longsor ptb

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir- akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana. Secara geografis wilayah Indonesia ini berada pada kawasan rawan bencana alam, dan salah satu yang sering terjadi di Indonesia ini adalah bencana longsor. Di Indonesia terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta. Perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan tanah, atau material campuran tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Longsor atau gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Salah satu contoh tempat yang terkena bencana longsor adalah Dusun Bulu, Kecamatan Temanggung, Jawa Tengah. Letak

Upload: adisty-yoeliandri

Post on 25-Jan-2016

253 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pemukiman Tanggap Bencana lonsor untuk di indonesia. membahas bencana tanah longsor di indonesia ,

TRANSCRIPT

Page 1: LONGSOR PTB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh

karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat

kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga

dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam

khususnya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir

bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang

begitu pula dengan bencana.

Secara geografis wilayah Indonesia ini berada pada kawasan rawan bencana alam,

dan salah satu yang sering terjadi di Indonesia ini adalah bencana longsor. Di Indonesia

terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang

ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang

terancam sekitar 1 juta.

Perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan tanah,

atau material campuran tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Longsor

atau gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa

batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau

gumpalan besar tanah.

Salah satu contoh tempat yang terkena bencana longsor adalah Dusun Bulu,

Kecamatan Temanggung, Jawa Tengah. Letak Dusun Bulu sendiri berada pada

kemiringan yang paling tajam mencapai 70 derajat dimana hal itu menjadikan Dusun

Bulu menjadi salah satu Dusun yang rawan terhadap bencana longsor. Wilayah Dusun

Bulu merupakan salah satu dari 20 Dusun di Kecamatan Temanggung. Salah satu dari 19

desa/kelurahan di Dusun Bulu adalah Desa Bulu yang terletak di ketinggian 700 m dari

permukaan laut dan berjarak 0 km dari ibu kota Dusun Bulu dan 2,71 km dari ibu kota

Kecamatan. Dengan luas 146,85 ha yang terbagi dalam lahan sawah 124,20 ha dan lahan

bukan sawah 22,65 ha. Dari Lahan sawah bukan sawah dipergunakan untuk

bangunaan/pekarangan dan lahan lainnya.

Page 2: LONGSOR PTB

Dusun Bulu sendiri untuk pertama kalinya terkena bencana longsor pada tahun 2014

dikarenakan kerusakan hutan selama 10 tahun berturut-turut. Kerusakan hutan yang

cukup parah membuat dusun yang berantakan. Kerusakan diterima dusun tidak terlalu

parah dan juga tidak ada korban jiwa.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Seperti penjelasan dari latar belakang di atas, Dusun Bulu terdapat pada dataran

dengan kemiringan hingga 700. Serta, kerusakan hutan dikarenakan penebangan liar

dan lain-lain menyebabkan bencana longsor terjadi.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Dari identifikasi masalah mengenai Dusun Bulu, maka rumusan masalah yang dapat

diambil adalah:

1. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya bencana tanah

longsor ?

2. Bagaimana cara menanggulangi bencana longsor di Dusun Bulu?

3. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor ?

4. Rekomendasi desain penanggulangan bencana longsor di Dusun Bulu?

1.4 BATASAN MASALAH

Pembatasan masalah dalam riset bencana longsor di Dusun Bulu adalah meliputi

penjelannya dapat dipaparkan pada uraian berikut:

1. Lokasi difokuskan pada Dusun Bulu, Kecamatan Temanggung

2. Penanggulangan terhadap bencana longsor di Dusun Bulu, Kecamatan Temanggung.

Page 3: LONGSOR PTB

1.5 TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menanggulangi bencana longsor di Dusun Bulu

sehingga bencana longsor ini tidak terjadi lagi di masa depan.

1.6 MANFAAT

Bagi keilmuan:

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan kedepan untuk menanggulangi bencana

longsor di setiap tempat di Indonesia.

Bagi Masyarakat:

Penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat kedepannya untuk persiapan

mengahadapi bencana longsor juga sebagai usaha preventif mengahadai bencana

tersebut.

Page 4: LONGSOR PTB

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum

2.1.1 Tanah Longsor

Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah

perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau

material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya

tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah

akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air

yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan

di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Wikipedia, 2007).

