macam kelainan pada gigi dan mulut

29
I. ANODONTIA A. Pengertian `Anodontia disebut juga sebagai anodontia vera adalah kelainan genetik (keturunan) berupa tidak tumbuhnya gigi karena tidak adanya benih gigi baik absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk lengkap namun semua gigi permanen tidak terbentuk sama sekali. Terdapat 3 macam anodontia, yaitu complete anodontia, hipodontia dan oligodontia (Adulgopar, 2009). Complete anodontia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya semua gigi di dalam rongga mulut. Hipodontia adalah kelainan genetik yang biasanya berupa tidak tumbuhnya 1-6 gigi di dalam rongga mulut. Oligodontia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya lebih dari 6 gigi di dalam rongga mulut. Kondisi kelainan ini biasanya melibatkan gigi susu dan gigi permanen, namun seringkali pada gigi permanen (Lidral, 2007; Wikipedia, 2011). 1

Upload: ayu-eka-putri-sunari

Post on 09-Aug-2015

728 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

beberapa macam kelainan yang sering ditemukan pada gigi dan mulut

TRANSCRIPT

Page 1: macam kelainan pada gigi dan mulut

I. ANODONTIA

A. Pengertian

`Anodontia disebut juga sebagai anodontia vera adalah kelainan genetik

(keturunan) berupa tidak tumbuhnya gigi karena tidak adanya benih gigi baik

absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk lengkap namun semua gigi

permanen tidak terbentuk sama sekali. Terdapat 3 macam anodontia, yaitu complete

anodontia, hipodontia dan oligodontia (Adulgopar, 2009).

Complete anodontia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya semua gigi

di dalam rongga mulut. Hipodontia adalah kelainan genetik yang biasanya berupa

tidak tumbuhnya 1-6 gigi di dalam rongga mulut. Oligodontia adalah kelainan genetik

berupa tidak tumbuhnya lebih dari 6 gigi di dalam rongga mulut.

Kondisi kelainan ini biasanya melibatkan gigi susu dan gigi permanen, namun

seringkali pada gigi permanen (Lidral, 2007; Wikipedia, 2011).

Gambar 1. Perbedaan Hipodontia, Oligodontia, dan Anodontia

Gambar 2. Anodontia Gambar 3. oligodontia

1

Page 2: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 4. Hipodontia bilateral Gambar 5. Pemeriksaan radiografik hipodontia bilateral

B. Etiologi

Anodontia dan hipodontia disebabkan kelainan genetik tetapi mutasi gen yang

spesifik tidak diketahui. Anodontia dan hipodontia kadang ditemukan sebagai bagian

dari suatu sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul

secara bersamaan, misalnya pada sindroma Ectodermaldysplasia. Hipodontia dapat

timbul pada seseorang tanpa ada riwayat kelainan pada generasi keluarga sebelumnya,

tapi bisa juga merupakan kelainan yang diturunkan.

C. Patogenesis

Gigi berasal dari dua jaringan embrional, ektoderm, yang membentuk enamel,

dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga jaringan-jaringan

penunjang. Perkembangan gigi geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6

intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan

ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial band.

Primary epithelial band yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami invaginasi

ke dasar jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masing-masing rahang yaitu

pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen bukal yang merupakan bakal pipi

dan bibir serta pita lamina dentis yang akan berperan dalam pembentukan benih gigi.

Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu

perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi

inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita

anodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel

mulut, yakni pada tahap inisiasi (Muynckd, 2004).

2

Page 3: macam kelainan pada gigi dan mulut

D. Diagnosis

Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi dan lebih sering

mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Pada hipodontia, gigi-gigi

yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, incisivus

dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada

satu sisi rahang atau keduanya

Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk

memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus

hipodontia, pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi

mana saja yang tidak terbentuk.

E. Terapi

Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang dapat

dilakukan adalah pembuatan gigi tiruan.

Sumber Gambar:

1. http://trialx.com/curebyte/2011/06/16/what-does-anodontia-look-like/

2. http://www.silverstardental.com/dental_conditions.php

3. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/112/anodontia--benih-gigi-tidak-ada

4. http://www.angle.org/doi/pdf/10.1043/0003-3219(2006)076%5B0156%3AOPWSAI%5D2.0.CO

%3B2

5. http://www.personal.psu.edu/faculty/j/e/jel5/biofilms/polysac.html

3

Page 4: macam kelainan pada gigi dan mulut

II. Impacted Teeth

A. Pengertian

Impacted teeth (gigi impaksi) adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang

atau terhambat, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis

sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal

didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi.

