lp 2 stroke hemoragic
DESCRIPTION
xvdfgeraweTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE
HEMORAGIC DI RUANG UMAR
RS ROEMANI SEMARANG
OLEH:
IKA MUTIARI PRESTI MEGAWATI
G3A.012.068
PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
STROKE HEMORAGIC
A. PENGERTIAN
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
terhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001).
Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah
di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009).
Stroke hemorrhagic adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemorrhagic adalah
salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
C. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau
nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid
dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah
makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
b. Nyeri talamik spontan
c. Hemibalisme
d. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
E. KOMPLIKASI
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik / emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
G. PATHWAYS KEPERAWATAN
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral
Gangguan aliran darah ke otak Pecahnya pembuluh darah otak
Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra Kranial
Transmisi impuls Darah merembes ke dalam terganggu parenkim otak fungsi otak menurun kerusakan pusat Kelemahan otot progresif Penekanan pada jaringan otak
GANGGUAN MOBILITAS Peningkatan Tekanan Intra Kranial reflek menelan menurun FISIK GANGGUAN PERFUSI NUTRISI KURANG DARI JARINGAN OTAK KEBUTUHAN Pasien bedrestADL dibantu Penekanan lama pada daerah punggung dan bokongDEFISIT PERAWATAN DIRI Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang
RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT
H. PENGKAJIAN
Menurut Marilyn E. Doenges, 2000, data-data yang perlu dikaji antara lain
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme: Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan: Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat: Biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
3) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut: umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala: bentuk normocephalik
2) Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis
9. Pemeriksaan penunjang
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terddapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena
i. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan
diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit
dan hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan
oklusi yang lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial,
yang memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel
darah putih, yang dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial
sub akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin
dilakukan pungsi lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan
serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga terjadi henorhagi
subarakhnoid.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
5. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
reflek batuk dan menelan.
J. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal (N: 60-100x/mnt, S: 36-36,7oC, RR:
16-20x/menit)
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi dan catat tanda-
tanda vital dan kelain tekanan
intrakranial tiap dua jam
2. Berikan posisi kepala lebih
tinggi 15-30 dengan letak
Mengetahui setiap perubahan
yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
Mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan draimage
jantung (beri bantal tipis)
3. Anjurkan kepada klien untuk
bed rest total dan anjurkan
klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan
4. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian obat neuro
protektor
vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
Memperbaiki sel yang masih
viabel
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
Tujuan:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI RASIONAL
1. Lakukan gerak pasif pada
ekstrimitas yang sakit
2. Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
3. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
Otot volunter akan kehilangan
tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan
Gerakan aktif memberikan
massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
Mempertahankan kekuatan
tonus otot
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan.
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien
dalam mengunyah, menelan
dan reflek batuk
2. Stimulasi bibir untuk menutup
dan membuka mulut secara
manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah
dagu jika dibutuhkan
3. Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan
4. Kolaborasi dengan tim dokter
untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan
melalui selang
Untuk menetapkan jenis
makanan yang akan diberikan
pada klien
Membantu dalam melatih
kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
Menguatkan otot fasial dan dan
otot menelan dan merunkan
resiko terjadinya tersedak
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan:
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap
merubah posisi
2. Ubah posisi tiap 2 jam.
Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang
menonjol
3. Lakukan massage pada daerah
yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi. Jaga
kebersihan kulit
4. Anjurkan untuk melakukan
latihan ROM (range of motion)
dan mobilisasi jika mungkin
Hangat dan pelunakan adalah
tanda kerusakan jaringan
Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
Menghindari kerusakan-
kerusakan kapiler-kapiler
Meningkatkan aliran darah
kesemua daerah
5. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
reflek batuk dan menelan.
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi pola dan frekuensi
nafas. Auskultasi suara nafas
2. Berikan intake yang adekuat
(2000 cc per hari)
3. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
4. Lakukan fisioterapi nafas
sesuai dengan keadaan umum
klien
Untuk mengetahui ada tidaknya
ketidakefektifan jalan nafas
Air yang cukup dapat
mengencerkan sekret
Perubahan posisi dapat
melepaskan sekret darim saluran
pernafasan
Agar dapat melepaskan sekret
dan mengembangkan paru-paru