macam kelainan pada gigi dan mulut
DESCRIPTION
beberapa macam kelainan yang sering ditemukan pada gigi dan mulutTRANSCRIPT
I. ANODONTIA
A. Pengertian
`Anodontia disebut juga sebagai anodontia vera adalah kelainan genetik
(keturunan) berupa tidak tumbuhnya gigi karena tidak adanya benih gigi baik
absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk lengkap namun semua gigi
permanen tidak terbentuk sama sekali. Terdapat 3 macam anodontia, yaitu complete
anodontia, hipodontia dan oligodontia (Adulgopar, 2009).
Complete anodontia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya semua gigi
di dalam rongga mulut. Hipodontia adalah kelainan genetik yang biasanya berupa
tidak tumbuhnya 1-6 gigi di dalam rongga mulut. Oligodontia adalah kelainan genetik
berupa tidak tumbuhnya lebih dari 6 gigi di dalam rongga mulut.
Kondisi kelainan ini biasanya melibatkan gigi susu dan gigi permanen, namun
seringkali pada gigi permanen (Lidral, 2007; Wikipedia, 2011).
Gambar 1. Perbedaan Hipodontia, Oligodontia, dan Anodontia
Gambar 2. Anodontia Gambar 3. oligodontia
1
Gambar 4. Hipodontia bilateral Gambar 5. Pemeriksaan radiografik hipodontia bilateral
B. Etiologi
Anodontia dan hipodontia disebabkan kelainan genetik tetapi mutasi gen yang
spesifik tidak diketahui. Anodontia dan hipodontia kadang ditemukan sebagai bagian
dari suatu sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul
secara bersamaan, misalnya pada sindroma Ectodermaldysplasia. Hipodontia dapat
timbul pada seseorang tanpa ada riwayat kelainan pada generasi keluarga sebelumnya,
tapi bisa juga merupakan kelainan yang diturunkan.
C. Patogenesis
Gigi berasal dari dua jaringan embrional, ektoderm, yang membentuk enamel,
dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga jaringan-jaringan
penunjang. Perkembangan gigi geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6
intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan
ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial band.
Primary epithelial band yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami invaginasi
ke dasar jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masing-masing rahang yaitu
pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen bukal yang merupakan bakal pipi
dan bibir serta pita lamina dentis yang akan berperan dalam pembentukan benih gigi.
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu
perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi
inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita
anodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel
mulut, yakni pada tahap inisiasi (Muynckd, 2004).
2
D. Diagnosis
Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi dan lebih sering
mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Pada hipodontia, gigi-gigi
yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, incisivus
dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada
satu sisi rahang atau keduanya
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk
memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus
hipodontia, pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi
mana saja yang tidak terbentuk.
E. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang dapat
dilakukan adalah pembuatan gigi tiruan.
Sumber Gambar:
1. http://trialx.com/curebyte/2011/06/16/what-does-anodontia-look-like/
2. http://www.silverstardental.com/dental_conditions.php
3. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/112/anodontia--benih-gigi-tidak-ada
4. http://www.angle.org/doi/pdf/10.1043/0003-3219(2006)076%5B0156%3AOPWSAI%5D2.0.CO
%3B2
5. http://www.personal.psu.edu/faculty/j/e/jel5/biofilms/polysac.html
3
II. Impacted Teeth
A. Pengertian
Impacted teeth (gigi impaksi) adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang
atau terhambat, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis
sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal
didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi.