B. Etiologi

Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, menurut Berger penyebab

impaksi gigi antara lain :

1. Kausa lokal

Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah :

a. Abnormalnya posisi gigi

b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut

c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi

e. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)

f. Pencabutan prematur pada gigi

g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi

h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses

i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.

2. Kausa umur

Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada

kausa lokal antara lain:

a. Kausa Prenatal

1) Keturunan

2) “miscegenation”

b. Kausa Postnatal

1) Ricketsia

2) Anemia

3) Syphilis congenital

4) TBC

5) Gangguan kelenjar

endokrin

6) Malnutrisi

4

Page 5: macam kelainan pada gigi dan mulut

c. Kelainan Pertumbuhan

1) Cleido cranial dysostosis

2) Oxycephali

3) Progeria

4) Achondroplasia

5) Celah langit-langit

C. Klasifikasi

Untuk kebutuhan dan keberhasilan dalam perawatan gigi yang impaksi maka

diciptakanlah berbagai jenis klasifikasi. Beberapa diantaranya sudah umum dijumpai

yaitu klasifikasi menurut Pell dan Gregory, George Winter dan Archer.

1. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory (1933)

a. Berdasarkan hubungan antara molar ketiga dengan batas depan ramus

mandibula dan molar kedua, yaitu dengan cara membandingkan lebar mesio-

distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke batas

depan ramus mandibula

1) Kelas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan

jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Gambar 1. Maloklusi kelas 1

2) Kelas II: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan

jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Gambar 2. Maloklusi kelas 2

5

Page 6: macam kelainan pada gigi dan mulut

3) Kelas III: Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus

mandibula

Gambar 3. Maloklusi Kelas 3

Gambar 3. Maloklusi kelas 3

b. Berdasarkan kedalaman molar ketiga di dalam rahang

1) Posisi A: Permukaan oclusal gigi molar ketiga berada setinggi molar

kedua.

2) Posisi B: Permukaan oclusal gigi molar ketiga berada diantara garis

oklusal dan garis servikal molar kedua.

3) Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis servikal

molar kedua

Gambar 4. Kasifikasi Maloklusi Posisi A, B, dan C

Gambar 4. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang

c. Klasifikasi menurut Archer dan Kruger

Gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap

gigi molar kedua. Posisi-posisi meliputi :

1. Mesioangular

2. Distoangular

3. Vertical

4. Horizontal

5. Buccoangular

6. Linguoangular

7. Inverted

6

Page 7: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 5.Klasifikasi impaksi menurut Archer dan Kruger

D. Diagnosis

Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi impaksi.

Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan

dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi adalah :

1. Inflamasi,yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi

disekitar gigi yang diduga impaksi.

2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga

meresorpsi gigi tetangga.

3. Kista(folikuler).

4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama

(neuralgia).

5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).

Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah adanya

pembengkakan, pembesaran limfonodi (KGB), dan parastesi. Sedangkan pada

pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak,

karies, perikoronitis, adanya parastesi, warna mukosa bukal, labial dan gingival, adanya

abses gingival, posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi

dengan ramus (pada molar tiga mandibula). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan

antara lain dental foto (intra oral), oblique, dan occlusal foto/ bite wing (Benediktsdóttir

and Sara, 2003; Qirreish, 2005).

7

Page 8: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 6. Foto Rontgen Gigi Impaksi

E. Terapi

Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga,

caninus, premolar, incisivus namun harus diingat sejauh tidak menyebabkan terjadinya

gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan disekitar rahang pasien maka

gigi impaksi tidak perlu dicabut. Pencabutan pada gigi impaksi harus memperhatikan

indikasi dan kontraindikasi yang ada.

Indikasi pencabutan gigi impaksi antara lain untuk mencegah terjadinya patologi

yang berasal dari folikel atau infeksi, mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi,

usia muda, adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu

mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi, dan untuk kepentingan

prostetik.

Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi pasien dengan usia sangat ekstrim,telalu

muda atau lansia, compromised medical status, kerusakan yang luas dan berdekatan

dengan struktur yang lain, pasien tidak menghendaki giginya dicabut, apabila tulang

yang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan padat, apabila kemampuan

pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau

mental tertentu.

Sumber gambar :

1,2, 3, 4. The American Dental Association, 2004

5. http://www.animated-teeth.com/wisdom_teeth/t5_extractions_costs.htm

6. http://www.toothandteeth.com/impacted-wisdom-teeth.html

8

Page 9: macam kelainan pada gigi dan mulut

III. Malocclusion

A. Pengertian

Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan

permukaan oklusal gigi geligi oklusal di rahang bawah pada saat rahang atas dan

rahang awah menutup. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system,

skeletal system, dan muscular system.

Malocclussion (maloklusi) adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk

standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika

gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi

dapat berupa kondisi “bad bite” atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite),

kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), adanya ruang kosong

antar gigi (spacing), posisi gigi maju ke depan (protusi) (Gotlieb, 1996).

Gambar 1. Crossbite Gambar 2. Overbite

Gambar 3.Crowdeed

9

Page 10: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 4. Prostusi

B. Etiologi

Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum

dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter;

kelainan kongenital; perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal

dan postnatal; kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah, trauma; dan penyakit-penyakit

yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan

kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi, dan malnutrisi.

Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi

berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran

gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui,

persistensi gigi desidui, terlambatnya erupsi gigi permanen, jalan erupsi abnormal,

ankilosis, karies gigi, dan restorasi yang tidak baik.

C. Klasifikasi

Klasifikasi maloklusi menurut Angel :

1. Kelas I Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah (gambar B).

2. Kelas II Angle (distoklusi)

Gigi atas lebih ke depan dari pada gigi bawah akan terjadi distorsi atau

penggantian suara bibir p, b, dan m sehingga apabila berbicara akan mengatupkan

bibir bawah dan atas bersama-sama (gambar C)

3. Kelas III Angle (mesioklusi)

Gigi di rahang atas berada di belakang gigi di rahang bawah akan

mengakibatkan distorsi pembicaran dan posisi antargigi untuk suara s, z, t, l, dan n.

Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah (gambar D)

(Grob, 1995).

10

Page 11: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 5. Klasifikasi Maloklusi

D. Diagnosa

Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan dan

bicara. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat

mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada Temporo Mandibula Junction (TMJ) dan juga

mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan

kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola

pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini

juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.

Maloklusi sering ditemui selama pemeriksaan oleh dokter gigi, dapat terlihat

ketika gigi berkontak pada saat menelan air ludah dan kepala ditengadahkan, dan jika

ditemukan adanya maloklusi maka pemakaian rontgen photo dapat dilakukan untuk

pemeriksaan lebih lanjut.

E. Indeks Maloklusi

Beberapa indeks maloklusi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Master dan Frankel

Indeks ini digunakan untuk menghitung jumlah gigi yang berpindah atau

berotasi secara kualitatif (ada atau tidak ada).

2. Malaligment Index (Mal)

Indeks ini digunakan untuk menilai keparahan gigi yang tidak teratur. Ciri

oklusi yang dinilai adalah letak gigi yang berpindah atau berotasi secara

kuantitatif. Gigi yang berpindah dinilai apakah lebih kecil atau lebih besar dari

11

Page 12: macam kelainan pada gigi dan mulut

1,5 mm dan gigi yang berotasi dinilai apakah berputar lebih kecil atau lebih besar

dari 45o. Penilaian dilakukan dengan bantuan penggaris plastik kecil.

3. Handicapping Labio Lingual Deviation Index (HLD Index)

Indeks ini ditujukan kepada subjek yang dipilih dengan maloklusi yang parah

atau berat dan adanya anomali wajah. Index ini dapat digunakan pada gigi

permanen.

4. Occlusion Feature Index (OFI)

Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas

tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit.

5. Maloklusion Severity Estimate oleh Grainger

Pengukuran dan pemberian skor dibuat untuk menilai jarak gigit, tumpang

gigit, gigitan terbuka anterior, incisivus maksila yang tidak tumbuh, hubugan gigi

molar satu permanen, gigitan silang posterior dan pergeseran letak gigi.

