makalah agroindustri - universitas jambi / biji kopi

42
MAKALAH AGROINDUSTRI DAN LINGKUNGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH : GABRIELA M SITIO F1E113027 SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI JAMBI

Upload: gabriellasitio

Post on 07-Jan-2017

1.350 views

Category:

Science


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

MAKALAH

AGROINDUSTRI DAN LINGKUNGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH :

GABRIELA M SITIO

F1E113027

SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI JAMBI

2014

Page 2: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.

Kopi merupakan komoditi perdagangan yang dikenal beberapa abad lamanya, niji kopi

dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Kegemaran minum kopi telah menjadi

kegemaran yang mendunia, terutama di Negara-negara penghasil kopi. (Drajat,2004)

Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar ke empat setelah brazil, kolombia dan

pantai gading. Sebagian besar tanaman kopi di Indonesia terletak di sebelah selatan khatulistiwa,

seperti di sumatera bagian selatan, lampung, Bengkulu, jawa, Sulawesi bagian selatan, bali dan

nusa tenggara. Sementara di sumatera selatan, kopi adalah komoditi yang banyak dihasilkan

setelah komoditi karet dan lada.

Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk

pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun

1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi

secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain

mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah

unit usaha yang beroperasi. Karena kopi menjadi komoditi perdagangan terkenal, makalah ini

akan memaparkan bagaimana teknologi pengolahan pada biji kopi hingga sampai menjadi kopi

yang siap diseduh. ( Murdijati dan Rahadian, 2011)

B. Tujuan.

1. Mengetahui Klasifikasi kopi

2. Mengetahui kandungan yang terdapat pada kopi

3. Teknologi pengolahan biji kopi

Page 3: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

BAB II

PEMBAHASAN

Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu didukung

dengan kesiapan sarana dan metoda pengolahan yang cocok untuk kondisi petani sehingga

mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standar

Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam

jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa

prasyarat yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang

menguntungkan. Dari 40 jenis varietas kopi yang ada di dunia terdapat dua jenis kopi utama

yang paling banyak diperdagangkan, yaitu :

1. Kopi Arabika, hampir 75% produksi kopi di dunia merupakan kopi jenis ini ( Indonesia

menyumbang 10% dari jumlah tersebut).

2. Kopi Robusta, diproduksi sekitar 25% produksi dunia. Dari jumlah tersebut, Indonesia

menyumbang 90% (najiyati dan Danarti, 2001).

Tanaman kopi mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom                     : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom                : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi                : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi                           : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas                           : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas                    : Asteridae

Ordo                            : Rubiales

Famili                          : Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus                          : Coffea

Spesies                        : Coffea arabica L.

Spesies                        : Coffea robusta L.

Page 4: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Berikut akan disajikan table Komposisi atau kandungan apa saja yang terdapat pada kopi.

Bahan Kadar (%)

Biji Kopi beras Biji Kopi Sangrai

Komposisi

Air 11,25 1,15

Kafein 1,21 1,19

Lemak 12,27 14,48

Gula 8,55 0,66

Selulosa 18,07 10,89

Abu 3,92 4,75

Kadar Vitamin dan Mineral Penting

Vit B1 0,2 0

Vit B2 0,23 0,3

Vit B6 0,143 0,011

Vit B1 0,00011 0,00006

Sodium 4 1,4

Ferrum 3,7 4,7

Sumber : Ciptadi dan Nasution, 1989

Pengolahan biji kopi dibagi dua bagian:

1. Pengolahan Biji Kopi Primer

2. Pengolahan Biji Kopi Sekunder

2.1 PENGOLAHAN BIJI KOPI  PRIMER

a. Terminologi

Beberapa istilah yang umum digunakan untuk membedakan jenis-jenis bahan olah dan

produk akhir yang terkait dengan tahapan pengolahan kopi adalah sebagai berikut:

Buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi hasil panen

dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60 - 65 % dan biji kopinya masih terlindung oleh

kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari.

Page 5: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Biji kopi HS adalah biji kopi berkulit tanduk hasil pengolahan buah kopi dengan proses

pengolahan secara basah [wet process]. Kulit buah, daging buah dan lapisan lendir telah

dihilangkan melalui beberapa tahapan proses secara mekanis dan memerlukan air dalam jumlah

yang cukup banyak. Kadar air biji kopi HS dalam kondisi basah berkisar antara 60 – 65 dan

setelah dikeringkan menjadi 12 %

Kopi gelondong kering adalah buah kopi kering setalah diolah dengan proses pengolahan

secara kering [tanpa melibatkan air untuk pengolahan]. Biji kopi masih terlindung oleh kulit

buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari dalam kondisi sudah kering dengan

kadar air kopi nya sekitar 12 %.

Biji kopi yang siap diperdagangkan adalah biji kopi yang sudah dikeringkan, kadar airnya

berkisar antara 12 - 13 %. Permukaan bijinya sudah bersih dari lapisan kulit tanduk dan kulit ari.

