macam fading

23
 8 BAB II POWER CONTROL PADA SISTEM SELULER CDMA DAN DIVERSITAS ANTENA 2.1 Karakteristik Kanal Wireless Pada sistem komunikasi mobile, sinyal yang ditransmisikan melalui kanal wireless akan mengalami proses propagasi yang melibatkan mekanisme refleksi (pemantulan), difraksi/  shadowing (pembiasan), dan  scattering (hamburan) [4], [5]. Pada kenyataannya, jalur komunikasi LOS (  Line Of Sight ) antara MS dan BS hampir tidak  pernah terjadi karena lingkungan propagasi yang cukup padat antara BS dan MS. Sinyal-sinyal yang diterima BS adalah kombinasi sinyal dengan amplituda dan fasa (delay waktu) yang berbeda, dimana superposisi sinyal-sinyal tersebut bisa bersifat konstruktif maupun destruktif, tergantung dari perbedaan fasa semua sinyal yang diterima. Dengan kata lain, sinyal yang ditransmisikan melalui gelombang radio akan mengalami fluktuasi akibat karakteristik mediumnya yang selalu berubah-ubah. Pada [4] dan [5], fluktuasi tersebut dapat dibagi menjadi du a yaitu:   Large-Scale Propagation  Small-Scale Fading (Multipath) 2.1.1 Large-Scale Propagation  Large-scale propagation loss menunjukkan fluktuasi redaman propagasi yang relatif konstan pada daerah yang luas dan interval waktu yang lama. Terdapat tiga macam mekanisme propagasi yang menghasilkan fluktuasi yaitu refleksi, difraksi, dan Scattering . Refleksi muncul ketika gelombang radio mengenai benda rata dengan dimensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang dari gelombang tersebut. Difraksi timbul jika antara pemancar dan penerima terhalang oleh benda dengan  permukaan tajam (  sharp edge). Peristiwa difraksi menimbulkan gelombang semu yang muncul di belakang benda penghalang yang terus merambat menuju penerima.

Upload: gunteer

Post on 13-Oct-2015

314 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

Menjelaskan macam2 fading

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    POWER CONTROL PADA SISTEM SELULER CDMA DAN

    DIVERSITAS ANTENA

    2.1 Karakteristik Kanal Wireless

    Pada sistem komunikasi mobile, sinyal yang ditransmisikan melalui kanal

    wireless akan mengalami proses propagasi yang melibatkan mekanisme refleksi

    (pemantulan), difraksi/shadowing (pembiasan), dan scattering (hamburan) [4], [5]. Pada

    kenyataannya, jalur komunikasi LOS (Line Of Sight) antara MS dan BS hampir tidak

    pernah terjadi karena lingkungan propagasi yang cukup padat antara BS dan MS.

    Sinyal-sinyal yang diterima BS adalah kombinasi sinyal dengan amplituda dan

    fasa (delay waktu) yang berbeda, dimana superposisi sinyal-sinyal tersebut bisa bersifat

    konstruktif maupun destruktif, tergantung dari perbedaan fasa semua sinyal yang

    diterima. Dengan kata lain, sinyal yang ditransmisikan melalui gelombang radio akan

    mengalami fluktuasi akibat karakteristik mediumnya yang selalu berubah-ubah. Pada [4]

    dan [5], fluktuasi tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:

    Large-Scale Propagation Small-Scale Fading (Multipath)

    2.1.1 Large-Scale Propagation

    Large-scale propagation loss menunjukkan fluktuasi redaman propagasi yang

    relatif konstan pada daerah yang luas dan interval waktu yang lama. Terdapat tiga macam

    mekanisme propagasi yang menghasilkan fluktuasi yaitu refleksi, difraksi, dan

    Scattering. Refleksi muncul ketika gelombang radio mengenai benda rata dengan dimensi

    yang jauh lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang dari gelombang tersebut.

    Difraksi timbul jika antara pemancar dan penerima terhalang oleh benda dengan

    permukaan tajam (sharp edge). Peristiwa difraksi menimbulkan gelombang semu yang

    muncul di belakang benda penghalang yang terus merambat menuju penerima.

  • 9

    Munculnya gelombang semu ini disebut sebagai shadowing. Scattering timbul jika

    gelombang radio merambat melalui medium dengan dimensi yang lebih kecil

    dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal. Permukaan medium tersebut biasanya

    kasar. Scattering menyebabkan gelombang tersebut akan dipantulkan ke bermacam arah.

    2.1.2 Small-Scale Fading

    Small-Scale Fading merupakan fluktuasi redaman propagasi pada daerah yang

    sempit dan interval waktu yang singkat. Model propagasi small scale sangat penting

    untuk menjelaskan efek propagasi multipath. Ada dua macam perwujudan/manifestasi

    propagasi multipath [4]:

    Fluktuasi amplitude karena superposisi destruktif atau konstruktif dari jalur sinyal yang diterima (kanal time variant).