B. Etiologi
Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, menurut Berger penyebab
impaksi gigi antara lain :
1. Kausa lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah :
a. Abnormalnya posisi gigi
b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
e. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
f. Pencabutan prematur pada gigi
g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses
i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
2. Kausa umur
Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada
kausa lokal antara lain:
a. Kausa Prenatal
1) Keturunan
2) “miscegenation”
b. Kausa Postnatal
1) Ricketsia
2) Anemia
3) Syphilis congenital
4) TBC
5) Gangguan kelenjar
endokrin
6) Malnutrisi
4
c. Kelainan Pertumbuhan
1) Cleido cranial dysostosis
2) Oxycephali
3) Progeria
4) Achondroplasia
5) Celah langit-langit
C. Klasifikasi
Untuk kebutuhan dan keberhasilan dalam perawatan gigi yang impaksi maka
diciptakanlah berbagai jenis klasifikasi. Beberapa diantaranya sudah umum dijumpai
yaitu klasifikasi menurut Pell dan Gregory, George Winter dan Archer.
1. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory (1933)
a. Berdasarkan hubungan antara molar ketiga dengan batas depan ramus
mandibula dan molar kedua, yaitu dengan cara membandingkan lebar mesio-
distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke batas
depan ramus mandibula
1) Kelas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan
jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Gambar 1. Maloklusi kelas 1
2) Kelas II: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan
jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Gambar 2. Maloklusi kelas 2
5
3) Kelas III: Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibula
Gambar 3. Maloklusi Kelas 3
Gambar 3. Maloklusi kelas 3
b. Berdasarkan kedalaman molar ketiga di dalam rahang
1) Posisi A: Permukaan oclusal gigi molar ketiga berada setinggi molar
kedua.
2) Posisi B: Permukaan oclusal gigi molar ketiga berada diantara garis
oklusal dan garis servikal molar kedua.
3) Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis servikal
molar kedua
Gambar 4. Kasifikasi Maloklusi Posisi A, B, dan C
Gambar 4. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang
c. Klasifikasi menurut Archer dan Kruger
Gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap
gigi molar kedua. Posisi-posisi meliputi :
1. Mesioangular
2. Distoangular
3. Vertical
4. Horizontal
5. Buccoangular
6. Linguoangular
7. Inverted
6
Gambar 5.Klasifikasi impaksi menurut Archer dan Kruger
D. Diagnosis
Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi impaksi.
Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan
dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi adalah :
1. Inflamasi,yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi
disekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista(folikuler).
4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).
Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah adanya
pembengkakan, pembesaran limfonodi (KGB), dan parastesi. Sedangkan pada
pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak,
karies, perikoronitis, adanya parastesi, warna mukosa bukal, labial dan gingival, adanya
abses gingival, posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi
dengan ramus (pada molar tiga mandibula). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
antara lain dental foto (intra oral), oblique, dan occlusal foto/ bite wing (Benediktsdóttir
and Sara, 2003; Qirreish, 2005).
7
Gambar 6. Foto Rontgen Gigi Impaksi
E. Terapi
Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga,
caninus, premolar, incisivus namun harus diingat sejauh tidak menyebabkan terjadinya
gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan disekitar rahang pasien maka
gigi impaksi tidak perlu dicabut. Pencabutan pada gigi impaksi harus memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi yang ada.
Indikasi pencabutan gigi impaksi antara lain untuk mencegah terjadinya patologi
yang berasal dari folikel atau infeksi, mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi,
usia muda, adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu
mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi, dan untuk kepentingan
prostetik.
Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi pasien dengan usia sangat ekstrim,telalu
muda atau lansia, compromised medical status, kerusakan yang luas dan berdekatan
dengan struktur yang lain, pasien tidak menghendaki giginya dicabut, apabila tulang
yang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan padat, apabila kemampuan
pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau
mental tertentu.
Sumber gambar :
1,2, 3, 4. The American Dental Association, 2004
5. http://www.animated-teeth.com/wisdom_teeth/t5_extractions_costs.htm
6. http://www.toothandteeth.com/impacted-wisdom-teeth.html
8
III. Malocclusion
A. Pengertian
Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan
permukaan oklusal gigi geligi oklusal di rahang bawah pada saat rahang atas dan
rahang awah menutup. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system,
skeletal system, dan muscular system.