Biji kopi demikian sering disebut sebagai biji kopi beras. Biji kopi WP adalah biji kopi beras

yang dihasilkan dari proses basah [Wet Process] dan biji kopi DP adalah biji kopi beras yang

dihasilkan dari proses kering [Dry Process]

Kopi asalan adalah biji kopi yang dihasilkan oleh petani dengan metoda dan sarana yang

sangat sederhana, kadar airnya masih relatif tinggi [> 16 %] dan tercampur dengan bahan-bahan

lain non-kopi dalam jumlah yang relatif banyak. Biji kopi ini biasanya dijual ke prosesor

[eksportir] yang kemudian mengolahnya sampai diperoleh biji kopi beras dengan mutu seperti

yang dipersyaratkan dalam standar perdagangan.

b. Tahapan Pengolahan

Basis usaha kopi rakyat umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas areal rata-

rata per petani antara 0,5 sampai 2 hektar. Dengan jumlah buah per panen yang relatif kecil,

yaitu antara 50 – 200 kg, maka sebaiknya pengolahan hasil panen dilakukan secara berkelompok.

Kapasitas produksi per kelompok dipilih pada skala ekonomis disesuaikan dengan kondisi

lingkungan petani seperti, produktivitas kebun, ketersediaan sumber daya pengolahan [mesin,

air, panas dan tenaga kerja terampil] dan infrastuktur pemasaran hasil. Namun, sebaiknya setiap

kelompok mampu memproduksi biji kopi siap ekspor minimal 1 kontainer [25 ton] per bulan.

Tahapan pengolahan yang diusulkan adalah pengolahan semi-basah [kebutuhan air untuk

pengolahan lebih sedikit dari pengolahan basah secara penuh] untuk buah kopi petik merah dan

pengolahan kering untuk buah campuran kuning-merah [Gambar 1].

Page 6: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 1. Tahapan pengolahan kopi secara semi-basah [kiri] dan secara kering [kanan].

b.1. Panen

Biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang sudah

masak. Ukuran kematangan buah secara visual ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit

buah terdiri satu lapisan tipis mempunyai warna hijau tua saat buah masih muda, kuning saat

setengah masak dan berubah menjadi warna merah saat masak penuh [Gambar 2]. Warna

tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa masak penuh terlampui [over ripe].

Gambar 2. Panen buah merah untuk menghasilkan biji kopi dengan mutu prima.

Page 7: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekearasan dan komposisi senyawa gula di

dalam daging buah. Buah kopi masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta

mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, daging buah

muda sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula belum

terbentuk secara maksimal. Sedangkan, kandungan lendir pada buah yang terlalu masak

cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat

proses respirasi [Rothfos, 1980]. Secara teknis, panen buah masak memberikan beberapa

keuntungan dibandingkan panen buah kopi muda antara lain [Sivetz and Desrorier, 1979;

Rothfos, 1980] :

1. Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.

2. Rendeman hasil [perbandingan berat biji kopi beras per berat buah segar] lebih tinggi

3. Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar [tidak pipih]

4. Waktu pengeringan lebih cepat

5. Warna biji dan citarasanya lebih baik

b.2. Sortasi buah di kebun

Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk memisahkan buah yang superior

[masak, bernas dan seragam] dari buah inferior [cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang

hama/penyakit]. Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-

benda tersebut dapat merusak mesin pengupas. Cara sortasi ini dilakukan langsung di kebun

sesudah panen selesai [Gambar 3]. Jika panen dilakukan secara kolektif, seluruh tenaga pemanen

secara bersama-sama melakukan sortasi hasil panen yang dikumpulkan di suatu tempat tertentu

di dalam kebun.

Page 8: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 3. Sortasi buah kopi hasil panen di kebun.

Buah merah terpilih [superior] diolah dengan metoda pengolahan semi-basah supaya

diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus, sedang buah campuran hijau-kuning-

merah diolah dengan cara pengolahan kering. Hasil pengolahan dari keduanya disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Buah kopi gelondong kering [kiri] dan biji kopi HS kering [kanan].

Buah kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah untuk mendapatkan hasil yang

optimal, baik dari segi mutu [terutama citarasa] maupun kemudahan proses berikutnya. Buah

kopi yang tersimpan di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 36 jam akan

menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan

berbau busuk [stink]. Demikian juga, penampilan fisik bijinya juga menjadi agak kusam.

b.3. Pengupasan kulit buah

Proses pengolahan semi-basah diawali dengan pengupasan kulit buah dengan mesin

mengupas [pulper] tipe silinder [Gambar 5].

Page 9: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

  Gambar 5. Mesin pengupas tipe silinder, kapasitas 200 kg/jam

Pengupasan kulit buah berlangsung di dalam celah di antara permukaan silinder yang

berputar [rotor] dan permukaan pisau yang diam [stator]. Silinder mempunyai profil permukaan

bertonjolan atau sering disebut “ buble plate “ dan terbuat dari bahan logam lunak jenis tembaga.

Silinder digerakkan oleh sebuah motor bakar atau motor diesel. Mesin pengupas tipe kecil

dengan kapasitas 200 – 300 kg buah kopi per jam digerakkan dengan motor bakar bensin 5 PK.

Alat ini juga bisa dioperasikan secara manual [tanpa bantuan mesin], namun kapasitasnya turun

menjadi hanya 80 – 100 kg buah kopi per jam. Mesin ini dapat digunakan oleh petani secara

individu atau kelompok kecil petani yang terdiri atas 5 – 10 anggota. Sedang untuk kelompok

tani yang agak besar dengan anggota lebih dari 25 orang sebaiknya menggunakan mesin

pengupas dengan kapasitas 1.000 kg per jam. Mesin ini digerakkan dengan sebuah mesin diesel 9

PK.

Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam silinder

bersama dengan buah yang akan dikupas. Penggunaan air sebaiknya diatur sehemat mungkin

disesuaikan dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti proses pengolahan basah

secara penuh, konsumsi air dapat mencapai 7 - 9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Untuk proses

semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m3 per ton buah. Aliran air berfungsi

untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder dan sekaligus

membersihkan lapisan lendir. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran

silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah.

Kinerja mesin pengupas sangat tergantung pada kemasakan buah, keseragaman ukuran

buah, jumlah air proses dan celah [gap] antara rotor dan stator. Mesin akan berfungsi dengan

baik jika buah yang dikupas sudah cukup masak karena kulit dan daging buahnya lunak dan

mudah terkelupas. Sebaliknya, buah muda relatif sulit dikupas. Lebar celah diatur sedemikian

rupa menyesuaikan dengan ukuran buah kopi sehingga buah kopi yang ukurannya lebih besar

dari lebar celah akan terkelupas. Buah kopi hasil panen sebaiknya dipisahkan atas dasar

ukurannya sebelum dikupas supaya hasil kupasan lebih bersih dan jumlah biji pecahnya sedikit.

Buah kopi Robusta relatif lebih sulit dikupas dari pada kopi Arabika karena kulit buahnya lebih

keras dan kandungan lendirnya lebih sedikit. Untuk mendapatkan hasil kupasan yang sama,

proses pengupasan kopi Ribusta harus dilakukan berulang dengan jumlah air yang lebih banyak.

Page 10: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Oleh karena itu, pada skala besar pengupasan buah kopi Robusta sering menggunakan mesin tipe

Raung [Raung pulper].

b.4. Fermentasi

Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika dan tidak

banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi Robusta terutama untuk kebun rakyat. Tujuan

proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji

kopi setelah proses pengupasan. Pada kopi Arabika, fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi

rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhannya. Prinsip

fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh

mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara

basah [merendam biji kopi di dalam genangan air] dan secara kering [tanpa rendaman air].

Karena jumlah produksi yang relatif kecil dan untuk menghemat air, proses fermentasi kopi

rakyat sebaiknya dilakukan secara kering. Namun jika pengolahan kopi rakyat dilakukan secara

kolektif dan tersedia cukup air, proses fermentasi juga dapat dilakukan secara basah terutama

jika memang ada pembeli yang menghendaki proses tersebut.

Cara sederhana untuk fermentasi kering adalah dengan menyimpan biji kopi HS basah di

dalam karung plastik yang bersih. Cara dapat juga dilakukan dengan menumpuk biji kopi HS di

dalam bak semen dan kemudian ditutup dengan karung goni. Reaksi fermentasi bermula dari

bagian atas tumpukan karena cukup oksigen. Lapisan lendir akan terkelupas dan senyawa-

senyawa hasil reaksi bergerak turun ke dasar bak dan terakumulasi di bagian dasar bak. Agar

fermentasi berlangsung secara merata, biji kopi di dalam bak perlu dibalik minimal satu kali

dalam se hari. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti

kulit tanduk. Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu dan kelembaban

lingkungan serta ketebalan tumpukan biji kopi di dalam bak. Tingkat kesempurnaan fermentasi

diukur secara visual dari kenampakan lapisan lendir di permukaan kulit tanduk atau dengan

mengusap lapisan lendir dengan jari. Jika lendir tidak lengket, maka fermentasi diperkirakan

sudah selesai. Umumnya, waktu fermentasi biji kopi Arabika berkisar antara 12 sampai 36 jam

tergantung permintaan konsumen, sedang waktu fermentasi kopi Robusta lebih pendek.

b.5.  Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang masih

menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara manual di

Page 11: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas besar perlu dibantu dengan mesin. Ada dua jenis

mesin pencuci yaitu tipe batch dan tipe kontinyu [Gambar 6]. 

     

Gambar 6. Mesin pencuci tipe batch

Mesin pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk silinder horisontal segi

enam yang di putar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas kecil dan konsumsi air pencuci yang

terbatas. Biji kopi HS sebanyak 50 – 70 kg dimasukkan ke dalam silinder lewat corong dan

kemudian direndam dengan sejumlah air. Silinder ditutup rapat dan diputar dengan motor bakar

[5 PK] selama 2 – 3 menit. Motor dimatikan, tutup silinder dibuka dan air yang telah kotor

dibuang. Proses ini diulang 2 sampai 3 kali tergantung pada kebutuhan atau mutu biji kopi yang

diinginkan. Kebutuhan air pencuci berkisar antara 2 - 3 m3 per ton biji kopi HS.

Mesin pencuci kontinyu mempunyai kapasitas yang relatif besar, yaitu 1.000 kg biji kopi

HS per jam. Kebutuhan air pencuci berkisar antara 5 – 6 m3 per ton biji kopi HS. Mesin pencuci

ini terdiri atas silinder berlubang horisontal dan sirip pencuci berputar pada poros silinder. Biji

kopi HS dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu dan disertai dengan semprotan

aliran air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang diputar dengan motor bakar mengangkat massa

biji kopi ke permukaan silinder. Sambil bergerak, sisa-sisa lendir pada permukaan kulit tanduk

akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran-kotoran akan menerobos lewat lubang-lubang

yang tersedia pada dinding silinder, sedang massa biji kopi yang sudah bersih terdorong oleh

sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder.

b.6.  Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi HS

yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman untuk

dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Proses

pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan kombinasi keduanya.

Page 12: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

b.6.1  Penjemuran

Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Jika

cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan cara penjemuran penuh [full

sun drying]. Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik jika syarat-syarat

berikut dapat dipenuhi, yaitu :

1. Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara

maksimal.

2. Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.

3. Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur harus optimal.

4. Pembalikan yang cukup

5. Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.

6. Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah.

Penjemuran sebaiknya menggunakan model para-para [meja pengering] atau lantai semen

[Gambar 7]. Model para-para menggunakan lantai jemur dari papan kayu, anyaman bambu atau

kawat ayakan dan disangga dengan kaki-kaki lebih kurang 0,50 m dari permukaan tanah. Jika

diperlukan, meja pengering dapat diberi penutup dari kain terpal atau plastik tembus sinar

[transparan]. Model para-para mempunyai beberapa keunggulan antara lain dalam hal :

1. Penuntasan air permukaan dari kulit tanduk berjalan lebih sempurna.

2. aliran udara lingkungan di bagian bawah meja akan membantu proses pengeringan.

3. rambatan [difusi] air tanah ke dalam tumpukan biji dapat dihindari.

4. kontaminasi bahan-bahan non-kopi dapat diperkecil.

Page 13: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 7. Penjemuran biji kopi HS di atas para-para [kiri] atau lantai semen [kanan].

Berbeda dengan model para-para, model penjemuran dengan lantai semen atau kongkret

mempunyai hamparan penjemuran langsung di atas permukaan tanah. Profil lantai hamparan

dibuat miring lebih kurang 5 - 7o dengan sudut pertemuan di bagian tengah lantai. Pinggiran

lantai dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan tiang-tiang penyangga untuk mengkaitkan

plastik petutup [terpal]. Saat hari hujan, hamparan buah kopi digunungkan [heaping] di bagian

tengah lantai dan ditutup dengan terpal.

Baik menggunakan model para-para maupun lantai semen, ketebalan hamparan biji kopi

di atas lantai jemur sebaiknya antara 2 - 5 lapisan biji atau 8 - 12 kg per m2. Namun, nilai ini

bisa bervariasi tergantung pada kondisi cuaca dan frekuensi pembalikan hamparan bijinya. Pada

saat masih kondisi basah, pembalikan biji kopi dilakukan secara lebih intensif, yaitu setiap 1 jam

sekali agar laju pengeringan lebih cepat dan merata. Pada areal kopi Arabika yang umumnya di

dataran tinggi, kondisi cuaca tidak selalu mendukung untuk proses penjemuran secara optimal.

Untuk mencapai kisaran kadar air antara 15 - 17 %, waktu penjemuran dapat berlangsung sampai

2 minggu.

Buah kopi Arabika mutu rendah [inferior] hasil sortasi di kebun sebaiknya diolah secara kering

[Gambar 1]. Cara ini juga banyak dipraktekkan petani untuk mengolah kopi jenis Robusta.

Tahapan proses ini relatif lebih pendek dibandingkan proses semi-basah. Buah kopi hasil panen

atau hasil sortiran langsung dijemur dengan teknik penjemuran seperti yang telah dijelaskan di

atas. Bedanya, untuk mendapatkan kadar air yang sama, penjemuran buah kopi memerlukan

waktu yang lebih lama dibandingkan penjemuran biji kopi HS, karena berbagai sebab antara

lain :

1. senyawa gula dan pektin yang terkandung di dalam daging buah kopi [mucilage] 

mempunyai sifat menyerap air [higroskopis] dari lingkungan. 

2. kotoran-kotoran non-kopi mudah lengket dipermukaan lendir sehingga proses

pengeringan menjadi terhambat.

b.6.2.  Pengeringan mekanis

Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan cara

pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis maupun mutu hasil.

Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak dapat dipenuhi.

Page 14: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu penjemuran untuk

menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian dilanjutkan dengan pengering

mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin [siang dan

malam] sehingga buah atau biji kopi dapat langsung dikeringkan dari kadar air awal 60 – 65 %

sampai kadar air 12 % dalam waktu yang lebih terkontrol.

Proses pengeringan mekanis sebaiknya dilakukan secara berkelompok karena proses ini

membutuhkan peralatan mekanis yang relatif lebih rumit, modal investasi yang relatif cukup

besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Kapasitas pengering mekanis bida dipilih antara 1,50

sampai 4 ton biji kopi HS basah tergantung pada kondisi kelompok tani [Gambar 8].

Gambar 8. Pengering biji kopi dengan bahan bakar kayu [kiri] dan bahan bakar minyak

[kanan].

