengan

aquades, kemudian dikeringkan dengan menggunakan freezer pada high vacuum

(lyophilized) pada suhu -20oC (Liu et al., 2006).

2.3.2 Ekstraksi Kolagen

Lemak pada kulit ikan dimasrasi selama 2 hari dengan hexane (4 oC)

dengan rasio 1:1, lalu dicuci dengan aquades pada suhu 4oC. Residu yang

terbentuk diekstrak dengan 0,5 M asam asetat (1 gr kulit per 20 ml dari 0,5 M

asam asetat) selama 24 jam, kemudian sampel disaring dengan ayakan double

layer. Larutan kental yang terbentuk disentrifuse pada 4000 g selama 30 menit.

Hasil filtrasi dan sentrifuse, dicampur dan di ekstrak kembali dengan 0,5 M asam

asetat (1 gr dari residu per 20 ml asam asetat) selama 24 jam, kemudian

disentrifuse pada 4000 g selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk dicampur

dan digaramkan dengan menambahkan NaCl hingga konsentrasi akhirnya

mencapai 0,9 M. Endapan kolagen dipisahkan dengan mensentrifugasi pada 4000

g, lalu dilarutkan kembali dalam 0,5 M asam asetat dan dipresipitasi dengan NaCl

lagi. Hasil presipitasi kemudian didialisis dengan 0,5 M asam asetat, 0,1 M asam

asetat, aquades dan di-lyopilisasi. Residu hasil filtrasi dan sentrifuse kemudian

disuspensi dalam 0.5 M asam asetat, kemudian melakukan digesti dengan 0.1%

pepsin selama 72 jam pada suhu 4oC (Liu et al., 2006), lalu larutan disentrifuse

pada 12.000 rpm dalam 10% asam asetat dan kemudian digaramkan dengan

NaCl. Pada proses selanjutnya, larutan yang terbentuk didialisis dengan aquades

selama 4 hari dengan mengganti airnya setiap hari sehingga didapatkan kolagen.

Kolagen yang tebentuk disimpan dalam suhu 4 oC (Rodrigues et al., 2003).

2.3.3 Pembuatan Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit

Page 6: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Proses-proses yang harus dilakukan dalam pembuatan Scaffold Kolagen

Hidroksiapatit adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Larutan Kolagen Netral

Kolagen 5% dilarutkan dalam 0,5 mol/L asam asetat dingin, kemudian

ditambahkan dengan Na2HPO4.12H2O 0.02 mol/L pada saat terakhir dan pH

dikontrol hingga 7,2 dengan menggunakan NaOH pada suhu di bawah 10oC

(Feng, et al., 2009).

2. Sintesis Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit

Larutan kolagen netral dengan kandungan kolagen sebesar 5% ditambah

dengan hidroksiapatit kemudian diaduk secara perlahan selama 2 jam dengan

menggunakan NH4OH pada suhu di bawah  10 oC  dan pH diatur 7,2, lalu

dilakukan inkubasi pada suhu 35 oC selama 20 jam. Hasil yang diperoleh,

kemudian dicuci dengan aquades, lalu disentrifugasi, sehingga campuran kolagen-

HA didapatkan dalam bentuk hidrogel. Teknik pemisahan fasa padat-

cair dilakukan dengan pendinginan komposit hingga -20 oC selama 24 jam,

sedangkan pelarutnya dihilangkan dengan freeze-drying (Feng, et al., 2009), dan

kemudian dilakukan proses sterilisasi scaffold kolagen-hidroksiapatit.

2.4 Sistem Keselamatan Kerja

Percobaan-percobaan dalam laboratorium dapat meliputi berbagai jenis

pekerjaan diantaranya mereaksikan bahan-bahan kimia, destilasi, ekstraksi,

memasang peralatan, dan sebagainya. Masing-masing teknik dapat mengandung

resiko yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu diperlukan

standart khusus saat berada di dalam laboratorium,yaitu :

1. Jas laboratorium merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik,

yaitu tidak mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas,

tahan bahan kimia.

2. Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup

dan memadai dengan sirkulasi udara segar yang baik.

Page 7: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

3. Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena

kebanyakan laboratorium telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi

sebagai sumber energinya terhadap alat praktikum yang digunakan didalamnya.

2.5 Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)

Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur

penggunaan alat serta prosedur melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai

dengan penerapan keselamatan kerja. Ada bagian-bagian terpenting dalam hal

Keselamatan Kesehatan Kerja di Laboratorium yang perlu diperhatikan pada saat

melakukan sintesis kolagen-hidroksiapatit untuk aplikasi scaffold :

1. Reaksi Kimia

Semua reaksi kimia menyangkut perubahan energi yang diwujudkan dalam

bentuk panas. Kebanyakan reaksi kimia disertai dengan pelepasan panas (reaksi

eksotermis), meskipun adapula beberapa reaksi kimia yang menyerap panas

(reaksi endotermis). Bahaya dari suatu reaksi kimia terutama adalah karena proses

pelepasan energi (panas) yang demikian banyak dan dengan kecepatan yang

sangat tinggi, sehingga tidak terkendali dan bersifat destruktif (merusak) terhadap

lingkungan.

Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam laboratorium sebagai akibat reaksi

kimia yang hebat atau eksplosif (bersifat ledakan). Namun kecelakaan tersebut

pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya pengertian atau apresiasi terhadap

faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan suatu reaksi kimia adalah konsentrasi

pereaksi, kenaikan suhu reaksi dan adanya katalis. Sesuai denga hukum aksi

massa, kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi zat pereaksi. Oleh karena

itu, untuk percobaan-percobaan yang belum dikenal bahayanya, tidak dilakukan

dengan konsetrasi pekat, melainkan konsentrasi pereaksi kira-kira 10% saja.

Kalau reaksi telah dikenal bahayanya, maka konsetrasi pereaksi cukup 2 – 5 %

saja sudah memadahi.

Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kimia berbanding lurus, dimana

kecepatan reaksi bertambah secara eksponensial dengan bertambahnya suhu. Di

Page 8: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

sinilah pentingnya untuk melakukan kendali terhadap suhu reaksi, misalnya

dengan pendinginan apabila reaksi bersifat eksotermis.

Pada sintesis ini terdapat beberapa larutan kimia yang harus diwaspadai dalam

penggunaanya,

Nama

Larutan

Identifikasi Bahaya

mata kulit tertelan terhirup

HCl iritasi dan buta luka

bakar

keracunan dan luka bronchitis

NaOH kerusakan

pada kornea

luka

bakar

luka bakar pada

saluran pencernaan

iritasi pada saluran

pernapasan

Asam

Asetat

iritasi dan buta iritasi ketidaknyamanan

pencernaan

iritasi pada saluran

pernapasan

nama larutan

Pertolongan Pertamamata kulit tertelan terhirup

HCl bilas dengan air

bilas dengan air

berikan 1-2 gelas air putih sebagai pelarut

berikan oksigen atau ke tempat dengan udara cukup

NaOH bilas dengan air

cuci dengan air

jangan simuntahkan,bawa ke dokter segera

lepaskan ke udara segar

Asam Asetat

siram dengan air sebanyak-banyaknya

cuci dengan air

jangan muntah dan bawa ke dokter

berikan oksigen jika kesulitan bernafas

2. Pemanasan

Dapat dilakukan dengan listrik, gas, dan uap. Untuk laboratorium yang jauh

dari sarana tersebut, kadang kala dipakai pula pemanas kompor biasa. Pemanasan

tersebut biasanya digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, destilasi,

maupun ekstraksi. Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titik didih di bawah

100oC), seperti eter, metanol, alkohol, benzena, heksana, dan sebagainya, maka

penggunaan penangas air adalah cara termurah dan aman. Pemanasan dengan api

Page 9: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

terbuka, meskipun dengan api sekecil apapun, akan sangat berbahaya karena api

tersebut dapat menyambar ke arah uap pelarut organik. Demikian juga pemanasan

dengan hot plate juga berbahaya, karena suhu permukaan dapat melebihi jauh dari

titik nyala pelarut. Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari 100oC, dapat

dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan pemanas

listrik (heating mantle). Pemanas tersebut ukurannya harus sesuai besarnya labu

gelas.