Malocclussion (maloklusi) adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk
standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika
gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi
dapat berupa kondisi “bad bite” atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite),
kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), adanya ruang kosong
antar gigi (spacing), posisi gigi maju ke depan (protusi) (Gotlieb, 1996).
Gambar 1. Crossbite Gambar 2. Overbite
Gambar 3.Crowdeed
9
Gambar 4. Prostusi
B. Etiologi
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum
dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter;
kelainan kongenital; perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal
dan postnatal; kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah, trauma; dan penyakit-penyakit
yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan
kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi, dan malnutrisi.
Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi
berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran
gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui,
persistensi gigi desidui, terlambatnya erupsi gigi permanen, jalan erupsi abnormal,
ankilosis, karies gigi, dan restorasi yang tidak baik.
C. Klasifikasi
Klasifikasi maloklusi menurut Angel :
1. Kelas I Angle
Tonjol mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah (gambar B).
2. Kelas II Angle (distoklusi)
Gigi atas lebih ke depan dari pada gigi bawah akan terjadi distorsi atau
penggantian suara bibir p, b, dan m sehingga apabila berbicara akan mengatupkan
bibir bawah dan atas bersama-sama (gambar C)
3. Kelas III Angle (mesioklusi)
Gigi di rahang atas berada di belakang gigi di rahang bawah akan
mengakibatkan distorsi pembicaran dan posisi antargigi untuk suara s, z, t, l, dan n.
Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah (gambar D)
(Grob, 1995).
10
Gambar 5. Klasifikasi Maloklusi
D. Diagnosa
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan dan
bicara. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat
mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada Temporo Mandibula Junction (TMJ) dan juga
mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan
kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola
pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini
juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
Maloklusi sering ditemui selama pemeriksaan oleh dokter gigi, dapat terlihat
ketika gigi berkontak pada saat menelan air ludah dan kepala ditengadahkan, dan jika
ditemukan adanya maloklusi maka pemakaian rontgen photo dapat dilakukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
E. Indeks Maloklusi
Beberapa indeks maloklusi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Master dan Frankel
Indeks ini digunakan untuk menghitung jumlah gigi yang berpindah atau
berotasi secara kualitatif (ada atau tidak ada).
2. Malaligment Index (Mal)
Indeks ini digunakan untuk menilai keparahan gigi yang tidak teratur. Ciri
oklusi yang dinilai adalah letak gigi yang berpindah atau berotasi secara
kuantitatif. Gigi yang berpindah dinilai apakah lebih kecil atau lebih besar dari
11
1,5 mm dan gigi yang berotasi dinilai apakah berputar lebih kecil atau lebih besar
dari 45o. Penilaian dilakukan dengan bantuan penggaris plastik kecil.
3. Handicapping Labio Lingual Deviation Index (HLD Index)
Indeks ini ditujukan kepada subjek yang dipilih dengan maloklusi yang parah
atau berat dan adanya anomali wajah. Index ini dapat digunakan pada gigi
permanen.
4. Occlusion Feature Index (OFI)
Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas
tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit.
5. Maloklusion Severity Estimate oleh Grainger
Pengukuran dan pemberian skor dibuat untuk menilai jarak gigit, tumpang
gigit, gigitan terbuka anterior, incisivus maksila yang tidak tumbuh, hubugan gigi
molar satu permanen, gigitan silang posterior dan pergeseran letak gigi.
6. Occlusal index (OI)
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan normal
oklusi. Penilaiannya adalah umur gigi, relasi gigi molar, tumpang gigit, jarak
gigit, gigitan silang posterior, gigitan terbuka posterior, penyimpangan gigi, relasi
gigi tengah dan adanya gigi incisivus atas. Indeks ini dapat digunakan pada masa
gigi susu, gigi bercampur dan gigi permanen, namun bentuk penilaiannya rumit
sehingga kurang praktis.