Hampir semua daerah di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota

yang rawan pergerakan tanah. Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan

lereng-lereng yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di

samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi

umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918 lokasi

rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana

tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

327 lokasiJawa Tengah

276 lokasiJawa Barat

100 LokasiSumatera Barat

23 lokasiKalimantan Barat

sisanyaNTT, Riau, Kaltim, Bali, Jatim

Tabel. Daerah Rawan Longsor di Indonesia

Page 5: LONGSOR PTB

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah

longsor adalah :

1. Muncul retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada konstruksi

bangunan, yang biasa terjadi setelah hujan.

2. Terjadi penggembungan pada lereng atau pada tembok penahan.

3. Tiba tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka, kemungkinan akibat deformasi‐

bangungan yang terdorong oleh massa tanah yang bergerak.

4. Tiba tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng.‐

5. Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata air, air tersebuT tiba tiba‐

menjadi keruh bercampur lumpur.

6. Pohon pohon atau tiang tiang miring searah kemiringan lereng.‐ ‐

7. Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas lereng.

8. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadak dari atas lereng.

2.2. Jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,

pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis

longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran

yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan

(Nandi, 2007 & Gatot M Sudrajat, 2008).

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Page 6: LONGSOR PTB

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gb. Longsoran Translasi

Gb. Longsoran Rotasi

Gb. Longsoran Pergerakan Blok

Page 7: LONGSOR PTB

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain

bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang

terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh

dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat

dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa

menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh

air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,

dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu

Gb. Longsoran dikarenakan Runtuhan Batu

Gb. Longsoran dikarenakan Rayapan Tanah

Page 8: LONGSOR PTB

mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter

seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan

korban cukup banyak.

2.3. Penyebab Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih

besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan

batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh

besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Moch Bachri,

2006 & Nandi, 2007).

1. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena

meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan

menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah

besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga

terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal

musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan

masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan

lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah

karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi

mengikat tanah.

Gb. Longsoran dikarenakan Aliran bahan Rombakan

Page 9: LONGSOR PTB

2. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.

Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan

angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila

ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

3. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat

dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis

ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.

Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi

lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan

campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan

tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan

umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

5. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,

perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat

tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.

Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar

pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya

terjadi di daerah longsoran lama.

6. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,

getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya

adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

7. Susut muka air danau atau bendungan

Page 10: LONGSOR PTB

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan

lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi

longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan

kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di

sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya

penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

9. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu

akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya

dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada

lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di

bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian

diikuti dengan retakan tanah.

2.4. Mitigasi Bencana Tanah Longsor

1. Tahapan Awal

a. Pemetaan , menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan

bencana alam geologi di suatu wilayah.

b. Penyelidikan, mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana

c. Pemeriksaan, melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi

bencana,

d. Pemantauan, dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis

secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya.

Page 11: LONGSOR PTB

e. SosiaisasI, memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi

/Kabupaten/Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah

longsor dan akibat yang ditimbulkannnya.

f. Pemeriksaan Bencana Longsor, bertujuan mempelajari penyebab, proses

terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana

2. Penanganan Bencana Longsor

1. Short Term

Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat

adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban

tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :

- Kondisi medan

- Kondisi bencana Peralatan Informasi bencana

Bagan Alir Sistem Manajemen Bencana Longsor (Karnawati, 2002)

Page 12: LONGSOR PTB

2. Intermediate

Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi

sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga

perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah

longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor

bila tanah longsor sulit dikendalikan

3. Long Term

Ditujukan untuk menambah gaya penahan gerakan tanah, sehingga yang

menjadi perhatian adalah tipe dan jenis perakaran dari vegetasi

tersebut.Pemanfaatan tanaman dalam upaya penanganan longsor ini

disesuaikan denga jenis fungsi kawasan.

- Rekonstruksi, penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di

daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk

mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor

- Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam

upaya mempertahankan fungsi daerah resapan air.

- Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi

kawasan hutan lindung.

- Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital

yang berpotensi menyebabkan bencana.

- Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh

terhadap terganggunya ekosistem.

- Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah

bencana, sabuk hijau dan di sepanjang bantaran sungai.

- Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti

normalisasi aliran sungai dan bantaran sungai dengan membuat

semacam polder dan sudetan.

- Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan

masyarakat yang terkena bencana secara permanen (seperti:

Page 13: LONGSOR PTB

perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan, jembatan, tanggul

dll).

- Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam

penanggulangan bencana.

Page 14: LONGSOR PTB

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode adalah suatu hal dalam keilmuan dilekatkan pada masalah sistem

dan metode (Kunjaraningrat, 1977). Metode penelitian harus dipilih sesuai dengan

sasaran dan tujuan penelitian. Metode penelitian diperlukan untuk memfokuskan

dan mempermudah jalanya penelitian. Penelitian deskriptif bersifat menjelaskan

dengan cara menggambarkan keadaan, fakta, dan keadaan sesungguhnya yang ada

di lapangan sebagai objek penelitian. Untuk mendapatkan fakta dan keadaan

sbenarnya dilapangan data diperoleh dari artikel dan beberapa sumber di internet.

Karena dengan metode ini dapat mempermudah peneliti dalam melakukan

penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Wilayah Kecamatan Bulu yang merupakan salah satu dari 20 kecamatan di

kabupaten Temanggung. Salah satu

dari 19 desa/kelurahan di kecamatan

Bulu adalah Desa Bulu yang terletak di

ketinggian 700 m dari permukaan laut

dan berjarak 0 km dari ibu kota

kecamatan Bulu dan 2,71 km dari ibu

kota Kabupaten. Dengan luas 146,85

ha yang terbagi dalam lahan sawah

124,20 ha dan lahan bukan sawah

22,65 ha. Dari Lahan sawah bukan

sawah dipergunakan untuk

Bangunaan/pekarangan dan Lahan

lainnya. Gb. Kecamatan Bulu

Page 15: LONGSOR PTB

Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung merupakan daerah pegunungan

dengan tingkat kemiringan yang paling tajam mencapai 70o. Pegunungan dengan

tingkat kemiringan sedemikian rupa merupakan daerah rawan longsor. Sebagian

daerah lereng gunung semula merupakan hutan, namun sejak 10 tahun terakhir

kondisi hutan semakin buruk karena maraknya pencurian kayu ilegal. Hal tersebut

meningkatkan risiko terjadinya bencana tanah longsor. Dari 19 desa yang terdapat di

Kecamatan Bulu terdapat 2 desa yang merupakan daerah paling rawan longsor yaitu

Desa Wonotirto dan Desa Pagergunung.

Kejadian tanah longsor yang terakhir kali terjadi di Desa Wonotirto adalah

tanggal 14 Maret 2014, pada saat tersebut terjadi kerusakan sebanyak 8 rumah, dan

terdapat korban luka sebanyak 6 orang, tidak ada korban meninggal dunia. Tanah

longsor tersebut juga merusak satu-satunya akses jalan menuju desa Wonotirto.

Desa Pagergunung tidak memiliki data kapan terjadinya tanah longsor. Hal ini

dikarenakan sedikitnya jumlah penduduk yang tinggal di desa ini. Desa Pagergunung

merupakan wilayah yang sangat tinggi.

Gb. Kejadian Tanah Longsor Desa Wonotirto 14 Maret 2014

Page 16: LONGSOR PTB

3.2 Fokus penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi lingkup penelitian yang akan

di analisa untuk menjawab rumusan masalah Rekomendasi Desain terhadap

Penanggulangan Tanah Longsor di Kecamatan Temanggung Desa Bulu. Batasan objek

yang akan di analisa yaitu Desa Bulu, Kecamatan Temanggung, Jawa Timur.

Selain objek penelitian, fokus penelitian ini juga digunakan untuk membatasi

masalah. Dengan adanya pembatasan masalah, maka diharapkan dapat mencapai

tujuan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Mengumpulkan dua tipe data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data

primer dan data sekunder

3.3.1 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak berhubungan langsuk

degan objek penelitian tetapi data tersebut mendukung penelitian yang akan

dilakukan. Data yang didapatkan dari studi literatur yang digunakan sebagai

penunjang tinjauan teori serta memperkaya wawasan yang dapamenunjang

mengenai obyek studi.