6. Occlusal index (OI)

Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan normal

oklusi. Penilaiannya adalah umur gigi, relasi gigi molar, tumpang gigit, jarak

gigit, gigitan silang posterior, gigitan terbuka posterior, penyimpangan gigi, relasi

gigi tengah dan adanya gigi incisivus atas. Indeks ini dapat digunakan pada masa

gigi susu, gigi bercampur dan gigi permanen, namun bentuk penilaiannya rumit

sehingga kurang praktis.

7. Treatment Priority Index (TPI)

Indeks ini merupakan modifiasi dari Malocclusion Severity Estimate untuk

menentukan prioritas perawatan bagi sekelompok populasi dan digunakan untuk

tujuan epidemiologi. Indeks dibuat untuk menila jarak gigit, gigitan terbalik,

tumpang gigit, gigitan terbuka anterior, gigi incisivus agenesis, disto oklusi,

mesio oklusi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, gigitan

silang posterior dengan segmen gigi atas linguoversi, malposisi gigi individual

dan celah langit-langit. Penggunaan indeks ini memerlukan bantuan sebuah

penggaris pengukur.

8. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA)

Indeks HMA secara kuantitatif memberikan penilaan terhadap ciri-ciri oklusi

dan cara menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi

yang dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat. Indeks ini digunakan untuk

12

Page 13: macam kelainan pada gigi dan mulut

mengukur kelaian gigi pada satu rahang, dan mengukur ciri maloklusi yang

merupakan kelaian dentofasial (Mihalik, 2003).

F. Terapi

Terapi pada penderita oklusi dapat diberikan berdasarkan berat-ringan maloklusi

dari indeks maoklusi. Salah satu indeks yang dipakai untuk menentukan ada tidaknya

perawatan adalah indeks HMA. Berikut adalah interpretasi dari hasil pemeriksaan

menggunakan HMA :

1. Skor 0-4 : variasi oklusi ringan

2. Skor 5-9 : maloklusi ringan, tidak memerlukan perawatan

3. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan

4. Skor 15-19 : maloklusi berat memerlukan perawatan

5. Skor ≥20 : sangat memerlukan perawatan

Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan membutuhkan

perawatan khusus dengan menggunakan alat-alat ortodontik seperti  alat cekat atau

braces. Tidak ada batasan umur dalam pemakaian alat cekat. Pemakaian alat cekat

pada anak dan remaja umumnya  untuk memperbaiki penampilan/ estetis. Sebaliknya,

orang dewasa memakai alat cekat lebih untuk memperbaiki fungsi pengunyahan.

Sebelum pemasangan alat cekat akan dilakukan pemeriksaan keadaan kesehatan

gigi dan mulut terlebih dahulu. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan secara klinis,

pencetakan model gigi, pengambilan x-ray panoramik untuk melihat keadaan gigi dan

cephalometry untuk melihat kelainan tengkorak. Setelah itu dilakukan pembersihan

karang gigi, perbaikan gigi yang berlubang karena karies. Seringkali diperlukan

pencabutan gigi untuk menyediakan ruangan sebagai persiapan awal pemasangan cekat.

Ada dua macam alat cekat yang digunakan, yaitu yang dipasang di bagian luar

gigi dan yang dipasang di bagian dalam gigi. Di bagian luar gigi, alat cekat tersebut ada

yang terbuat dari metal dan ada yang transparan. Selain alat cekat, untuk memperbaiki

maloklusi ada juga yang disebut alat lepasan. Alat lepasan kebanyakan digunakan pada

anak-anak yang gigi tetapnya belum tumbuh semua tetapi perlu dilakukan perawatan.

Misalnya pada kasus kelainan skeletal dan untuk menghentikan kebiasaan buruk pada

anak.

Semua alat cekat tersebut sama fungsinya dalam memperbaiki maloklusi. Namun,

alat cekat yang dipakai di bagian dalam gigi, secara estetika tidak kelihatan

mengganggu, tetapi lebih susah pemakaiannya. Setelah alat cekat selesai dipasang,

pasien dianjurkan untuk meneruskan perawatan gigi dengan memakai alat lepasan

13

Page 14: macam kelainan pada gigi dan mulut

selama 1 tahun. Maksud pemakaian alat lepasan ini adalah untuk menjaga agar hasil

yang dicapai tidak berubah. Waktu kontrol alat cekat maupun alat lepasan berkisar 3

sampai 6 minggu.