    Dispersi waktu (time spreading) dari sinyal yang diterima karena perbedaan waktu kedatangan dari jalur yang berbeda.

    2.1.2.1 Time Spreading Sinyal

    Time spreading sinyal mengamati fenomena small scale fading dari waktu

    transmisi antar symbol dan dispersi symbol yang ditransmisikan. Tidak samanya waktu

    sampai semua komponen multipath di penerima akan mengkibatkan timbulnya multipath

    delay spread (m) yang didefinisikan sebagai perbedaan delay waktu antara kedatangan

    komponen pertama sinyal ( = 0) dan komponen terakhir sinyal ( = m). Jika m lebih

    besar dari pada waktu simbol (Tsym), maka tidak semua komponen multipath sampai

    sebelum waktu simbol berakhir. Akibatnya sebagian komponen multipath akan

    mempengaruhi simbol berikutnya. Fenomena ini disebut intersymbol interference (ISI).

    Distorsi akan terjadi pada simbol selanjutnya. Sebaliknya, jika m jauh lebih kecil

    dibandingkan Tsym, maka semua komponen multipath akan sampai di penerima sebelum

    simbol berakhir. Pada peristiwa ini tidak terjadi ISI. m > Tsym disebut sebagai frequency

    selective fading, sementara jika m

  • 10

    rata tetap dan memiliki fasa linear. Bandwidth koheren berbanding terbalik dengan delay

    spread. Jadi flat fading terjadi jika W0 >> W dan frequency selective fading terjadi jika

    W0

  • 11

    m

    Gambar 2.1 Tipe small-scale fading

    2.2 Kanal Fading Rayleigh

    Persamaan matematis dari sinyal multipath fading terdistribusi Rayleigh yang

    diterima di penerima dapat diturunkan sebagai berikut [4]. Pertama, bentuk matematis

    dari sinyal yang dikirimkan adalah :

    ( ) ( ) ( )2 cj f tx t s t e = (2.1) dengan s(t) adalah sinyal baseband kompleks dengan bandwidth W, fc = c / adalah

    frekuensi carrier-nya, c sendiri adalah kecepatan cahaya, dan adalah panjang

    gelombang sinyalnya. Dari bentuk sinyal yang dikirim tersebut kemudian diturunkan

    persamaan matematis sinyal yang diterima di penerima dari L buah lintasan (path), yaitu :

    ( ) ( )2 cos1

    ( ) c d l c lL

    j f f t fl l

    ly t C s t e +

    == (2.2)

    Kanal fading Rayleigh termasuk kanal tipe flat fading sehingga persamaan (2.2) dapat

    ditulis menjadi :

    ( ) ( ) 201

    ( ) l cL

    j t j f tl

    ly t s t C e e

    =

    = (2.3) dengan :

    ( ) ( )2 cosl d l c lt f t f = (2.4) yang dapat dimodelkan sebagai variabel acak yang independen dan terdistribusi identik

    dalam rentang [0,2] dan didefinisikan :

  • 12

    [ ]0 min , maxl l (2.5) Pada persamaan (2.9), ada bagian yang mencerminkan fluktuasi amplitudo dari

    sinyal baseband, yaitu :

    ( ) ( ) ( ) ( )1

    l lL

    j t j tl

    lr t C e t e

    == = (2.6)

    Jika jumlah lintasan (path) L sangat besar, maka berdasarkan Teori Central Limit,

    r(t) akan mendekati peubah acak kompleks yang terdistribusi Gaussian sehingga (t) akan

    memiliki probability density function (pdf) tipe Rayleigh yang persamaan matematisnya

    adalah :

    ( ) 22 2exp , 02f

    = (2.7)

    dengan : 2 22 E = (2.8)

    mendefinisikan daya rata rata dari sinyal yang diterima.

    2.3 Konsep Dasar Spektrum Tersebar

    Konsep sistem spektrum tersebar didasarkan pada hukum Shannon-Hartly untuk

    kapasitas sistem, yaitu [4]:

    +=NSWC 1log2 (2.9)

    dimana C merupakan kapasitas kanal transmisi (bps), W bandwidth transmisi (Hz), S

    level daya sinyal (Watt), dan N merupakan level daya derau / noise (Watt).