Data sekunder berupa literatur yang membahas tentang

penanggulangan daerah rawan longsor. Data dapat diambil dari artikel,

jurnal, blog, dan website. Literatur tersebut dapat menambah informasi

Gb. Lokasi Desa Bulu

Page 17: LONGSOR PTB

tentang kondisi pada lapangan. Data diatas diharap dapat memperkuata

anlisa dalam penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Data literatur yang diperolehakan dianalisis lebih lanjut oleh sehingga dapat

mencapai tujuan. Analisa dilakukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh

terutama yang menyangkut penanggulangan daerah rawan longsor. Adapun analisa

data dan penarikan kesimpulan berdasarkan oada prakiraan awal dan identifikasi

masalah. Parameter tang dijadikan penilaian yaitu kesesuaian yang ada pada

tinjauan teori.

3.5 Tahap akhir

Setelah melaui proses analisis maka dihasilkan sebuah kesimpulan yang

memberikan konstribusi untuk penangan daerah rawan bencana khususnya bencana

longsor. Adapan hasil dari analisis tersebut berupa rekomendasi desain shelter

shelter sebagai hunian sementara maupun hunian tetap sebagai bentuk tanggapan

terhadap kondisi dari objek studi.

Page 18: LONGSOR PTB

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya penanganan potensi tanah longsor ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu upaya

penanganan jangka pendek/langsung(short term) dan upaya penanganan jangka

panjang/tidak langsung(long term). Upaya penanganan langsung ini biasanya lebih

mengarah pada sipil teknis atau mekanis pada daerah terutama lereng-lereng di lokasi

strategis atau rawan adanya korban. Upaya ini lebih spesifik lagi mengarah pada perbaikan

kestabilan lereng.

Arahan penanganan jangka panjang manfaatnya tidak bisa langsung dirasakan,

namun menunggu dengan jangka waktu yang relatif lama untuk merasakan pengaruhnya.

Pada penelitian ini upaya jangka panjang dapat dilakukan dengan metode vegetative yang

didasarkan pada fungsi kawasan.Pada penanganan tanah longsor, vegetasi ditujukan untuk

menambah gaya penahan gerakan tanah, sehingga yang menjadi perhatian adalah tipe dan

jenis perakaran dari vegetasi tersebut.Pemanfaatan tanaman dalam upaya penanganan

longsor ini disesuaikan dengan jenis fungsi kawasan. Pada kawasan lindung, kawasan

penyangga, dan kawasan budidaya tentu beda satu sama lain pemilihan jenis vegetasi sesuai

peruntukan kawasannya. Seperti yang dibawah ini;

Rekonstruksi, penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor

tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh

tanah longsor

Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya

mempertahankan fungsi daerah resapan air.

Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung.

Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang berpotensi

menyebabkan bencana.

Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap terganggunya

ekosistem.

Page 19: LONGSOR PTB

Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, sabuk hijau

dan di sepanjang bantaran sungai.

Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti normalisasi aliran sungai

dan bantaran sungai dengan membuat semacam polder dan sudetan.

Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang terkena

bencana secara permanen (seperti: perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan,

jembatan, tanggul dll).

Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam penanggulangan bencana.

Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :

7. Cepat dan Tepat

Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam

penanggulangan benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan

tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan bnerdampak pada

tingginya kerugian material maupun korban jiwa.

8. Prioritas

Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,

kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan

penyelamatan jiwa manusia.

9. Koordinasi dan Keterpaduan

Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penaggulangan bencana

didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan

“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh

berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling

mendukung.

10. Berdaya Guna da Berhasil Guna

Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi

kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang

Page 20: LONGSOR PTB

berlebiahn. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan

penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan

masyarakat denga tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

11. Transparansi dan Akuntabilitas

Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana

dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan

“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secar

terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

12. Kemitraan

Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Keemitraan

dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat

secra luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-

organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan

organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahnya.

13. Pemberdayaan

Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

mengetahui, memahami, dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan,

dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan

masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.

14. Nondiskriminatif

Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara dalam

penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis

kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

15. Nonproletisi

Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan

agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui

pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

Pada Dusun Bulu sendiri terdapat beberapa factor yang menyebabkan terjadinya bencana

longsor. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi beberapa bagian yang menjadi fokus utama.

Page 21: LONGSOR PTB

Penyebab

Issue Solusi

Kerentanan Fisik Pondasi Penggunaan pondasi pondasi plat setempat

150 cm x 150 cm

dikombinasikan satu tiang bor diameter 20

cm

dengan kedalaman 6 meter seperti pada

Gambar 1.

Adapun kedalaman tanah keras bervariasi

dari 4

meter untuk daerah atas lereng hingga

mencapai

kedalaman 11 meter untuk daerah bawah

lereng.