Terkadang, pada pasien dengan kelainan skeletal, selain pemasangan alat cekat

juga harus dilakukan operasi tulang rahang. Kelainan rahang yang tidak diperbaiki akan

mengganggu pengunyahan, percakapan, dan penampilan pasien. Untuk melakukan

praktik-praktik terapi ortodonti, harus dilakukan oleh dokter gigi yang memiliki

spesialis ortodonti (Kokich, 2000).

Gambar 6. Alat Cekat

Sumber gambar

1,2, 3, 4 Gottlieb E, Nelson AH, Vogels DS. JCO study of orthodontic diagnosis and

treatment procedures. Part I: Results and trends. J Clin Orthod. 1996;30:615–629. [PubMed]

5. Grob DJ. Extraction of a mandibular incisor in a Class I malocclusion. Am J Orthod

Dentofac Orthop. 1995;108:533–541

6. Kokich VO. Treatment of a Class I malocclusion with a carious mandibular incisor and no

Bolton discrepancy. Am J Orthod Dentofac Orthop. 2000;118:107–113

14

Page 15: macam kelainan pada gigi dan mulut

IV. Debris

A. Definisi

Debris memiliki arti kotoran. Sisa makanan yang menetap di rongga mulut

setelah makan, yang terakumulasi di leher gigi dan di sela-sela gigi inilah yang

berkontribusi pada debris gigi. Sisa makanan ini dapat mendorong terbentuknya plak

dan terjadinya akumulasi plak.

Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan

dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan

food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusi, biasanya

hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau tusuk gigi) (Toothclub,

2011).

B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)

Kriteria perhitungan debris index ini sebagai berikut:

1. Nilai 0, jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan sepertiga

servikal.

2. Nilai 1, jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.

3. Nilai 2, jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga

permukaan gigi.

4. Nilai 3, jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.

C. Gambaran

Gambar 1. Debris Gambar2. Debris

Sumber Gambar:

1.

http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/05/food-debris.html

2. http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html

15

Page 16: macam kelainan pada gigi dan mulut

V. Calculus

A. Pengertian

Calculus (kalkulus) adalah material keras dari garam inorganik yang terdiri dari

kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel

epitel yang telah terdeskuamasi di permukaan gigi. Nama lain dari calculus adalah

karang gigi. Tidak ada komposisi tetap dari calculus gigi karena calculus dipengaruhi

oleh berbagai faktor lokal seperti :

1. Konsentrasi kalsium dan fosfat

2. Jumlah relatif dari masing-masing ion pembentuk calculus

3. pH

4. Adanya jenis ion pembentuk lain seperti magnesium (Rifqi, 2010).

Gambar 1. Calculus

B. Kriteria perhitungan calculus

Calculus dihitung menggunakan Calculus Indes Simplified (CI-S). Rahang atas

yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas, permukaan labial gigi I1

kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas. Pemeriksaan dilakukan di

permukaan bukal karena saluran muara untuk kelenjar saliva yaitu pada glandula

parotis terletak di darah bukal. Rahang bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual

gigi M1 kiri bawah, permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi

M1 kanan bawah. Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk

kelenjar saliva yaitu pada glandula sublingualis terletak di darah lingual.

Apabila salah satu gigi indeks telah hilang atau tinggal sisa akar, maka penilaian

dapat dilakukan pada gigi pengganti yang dapat mewakili :

16

Page 17: macam kelainan pada gigi dan mulut

1. Apabila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan

pada gigi M2 rahang atas atau rahang bawah.

2. Apabila gigi M1 dan M2 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka penilaian

dilakukan pada gigi M3 rahang atas atau rahang bawah.

3. Apabila gigi M1, M2 dan M3 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka

penilaian tidak dapat dilakukan.

4. Apabila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1

kiri rahang atas.

5. Apabila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, maka tidak dapat dilakukan

penilaian.

6. Apabila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan pada gigi I1

kanan rahang bawah.

7. Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB tidak ada, maka tidak dapat dilakukan penilaian.

Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 incisal atau oklusal

gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.

Kriteria perhitungan sebagai berikut:

1. Nilai 0, jika tidak terdapat calculus

2. Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada 1/3 permukaan gigi.

3. Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih dari

dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada cervical

gigi.