Pengering mekanis mempunyai fleksibilitas pengoperasian yang tinggi dan mempunyai

kapasitas pengeringan yang  besar karena sumber panasnya tidak tergantung pada cuaca. Jenis

sumber panas pengering mekanis disesuaikan dengan ketersediaaan bahan bakar di sekitar kebun

kopi seperti kayu bakar atau minyak tanah [Sri Mulato, 1994]. Selain itu, pengering mekanis

dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara pengering sehingga proses penguapan air dari

biji kopi dapat diatur sesuai kebutuhan. Kipas udara digerakkan dengan motor listrik atau motor

bakar [diesel] berkekuatan 2 sampai 5 kW tergantung kapasitas pengeringannya. Suhu udara

pengering mudah diatur antara 55 - 60 °C. Jika biji kopi sebelumnya sudah dijemur sampai kadar

air 20 – 25 %, maka waktu pengeringan biji kopi HS sampai mencapai kadar air 12 % lebih

kurang 10 - 15 jam.

Page 15: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi mulai dari

kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan

penjemuran Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus [siang dan

malam], maka kadar air 12% dapat dicapai selama 48 – 54 jam. Penggunaan suhu tinggi [>

60oC] hendaknya dihindari terutama untuk pengeringan biji kopi Arabika karena dapat merusak

citarasanya. Sebaliknya, pengeringan biji kopi Robusta seringkali diawali dengan suhu udara

pengering yang relatif tinggi, yaitu sampai 90-100oC dengan waktu pemanasan yang singkat.

Tujuan dari proses ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji [huidig]. Jika

pengeringan suhu tinggi ini terlalu lama, maka warna permukaan biji  kopi cenderung menjadi

kecoklatan.

b.6.3.  Pengukuran kadar air

Kadar air biji kopi merupakan salah satu tolok ukur proses pengeringan agar diperoleh

mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang murah. Akhir dari proses pengeringan harus

ditentukan secara akurat. Pengeringan yang berlebihan [menghasilkan biji kopi dengan kadar air

jauh di bawah 12%] merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya

kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka kadar air biji kopi belum mencapai titik

keseimbangan [12%] sehingga biji kopi menjadi rentan terhadap serangan jamur saat disimpan

atau diangkut ke tempat konsumen. Oleh karena itu, selama proses pengeringan berjalan, selain

melihat tampilan fisik biji kopi, kadar airnya baik di lantai jemur ataupun di dalam bak pengering

harus diukur. Gambar 9 menunjukkan alat pengukur kadar air biji kopi secara elektronik. Prinsip

kerja alat ini relatif sederhana, namun mempunyai tingkat akurasi yang baik.

Page 16: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 9. Alat pengukur kadar air biji kopi.

b.7.  Pengupasan kulit kopi HS

Pengupasan ditujukan untuk memisahkan biji kopi dengan kulit tanduk. Hasil

pengupasan disebut biji kopi beras. Mesin pengupas yang digunakan adalah tipe silinder dengan

penggerak motor diesel  antara 12 – 24 PK tergantung kapasitasnya [Gambar 10]. Di dalam

dinding silinder terdapat rotor penggesek, saringan dan kipas sentrifugal untuk memisahkan biji

kopi dari kulit kopi dan kulit tanduk. Biji kopi HS diumpankan ke dalam silinder lewat corong

pemasukkan dan kemudian masuk celah antara permukaan rotor dan saringan. Kulit tanduk akan

terlepas karena gesekan antara permukaan rotor dan terpecah menjadi serpihan ukuran kecil.

Permukaan rotor mempunyai ulir dan mampu mendorong biji kopi ke luar silinder, sedangkan

serpihan kulit lolos lewat saringan dan terhisap oleh kipas. 

Page 17: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 10. Mesin pengupas kulit kopi kering.

Dibanding pengupasan biji kopi HS, pengupasan biji kopi gelondong relatif lebih sulit

karena kulitnya tebal dan keras. Dengan demikian, kapasitas pengupasannyapun menjadi lebih

rendah. Mesin pengupas ukuran medium mempunyai kapasitas 600 kg biji kopi HS per jam, akan

menurun menjadi 250 kg per jam dengan umpan kopi gelondong kering. Kapasitas mesin juga

tergantung pada kadar air biji kopinya. Mesin pengupas ini dirancang untuk mengupas biji kopi

HS atau kopi gelondong dengan kadar air mendekati 12 %. Jika kadar air makin tinggi, kapasitas

pengupasannya turun dan jumlah biji pecahnya sedikit meningkat. Kadar air berpengaruh pada

ukuran biji kopi. Makin tinggi kadar air biji kopi, ukuran bijinya semakin besar. Oleh karena itu,

lebar celah dan ukuran saringan perlu dimodifikasi jika mesin pengupas tersebut akan dipakai

untuk mengupas biji kopi dengan kadar air yang masih tinggi. Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah pengupasan sebaiknya dilakukan pada biji kopi yang telah dingin karena sifat fisiknya

telah stabil. Biji kopi hasil pengeringan sebaiknya dianginkan [tempering] dahulu selama 24 jam.