    Dari (2.9), untuk menambah kapasitas sistem pada kanal transmisi yang terdapat

    daya derau yang cukup besar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menaikkan

    bandwidth transmisi jauh melebihi bandwidth informasi (dengan tetap mempertahankan

    S/N) atau menaikkan level daya sinyal agar jauh melebihi daya derau (dengan tetap

    mempertahankan bandwidth transmisi). Faktor pelebaran bandwidth disebut spreading

    factor atau processing gain (M) yaitu perbandingan antara bandwidth transmisi W dengan

    bandwidth atau data rate informasi R, secara matematis ditulis sebagai:

  • 13

    RWM = (2.10)

    Gambar 2.2 menunjukkan proses pelebaran bandwidth transmisi akibat simbol

    yang dikirim mengalami spreading. Pada gambar terlihat bahwa spektrum sinyal setelah

    proses spreading mungkin lebih kecil dari daya derau. Hal ini memberikan keuntungan

    dalam menjaga kerahasiaan data yang dikirim.

    transmitted symbol

    spreading despreading

    recovered symbol

    Communication Channel

    Spread symbol

    User 1User 1

    User 2

    User lain(bukan CDMA)

    Gambar 2.2 Pelebaran bandwidth setelah proses spreading [5]

    Teknik spektrum tersebar yang paling banyak digunakan pada sistem selular

    bergerak adalah direct sequence spread spectrum (DS-SS) dimana sinyal informasi atau

    data biner dikalikan secara langsung dengan suatu pengkode berupa spreading sequence

    yang bersifat acak. Teknik ini digunakan secara komersil pada CDMA, biasa disebut

    sebagai DS-CDMA (Direct Spread CDMA). Pada DS-CDMA tiap user melakukan

    proses spread atau membagi symbol/bit data menjadi deretan kode yang unik [4]. Dengan

    kata lain, sistem CDMA komersil membuat sinyal dari user yang terkumpul pada suatu

    pita frekuensi sempit menjadi lebar. Proses ini dilakukan dengan membagi rapat daya

    sinyal pada suatu bandwidth yang lebar dengan menggunakan sebuah kode yang unik.

    Kode unik tersebut lebih dikenal dengan nama chips, dan hanya diketahui oleh pengirim

    dan penerima. Data yang telah tersebar (di-spread) bisa dikembalikan ke bentuk aslinya

    pada penerima dengan melakukan korelasi antara data yang diterima dan kode unik user.

    Kode unik tersebut bisa merupakan data yang orthogonal (hasil kroskorelasinya 0) atau

  • 14

    data acak dengan nilai kroskorelasi yang rendah. Contoh sederhana penggunaan sistem

    DS-CDMA oleh satu user bisa dilihat pada gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Transmisi data baseband DS-CDMA untuk satu user [2]

    2.4 Model Sinyal CDMA dengan Modulasi QPSK Gambar 2.4 menunjukkan model sinyal sistem transmisi CDMA dengan modulasi

    QPSK untuk pemancar dan penerima.

    (a)

  • 15

    (b)

    Gambar 2.4 Model sinyal sistem CDMA bermodulasi QPSK [2]

    (a) Modulator (b) Demodulator

    Simbol ke-n yang dikirim oleh user ke-k adalah : )()()( )()( nbnbnb QkI

    kk j+= ditebar oleh spreding-sequence user ke-k yaitu { }Mmmcmcmc QkIkk ,...,2,1),()()( )()( += j .

    Sinyal yang ditransmisikan akan mengalami fading dan AWGN, sehingga sinyal

    dari seluruh k-user yang diterima oleh BS dapat dimodelkan sebagai berikut [2]:

    )()()( tncbttr kkkk

    k += (2.11) )(tk adalah koefisien kanal fading dan n(t) adalah Additive White Gaussian Noise dengan standar deviasi k . Agar simbol dapat dideteksi kembali oleh penerima maka digunakan spreding-sequence )(mck yang sama seperti pada pengirim. Spreding-

    sequence user tersebut merupakan deretan )}(),...,2(),1({ )()()()( Mcccc IkI

    kI

    kI

    k = dan )}(),...,2(),1({ )()()()( Mcccc Qk

    Qk

    Qk

    Qk = .

    Dalam sistem riil digunakan kode pseudonoise (PN) spreding-sequenceyang

    merupakan pendekatan spreding-sequence random,sifat korelasi sinkron dari kode PN ini

    dapat dinyatakan sebagai [2] :

  • 16

    == =

    M

    mjkkj mcmcM 1* )()(1)( (2.12)

    Dalam simulasi, amplituda dari spreding-sequence kuadratur dinormalisasi

    sehingga magnituda dari bilangan kompleks-nya menjadi satu yang dinyatakan sebagai

    [2]:

    )(2

    1)(2

    1)( )()( mcmcmc QkI

    kk j+= (2.13)

    Pada modulasi QPSK, urutan simbol yang ditransmisikan bk(n) dari user ke-k

    dapat dinyatakan sebagai [2]

    { }BnenAnb knjkk ,...,2,1,)()( = (2.14) dimana Ak(n) merupakan faktor skala amplituda simbol, }4/3,4/{ kn adalah modulasi fasa, dan B adalah jumlah simbol yang ditransmisikan. Jika Ak(n)=1 (daya

    pancar yang ternormalisasi menjadi 1), maka urutan simbol yang di-spread

    ditransmisikan pada level chip dengan indeks m adalah [2]:

    { }MBmmbmbmb QkIkk ,...,2,1),(21)(

    21)( )()( += j (2.14)

    dengan }1,1{)(),( )()( +mbmb QkIk . Kemudian urutan simbol yang disebar pada level chip dan dimodulasi dengan frekuensi pembawa kemudian difilter sebelum

    ditransmisikan melalui kanal.

