lp limfoma maligna

21
LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA MALIGNA 1. Definisi Limfoma atau limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik dimana sel-sel limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T, dan histiosit menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun. 2. Klasifikasi Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Limfoma Hodgkin (LH) Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye, antara lain: 1) Nodular Sclerosis 2) Lymphocyte Predominance 3) Lymphocyte Depletion 4) Mixed Cellularity b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Upload: tri-nur-jayanti

Post on 17-Jul-2016

583 views

Category:

Documents


93 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA MALIGNA

1. Definisi

Limfoma atau limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan

bentuk keganasan dari sistem limfatik dimana sel-sel limfatik yaitu sel-sel

limforetikular seperti sel B, sel T, dan histiosit menjadi abnormal dan mulai

tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar

tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.

2. Klasifikasi

Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua

jenis yaitu:

a. Limfoma Hodgkin (LH)

Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular

predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat

subtipe menurut Rye, antara lain:

1) Nodular Sclerosis

2) Lymphocyte Predominance

3) Lymphocyte Depletion

4) Mixed Cellularity

b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin

menjadi tiga kelompok utama, antara lain:

1) Limfoma Derajat Rendah

Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,

limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler

campuran sel belah besar dan kecil.

2) Limfoma Derajat Menengah

Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,

limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan

kecil, dan limfoma difus sel besar.

3) Limfoma Derajat Tinggi

Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel

besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-

Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-

Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda

(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan

sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya

anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),

yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.

(a) (b)

Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed

Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin

3. Etiologi

Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui

secara pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini

antara lain:

a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)

b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan

kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.

c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun

d. Faktor genetic

Berikut terdapat beberapa faktor predisposisi:

a. Usia

Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda

yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun

b. Jenis kelamin

Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan

wanita

c. Gaya hidup yang tidak sehat

Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi

makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV

d. Pekerjaan

Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena

limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal

ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.

4. Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf

pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,

limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung,

dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil

sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang

terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk

leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari

seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus

gastrointestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar

bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas

inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan

melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus

limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,

dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher

kanan.

Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid

lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk

mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh

serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.

Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik

5. Patofisiologi

Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya bermula

dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limpa, traktus

gastrointestinal (misalnya dinding lembung), hati, atau sumsum tulang. Sel

limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel indik multipotensial di

dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi

menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur.

Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar thymus untuk menjadi limfosit

T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum

tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Apabila ada rangsangan oleh

antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi

bentuk aktif dan berpoliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon

imunitas seluler. Sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian

menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Perubahan limfosit normal

menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel

dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi

menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Hal ini terjadi

didalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada di luar centrum

germinativum sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral centrum

germinativum. Apabila  membesar maka dapat menimbulkan tumor dan apabila

tidak ditangani secara dini maka menyebabkan limfoma maligna.

Proliferasi abmormal tumor ini dapat memberi kerusakan penekanan atau

penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah

bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada

Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada

leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan

gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera

dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem

limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan

kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Beberapa

penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama

beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi

pertumbuhan sel-sel limfoma.

6. Gejala Klinis

Faktor keturunan

Kelainan system kekebalan

Infeksi virus dan bakteri

Toksin lingkungan

Mutasi sel limfosit (sejenis leukosit)

Kurang terpajan informasi

Kurang pengetahuan

Masuknya virus dan bacteria

Mual, muntah Pembesaran nodus medina/edema jalan nafas

Pertahanan tubuh menurun

Infeksi

Tidak mampu dlm memasukkan, mencerna mengabsorpsi

makanan

Kurang nafsu makan

Obstruksi trakeobronkial

Limfoma maligna

Proses inflamasi

Hyperthermia (demam)

Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak

efektif

Berat badan menurun (anorexia)

Ketidakseimbangan nutrisi

Minuman beralkohol

Mengenai nodus limfa

Agen cedera biologi

Nyeri

7. Manifestasi Klinis

Tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma

Limfoma Hodgkin Limfoma Non-HodgkinAnamnesis 1. Asimtomatik limfadenopati

2. Gejala sistemik (demam intermitten, keringat malam, BB turun)

3. Nyeri dada, batuk, napas pendek

4. Pruritus5. Nyeri tulang atau nyeri

punggung

1. Asimtomatik limfadenopati

2. Gejala sistemik (demam intermitten, keringat malam, BB turun)

3. Mudah lelah4. Gejala obstruksi GI

tract dan Urinary tract.