7. Treatment Priority Index (TPI)
Indeks ini merupakan modifiasi dari Malocclusion Severity Estimate untuk
menentukan prioritas perawatan bagi sekelompok populasi dan digunakan untuk
tujuan epidemiologi. Indeks dibuat untuk menila jarak gigit, gigitan terbalik,
tumpang gigit, gigitan terbuka anterior, gigi incisivus agenesis, disto oklusi,
mesio oklusi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, gigitan
silang posterior dengan segmen gigi atas linguoversi, malposisi gigi individual
dan celah langit-langit. Penggunaan indeks ini memerlukan bantuan sebuah
penggaris pengukur.
8. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA)
Indeks HMA secara kuantitatif memberikan penilaan terhadap ciri-ciri oklusi
dan cara menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi
yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat. Indeks ini digunakan untuk
12
mengukur kelaian gigi pada satu rahang, dan mengukur ciri maloklusi yang
merupakan kelaian dentofasial (Mihalik, 2003).
F. Terapi
Terapi pada penderita oklusi dapat diberikan berdasarkan berat-ringan maloklusi
dari indeks maoklusi. Salah satu indeks yang dipakai untuk menentukan ada tidaknya
perawatan adalah indeks HMA. Berikut adalah interpretasi dari hasil pemeriksaan
menggunakan HMA :
1. Skor 0-4 : variasi oklusi ringan
2. Skor 5-9 : maloklusi ringan, tidak memerlukan perawatan
3. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan
4. Skor 15-19 : maloklusi berat memerlukan perawatan
5. Skor ≥20 : sangat memerlukan perawatan
Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan membutuhkan
perawatan khusus dengan menggunakan alat-alat ortodontik seperti alat cekat atau
braces. Tidak ada batasan umur dalam pemakaian alat cekat. Pemakaian alat cekat
pada anak dan remaja umumnya untuk memperbaiki penampilan/ estetis. Sebaliknya,
orang dewasa memakai alat cekat lebih untuk memperbaiki fungsi pengunyahan.
Sebelum pemasangan alat cekat akan dilakukan pemeriksaan keadaan kesehatan
gigi dan mulut terlebih dahulu. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan secara klinis,
pencetakan model gigi, pengambilan x-ray panoramik untuk melihat keadaan gigi dan
cephalometry untuk melihat kelainan tengkorak. Setelah itu dilakukan pembersihan
karang gigi, perbaikan gigi yang berlubang karena karies. Seringkali diperlukan
pencabutan gigi untuk menyediakan ruangan sebagai persiapan awal pemasangan cekat.
Ada dua macam alat cekat yang digunakan, yaitu yang dipasang di bagian luar
gigi dan yang dipasang di bagian dalam gigi. Di bagian luar gigi, alat cekat tersebut ada
yang terbuat dari metal dan ada yang transparan. Selain alat cekat, untuk memperbaiki
maloklusi ada juga yang disebut alat lepasan. Alat lepasan kebanyakan digunakan pada
anak-anak yang gigi tetapnya belum tumbuh semua tetapi perlu dilakukan perawatan.
Misalnya pada kasus kelainan skeletal dan untuk menghentikan kebiasaan buruk pada
anak.
Semua alat cekat tersebut sama fungsinya dalam memperbaiki maloklusi. Namun,
alat cekat yang dipakai di bagian dalam gigi, secara estetika tidak kelihatan
mengganggu, tetapi lebih susah pemakaiannya. Setelah alat cekat selesai dipasang,
pasien dianjurkan untuk meneruskan perawatan gigi dengan memakai alat lepasan
13
selama 1 tahun. Maksud pemakaian alat lepasan ini adalah untuk menjaga agar hasil
yang dicapai tidak berubah. Waktu kontrol alat cekat maupun alat lepasan berkisar 3
sampai 6 minggu.
Terkadang, pada pasien dengan kelainan skeletal, selain pemasangan alat cekat
juga harus dilakukan operasi tulang rahang. Kelainan rahang yang tidak diperbaiki akan
mengganggu pengunyahan, percakapan, dan penampilan pasien. Untuk melakukan
praktik-praktik terapi ortodonti, harus dilakukan oleh dokter gigi yang memiliki
spesialis ortodonti (Kokich, 2000).