    2.5 Model Kanal pada Sistem CDMA Pada sistem komunikasi selular dikenal adanya kanal downlink atau forward link

    dan kanal uplink atau reverse link. Kanal uplink merupakan kanal komunikasi dari MS ke

    BS sedangkan untuk arah sebaliknya yaitu kanal komunikasi dari BS ke MS disebut

    kanal downlink. Karakteristik kanal uplink dan downlink pada sistem CDMA multiuser

    berbeda, hal ini menyebabkan perlakuan kedua kanal terhadap power control berbeda

    juga .

    1 jika k = j dan = 0 -1/M jika k j

  • 17

    2.5.1 Model Kanal Downlink

    Pada kanal downlink, sinyal dari setiap user dapat ditransmisikan secara sinkron

    oleh BS karena dikirim dari lokasi BS yang sama. Sinyal-sinyal tersebut akan melalui

    kanal multipath yang sama dan mengalami redaman propagasi serta fading secara

    simultan sehingga pada kanal downlink spreading sequence ortogonal dapat digunakan.

    Untuk lebih jelas dapat diperhatikan gambar2.5.

    b k ( n ) c k( m )

    Mobile station

    Basestation

    c 2 ( m )

    c 1 ( m )

    c K ( m )

    b 1 ( n )

    b 2 ( n )

    b K ( n )

    n(t) All user signals

    propagate through the same downlink

    channel kth mobile user

    Gambar 2.5 Model kanal downlink [5]

    Data user ke-k, bk(n), yang akan dikirim ditebar oleh spreading sequence user ke-

    k itu sendiri, ck(m). Semua data dari setiap user yang telah mengalami spreading dikirim

    dalam satu carrier melalui kanal downlink yang sama. Pada MS, sinyal yang diterima

    mengalami despreading untuk mendapatkan simbol yang dipancarkan oleh BS. Ketika

    pada kanal komunikasi, sinyal yang dikirim melalui variasi multipath fading yang sama,

    artinya jika sinyal user yang diamati tinggi maka sinyal interferensi dari user lain juga

    tinggi, dimana besar daya sinyalnya sama (misal P). Demikian juga ketika level sinyal

    user yang diamati rendah, level sinyal user lain juga rendah. Oleh karena itu signal to

    interference ratio (SIR) pada kanal downlink cenderung tetap.

  • 18

    2.5.2 Model Kanal Uplink

    Setiap user yang akan berkomunikasi ke BS melalui kanal uplink memancarkan

    sinyal dari lokasi yang berbeda-beda bahkan mungkin user tersebut bergerak dengan

    kecepatan atau percepatan tertentu sehingga sinyal yang diterima BS menjadi tidak

    sinkron. Hal ini menyebabkan kode ortogonal tidak dapat digunakan pada kanal uplink

    karena sifat keortogonalan kode tidak dapat dipertahankan.

    c 1( m )

    b 1 ( n )

    b 2 ( n )

    c 2( m )

    n(t)

    b K ( n )

    c K( m )

    Mobile station Basestation

    c 2 ( m )

    c 1 ( m )

    c K ( m )

    .

    .

    b 1 ( n )

    b 2 ( n )

    b K ( n ) Independent fading channels

    Gambar 2.6 Model kanal uplink [5]

    Setiap MS berkomunikasi dengan BS dengan menggunakan carrier yang

    berbeda-beda. Satu carrier membawa satu user. Sinyal pancar dari setiap user mengalami

    mekanisme propagasi yang berbeda-beda dengan fading yang berbeda juga. Hal ini

    menyebabkan level sinyal yang diterima di BS menjadi tidak sama untuk setiap user

    sehingga menimbulkan MAI. MAI merupakan suatu masalah serius yang harus diatasi

    karena dapat mengurangi kapasitas sistem secara signifikan.

    Pada basestation, sinyal yang dikirim user ke-k akan dideteksi dengan melakukan

    korelasi silang antara sinyal yang diterima dengan kode dari user ke-k tersebut. Karena

    pada kanal uplink tidak dapat digunakan kode ortogonal, korelasi silang antara kode user

    yang diamati dengan user lain tidak sama dengan nol sehingga user tersebut pasti

    mengalami MAI dari (tot_user -1) user lainnya. Ditambah lagi level sinyal yang diterima

  • 19

    di BS tidak sama untuk semua user karena masing-masing user memiliki variasi fading

    yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan user yang lebih dekat dengan BS akan lebih

    mendominasi karena level sinyal pancar user tersebut yang diterima oleh BS lebih besar

    daripada level sinyal pancar user lain yang berada jauh dari BS. Akibatnya sinyal akan

    mengalami fluktuasi SIR. Itulah sebabnya power control pada kanal uplink sangat

    diperlukan sehingga dapat dicapai kapasitas sistem yang tinggi. Seperti yang telah

    dibahas di atas, gambar 2.6 menunjukkan model kanal uplink yang disederhanakan pada

    sistem CDMA.

