lp bronkopneumonia fix
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG CEMPAKA I RSUD RAA SOEWONDO PATI
DI SUSUN OLEH :
IWAN LUTFI JATINUGROHO
22020110120055
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA
A. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang
berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga
melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus
terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang
terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga
pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh
eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di
lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit
yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius. Istilah bronchopneumonia digunakan
untuk menggambarkan pneumonia yang memiliki pola penyebaran
berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
B. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.
Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam
paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi
pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora
normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis
cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M.
Nettina, 2001 : 682)
C. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal,
penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas
seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar
ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
D. PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus
influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut
masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya
infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah
dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu
dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara
kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat
usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang
beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)
E. PATHWAYBakteri Stafilokokus aureusBakteri Haemofilus influezae
Penderita sakit berat yang dirawat di RS Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas
Kuman berlebih di bronkus
Proses peradangan
Akumulasi sekret di bronkus
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Mukus bronkus meningkat
Bau mulut tidak sedap
Anoreksia
Intake kurang
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Kuman terbawa di saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan
Peningkatan flora normal dalam usus
Peningkatan peristaltik usus
Malabsorbrsi
Diare
Gangguan keseimbangan
cairan dan eletrolit
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
Dilatasi pembuluh darah
Eksudat plasma masuk alveoli
Gangguan difusi dalam plasma
Gangguan pertukaran gas
Peningkatan suhu
Septikimia
Peningkatan metabolisme
Evaporasi meningkat
Edema antara kaplier dan
alveoli
Iritasi PMN eritrosit pecah
Edema paru
Pengerasan dinding paru
Penurunan compliance paru
Suplai O2
menurun
Hipoksia
Metabolisme anaeraob meningkat
Akumulasi asam laktat
Fatigue
Intoleransi aktivitas
Hiperventilasi
Dispneu
Retraksi dada / nafas cuping
hidung
Gangguan pola nafas
(Soeparman, 1991)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan
cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina,
2001 : 684)
Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis
dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C,
Long, 1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk
menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.
(Sandra M, Nettina, 2001)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan
Ngastiyah (2005) dibagi dua yaitu penataksanaan, medis &keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan
tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya
maka biasanya diberikan :
a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanan keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernafasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru.
Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus
dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan
memberikan O2 2 l/menit secara rumat.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien
harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat,
usahakan keadaan tenang dan nyamn agar psien dapat istirahat sebaik-
baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan
yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan
masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk
mencegah dehidrasi dan kekukrangan kalori dipasang infus dengan
cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Tanggal pengkajian
b. Tanggal masuk
c. Identitas klien
Nama
Alamat
Tanggal lahir/umur
Jenis kelamin
Agama
Diagnosa medis
Identitas penanggung jawab
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang : serangan, kapan, cara, factor
predisposisi, factor presipitasi)
4. Riwayat Masa lalu
Kehamilan (Keberapa, prenatal, postnatal, aborsi,
kesehatan selama hamil, obat yang dikonsumsi)
Persalinan (lama persalinan, jenis persalinan, tempat,
obat)
Kelahiran (BBL/PBL, waktu penambahan BBL, kondisi
kesehatan, apgar score, kelainan konginetal, kapan keluar
ruang perawatan)
Alergi
Pertumbuhan dan perkembangan
Imunisasi
Kebiasaan khusus
5. Head to Toe
6. Pengkajian fungsional
7. Riwayat kesehatan keluarga
a. Pohon penyakit
b. Penyakit
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
(Doenges, 1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah,
ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 :
172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia
yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)
J. FOKUS INTERVENSI
1. Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya:
mengi, krekels dan ronki.
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi
fowler
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki
keefektifan upaya batuk.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
2. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis
c. Kaji status mental
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi
demam dan menggigil
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
dalam, dan batuk efektif
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan
indikasi
3. Dx: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
g. Berikan humidifikasi tambahan
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
4. Dx : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,,
hipotensi.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
c. Catat lapporan mual/ muntah.
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
5. Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin, bantu kebersihan mulut.
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan.
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering
atau makanan yang menarik untuk pasien.
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
6. Dx : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen
untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut.
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Masjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC