lp halusinasi fix

33
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI I. Konsep Dasar Teori A. Pengertian Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan te-sebut disadari dan dimengerti pengindraan atau sensasi. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan berikut adalah pengertian dari halusinasi menurut beberapa ahli, yaitu : a. Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik (Nasution, 2003). b. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa

Upload: kardana-putra

Post on 04-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

asdasd

TRANSCRIPT

Page 1: LP Halusinasi Fix

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR TEORI DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

I. Konsep Dasar Teori

A. Pengertian

Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan

te-sebut disadari dan dimengerti pengindraan atau sensasi. Gangguan

persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara

rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan

stimulus eksternal (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Sedangkan berikut adalah pengertian dari halusinasi menurut

beberapa ahli, yaitu :

a. Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera

tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem

penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu

penuh dan baik (Nasution, 2003).

b. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu

penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa

stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi

adalah kesan, respon, dan pengalaman sensori yang salah (Stuart

dan Laraia, 2007).

c. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan pembau atau

penghidu. Klien merasakan yang sebetulnya tidak ada

(Damaiyanti, 2008).

d. Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan

dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”,

Page 2: LP Halusinasi Fix

halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental

penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010).

e. Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang

datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau

distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan

tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Rentang Respon Halusinasi

Menurut Stuart dan Sundeen (2007), halusinasi merupakan salah satu

respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon

neurobiologis. Rentang respon neurobiologis dari keadaan persepsi adaptif

hingga persepsi maladaptif, dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

Gambar 1. Rentang respon halusinasi

Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh

norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di

masyarakat dan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kata

lain respon adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat

Pikiran logisPersepsi akuratEmosi konsisten dengan pengalamanPerilaku sesuaiHubungan sosial

Pikiran kadang menyimpangIlusiReaksi emosional berlebihan atau berkurangPerilaku aneh atau tak ganjilMenarik diri

Kelainan pikiran/ delusiHalusinasiKetidakmampuan untuk mengalami emosiKetidakberaturan perilakuIsolasi sosial

Respon Adaptif Respon MaladaptifRespon Transisi

Page 3: LP Halusinasi Fix

ditoleransi atau masih dapat diselesaikan oleh kita sendiri dalam batas

yang normal. Adapun bagian-bagian dari respon adaptif, yaitu :

a. Pikiran Logis

Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.

b. Persepsi Akurat

Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.

c. Emosi Konsisten dengan Pengalaman

Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah

dialami.

d. Perilaku Sesuai

Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu

tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak

bertentangan dengan moral.

e. Hubungan Sosial

Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-

tengah masyarakat.

Respon transisi merupakan respon diantara adaptif dan maladaptif.

Adapun rentang respon transisi itu, yaitu :

a. Pikiran Kadang Menyimpang

Kegagalan dalam mengambil kesimpulan.

b. Ilusi

Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.

c. Reaksi Emosi Berlebihan atau Berkurang

Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

d. Perilaku Aneh atau Tak lazim

Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan,

kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain.

e. Menarik Diri

Perilaku menghindar dari orang lain.

Sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang diberikan

individu dalam menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-

Page 4: LP Halusinasi Fix

norma dan kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain di luar batas

individu tersebut. Adapun rentang maladaptif itu, yaitu :

a. Kelainan Pikiran/Delusi

Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau

tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita

sosial.

b. Halusinasi

Persepsi yang salah terhadap rangsang.

c. Ketidakmampuan untuk Mengalami Emosi

Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami

kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

d. Ketidakberaturan Perilaku

Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.

e. Isolasi Sosial

Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain

menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

C. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi pada halusinasi antara lain :

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya

kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak

mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,

rentan terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingku-ngannya.

3) Faktor Biokimia

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka dalam

tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

Page 5: LP Halusinasi Fix

halusinogenik neurokimia. Akibatnya stres yang berkepanjangan

menyebabkan teraktivasi neurotransmiter otak.

4) Teori Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah

terje-rumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh terha-dap ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan tidak tepat.

5) Teori Genetik dan Pola Asuh

Anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung

mengalami skizofrenia. Faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Kaji gejala-gejala pencetus neurobiologis meliputi :

1) Kesehatan: Nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi, obat

SSP, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

2) Lingkungan: Lingkungan yang memasuki, masalah di rumah

tangga, sosial, tekanan kerja, kurangnya dukungan sosial,

kehila-ngan kebebasan hidup.

3) Sikap/perilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus

asa merasa gagal, kehilangan rendah diri, merasa malang,

perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan

pengobatan.