    2.6 Power Control pada Sistem CDMA

    Pada bagian ini akan dibahas tiga jenis algoritma power control yaitu open-loop,

    closed-loop, dan outer-loop power control. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa

    open-loop power control didisain untuk mengatasi masalah near-far, sedangkan closed-

    loop power control bertujuan untuk mengurangi efek fading Rayleigh. Outer-loop power

    control digunakan pada closed-loop untuk menyesuaikan SIR target atau kuat sinyal.

    2.6.1 Open-loop Power Control

    Near-far effect merupakan permasalahan yang terjadi pada kanal uplink dan dapat

    diatasi dengan menggunakan open-loop power control. Open-loop power control

    didesain untuk memastikan bahwa besarnya daya yang diterima dari tiap user pada BS

    akan sama (secara rata-rata). Pengukuran level sinyal pada kanal downlink digunakan

    untuk mengendalikan daya pancar pada kanal uplink sehingga level sinyal yang diterima

    di BS sama untuk semua user tanpa adanya informasi feedback. Hal ini bisa dilakukan

    karena redaman propagasi large-scale bersifat timbal-balik pada kanal uplink dan

    downlink.

    Untuk mengatasi permasalahan efek near-far secara sederhana dapat dikatakan

    bahwa MS yang berada jauh dari BS seharusnya memancarkan sinyal dengan daya yang

    lebih besar dibandingkan dengan MS yang lebih dekat ke BS. Sinyal yang dikirim oleh

    MS harus memiliki daya sebesar [4]:

    poffrt PPPP ++= (2.16) dengan:

  • 20

    Pt (dBm) = daya yang harus dipancarkan MS,

    Pr (dBm) = daya yang diterima pada MS,

    Poff (dB) = parameter offset daya,

    Pp (dB) = parameter penyesuaian daya

    Parameter offset daya digunakan untuk mengkompensasi band frekuensi/

    frekuensi carrier yang digunakan. Untuk fc = 1900 MHz maka Poff = -76 dB, sedangkan

    untuk fc = 900 MHz maka Poff = -73 dB [4]. Adapun parameter penyesuaian daya

    digunakan untuk mengkompensasi perbedaan dari bentuk dan ukuran sel, daya pancar

    BS, dan sensitivitas penerima [4].

    2.6.2 Closed-loop Power Control

    Closed-loop power control dirancang bertujuan untuk mengatasi fluktuasi sinyal

    yang diterima yang diakibatkan redaman small scale propagation. Berbeda dengan

    redaman large scale propagation, redaman small-scale propagation pada uplink dan

    downlink tidak memiliki korelasi apapun sehingga untuk mengendalikan fading pada

    kanal uplink, informasi kanal uplink harus diestimasi pada BS dan di-feedback ke MS,

    sehingga MS bisa menyesuaikan daya yang dipancarkan sesuai dengan informasi

    feedback. Untuk memperoleh informasi kanal uplink, BS bisa mengestimasi daya sinyal

    atau SIR. Pada CDMA power control, estimasi berdasarkan SIR lebih disukai dari pada

    daya sinyal karena CDMA bersifat interference limited (dibatasi oleh interferensi

    sistem)[4]. Model closed-loop power control pada uplink bisa dilihat pada gambar 2.7

  • 21

    Gambar 2.7 Model closed-loop power control pada kanal uplink [2]

    Pengukuran informasi pada kanal uplink berupa SIR sinyal bukan kuat sinyalnya.

    SIR tiap MS diestimasi setiap satu time-slot, pT , dimana Tp merupakan interval dari

    power control itu. Pada BS dilakukan pengukuran terhadap SIR sinyal yang diterima. SIR

    yang diukur dinyatakan dengan est dan dibandingkan dengan SIR target yang dinyatakan

    dengan t. Perbedaan est dengan t, e(t), dikuantisasi sesuai dengan mode kuantisasi yang

    digunakan sehingga diperoleh bit PCC yang digunakan untuk memberitahu MS agar

    menaikkan atau menurunkan daya pancarnya. Oleh BS, bit PCC ditransmisikan melalui

    kanal downlink untuk memberitahu MS mengubah daya pancarnya pada kanal uplink.

    Namun pada saat ditransmisikan melalui kanal downlink, bit PCC mengalami delay atau

    bahkan eror. MS melakukan deteksi bit PCC oleh detector PCC sehingga diperoleh PCC

    yang merupakan faktor pengali terhadap step-size p yang digunakan untuk

    menyesuaikan daya pancar MS pada kanal uplink.