Rendemen hasil pengolahan dihitung dari perbandingan antara berat biji kopi beras hasil

pengupasan dengan berat buah kopi hasil panen yang diolah. Rendemen hasil pengolahan kopi

Arabika berkisar antara 16 – 20 % artinya setiap 1 kg biji kopi beras dibutuhkan buah kopi

gelondong basah antara 5 sampai 6 kg. Sedang, rendemen hasil pengolahan kopi Robusta bisa

mencapai kisaran antara 20 – 22 % artinya setiap 1 kg biji kopi beras dibutuhkan buah kopi

gelondong basah sama atau kurang dari antara 5 kg. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai

rendemen antara lain tingkat kematangan buah, komposisi senyawa kimia penyusun buah dan

jenis proses. Proses basah umumnya menghasilkan rendemen yang sedikit lebih kecil, karena

perlakuan pengolahan lebih intensif sehingga biji kopi lebih bersih. Namun demikian, penurunan

rendemen dari proses basah dapat dikompensasi dengan harga jual. Patokan pasar menunjukkan

harga jual biji kopi WP [hasil pengolahan basah] lebih tinggi dari harga biji kopi DP [hasil

pengolahan kering].

b.8. Sortasi

Biji kopi beras harus disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat bijinya. Kotoran-

kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi, harus juga dipisahkan. Sortasi

ukuran dilakukan dengan ayakan mekanis tipe silinder berputar atau tipe getar [Gambar 11].

Page 18: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 11. Mesin sortasi tipe meja getar [kiri] dan tipe silinder berputar [kanan].

Untuk keperluan tertentu, mesin pengayak diberi alat umpan elevator timba [bucket

elevator] untuk pengumpanan biji kopi yang akan disortasi. Kapasitas ayakan antara 500 –1.250

kg per jam tergantung pada ukurannya. Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan ukuran

lubang 5,50; 6,50 dan 7,50 mm. Untuk mesin sortasi tipe getar, ketiga ayakan disusun bertingkat,

sedang tipe silinder putar ketiganya dipasang secara berurutan [seri]. Masing-masing tingkat atau

seri ayakan dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan [outlet] biji dengan ukuran yang sesuai

dengan lubang ayakannya. Biji hasil sortasi atas dasar kelompok ukuran kemudian dikemas di

dalam karung goni. Setiap karung mempunyai berat bersih 60 atau 90 kg tergantung konsumen

dan diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Untuk menghindari

kontaminasi bau minyak ke dalam biji kopi, cat untuk label sebaiknya menggunakan pelarut non-

minyak.

b.9. Penggudangan

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan biji kopi beras yang telah disortasi dalam

kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Beberapa faktor penting pada

penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang

[Hensen et al., 1973; Hall, 1970; Klett, 1987]. Kadar air kesetimbangan biji kopi pada

kelembaban relatif udara 70% adalah 12% [Sievetz and Foote, 1973; Oskari, 1997]. Kadar air

biji kopi akan naik selama disimpan di dalam gudang yang lembab [kelembaban relatif udara >

95%]. Untuk itu, gudang penyimpanan biji kopi di daerah tropis sebaiknya dilengkapi dengan

sistem penyinaran dan sirkulasi udara dalam jumlah yang cukup [Gambar 12]. 

Page 19: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Gambar 12. Gudang dengan sanitasi, penerangan dan ventilasi yang baik.

Karung-karung ditumpuk dengan rapi di atas papan kayu [palet] agar tidak langsung

bersinggungan dengan permukaan lantai. Kapasitas penggudangan biji kopi lebih kurang 600 kg

biji kopi per m2 luas lantai gudang. Tumpukan karung dekat dinding dijaga 10 – 20 cm dari

dinding gudang. Serapan air dari udara, permukaan lantai dan dinding akan memberi peluang

serangan jamur dan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat

mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan termasuk

beberapa jenis jamur penghasil okhratoksin. Sanitasi atau kebersihan yang kurang baik

menyebabkan hama gudang seperti serangga atau tikus akan cepat berkembang dan pada

akhirnya akan merusak biji kopi sebagai makanan.

b.10.  Proses kontrol dan pengawasan mutu

Untuk mendapatkan mutu biji kopi yang memenuhi standar, seragam dan konsisten,

setiap tahapan pengolahan harus diawasi secara teratur dan berkelanjutan sehingga pada saat

terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Tabel 1

menunjukkan jenis pengawasan proses [proses kontrol] dan kontrol mutu yang harus dimonitor

pada pengolahan biji kopi.

2.2  PENGOLAHAN BIJI KOPI SEKUNDER (KOPI BUBUK)

 a Penyiapan bahan baku

Page 20: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu [fisik, kimiawi,

kontaminasi dan kebersihan] harus diawasi dengan baik karena menyangkut citarasa, kesehatan

konsumen, daya hasil [rendemen] dan efisiensi produksi. Untuk mendapatkan hasil pengolahan

yang optimal, syarat mutu biji kopi beras sebagai bahan baku utama sebaiknya mengikuti nilai

seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi mutu biji kopi sebagai bahan baku kopi bubuk.

Dari aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang digunakan telah

diolah secara baik. Untuk melaksanakan uji ini diperlukan alat uji citarasa yang terdiri atas alat

sangrai dan pembubuk skala laboratorium

Dari aspek kebersihan, biji kopi harus bebas dari jamur dan kotoran yang mengganggu

kesehatan peminumnya. Kontaminasi jamur juga akan menyebabkan rasa tengik atau apek.