Dalam perhitungan perencanaan pondasinya

Page 22: LONGSOR PTB

hanya

memperhitungkan beban perkolom dan

belum

nampak memperhitungkan adanya beban

lateral

pada tiang akibat pergerakan tanah.

Kerentanan

Ekonomi

Banyaknya petani dan

pengusaha kayu

Area hutan yang rusak di jadikan area sawah

dengan mengadaptasi bentukan lereng yang

miring sehingga air tanah pada saat musim

hujan ajak tersalurkan kebawah tanpa

merusak tatanan sawah tersebut sekaligus

air yang mengalir ke bawah bisa digunakan

sebagai air irigasi. Selain itu kerusakan hutan

juga dikarenakan penebangan liar yang tidak

diikuti dengan prosedur tebang pilih tanam.

Prosedur tebang pilih taman bisa digunakan

sebagai metode reboisasi hutan dan juga

usaha baru masyarakat desa.

Kerentanan sosial Tingkat pendidikan

rendah

Sosialisasi terhadap penyuluhan bencana

longsor secara menyuluruh kesemua

tingkatan masyarakat tanpa terkecuali

Kerentanan

lingkungan

Hutan menjadi lahan

pertanian.

Penebangan liar

- Area hutan yang rusak di jadikan area sawah

dengan mengadaptasi bentukan lereng yang

miring sehingga air tanah pada saat musim

hujan ajak tersalurkan kebawah tanpa

merusak tatanan sawah tersebut sekaligus

air yang mengalir ke bawah bisa digunakan

Page 23: LONGSOR PTB

sebagai air irigasi

- selain itu digunakan prosedur tebang pilih

tanam untuk penebangan hutan

- reboisasi hutan

- pada bagian tebing yang curam bisa bideri

terasering.

Page 24: LONGSOR PTB

BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

16. Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan

material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material

campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Penyebab epidemiologi

tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal,

batuan yang kurang kuat , jenis tata lahan, getaran, susut muka air danau atau

bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan

pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak

sinambung), penggundulan hutan, dan daerah pembuangan sampah. Adapun

dampak epidemiologi tanah longsor terhadap kesehatan masyarakat yaitu;

peningkatan morbiditas, tingginya angka kematian, masalah kesehatan lingkungan,

masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan, serta keterbatasan tenaga medik

dan paramedis serta transportasi ke pusat rujukan.

17. Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota

yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua

kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di Kalimantan Tengah dan

Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah yang memiliki relief morfologi

kasar dengan lereng-lereng yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi

gerakan tanah. Di samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah

mengalami degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah.

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya

kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar,

sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

18. Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu; Peringatan Bahaya,

Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat, Transportasi, Saat Dilokasi

Pengungsian

Page 25: LONGSOR PTB

19. Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu; pencegahan tingkat

pertama (sebelum terjadinya tanah longsor), pencegahan tingkat kedua (saat

terjadinya tanah longsor), dan pencegahan tingkat ketiga (setelah terjadinya tanah

longsor).

20. Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi dan

Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna,

Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan, Nondiskriminatif,

Nonproletisi

21. Berdasarkan hasil analisa potensi tanah longsor, kesimpulan yang dapat

dihasilkan dari penelitian ini adalah: Upaya pengendalian tanah longsor dapat

dibagi menjadi dua, yaitu:

(a) Upaya pengendalian jangka pendek/langsung, yaitu menitikberatkan pada

penanganan yang langsung dapat dirasakan manfaatnya. Metode yang digunakan

adalah mekanis/sipil teknis. Penerapan jenis penanganan pada metode ini

disesuaikan dengan tingkat kerentanan terjadinya tanah longsor;

(b) Upaya pengendalian jangka panjang/tidak langsung, yaitu dengan

memprioritaskan penanganan potensi tanah longsor yang manfaatnya baru akan

dirasakan dalam waktu yang relatif panjang (minimal 10 tahun). Hal ini

dikarenakan metode yang digunakan adalah metode vegetatif yang memerlukan

waktu untuk pertumbuhan akar sebagai penahan longsor. Jenis penanganan pada

metode ini dilakukan dalam lingkup kawasan yang disesuaikan untuk setiap jenis

fungsi kawasan dan tingkat kerentanannya. Di mana fungsi kawasan terbagi

menjadi:

a) Kawasan lindung,

b) Kawasan Tinggal,

c) Kawasan budidaya

Page 26: LONGSOR PTB

4.2 Saran

Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah longsor adalah :

1. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di

dekat pemukiman

2. Buatlah terasering (sengkedan)

3. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam

tanah melalui retakan

4. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal

5. Jangan menebang pohon di lereng

6. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal

7. Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal

8. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak

9. Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi

4.3 Rekomendasi Desain

Daerah bencana tanah longsor masih berpotensi terjadinya gerakan tanah, terutama setelah terjadi hujan lebat yang berlangsung lama. Dengan adanya rekomendasi desain diharapkan dapat mengatasi masalah dan kekurangan untuk menghadapi bencana tanah longsor. Berikut beberapa rekomendasi yang disarankan:

1. Tembok Penahan Tanah (TPT)

TPT adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi tanah tertentu pada umumnya dipasang pada daerah tebing yang labil. TPT bertujuan untuk menahan tanah agar tidak longsor dan meninggikan lereng alam suatu tanah. Jenis konstruksi antara lain pasangan batu dengan mortar, pasangan batu dengan mortar, pasangan batu kosong, beton, kayu, dan sebagainya. Fungsi utama dari konstruksi penahan tanah adalah menahan tanah yang berada dibelakangnya dari bahaya longsor akibat:

1. Benda-benda yang ada di atas tanah (perkerasan & konstruksi jalan, jembatan, kendaraan, dll)

2. Berat tanah3. Berat air tanah

Atau dengan kata lain merupakan pasangan batu yang dilekatkan dengan campuran semen, pasir dan air untuk melindungi tebing dari keruntuhan tanahnya. Fungsi khusus yang dapat diberikan oleh pasangan batuan adalah:

1. Pemanfaatan ruang dari suatu pembangunan jenis sarana dan prasarana lain

Page 27: LONGSOR PTB

2. Pemeliharaan, penunjang umur dan bagian dari jenis sarana dan prasarana laina. Dinding saluran irigasib. Prasarana tepi jalan kondisi khusus

3. Perlindungan tebing

Jenis tembok penahan tanah:

1. Batu kali murni & batu kali dengan tulangan (gravity & semi gravity)

2. Tembok yang dibuat dari bahan kayu (talud kayu)3. Tembok yang dibuat dari bahan beton (talud

beton)

Bentuk-bentuk dinding penahan tanah:

1. Profil persegi2. Profil jajaran genjang3. Profil trapezium siku4. Profil trapezium5. Profil segitiga

Kriteria Perencanaan Penahan Tanah

1. Dinding tidak terjungkal2. Dinding tidak bergeser3. Dinding tidak amblas4. Dinding tidak pecah

2. Penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bias diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap.

3. Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan terhadap retakan tanah disbanding dengan bangunan pasangan batu/bata pada lahan yang masih akan bergerak.

4. Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetative harus dipilahkan antara bagian kaki, bagian tengah ,dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman tanaman (vegetatif) maupun bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain:

a. Jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah.

b. Pada lahan yang rawan longsor, kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar kerapatan tanaman), tenga (agak jarang = ½ standar) dan atas (jarang = ¼ standar.)

c. Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman penutup tanah (cover crop) dengan drainase baik, sperti pola groforestry.

Untuk mengurangi aliran air (drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara mengalirkan air

secara horizontal melalui terowongan air seperti puritan (trench) dan sulingan (pipa perforasi).

Page 28: LONGSOR PTB

5.

Menggunakan sistem penanaman pada terasiring dengan penanaman tanaman

secara diagonal untuk memperkecil beban tanah.

Potongan tapak

Arah terasiring tanah

Arah penanaman tanaman ataupun peletakan konstruksi diagonal pada tapak untuk meminimalisir kejadian tanah longsir

Page 29: LONGSOR PTB

DAFTAR PUSTAKAAsdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Greenway, D.R. 1987. Vegetation and Slope Stability, Geotechnical Engineering and Geomorphology,Jhon Wiley & Sons, pp. 187-230.Hardiyatmo, H.C. 2012. Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan penanganan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya.Jurusan T. Geologi FT. UGM, Yogyakarta.Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.Paimin, Purnomo, Purwanto, dan Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.Zaruba, dan Menel.1982. Landslide and Their Control, pp. 31-73 2nd edition. elsevier Scientific PublishingCompany, Amsterdam.