    Step pada power control dipengaruhi oleh frekuensi Doppler mobile station.

    Untuk frekuensi Doppler yang rendah, Step size power control tidak boleh terlalu tinggi.

    Hal ini disebabkan karena fading yang dialami oleh sinyal adalah fading yang lambat.

    Jadi dengan step size yang kecil power control mampu mengatasi permasalahan fading.

    Pada frekuensi Doppler yang sangat tinggi, besaran step size juga tidak boleh terlalu

  • 22

    tinggi. Hal ini disebabkan karena variasi sinyal terjadi cukup cepat. Jika menggunakan

    step size yang besar, pada suatu saat dapat terjadi keadaan di mana sinyal terkontrol

    memiliki SIR melebihi SIR yang diinginkan. Dengan fixed-step yang besar, SIR sinyal

    terkontrol akan diturunkan secara drastis sehingga fluktuasi sinyal setelah dikendalikan

    power control masih bervariasi.

    2.6.3 Outer-Loop Power Control

    Untuk memperoleh BER yang sama, user dengan variasi SIR tinggi memerlukan

    nilai Eb/Io yang tinggi juga bila dibandingkan terhadap user dengan variasi SIR rendah.

    Oleh karena itu untuk memperoleh kinerja yang diinginkan, setiap user memerlukan level

    SIR yang berbeda dan untuk melakukan hal ini diperlukan outer-loop power control.

    Untuk menentukan SIR target yang benar, dilakukan pengukuran BER. BS

    melakukan pengukuran BER yang akan dibandingkan dengan BER yang diinginkan. Jika

    BER yang diukur lebih baik dari BER yang diinginkan, SIR target diturunkan.

    Sebaliknya jika BER yang diukur tidak lebih baik dari BER yang diinginkan, SIR target

    dinaikkan. Jadi parameter penting yang digunakan pada algoritma ini adalah BER.

    2.7 Kinerja Power Control

    Kinerja power control dievaluasi dalam BER sebagai fungsi dari Eb/Io. Jika

    power control bekerja dengan sempurna maka kinerja yang diperoleh adalah seperti

    kinerja AWGN yaitu kinerja maksimum yang sangat mustahil untuk memperolehnya

    dalam sistem real. Kinerja AWGN untuk modulasi QPSK dapat ditulis sebagai [6]:

    BER Q( )

    =

    0

    2IEQ b

    0

    12

    bEer fcI

    = (2.17)

    Sedangkan jika suatu sistem CDMA tidak menggunakan power control maka

    kinerja yang diperoleh adalah kinerja fading yaitu bila sinyal melewati kanal AWGN dan

    kanal fading Rayleigh. Untuk kanal fading Rayleigh modulasi QPSK kinerja BER

    sebagai fungsi Eb/Io dinyatakan sebagai [6]:

  • 23

    BER =

    + 2/12/1

    21

    += 00

    /1/1

    21

    IEIE

    b

    b (2.18)

    2.8 Pengaruh Power Control terhadap Kapasitas Kanal

    Pada bagian ini akan dijelaskan secara umum pengaruh penggunaan power

    control terhadap kapasitas kanal, baik uplink maupun downlink.

    ( ) SNRIoEbMK 11 += (2.19)

    dimana K adalah jumlah user, M adalah processing gain, dan SNR merupakan

    perbandingan kekuatan sinyal dengan noise (signal to noise ratio) [6].

    2.9 Pengukuran SIR dengan Auxiliary Spreading Sequence [2] Pada [2], diusulkan suatu cara pengukuran SIR dengan menggunakan auxiliary

    spreading sequence, dimana SIR diukur pada level simbol setelah sinyal di-despreading.

    Prosesnya ditunjukkan oleh gambar 2.8 berikut.:

    Gambar 2.8 Pengukuran SIR dengan auxiliary spreading sequence [2]

  • 24

    Pada metode ini, sinyal hasil despreading dari user ke-k diukur dengan menggunakan

    sinyal kompleks spreading-sequence user ke-k ( ) ( )( ) ( )( )mjcmcmc QkIkk =* ,dimana ( )( ) ( )( ) { }2/1,2/1, +mcmc QkIk , kemudian MAI diukur dengan despreading sinyal

    yang diterima dengan menggunakan auxiliary spreading sequence

    ( ) ( )( ) ( )( )mjcmcmc QaIaa += , dimana ( )( ) ( )( ) { }2/1,2/1, +mcmc QaIa ,[2]. Auxiliary spreading sequence dipakai untuk mengukur interferensi dan tidak

    ditempatkan pada salah satu user saja di dalam sistem. Namun, semua user menggunakan

    auxiliary spreading sequence yang sama untuk mengukur MAI, sehingga spreading

    sequence tidak boros.