D. Jenis-Jenis dari Halusinasi

Menurut (Maramis, 2005), halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi

sepuluh yaitu :

a. Halusinasi penglihatan/visual, optic : Stimulus visual dalam bentuk

kilasan cahaya, gambar, geometris, gambar kartun, bayangan rumit

atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan

seperti melihat monster.

b. Halusinasi pendengaran/auditori : Mendengar suara-suara atau

kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan

Page 6: LP Halusinasi Fix

yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas menyebut klien, sampai

percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang

mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien

mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu

kadang-kadang dapat membahayakan.

c. Halusinasi penciuman/olfaktorik : Membaui bau-bauan tertentu

seperti bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak

menyenangkan.

d. Halusinasi pengecap/gustatorik : Merasa/mengecap sesuatu seperti

rasa darah, urin atau feses.

e. Halusinasi peraba/taktil : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan

tanpa stimulus yang jelas. Merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari

atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulit.

f. Halusinasi kinestik : Merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan,

atau anggota tubuhnya bergerak.

g. Halusinasi visceral : Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.

h. Halusinasi hipnagogik : Terdapat ada kalanya pada seseorang yang

normal, tepat sebelum tertidur, sensori persepsi bekerja salah.

i. Halusinasi hipnopompik : Seperti pada no.8 teteai terjadi setelah

terbangun sama sekali dari tidurnya. Di samping itu ada pola

pengalaman halusinasi dalam impian yang normal.

j. Halusinasi histerik : Timbul pada saat histerik karena konflik

emosional.

E. Tanda dan Gejala dari Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi

adalah sebagai berikut:

a. Bicara sendiri.

b. Senyum sendiri.

c. Ketawa sendiri.

d. Menggerakkan bibir tanpa suara.

e. Pergerakan mata yang cepat.

Page 7: LP Halusinasi Fix

f. Respon verbal yang lambat.

g. Menarik diri dari orang lain.

h. Berusaha untuk menghindari orang lain.

i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa

detik.

l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

m. Sulit berhubungan dengan orang lain.

n. Ekspresi muka tegang.

o. Mudah tersinggung, jengkel, marah.

p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

q. Tampak tremor dan berkeringat.

r. Perilaku panik.

s. Agitasi dan katatonik.

t. Curiga dan bermusuhan.

u. Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan.

v. Ketakutan.

w. Tidak dapat mengurus diri.

x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

F. Fase-fase dari Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2007), fase-fase yang dialami oleh

individu dengan halusinasi, yaitu :

a. Fase Pertama/Comforting/Menyenangkan

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,

kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada

hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan

stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu

mengotrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun

intensitas persepsi meningkat.

Perilaku klien pada fase pertama ini, yaitu :

Page 8: LP Halusinasi Fix

1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.

2) Menggerakkan bibir tanpa bersuara.

3) Pergerakan mata cepat.

4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan

halusinasinya dan suka menyendiri.

b. Fase Kedua/Condemning/Halusinasi menjadi Menjijikkan

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman

internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada

halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara

dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien

takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tidak mampu

mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi

dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang

lain.

Perilaku klien pada fase kedua ini, yaitu :

1) Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas

otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,

perna-pasan, dan tekanan darah.

2) Rentang perhatian menyempit.

3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

membedakan halusinasi dan realita.

c. Fase Ketiga/Controlling

Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol pasien menjadi

terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi

kese-nangan dan rasa aman yang sementara.

Perilaku klien pada fase ketiga ini, yaitu :

1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.

2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.

3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.

4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor,

tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase Keempat/Conquerting

Page 9: LP Halusinasi Fix

Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari

kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan

berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi, pasien

tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk

dengan halusinasinya. Pasien mungkin berada dalam dunia yang

menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau

selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan

intervensi.

Perilaku klien pada fase keempat ini, yaitu :

1) Perilaku teror akibat panik.

2) Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh

orang lain).

3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku

kekera-san, agitasi, menarik diri, atau katatonia.

4) Tidak mampu merespon terhadap perintah yang kompleks.

5) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

G. Penatalaksanaan Medis

Halusinasi termasuk ke dalam kelompok penyakit skizofrenia, maka

jenis penatalaksanaan medis yang biasa dilakukan, yaitu :

a. Psikofarmako

Psikofarmako adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya

untuk mengurangi/menghilangkan gejala gangguan jiwa.

Berdasarkan khasiat obat yang tergolong dalam pengobatan

psikofarmako antara lain:

1) Clorpromazine (CPZ)

a) Aturan pakai : 3 x 25 mg/hari, kemudian dinaikkan

sampai dosis optimal.

b) Indikasi : Untuk pengobatan psikosa untuk mengurangi

gejala anemis.

c) Efek samping : Hipotensi, aritmis kordis, takikardi,

penglihatan kabur.