3. Pengukuran Volume Cairan

Memipet cairan atau larutan dalam volume tertentu dengan pipet secara umum

tidak diperkenankan memakai mulut untuk menghindari bahaya tertelan dan

kontaminasi. Uap dan gas beracun dapat larut dalam air ludah ( saliva). Memakai

pompa karet ( rubber bulb) untuk mengisi pipet merupakan cara yang paling aman

dan praktis, meskipun memerlukan sedikit latihan. Sedangkan untuk cairan yang

korosif dapat dilakukan dengan pipet isap (hypodermic syringe). Apabila

menuangkan cairan korosif dari sebuah botol, lindungi label botol terhadap

kerusakan oleh tetesan cairan. Untuk menuangkan cairan ke dalam gelas ukur

bermulut kecil, perlu dipakai corong gelas agar tidak tumpah.

2.6. Pengenalan Bahan Beracun dan Berbahaya

1. Bahan-bahan buangan yang umum terdapat di laboratorium

Diantaranya adalah sebagai berikut :

(1).Fine chemicals.

Fine chemicals hanya dapat dibuang ke saluran pembuangan atau tempat sampah

jika:

-Tidak bereaksi dengan air.

-Tidak eksplosif (mudah meledak).

-Tidak bersifat radioaktif.

-Tidak beracun.

-Komposisinya diketahui jelas.

(2) Larutan basa.

Page 10: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Hanya larutan basa dari alkali hidroksida yang bebas sianida, ammoniak, senyawa

organik, minyak dan lemak dapat dibuang kesaluran pembuangan. Sebelum

dibuang larutan basa itu harus dinetralkan terlebih dahulu.Proses penetralan

dilakukan pada tempat yang disediakan dan dilakukan menurut prosedur mutu

laboratorium.

(3).Larutan asam.

Seperti juga larutan basa, larutan asam tidak boleh mengandung senyawa-senyawa

beracun dan berbahaya dan selain itu sebelum dibuang juga harus dinetralkan

pada tempat dan prosedur sesuai ketentuan laboratorium.

(4).Pelarut.

Pelarut yang tidak dapat digunakan lagi dapat dibuang ke saluran pembuangan

jika tidak mengandung halogen (bebas fluor, klorida, bromida, dan iodida). Jika

diperlukan dapat dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air

keluar. Untuk pelarut yang mengandung halogen seperti kloroform (CHCl3)

sebelum dibuang harus dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau

pengelola laboratorium tempat dimana bahan tersebut akan dibuang.

(5).Bahan mengandung merkuri.

Untuk bahan yang mengandung merkuri (seperti pecahan termometer merkuri,

manometer, pompa merkuri, dan sebagainya) pembuangan harus ekstra hati-hati.

Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengelola laboratorium

sebelum bahan tersebut dibuang.

(6).Bahan radiokatif.

Sampah radioaktif memerlukan penanganan yang khusus. Otoritas yang

berwenang dalam pengelolaan sampah radioaktif di Indonesia adalah Badan

Tenaga Atom Nasional (BATAN).

(7).Air pembilas.

Air pembilas harus bebas merkuri, sianida, ammoniak, minyak, lemak, dan bahan

beracun serta bahan berbahaya lainnya sebelum dibuang ke saluran pembuangan

keluar.

2. Penanganan Kebakaran

Page 11: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Beberapa bahan kimia seperti eter, metanol, kloroform, dan lain-lain bersifat

mudah terbakar dan mudah meledak. Apabila karena sesuatu kelalaian terjadi

kecelakaan sehingga mengakibatkan kebakaran laboratorium atau bahan-bahan

kimia, maka kita harus melakukan usaha-usaha sebagai berikut:

(1).Jika apinya kecil, maka lakukan pemadaman dengan Alat Pemadam Api

Ringan (APAR).

