lp selulitis

15
1. Pengertian Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan. Tempat yang paling sering terkena adalah ekstremitas, tetapi juga dapat terjadi di kulit kepala, kepala, dan leher (Cecily, Lynn Betz., 2009). Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang pada orang-orang dengan imunitas normal, biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyrogenes (Graham & Robin., 2005). Selulitis adalah infeksi lapisan dermis atau subkutis oleh bakteri. Selulitis biasanya terjadi setelah luka, gigitan di kulit atau karbunkel atau furunkel yang tidak teratasi (Corwin, Elizabeth J., 2009). Perbedaan abses dan selulitis (Peterson dan Ellis, 2002; Topaziandan Goldberg, 2002) Karakteristik Selulitis Abses Durasi Sakit Ukuran Palpasi Lokasi Adanya pus Derajat keparahan Bakteri Sifat Akut Berat dan merata Besar Indurasi jelas Difus Tidak ada Lebih berbahaya Aerob (streptococcus) Difus Kronis Terlokalisis Kecil Fluktuasi Berbatas jelas Ada Tidak darurat Anaerob (stafilokokus) Terlokalisasi 2. Klasifikasi Selulitis dapat digolongkan menjadi: a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi

Upload: krisna

Post on 15-Apr-2016

1.938 views

Category:

Documents


479 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan selulitis

TRANSCRIPT

1. Pengertian Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan.

Tempat yang paling sering terkena adalah ekstremitas, tetapi juga dapat terjadi di kulit

kepala, kepala, dan leher (Cecily, Lynn Betz., 2009). Selulitis merupakan infeksi

bakteri pada jaringan subkutan yang pada orang-orang dengan imunitas normal,

biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyrogenes (Graham & Robin., 2005).

Selulitis adalah infeksi lapisan dermis atau subkutis oleh bakteri. Selulitis biasanya

terjadi setelah luka, gigitan di kulit atau karbunkel atau furunkel yang tidak teratasi

(Corwin, Elizabeth J., 2009).

Perbedaan abses dan selulitis (Peterson dan Ellis, 2002; Topaziandan Goldberg,

2002)

Karakteristik Selulitis Abses

Durasi

Sakit

Ukuran

Palpasi

Lokasi

Adanya pus

Derajat keparahan

Bakteri

Sifat

Akut

Berat dan merata

Besar

Indurasi jelas

Difus

Tidak ada

Lebih berbahaya

Aerob (streptococcus)

Difus

Kronis

Terlokalisis

Kecil

Fluktuasi

Berbatas jelas

Ada

Tidak darurat

Anaerob (stafilokokus)

Terlokalisasi

2. Klasifikasi Selulitis dapat digolongkan menjadi:

a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,

yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya

sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau

spasia yang terlibat.

b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi

bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan

berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,

mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan

mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.

Sedangkan Benni et all 1999 dibedakan menjadi:

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

a) Ludwig’s Angina

b) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid

c) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal

d) Selulitis Fasialis Difus

e) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena

terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada

pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang

adekuat atau tanpa drainase.

c. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia

sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai

mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).

Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai

satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

3. Etiologi Organisme penyebab selulitis adalah Staphylococcus aureus, streptokokus grup

A, dan Streptococcus pneumoniae (Cecily, Lynn Betz., 2009). Organisme penyebab

bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki

yang terkena tinea pedis, dan pada banyak kasus, ulkus pada tungkai merupakan

pintu masuk bakteri. Faktor predisposisi yang sering adalah edema tungkai, dan

selulitis banyak didapatkan pada orang tua yang sering mengalami edema tungkai

yang berasal dari jantung, vena dan limfe (Graham & Robin., 2005).

4. Faktor RisikoRosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah

resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :

a) Usia

Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah

berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami

infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.

b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)

Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya

infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.

Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ)

juga mempermudah infeksi.

c) Diabetes mellitus

Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem

immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi

darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan

menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

d) Cacar dan ruam saraf

Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk

bakteri penginfeksi.

e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)

Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi

bakteri penginfeksi.

f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki

Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko

bakteri penginfeksi masuk

g) Penggunaan steroid kronik

Contohnya penggunaan corticosteroid.

h) Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

i) Penyalahgunaan obat dan alkohol

Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi

berkembang.

j) Malnutrisi

Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah

timbulnya penyakit ini.

5. Manifestasi KlinisGambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk

ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.

Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus

disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula.

Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi

supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren)

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan

malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),

color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,

tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi

yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.

Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden.

Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis (Mansjoer,2000).

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal

berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,

sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan

mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala

berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar

ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat

terjadi elefantiasis.

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang

dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya

trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.

Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan

oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).

Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.

6. Patofisiologi (Terlampir)

7. Pemeriksaan Diagnostika) Pemeriksaan Laboratorium

a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-

rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.

b. BUN level

c. Kreatinin level

d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga

e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah

penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.

f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum

memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa

sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia,

hipotensi), dan tidak ada faktor resiko

(Rosfanty, 2009).

b) Pemeriksaan Imaging

a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap

(seperti kriteria yang telah disebutkan)

b. CT (Computed Tomography)

Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata

klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi

selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan

infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus

(Rosfanty, 2009).