    Ketika chip sequence telah sepenuhnya sinkron dengan sinyal yang diterima dari

    user ke-k, variabel akhir k(n) dapat diperoleh setelah sinyal yang diterima di-despread dengan spreading-sequence user ke-k dan seluruh chip dari satu periode diterima. Nilai

    k(n) dapat diperoleh dari persamaan berikut [2]:

    ( )[ ] [ ] ( )nbEMnyE kkk .. = (2.20)

    Dimana M adalah daya proses CDMA, dan )(tk adalah koefisien kanal fading dan n adalah indeks simbol. Hasil despreading data dengan Auxiliary spreading sequence yang

    dihasilkan dalam stau periode symbol akan menghasilkan variabel a(n), dengan nilai [2]:

    ( )[ ] 0=nyE a (2.21)

    Dikarenakan hubungan spreading sequenceyang ditunjukkan pada (2.12) dan dengan

    mengansumsikan data biner bk(n) mempunyai peluang yang sama antara +1 dan -1.

    Dengan demikian, k(n) dan a(n) sama-sama memiliki nilai varians yang bukan nol karena memiliki hubungan yang saling timbal-balik.

  • 25

    Hasil bagi despread dari sinyal yang diamati dengan selisih MAI dengan sinyal yang

    diamati (hanya jumlah interferensi user lain) disebut sebagai SIR dan dinyatakan sebagai

    [2]:

    ( )( ) ( )

    = =

    =

    =

    MB

    m

    B

    nka

    B

    nk

    k

    nyBM

    nyB

    nyB

    1

    2

    1

    2

    2

    1

    111

    1

    (2.22)

    2.10 Error Random pada Kanal Downlink Sistem CDMA Dari (2.11), untuk jumlah user maksimum maka kanal downlink CDMA dapat

    dikatakan sebagai kanal AWGN. Karena nilai interface yang dihasilkan MAI akan

    maksimum dan lebih mendominasi nilai SIR. Nilai SIR akan cenderung konstan, karena

    setiap user pada kanal downlink akan mengalami fluktuasi fading dan melalui lintasan

    yang sama. Karena kanal downlink merupakan kanal AWGN, maka error pada feedback

    channel merupakan errror yang terdistribusi random. Dengan probability density

    function (pdf) dari Gaussian random variable X dan mean mx serta variance x2 adalah

    [7]:

    fx(x)= ( )

    2221exp

    21

    xxx

    mx (2.23)

    Persamaan (2.15) merupakan pdf dapat terlihat untuk fx(x) 0, dan dari integrasi berikut

    [7]

    ( ) ( ) dmxdxxf xxx

    x

    = 2221exp

    21

    (2.24)

    Dengan mengganti variabel t =( )

    ,2 x

    xmx

    maka (2.16) menjadi [7]:

    ( ) ( )

    == 1exp 2 dttdxxf x (2.25)

    Fungsi distribusi dari gaussian random variable X dengan mean mx dan variance x2

    adalah [7]:

  • 26

    Fx (x)= ( )

    x

    xxx

    dm 2

    221exp

    21 (2.26)

    Untuk menunjukkan nilai spesifik dari x dapat menggunakan tabel error function yang

    didefenisikan sebagai berikut [7]:

    erf (u) = ( ) u dxz0

    2exp2 (2.27)

    dengan nilai erf (0) =0 dan erf () =1.

    Dengan menggunakan simetri dari (2.26) didapat [7]:

    Fx (x) =

    +

    x

    xmxerf 2121 (2.28)

    2.11 Diversitas Diversitas adalah teknik untuk mengatasi multiptah fading dengan menggunakan

    dua atau lebih sinyal yang secara statistik independen (dalam waktu, frekuensi, spatial,

    atau polarisasi) antara satu dengan lainnya dalam sistem nirkabel. Jadi, teknik diversitas

    ini mengolah informasi yang sama dari beberapa sinyal yang independen dan tidak saling

    berkorelasi antara sinyal yang ada dan dikombinasikan oleh susunan penerima. Prinsip

    dasar dari diversitas adalah sebagai berikut. Jika beberapa sinyal yang membawa

    informasi yang sama diterima melalui sejumlah kanal dengan fading yang independen,

    maka ada kemungkinan besar pada saat tertentu minimal satu atau lebih dari sinyal-sinyal

    yang diterima tidak terkena deep fade, hal ini memberi kemungkinan untuk mengirimkan

    sinyal yang memadai ke receiver. Tanpa teknik diversitas, pada kondisi noise besar,

    pengirim harus mengirim level daya yang jauh lebih besar untuk menjaga jaringan

    komunikasi pada saat terjadi deep fade. Pada sistem nirkabel, daya yang digunakan pada

    kanal uplink adalah terbatas pada kapasitas batere handphone. Teknik diversitas

    memegang peranan besar dalam mengurangi besarnya daya kirim sinyal memerlukan

    margin tambahan [3].