(2).Matikan sumber listrik/gardu utama agar listrik tidak mengganggu upaya

pemadaman kebakaran.

(3).Lokalisasi api supaya tidak merember ke arah bahaan mudah terbakar lainnya.

(4).Jika api mulai membesar, jangan mencoba-coba untuk memadamkan api

dengan APAR. Segera panggil mobil unit Pertolongan Bahaya Kebakaran (PBK)

yang terdekat.

(5).Bersikaplah tenang dalam menangani kebakaran, dan jangan mengambil

tidakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain

2.6 Penanganan Kecelakaan Kerja

Hal – Hal yang dapat menyebabkan kecelakaan ada dua hal, yaitu :

1. Terjadi secara kebetulan.

Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak

dapat diramalkan dan berada di luar kendali manejemen perusahaan. Misalnya,

seorang karyawan tepat berada di depan jendela kaca ketika tiba-tiba seseorang

melempari kaca sehingga mengenainya.

2. Kondisi kerja yang tidak aman.

Kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah sebagai

berikut :

1. Peralatan yang tidak terlindungi secara benar.

2. Peralatan yang rusak.

Page 12: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

3. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar mesin atau peralatan

gudang yang tidak aman (terlalu penuh).

4. Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang penerangan.

5. Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber

udara tidak murni.

Pemilihan terhadap faktor-faktor ini adalah dengan meminimalkan kondisi

yang tidak aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik

yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.Pembuatan cheklist ini akan

membantu dalam menemukan masalah yang menjadi penyebab kecelakaan.

Oleh karena itu diperlukan penerapan prosedur keselamatan kerja yang

meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah

diberlakukan, bukan tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.

2. Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik

kecelakaan dalam laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan

sebagainya.

Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni

indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta

perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode

pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara,

kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial,

pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan alat laboratorium.

Bab 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 13: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Laboratarium kimia dengan segala kelengkapan peralatan dan bahan kimia

merupakan tempat berpontensi menimbulkan bahaya kepada para penggunanya

jika para pekerja didalamnya tidak dibekali dengan pengetahuan. Dengan

keselamatan dan kesehatan kerja maka para penguna diharapkan dapat melakukan

pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun

dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga

kerja dengan cara penerapan teknologi pengendalian segala aspek

yang berpontensi membahayakan para perkerja. Peningkatan kemampuan dalam

membuat alat teknologi baru yang mungkin timbul akibat dari perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi antra lain menyangkut ukuran alat,

alat pengendali, kemampuan dan ketrampilan pekerja, alat

penanggulangan musibah, dan pengawasan yang dilakukan. Sedangkan Scaffold

sendiri digunakan sebagai biomaterial untuk patah tulang akibat patah tulang.

3.2 Saran

Sebaiknya para praktikan harus mengetahui sifat-sifat atau hal-hal yang

berkaitan dengan bahan-bahan yang dikerjakan di ruangan laboratorium supaya

tidak menimbulkan bahaya atau masalah lainnya. .

DAFTAR PUSTAKA

Rodrigues, C.V.M. Serricellab, P. Linhares, A.B.R. Guerdes, R.M. Borojevic, R. Rossi, M.A. Duarte, M.E.L. Farinac, M. Characterization of Bovine Collagen-Hydroxyapatite Composite Scaffold for Bone Tissue Engginering. Biomaterials, 2003; 24:4987-4997

Page 14: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja

Song, Eun. Kim, So Yeon. Chun, Taehoon. Byun, Hyun Jung. Lee, Young Moo. 2006. Collagen Scaffolds Derived from a Marine Source and Their Biocompatibility. Biomaterials, 2006;27:2951–2961

Tresningsih, Erna. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Analisis Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja DEPKES R.I

Page 15: makalah aspek kesehatan keselamatan kerja