Gambar 6. Alat Cekat
Sumber gambar
1,2, 3, 4 Gottlieb E, Nelson AH, Vogels DS. JCO study of orthodontic diagnosis and
treatment procedures. Part I: Results and trends. J Clin Orthod. 1996;30:615–629. [PubMed]
5. Grob DJ. Extraction of a mandibular incisor in a Class I malocclusion. Am J Orthod
Dentofac Orthop. 1995;108:533–541
6. Kokich VO. Treatment of a Class I malocclusion with a carious mandibular incisor and no
Bolton discrepancy. Am J Orthod Dentofac Orthop. 2000;118:107–113
14
IV. Debris
A. Definisi
Debris memiliki arti kotoran. Sisa makanan yang menetap di rongga mulut
setelah makan, yang terakumulasi di leher gigi dan di sela-sela gigi inilah yang
berkontribusi pada debris gigi. Sisa makanan ini dapat mendorong terbentuknya plak
dan terjadinya akumulasi plak.
Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan
dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan
food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusi, biasanya
hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau tusuk gigi) (Toothclub,
2011).
B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)
Kriteria perhitungan debris index ini sebagai berikut:
1. Nilai 0, jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan sepertiga
servikal.
2. Nilai 1, jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.
3. Nilai 2, jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga
permukaan gigi.
4. Nilai 3, jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.
C. Gambaran
Gambar 1. Debris Gambar2. Debris
Sumber Gambar:
1.
http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/05/food-debris.html
2. http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html
15
V. Calculus
A. Pengertian
Calculus (kalkulus) adalah material keras dari garam inorganik yang terdiri dari
kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel
epitel yang telah terdeskuamasi di permukaan gigi. Nama lain dari calculus adalah
karang gigi. Tidak ada komposisi tetap dari calculus gigi karena calculus dipengaruhi
oleh berbagai faktor lokal seperti :
1. Konsentrasi kalsium dan fosfat
2. Jumlah relatif dari masing-masing ion pembentuk calculus
3. pH
4. Adanya jenis ion pembentuk lain seperti magnesium (Rifqi, 2010).
Gambar 1. Calculus
B. Kriteria perhitungan calculus
Calculus dihitung menggunakan Calculus Indes Simplified (CI-S). Rahang atas
yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas, permukaan labial gigi I1
kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas. Pemeriksaan dilakukan di
permukaan bukal karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu pada glandula
parotis terletak di darah bukal. Rahang bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual
gigi M1 kiri bawah, permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi
M1 kanan bawah. Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk
kelenjar saliva yaitu pada glandula sublingualis terletak di darah lingual.
Apabila salah satu gigi indeks telah hilang atau tinggal sisa akar, maka penilaian
dapat dilakukan pada gigi pengganti yang dapat mewakili :
16
1. Apabila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan
pada gigi M2 rahang atas atau rahang bawah.
2. Apabila gigi M1 dan M2 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka penilaian
dilakukan pada gigi M3 rahang atas atau rahang bawah.
3. Apabila gigi M1, M2 dan M3 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka
penilaian tidak dapat dilakukan.
4. Apabila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1
kiri rahang atas.
5. Apabila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, maka tidak dapat dilakukan
penilaian.
6. Apabila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1
kanan rahang bawah.
7. Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB tidak ada, maka tidak dapat dilakukan penilaian.
Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 incisal atau oklusal
gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.
Kriteria perhitungan sebagai berikut:
1. Nilai 0, jika tidak terdapat calculus
2. Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada 1/3 permukaan gigi.
3. Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih dari
dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada cervical
gigi.
4. Nilai 3, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan gigi
atau terdapat calculus subginggiva di sepanjang cervical gigi.
17
Gambar 2. Derajat Calculus
Menghitung Calculus Indeks (CI-S)
CI –S = Jumlah nilai calculus
Jumlah gigi yang diperiksa
Kriteria CI adalah sebagai berikut :
1. 0,0-0,6 = Baik
2. 0,7-1,8 = Sedang
3. 1,9-3,0 = Buruk
Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris Indeks Simplified
(DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral Hygiene
Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion.
OHI-S = DI-S + CI-S
Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. 0,0-1,2 = Baik
2. 1,3 -3,0 = Sedang
3. 3,1- 6,0 = Buruk
C. Patogenesis
Calculus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam
waktu yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut,
karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi plak
juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi yaitu gingivitis. Jika akumulasi plak
terlalu berat, maka dapat menyebabkan periodontis. Maka plak, sering disebut juga
18
sebagai penyebab primer penyakit periodontis. Sementara, calculus pada gigi membuat
dental plak melekat pada gigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu
pertumbuhan plak selanjutnya. Karena itu calculus disebut juga sebagai penyebab
sekunder periodontis. Calculus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau
pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka
bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik,
atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Plak subgingival, terutama
terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan
yang mengandung oksigen. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan
jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontis. Pada umumnya,
orang yang mengalami periodontis memiliki deposit calculus subgingival (Leylati,
1996).
D. Terapi
Skeling dan penghalusan akar adalah bagian dari terapi awal yang paling sering
dilakukan. Terapi awal perawatan non bedah periodontal bertujuan menghilangkan
seluruh faktor penyebab lokal, faktor yang memperberat serta pengaruh faktor lokal.
Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain
dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali
dari deposit- deposit tersebut
Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak
sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi
rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi. Skeling subgingiva lebih sulit
dilakukan daripada skeling supragingiva karena sangat diperlukan kepekaan perabaan.
Skeling dan peaghalusan akar dapat dilakukan menggunakan alat tangan atau alat
ultrasonik. Alat-alat tangan yang umum dipakai adalah skeler sickle, alat kuret, skeler
hoe, chisel dan file.
Skeler sickle dipakai untuk membuang kalkulus supragingival, bila shank nya
lurus digunakan untuk gigi anterior dan gigi premolar, sedangkan bila shank nya contra
angle untuk gigi posterior. Alat-alat kuret digunakan untuk membuang kalkulus
subgingival yang letaknya dalam, penghalusan permukaan sementum akar dan
menghilangkan dinding poket jaringan lunak. Skeler hoe untuk menghaluskan
permukaan akar dengan membuang sisa-sisa kalkulus dari jaringan lunak sementum.
Alat-alat ultrasonik digunakan untuk skeling, kuret dan menghilangkan stain. Cara
kerja alat ini melalui gerakan vibrasi.
19
Alat penghalus permukaan gigi yang umum dipakai adalah rubber dan brush
(sikat), digunakan dengan kecepatan rendah. Pemakaian bubuk yang mempunyai daya
abrasif harus hati-hati, karena dapat mengiritasi jaringan gigi dan gusi
E. Pencegahan
Cara penanganan yang lain terhadap kalkulus, dan tidak kalah pentingnya, adalah
pencegahan. Cara pencegahannya yaitu dengan menghambat pembentukan kalkulus
pada tingkatan plak gigi serta menghambat proses mineralisasi. Pencegahan
pembentukan kalkulus dapat dilakukan dengan mengurangi terjadinya akumulasi plak
gigi yang berperan dalam proses kalsifikasi. Pencegahan bisa dengan penyuluhan
kesehatan jaringan periodontal, pemakaian obat kumur atau pasta gigi yang bersifat
antiseptik. Pembentukan plak gigi dapat dikurangi dengan pemakaian obat kumur. .
Dengan demikian diharapkan pembentukan kalkulus juga dapat dihambat.
Sumber gambar :
1) http://sutarlidentalhealthy.blogspot.com/2011/03/karang-gigikalkulus.html
2) http://www.aakruthidental.com/periodontal.php
20