Page 10: LP Halusinasi Fix

2) Tritopirazine (Stelazine)

a) Aturan pakai : 3 x 1 samapi 5 mg dosis tertinggi 50

mg/hari.

b) Indikasi : Diberikan pada pasien gangguan mental

organik dan gejala spikotik yang menarik.

c) Efek samping : Gejala extrapiramidal.

3) Diazepam

a) Indikasi : Psikoneuronesis ansietas.

b) Efek samping : Mengantuk, mual, kadang-kadang

konstipasi.

4) Triheksifenidil HCL (Arxne)

a) Indikasi : Berbagai bentuk parkinsonisme.

b) Aturan pakai : Hari pertama diberikan 1 mg, hari ke 1

diberikan 2 mg/hari sehingga mencapai 6-10 mg/hari

yang diberikan 3-4 kali pada waktu makan.

5) Amitripilin (Laxori)

a) Indikasi : Dosis awal 75-100 mg/hari, pemulihan 25-75

mg/hari.

b) Aturan pakai : Diberikan pada klien dengan gejala

depresi akibat keluhan somatik.

b. Terapi Okupasi

Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan

partisipasi seseorang dalam melakukan aktivitas/tugas yang

sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat

dan meningkatkan harga diri seseorang. Terapi okupasi

menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagi media. Pelaksanaan

terapi okupasi sesuai dengan keadaan klien dan jenis kegiatan atau

pekerjaan disesuaikan minat klien.

c. Psikoterapi

Psikoterapi membutuhkan waktu yang relatif lama dan merupakan

bagian penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi

ini meliputi; memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan

Page 11: LP Halusinasi Fix

lingkungan yang tenang, bersikap empati, menerima klien apa

adanya, motivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan

secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur.

d. Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall

secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode

yang dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik

diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi

neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5

joule/detik (Maramis, 2005).

e. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah berbagai pendekatan penanganan klien

gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah

perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku

maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

f. Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk

memfasilitasi psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu

yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar

anggota. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi

modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang

mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan

sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

1) Pengumpulan Data

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No

Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama

Page 12: LP Halusinasi Fix

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan

keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk

mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami

penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan

dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi

psikologis,  biologis, dan social budaya.

d. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,

BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial

1) Genogram menggambarkan tiga generasi yang dapat

menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang

terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh.

2) Konsep diri

a. Citra tubuh: mengenal persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian

yang disukai dan tidak disukai.

b. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan

klien terhadap status dan posisinya, dan kepuasan klien sebagai

laki-laki/perempuan.

c. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga/kelompok, dan

masyarakat serta kemampuan klien dalam melaksanakan tugas

tersebut.

d. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,

lingkungan, dan penyakitnya.

e. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian, dan

penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi

pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sesuai wujud harga

diri rendah.

Page 13: LP Halusinasi Fix

3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,

kelompok, yang diikuti dalam masyarakat

4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik

klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,

isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan

berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat

makan kembali.

2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC

serta membersihkan dan merapikan pakaian.

3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

4) Istirahat tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum

h. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan

stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,

lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan

kesehatan.

j. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

k. Aspek medik

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,

psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

2) Daftar Masalah

a. Risiko perilaku kekerasan

b. Gangguan persepsi sensori

Page 14: LP Halusinasi Fix

c. Isolasi sosial

d. Gangguan konsep diri

e. Ketidakefektifan koping individu

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul dalam halusinasi adalah :

Gangguan persepsi sensori

Page 15: LP Halusinasi Fix

C. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

PerencanaanIntervensi RasionalTujuan Kriteria Hasil

Gangguan persepsi sensori

TUM : Klien memiliki persepsi sensori yang akurat. TUK 1Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat: 1. Menunjukkan ekspresi

wajah yang bersahabat.2. Menunjukan rasa

senang.3. Ada kontak mata.4. Mau berjabat tangan,

mau menyebut nama, mau menjawab salam.

5. Mau duduk berdampingan dengan perawat.

6. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

SP 1 (Bina Hubungan Saling Percaya/BHSP)Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik :a. Sapa klien dengan ramah baik

verbal maupun non verbal.b. Perkenalkan diri dengan sopan.c. Tanyakan nama lengkap klien dan

nama panggilan yang disukai klien.

d. Jelaskan tujuan pertemuan.e. Jujur dan menepati janji.f. Tunjukkan sikap empati dan

menerima klien apa adanya.g. Beri perhatian pada klien dan

perhatikan kebutuhan dasar klien.

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

Page 16: LP Halusinasi Fix

TUK 2Klien dapat mengenal halusinasinya.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat:

1. Menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.

2. Mengungkapkan peran terhadap halusinasi.

SP 2 (Membantu Klien Mengenal Halusinasinya) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.a. Observasi tingkah laku klien

terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa terhadap stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan atau ke depan seolah-olah ada teman bicara.

b. Bantu klien mengenal halusinasinya.1) Jika menemukan yang sedang

halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.