8. Penatalaksanaan a. Selulitis pasca trauma, khususnya setelah gigitan hewan, berikan antibiotic untuk

mengatasi basial gram negative dan gram positif. Jika perlu berikan analgesic dan

NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam.

b. Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk abses.

Incisi drainase merupakan saah satu tindakan dalam ilmu bedah yang

bertujuan untuk mengeluarkan abses atau pus dari jaringan lunak akibat proses

infeksi. Tindakan ini dilakukan pertama dengan melakukan tindakan anestesi

lokal, aspirasi pus pada daerah pembengkakan kemudian kemudian dilakukan

tindakan incise drainase dan pemasangan drain.

c. Perawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:

a) Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous. Diberikan

penicillin atau obat sejenis penicillin (misalnya cloxacillin)

b) Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan).

c) Biasanya sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan

suntikan antibiotik jika: penderita berusia lanjut, selulitis menyebar dengan

segera ke bagian tubuh lainnya, demam tinggi.

d) Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam posisi

terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.

e) Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa

dia telah sembuh dari infeksi

f) Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan : perlindungan penyakit

cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan

erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine

penicillin.

(Corwin, Elizabeth J., 2009)

9. Komplikasi a) Bakterimea nanah / lokal abses, superinfeksi oleh bakteri gram negatif,

limpangitis, tromboplebitis

b) Facial Selulitis pada anak dapat menyebabkan meningitis

c) Dapat menyebabkan kematian jaringan atau gangren

d) Osteomielitis

e) Atritis septic

f) Glomerulonefritis

g) Fasitis necroticans

(Corwin, Elizabeth J., 2009)

10. Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN1. PENGKAJIAN

a. Biodata

Berisikan nama,tempat tangal lahir,jenis kelamin,umur,alamat,suku bangsa, dan

penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering menyerang usia lanjut.

b. Keluhan utama

Pasien merasakan demam,malaise,nyeri sendi dan menggigil.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pasien merasakan badanya demam,malaise,disertai dengan nyeri sendi dan

menggigil dan terjadi pada area yang robek pada kulit biasanya terjadi pada

ekstrimitas bawah

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini apakah pasien

alkoholisme dan malnutrisi

e. Riwayat penyakit keluarga

Adakah keluarga yang mengalami sekit yang sama sebelumnya,apakah keluarga

ada riwayat penyakit DM, dan malnutrisi

f. Kebiasaan sehari-hari

Biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang higine atau kebersihanya jelek

g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : Cukup baik

2) Kesadaran         : composmetis, lemah, pucat

3) TTV                    : biasanya meningkat karena adanya proses infeksi

4) Kepala               : rambut bersih tidak ada luka

5) Mata                  : Konjungtiva anemis,skela tidak ikterik

6) Hidung        : tidak ada polip,hidung bersih

7) Leher       : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

8) Dada       :

I         : datar,simetris umumnya tidak ada kelainan

Pa      : ictus cordis tidak tampak

Pe      : sonor tidak ada kelainan

A       : tidak ada whezing ronchi

9) Abdomen                    :

I   : supel datar tidak ada distensi abdomen

Pa : tidak ada nyeri tekan

Pe : tidak ada kelainan atau tympani

A : bising usus normal atau tidak ada kelainan

10) Ekstremitas bawah : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem

11) Ekstremitas atas      : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem

12) Genetalia          : tidak ada kelainan

13) Integumen         : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang

terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan

bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada

kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau

lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.

2. RENCANA INTERVENSI

a. Nyeri Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam

nyeri klien berkurang atau terkontrol

Kriteria Hasil :

- Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.

- Klien dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi

nyeri, Pergerakan klien bertambah luas.

- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.

- S: 36-37,5 °C, N: 60 – 100 x /menit T : 130/80 mmHg RR : 18-20 x/menit

Intervensi

NIC : Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,

kompres hangat/ dingin Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri

akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

b. Kerusakan Integritas Kulit Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam

tidak terjadi kerusakan integritas kulit atau integritas kulit membaik

Kriteria Hasil :- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,

hidrasi, pigmentasi)

- Tidak ada luka/lesi pada kulit

- Perfusi jaringan baik

Intervensi

NIC: Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna

cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus

Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin Cegah kontaminasi feses dan urin Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

c. Risiko Infeksi Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam

klien tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil :- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

Intervensi

Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu

Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan

petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,

drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

Daftar pustaka

Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica. Aesculpalus, FKUI,

Jakarta.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Cecily, Lynn Betz.(2009).Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC: Jakarta

Graham & Robin. (2005). Dermatologi:Catatan Kuliah. Jakarta: Erlangga.

Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:

McGrawHill

Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi;

Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.

Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708

Betz, Cecily lynn; Sowden, Linda A. 2009. buku saku keperawatan pediatric. Ed 5. Jakarta:

EGC.

Price, Sylvia. 2000. Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit. Jakarta: EGC