Pemeriksaan Fisik

1. Teraba pembesaran limonodi pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla, inguinal)

2. Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik jarang terkena

3. Hepatomegali & Splenomegali

4. Sindrom Vena Cava Superior

5. Gejala susunan saraf pusat (degenerasi serebral dan neuropati)

1. Melibatkan banyak kelenjar perifer

2. Cincin Waldeyer dan kelenjar mesenterik sering terkena

3. Hepatomegali & Splenomegali

4. Massa di abdomen dan testis

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga

dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi

Costwell.

Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh

Costwell

Keterlibatan/PenampakanStadiumI Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ

ekstralimfatik (IE)II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio

yang letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama

(IIE)III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma

ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ

ekstralimfatikSuffixA Tanpa gejala BB Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

1. Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya

2. Demam intermitten > 38° C3. Berkeringat di malam hari

X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto polos dada PA

Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

8. Diagnosis

Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui

prosedur-prosedur di bawah ini.3

a. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat

malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6

bulan.

b. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar

getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit

atau infeksi.

c. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan

hitung trombosit.

d. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,

laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.

e. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus

(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan

dinding dada.

f. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.

g. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.

h. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan

area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.

i. Biopsi sumsum tulang dimana sumsum tulang diambil dari tulang

panggul untuk melihat apakah limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

j. Biopsi kelenjar getah bening, yaitu dengan mengambil jaringan dari

kelenjar getah bening yang membesar.

k. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,

yaitu:

a. Pembedahan

Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang

terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti

limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko

perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi

pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk

mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy

b. Radioterapi

Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan

limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih

sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak

digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan

radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti

CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara

langsung, sedangkan radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium

untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan

didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri, yaitu:

1) Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

2) Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

3) Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation

4) Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi

Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan

banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap

limfoma.

Pengobatan Awal:

1) MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.

a) Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

b) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

c) Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

d) Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4

2) ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

a) Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

b) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

c) Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

d) Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15

3) Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

a) Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11

b) Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11

c) Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12

d) Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12

e) Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9

f) Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11

g) Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of

pada minggu ke 11,12

4) BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

a) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

b) Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

c) Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

d) Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

e) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

f) Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

g) Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1) ICE regimen

a) Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2

b) Mesna: 5 g/m2, hari ke-2

c) Carboplatin: AUC 5, hari ke-2

d) Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3

2) DHAP regimen

a) Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama

b) Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2

c) Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4

3) EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan

doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara

berkesinambungan.

a) Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4

b) Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4

c) Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4

d) Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5

e) Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

d. Imunoterapi

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana

interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat

pemberian kemoterapi.

e. Transplantasi sumsum tulang

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma

tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami

pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum

tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara

alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum

penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung,

atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang

penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang

berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian

dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam

tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.

10. Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna,

yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena

penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat

berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada

paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan

neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan

leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi

akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah,

infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas

jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis

tumor.

11. Prognosis

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin

ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

a. Serum albumin < 4 g/dL

b. Hemoglobin < 10.5 g/dL

c. Jenis kelamin laki-laki

d. Stadium IV

e. Usia 45 tahun ke atas

f. Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

g. Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,

sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan

hidupnya hanya 59%.

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi

prognosisnya yaitu:

a. usia (>60 tahun)

b. Ann Arbor stage (III-IV)

c. hemoglobin (<12 g/dL)

d. jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and

e. serum LDH (meningkat) yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga

kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1 faktor di atas), resiko

menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau

lebih faktor di atas).