2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang dikatakan.

3) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya.

4) Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.

c. Diskusikan dengan klien 1) Situasi yang menimbulkan

Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan saling percaya, juga dapat memutuskan halusinasi.

Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.

Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindarkan faktor pencetus timbulnya halusinasi.

Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan keperawatan klien yang akan dilakukan perawat.

Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi klien.

Page 17: LP Halusinasi Fix

atau tidak menimbulkan halusinasi.

2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi.

d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi, beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.

TUK 3Klien dapat mengontrol halusinasinya.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat: 1. Menyebutkan tindakan

yang biasa dilakukan untuk megendalikan halusinasinya.

2. Menyebutkan cara baru.3. Memilih cara mengatasi

halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien.

SP 3 (Membantu Klien Mengontrol Halusinasinya)a Identifikasi bersama klien cara

tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.

b Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian.

c Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi :1) Katakan “ Saya tidak mau

dengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi).

2) Temui orang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang

Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.

Memberikan alternatif pilihan bagi klien mengontrol halusinasi.

Memotivasi dapat meningkatan kegiatan klien untuk mencoba memilih salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat

Page 18: LP Halusinasi Fix

terdengar.3) Buat jadwal kegiatan sehari-

hari agar halusinasi tidak muncul.

4) Minta keluarga/teman/ perawat jika nampak bicara sendiri.

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.

meningkatkan harga diri klien.

TUK 4Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, keluarga diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi yang benar tentang penyakit klien.

2. Memberikan perhatian kepada klien.

3. Memberikan penilaian diri secara positif kepada klien.

4. Memberikan makanan

SP 4 (Support System) Diskusikan dengan keluarga :a. Gejala halusinasi yang dialami

klien.b. Cara yang dapat dilakukan klien

dan keluarga untuk memutus halusinasi.

c. Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.

d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi terkontrol dan

Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang halusinasi.

Untuk memberikan perhatian kepada klien yang sakit dan mempertahankan penilaian positif klien terhadap dirinya sendiri.

Page 19: LP Halusinasi Fix

atau barang kesukaan klien.

risiko mencederai orang lain.

TUK 5Klien dapat memanfaatkan obat dengan 6 benar.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat menyebutkan:

1. Penggunaan obat secara benar, meliputi:

- Benar Obat- Benar Dosis- Benar Waktu- Benar Cara

Pemberian- Benar Pasien- Benar

Dokumentasi2. Manfaat setelah

minum obat.

SP 5 (Pemanfaatan Obat)a Diskusikan dengan klien dan

keluarga tentang dosis, frekuensi, manfaat obat.

b Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.

c Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.

d Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.

Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat.

Diharapkan klien melaksanakan program pengobatan. Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.

Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.

Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana.

Page 20: LP Halusinasi Fix

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien disesuaikan

dengan prioritas masalah yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan

merupakan realisasi dari perencanaan yang telah dibuat. Yang paling penting

pelaksanaan mengacu pada intervensi yang telah ditentukan dengan maksud agar

kebutuhan klien terpenuhi secara optimal

E. EVALUASI

Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria

hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki

perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi

keperawatan. Kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang

dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan-tindakan

keperawatan pada kriteria hasil.

Pada tahap evaluasi ini terdiri 2 kegiatan yaitu:

a. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan respon segera.

b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis

status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan

pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur

suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah

tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.

1) Tujuan Tercapai

Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan

perubahan kemajuan yang sesuai dengan keiteria yang telah

ditetapkan

2) Tujuan tercapai sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai

secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah

atau penyebabnya, seperti klien tidak. mau mengungkapkan

Page 21: LP Halusinasi Fix

halusinasinya , klien tidak mau menyapa perawat dan menjabat

tangan perawat dan lain-lain.

3) Tujuan tidak tercapai

Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya

perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

Dalam evaluasi yang digunakan adalah format SOAP , Adapun isi dari SOAP

tersebut adalah :

S : Subjective = Pernyataan atau keluhan dari pasien setelah diberikan

tindakan.

O : Objective = Data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.

A : Analisys = Kesimpulan dari objektif dan subjektif

P : Planning = Rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis

Page 22: LP Halusinasi Fix

Bangli, 12 Oktober 2015

Pembimbing Praktik/CI Mahasiswa

Ns. Putu Novi Andari, S. Kep. Luh Putu Retikawati

NIP. 198408262009022005 NIM. P07120213007

Pembimbing Akademik/CT

Ns. I Wayan Candra, S.Pd., S. Kep., M. Si.

NIP. 196510081986031001