Sedang dari aspek efisiensi produksi, biji kopi dengan ukuran yang seragam akan mudah diolah

dan menghasilkan mutu produk yang seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan kadar air

akan berpengaruh pada rendemen hasil. Kadar air yang tinggi juga menyebabkan waktu sangrai

lebih lama yang berarti kebutuhan bahan bakar lebih banyak. Kontaminasi benda keras [batu atau

Page 21: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

besi] selain akan menyebabkan komponen mesin lebih cepat aus, juga menyebabkan pengaruh

negatif terhadap kehalusan kopi bubuk dan kesehatan peminumnya.

b.Pemilihan teknologi

Proses pengolahan produk sekunder [kopi bubuk] sebaiknya juga dilakukan secara

kelompok. Unit produksinya diharapkan menjadi salah satu bagian integral dari kegiatan

pengolahan produk primernya sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin, baik dalam hal

jumlah maupun mutunya.Kapasitas produksi kopi bubuk sebaiknya disesuaikan dengan kondisi

pasar di sekitar lokasi kebun. Secara teknis teknologi proses dan alat dan mesin produksi kopi

bubuk tersedia dengan kisaran produksi 100 dan 500 kg per hari [8 jam operasi].

b.1 Penyangraian

Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi

dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai

menggunakan mesin sangrai tipe silinder berputar [Gambar 15]. Silinder sangrai dapat

digerakkan dengan motor listrik atau motor bakar, sedang sebagai sumber panas adalah kompor

minyak tanah atau gas. Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch tergantung ukuran diameter

silindernya.

Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan

memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis.

Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat,

hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu

sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam

jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan

perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai

yang umum adalah sebagai berikut,

1. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan [warna coklat muda],

2. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium [warna coklat agak gelap]

3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap [warna coklat tua cenderung agak

hitam].

Page 22: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar air biji

kopi berasanya dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses

penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang

disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang diambil dari

dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar. Salah satu rujukan warna sampel atas

dasar tingkat sangrai disajikan pada Gambar 16 dengan 3 tingkatan penyangraian, yaitu ringan

[light], menengah [medium] dan gelap [dark]. SCAA [Specialty Coffee Association of America]

Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam bak

pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi sangrai diaduk agar

proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut [over roasted]. Untuk bak pendingin yang

dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai

akan terhisap sehingga biji kopi ssangrai lebih bersih.

b.2 Pencampuran

Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, pabrikan kopi bubuk sering

menggunakan bahan baku campuran dari beberapa jenis biji kopi beras [Arabika, Robusta,

Exelsa dll], jenis proses yang digunakan [proses kering, semi-basah, basah], dan asal bahan baku

[ketinggian, tanah dan agroklimat]. Beberapa jenis bahan baku tersebut disangrai secara terpisah,

ditimbang dalam proporsi tertentu [atas dasar uji citarasa], dan kemudian dicampur dengan alat

pencampur putar tipe hexagonal [Gambar 17]. Dari campuran tersebut diharapkan dapat

diperoleh citarasa dan aroma kopi bubuk yang khas dan tidak dimiliki oleh produk sejenis yang

dihasilkan oleh pabrik yang lain.

b.3 Penghalusan biji kopi sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai diperoleh butiran

kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi rasa dan

roma yang lebih optimal. Mesin penghalus menggunakan tipe Burr-mill ]. 

Mesin ini mempunyai dua buah piringan [terbuat baja], yang satu berputar [rotor] dan

yang lainnya diam [stator]. Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya geseran antara

permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Kopi

bubuk ukuran halus diperoleh dari ayakan dengan ukuran lubang 200 Mesh, sedangkan untuk

Page 23: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

ukuran bubuk medium digunakan ayakan 120 mesh. Jika dipasang ayakan 200 Mesh, sebagian

besar [79 %] kopi bubuk akan mempunyai ukuran antara 0,90 - 1,0 mm. Kapasitas mesin

penghalus antara 10 – 60 kg per jam tergantung pada diameter piringan penghalusnya.Proses

gesekan yang sangat intensif akan menyebabkan timbul panas di bagian silindernya dan akan

menyebabkan aroma kopi bubuk berkurang. Untuk menghindari tersebut, maka mesin penghalus

sebaiknya dihentikan dan didinginkan sejenak saat suhu kopi bubuk di dalam bok penampung

meningkat secara tidak wajar.

Rendemen hasil pengolahan [penyangraian dan penghalusan] adalah perbandingan antara

berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses. Rendemen makin

turun pada derajad sangrai yang makin gelap. Rendemen tertinggi, yaitu 81 %, diperoleh pada

derajad sangrai ringan, dan terendah yaitu 76 %, dengan derajad sangrai gelap. Rendemen juga

dipengaruhi oleh susut berat biji kopi selama penyangraian. Makin tinggi kadar air biji dan

makin lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil [Sivetz and Foote,

1973]. Sedangkan susut berat selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi

bubuk yang sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin

penghalusnya.