4. Nilai 3, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan gigi

atau terdapat calculus subginggiva di sepanjang cervical gigi.

17

Page 18: macam kelainan pada gigi dan mulut

Gambar 2. Derajat Calculus

Menghitung Calculus Indeks (CI-S)

CI –S = Jumlah nilai calculus

Jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria CI adalah sebagai berikut :

1. 0,0-0,6 = Baik

2. 0,7-1,8 = Sedang

3. 1,9-3,0 = Buruk

Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris Indeks Simplified

(DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral Hygiene

Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion.

OHI-S = DI-S + CI-S

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai

berikut :

1. 0,0-1,2 = Baik

2. 1,3 -3,0 = Sedang

3. 3,1- 6,0 = Buruk

C. Patogenesis

Calculus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam

waktu yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut,

karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi plak

juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi yaitu gingivitis. Jika akumulasi plak

terlalu berat, maka dapat menyebabkan periodontis. Maka plak, sering disebut juga

18

Page 19: macam kelainan pada gigi dan mulut

sebagai penyebab primer penyakit periodontis. Sementara, calculus pada gigi membuat

dental plak melekat pada gigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu

pertumbuhan plak selanjutnya. Karena itu calculus disebut juga sebagai penyebab

sekunder periodontis. Calculus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau

pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka

bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik,

atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Plak subgingival, terutama

terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan

yang mengandung oksigen. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan

jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontis. Pada umumnya,

orang yang mengalami periodontis memiliki deposit calculus subgingival (Leylati,

1996).

D. Terapi

Skeling dan penghalusan akar adalah bagian dari terapi awal yang paling sering

dilakukan. Terapi awal perawatan non bedah periodontal bertujuan menghilangkan

seluruh faktor penyebab lokal, faktor yang memperberat serta pengaruh faktor lokal.

Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain

dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali

dari deposit- deposit tersebut

Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak

sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi

rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi. Skeling subgingiva lebih sulit

dilakukan daripada skeling supragingiva karena sangat diperlukan kepekaan perabaan.

Skeling dan peaghalusan akar dapat dilakukan menggunakan alat tangan atau alat

ultrasonik. Alat-alat tangan yang umum dipakai adalah skeler sickle, alat kuret, skeler

hoe, chisel dan file.

Skeler sickle dipakai untuk membuang kalkulus supragingival, bila shank nya

lurus digunakan untuk gigi anterior dan gigi premolar, sedangkan bila shank nya contra

angle untuk gigi posterior. Alat-alat kuret digunakan untuk membuang kalkulus

subgingival yang letaknya dalam, penghalusan permukaan sementum akar dan

menghilangkan dinding poket jaringan lunak. Skeler hoe untuk menghaluskan

permukaan akar dengan membuang sisa-sisa kalkulus dari jaringan lunak sementum.

Alat-alat ultrasonik digunakan untuk skeling, kuret dan menghilangkan stain. Cara

kerja alat ini melalui gerakan vibrasi.

19

Page 20: macam kelainan pada gigi dan mulut

Alat penghalus permukaan gigi yang umum dipakai adalah rubber dan brush

(sikat), digunakan dengan kecepatan rendah. Pemakaian bubuk yang mempunyai daya

abrasif harus hati-hati, karena dapat mengiritasi jaringan gigi dan gusi

E. Pencegahan

Cara penanganan yang lain terhadap kalkulus, dan tidak kalah pentingnya, adalah

pencegahan. Cara pencegahannya yaitu dengan menghambat pembentukan kalkulus

pada tingkatan plak gigi serta menghambat proses mineralisasi. Pencegahan

pembentukan kalkulus dapat dilakukan dengan mengurangi terjadinya akumulasi plak

gigi yang berperan dalam proses kalsifikasi. Pencegahan bisa dengan penyuluhan

kesehatan jaringan periodontal, pemakaian obat kumur atau pasta gigi yang bersifat

antiseptik. Pembentukan plak gigi dapat dikurangi dengan pemakaian obat kumur. .

Dengan demikian diharapkan pembentukan kalkulus juga dapat dihambat.

Sumber gambar :

1) http://sutarlidentalhealthy.blogspot.com/2011/03/karang-gigikalkulus.html

2) http://www.aakruthidental.com/periodontal.php

20