    Pada umumnya terdapat tiga buah teknik diversitas, yaitu time diversity

    (diversitas waktu), frequency diversity (diversitas frekuensi) dan space diversity

  • 27

    (diversitas ruang). Pada time diversity, beberapa path sinyal yang datang membawa

    informasi yang sama namun tiba pada time slot yang berbeda, yang kemudian sinyal

    sinyal tersebut dikombinasikan. Perbedaan waktu kedatangan antara satu path sinyal

    dengan sinyal lainnya harus tidak saling berkorelasi (uncorrelated) sehingga keuntungan

    dari penggunaan diversity bisa didapatkan.

    Pada frequency diversity, sinyal hasil diversitas frekuensi didapatkan dari

    beberapa path sinyal yang datang yang membawa informasi yang sama namun

    menggunakan frekuensi carier yang berbeda yang kemudian sinyal sinyal tersebut

    dikombinasikan. Pemisahan frekuensi dari beberapa frekuensi carier yang berbeda harus

    melebihi bandwidth dari kanal tersebut. Pada space diversity atau yang biasa disebut

    antenna diversity, sinyal hasil yang didapatkan dari sinyal datang yang membawa

    informasi yang sama yang diperoleh dari antena penerima yang berbeda yang kemudian

    sinyal-sinyal tersebut dikombinasikan. Jarak pemisahan dari satu antena dengan antena

    lainnya harus melebihi jarak dari kanal tersebut.

    Selain dari ketiga teknik diversitas di atas, terdapat metode lain yaitu diversitas

    polar dan diversitas sudut. Pada diversitas polar, sinyal multipath yang berbeda dan tidak

    berkorelasi dapat diperoleh dengan mengunakan polarisasi sinyal yang berbeda-beda.

    Diversitas sudut hampir sama dengan diversitas antena, namun diversitas sudut antenna

    digunakan untuk memanfaatkan sinyal multipath yang datang dari arah yang berbeda.

    2.11.1 Diversitas Antena [2] Pada sistem selular, diversitas susunan antena biasanya diimplementasikan pada

    base station (BTS), karena kemudahannya untuk diimplementasikan dibandingkan jika

    diimplementasikan pada mobile station. Penerimaan diversitas pada base station

    digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal uplink, sedangkan pemancaran diversitas

    pada base station digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal downlink.

    Dimisalkan terdapat L buah antena penerima dengan fading yang saling

    independent. Umumnya, untuk mendapatkan path sinyal yang saling independent, jarak

    antar elemen antena adalah 10 kali panjang gelombang. Berikut adalah gambar sederhana

    dari diversitas susunan antena.

  • 28

    Gambar 2.9 Model sederhana diversitas susunan antena [2]

    Terdapat beberapa algoritma untuk mengkombinasikan path sinyal yang datang

    pada receiver, yaitu selective combining, equal gain combining dan maximal ratio

    combining. Selective combining (SC), algoritma yang paling sederhana diantara tiga

    teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Teknik ini hanya memilih sinyal yang

    memiliki SNR terbaik dan membuang sinyal sinyal lainnya. Diagram blok dari teknik

    ini adalah sebagai berikut :

    Gambar 2.10 Diagram blok Selective Combining Diversity

  • 29

    Pada equal gain combining (EGC), berbeda dengan SC yang hanya mengambil

    satu sinyal terbaik, di EGC, sinyal dari semua antena justru langsung diambil setelah

    sebelumnya disamakan terlebih dahulu fasanya (cophased). Jadi, sinyal yang masuk

    demodulator adalah superposisi dari sinyal sinyal yang ditangkap semua antena. Seperti

    pada diagram balok berikut:

    Gambar 2.11 Diagram blok Equal Gain Combining

    Pada maximal ratio combining (MRC), algoritma ini mengkombinasikan seluruh

    sinyal yang datang dari semua antena seperti pada EGC, namun masing-masing sinyal

    datang tersebut akan dikalikan dengan koefisien faktor tertentu yang berupa akar kuadrat

    dari SNR-nya untuk masing masing sinyal. Keluaran hasil combining dari diversitas

    antena y(t) dapat dinyatakan sebagai berikut [2]:

    =

    =L

    lll txwty

    1)()( , (2.29)

    dimana xl (t) sinyal dari setiap input diversitas antena. Dengan vektor w = [w1, w2, ...,

    wL]T, dengan wl dinyatakan sebagai [2]:

    =l

    l

    llw

    , (2.30)

    dimana, )(tl merupakan SIR input pada elemen ke-l dari susuna antena. Dengan SIR output dinyatakan sebagai [2]:

  • 30

    =

    =L

    llMRC

    1 (2.31)

    Alogoritma MRC lebih optimal digunakan dari kedua algoritma lainnya [2].

    Sehingga pada simulasi pada penelitian ini digunakan algoritma MRC pada diversitas

    antena dengan susunan dua antena (L=2). Diagram blok MRC adalah sebagai berikut:

    Gambar 2.12 Diagram blok Maximal Ratio Combining