b.4. Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama

distribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar tradisional dan di pasar

swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh pemakai. Jika tidak dikemas secara baik,

kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua

minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas

adalah kondisi penyimpanan [suhu lingkungan], tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan

bubuk dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa

senyawa kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek [stale], sedang

oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi. Bahan pengemas

yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,

1. Daya transmisi rendah terhadap uap air

2. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen

3. Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau

4. Sifat permeable terhadap gas CO2

Page 24: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

5. Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya

6. Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan

7. Mudah dan murah diperoleh

Selain keawetan, kemasan juga harus dapat menarik minat pembeli kopi bubuk melalui

rancangan gambar, warna dan tulisan yang ada diluarnya. Tampilan yang paling baik adalah

dengan model cetak [hot printing]. Pesanan kemasan model ini hasur pada skala besar sehingga

harganya menjadi agak mahal. Untuk pabrikan pemula, kemasan model sablon, asalkan digarap

dengan baik, menghasilkan tampilan kemasan yang menarik. Sedang untuk menutup lubang

kemasan, dapat digunakan alat pengempa panas tipe manual [Gambar 20]. Jika diinginkan usia

simpan kopi bubuk yang lebih lama, oksigen di dalam kemasan dapat dikurangi ke tingkat yang

paling rendah [< 1 %] atau jika mungkin nol persen dengan pengemas vakum [hampa].

Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan kopi

bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan. Ketiganya dilakukan

oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan, labeling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah

seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Kemampuan pengemasan tipe manual adalah 90

buah per jam untuk kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam untuk kemasan plastik

berat 50 g.

                       Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu

memasukkan kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan.

Ketiganya dilakukan oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan, labeling tanggal

kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Kemampuan

pengemasan adalah 90 buah per jam untuk kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam

untuk kemasan plastik berat 50 g.

b.5. Pengepakan

Untuk mempermudah pemasaran dan distribusi ke konsumen, kemasan kopi bubuk atas

dasar jenis mutu, ukuran kemasan dan bentuk kemasan dimasukkan dan dimuat di dalam kardus

[karton]. Kardus diberi nama perusahan, merek dagang dan label produksi yang jelas. Tumpukan

kardus kemudian disimpan di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan dan ventilasi yang

cukup

Page 25: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan kopi

bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan. Ketiganya dilakukan

oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan, labeling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah

seluruh tahapan proses pengemasan selesai. Kemampuan pengemasan adalah 90 buah per jam

untuk kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam untuk kemasan plastik berat 50 g.

b.6. Pengawasan proses dan pengawasan mutu

Kopi bubuk adalah bahan minuman yang selain memberikan kenikmatan harus juga

aman bagi konsumen. Selain tahapan proses pengolahan harus jelas, kriteria mutu harus

didefinisikan secara jelas sehingga pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang

tepat sasaran dapat segera dilakukan. Tabel 3 menunjukkan jenis pengawasan proses [proses

kontrol] dan kontrol mutu yang harus dimonitor pada pengolahan kopi bubuk. (Suwono,2005)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan.

Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah kemampuan

mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas

pertanian yang diekspor merupakan bahanmentah dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-

75%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang

Page 26: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai tambah yang yang

diperoleh dari ekspor produk pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi

perkembangan agroindustri di era global ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi

agroindustri produk pertanian begitu beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen

dan teknologi proses. Untuk memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan

berdasarkan tahapannya yaitu, tahap atau tahap sebelum pengolahan, tahap pengolahan dan tahap

pengolahan lanjut . Perlakuan pascapanen tahap awal meliputi, pembersihan, pengeringan, sortasi

dan pengeringan berdasarkan mutu, pengemasan, transport dan penyimpanan,

pemotongan/pengirisan, penghilangan biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan pascapanen tahap

pengolahan antara lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan

sebagainya. Sedangkan contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat digolongkan ke dalam

teknologi proses untuk agroindustri, yaitu penerapan pengubahan (kimiawi, biokimiawi, fisik)

pada hasil pertanian menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti,

1. Kakao ; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.

2. Kopi ; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafein.

3. Teh ; Produk-produk teh, minuman kesehatan.

4. Ekstrak/oleoresin ; produk-produk dalam bentuk bubuk atau enkapsulasi.

5. Minyak atsiri ; produk-produk aromaterapi, isolat dan turunan kimia.

Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung dari sejak tahap awal,

seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula yang menjadi bahan baku untuk

industri lainya, seperti industrimakanan, kimia dan farmasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ciptadi, w. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknolgi Institut Pertanian

Bogor(Pdf)

Drajat,B.2004.Analisis Prospek dan Strategi Pengembangan Industri Hilir Kopi.Penebar

Swadaya. Jakarta

Murdijati,G. dan Rahadian, Dimas, AM.2011.Kopi. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Page 27: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Najiyanti,S dan Danarti.2001.Budidaya Kopi dan penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya.

Jakarta

Soewono, L. 2005. Pemanfaatan Teknologi Pascapanen dalam Pengembangan Agroindustri.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengambangan Industri

Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunianya, kita diberikan kesehatan hingga saat ini.

Penulis ucapkan terimakasih kepada dosen yang bersangkutan karena telah

mempercayakan tugas ini kepada penulis. Ucapan terimakasih pula di haturkan kepada kerabat

yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Page 28: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

Makalah ini berisikan penjelasan bagaimana Teknologi Pengolahan Biji Kopi sebelum

diseduh. Beberapa metoda-metoda di paparkan didalamnya.

Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat membantu menambah wawasan pembaca,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk pembaharuan makalah

ini kedepannya.

Terimakasih.

Juli 2014

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...

Page 29: Makalah Agroindustri - Universitas Jambi / Biji Kopi

A. Latar belakang……………………………………………………………

B. Tujuan ……………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………

C. Kesimpulan ……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA