liputan khusus the president...

8
Saatnya Fokus ke Ekonomi Kelautan Sejak zaman kolonial hingga sekarang, visi pemba- ngunan Indonesia masih berorientasi pada pemba- ngunan daratan. Padahal, luas laut Indonesia mencapai 75% dari seluruh luas wilayahnya. Sudah saatnya Indonesia memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi kelautan guna mewujudkan bangsa yang hebat. Hingga kini Indonesia masih menjadi negara berkem- bang dengan pendapatan per kapita US$5.400. Band- ingkan dengan negara-negara lain, seperti Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, yang sumber daya alamn- ya terbatas tetapi berhasil menjadi negara industri dengan penghasilan lebih dari US$30.000. “IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kita peringkat keenam di ASEAN,” kata Rokhmin Dahuri, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jakarta, belum lama ini. Rokhmin mengatakan, sejatinya Indonesia memiliki modal cukup untuk menjadi bangsa maju. Pertama, jumlah penduduk yang besar, yaitu 250 juta jiwa dengan usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif (bonus demografi). “Ini pasar yang luar bisa besar,” tambahnya. Apalagi, jumlah kelas menen- gah terus bertambah. Modal kedua adalah kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat maupun laut. Ketiga adalah posisi geoekonomis yang sangat strategis, di jantung perda- gangan global. Sekitar 45% dari seluruh komoditas dan barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai US$1.500 trilyun per tahun diangkut melalui laut Indonesia. Sayangnya, sejak 1987 sampai sekarang, Indonesia terus menghamburkan devisa rata-rata US$16 miliar per tahun untuk membayar jasa armada kapal asing yang mengangkut barang ekspor dan impor maupun kapal asing yang beroperasi antar pulau di dalam wilayah NKRI. Namun demikian, pemerintah belum optimal meman- faatkan potensi yang dimiliki bangsa Indonesia. Selama 10 tahun terakhir, sebagian besar (sekitar 70%) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihasilkan oleh sektor konsumsi, ekspor komoditas mentah (seperti batubara, mineral, CPO, udang, ikan tuna, dan rumput laut), jasa keuangan, dan sektor riil non-tradeable, seperti perhotelan, apartemen, mall, dunia hiburan, bangunan, dan jasa transportasi. Sektor tersebut pada umumnya berada di wilayah perkotaan, dan hanya menyerap sedikit tenaga kerja, sekitar 40.000 sampai 150.000 orang (tenaga kerja) per 1% pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu Rokhmin menyarankan agar agenda pembangunan ekonomi yang dikembangkan adalah sektor-sektor (kegiatan) ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan memberikan penghasilan (income) yang dapat menye- jahterakan pelaku usaha dan seluruh rakyat secara berkeadilan dan berkesinambungan sehingga setiap warga negara minimal dapat memenuhi enam kebutu- han dasarnya yang meliputi pangan, sandang, peruma- han, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Selain itu, sektor-sektor ekonomi itupun harus mampu menghasilkan devisa secara signifikan dan pertumbu- han ekonomi yang cukup tinggi (di atas 7% per tahun) secara berkesinambungan. Rokhmin menambahkan, pembangunan ekonomi tersebut dapat dipenuhi oleh ekonomi kelautan yang berbasis pada pendayagunaan SDA (sumber daya alam) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan. Baik kegiatan ekonomi itu berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, maupun bahan baku SDA diambil dari pesisir dan lautan, kemudian diolah di wilayah daratan lahan atas (upland areas). Menurutnya, Indonesia sedikitnya memiliki sebelas sektor ekonomi kelautan, yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengola- han hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) kehutanan pesisir (coastal forestry), (6) pariwisata bahari, (7) ESDM, (8) perhubungan laut, (9) industri dan jasa maritim, dan (10) SDA dan jasa-jasa lingkun- gan kelautan non-konvensional seperti gas hidrat, bioenergi dari alga laut, deep sea water industries, energi laut (gelombang, pasang surut, dan OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion), dan benda-benda berharga asal muatan kapal tenggelam (harta karun di dasar laut), serta (11) sumberdaya wilayah pulau kecil. (jok) LIPUTAN KHUSUS The President Post Twitter @President_Post Facebook The President Post THE SPIRIT OF INDONESIA Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan: Pemimpin Redaksi: Rachmat Wirasena Suryo Sekretaris Redaksi: Nourul Ulfah Redaktur: Inggit Agustina Joko Harismoyo Reporter: Heros Barasakti Desainer Grafis: Nike Andriana Marketing dan Event: Putri Kenanga Ronni Ferdy Account Executive: Achmad Iqbal Ike Mayasari Sirkulasi dan Distribusi: Maman Panjilesmana Rifki Amiroedin Penanggung Jawab Website: Reza Partakusuma Irawan Bambang Sugeng Alamat Redaksi dan Sirkulasi: Menara Batavia 2nd Floor Jl. K. H. Mas Mansyur Kav. 126 Jakarta 10220 Ph. (021) 57930347 Fax (021) 57930347 Email Redaksi: [email protected] Diterbitkan oleh PT. Media Prima Nusa www.thepresidentpost.com www.thepresidentpostindonesia.com Didukung Oleh: Riset dan Sumber Daya Manusia Bekerja Sama Dengan:

Upload: dangdat

Post on 10-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Saatnya Fokus ke Ekonomi KelautanSejak zaman kolonial hingga sekarang, visi pemba-ngunan Indonesia masih berorientasi pada pemba-ngunan daratan. Padahal, luas laut Indonesia mencapai 75% dari seluruh luas wilayahnya. Sudah saatnya Indonesia memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi kelautan guna mewujudkan bangsa yang hebat.

Hingga kini Indonesia masih menjadi negara berkem-bang dengan pendapatan per kapita US$5.400. Band-ingkan dengan negara-negara lain, seperti Singapura, Korea Selatan dan Taiwan, yang sumber daya alamn-ya terbatas tetapi berhasil menjadi negara industri dengan penghasilan lebih dari US$30.000. “IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kita peringkat keenam di ASEAN,” kata Rokhmin Dahuri, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jakarta, belum lama ini.

Rokhmin mengatakan, sejatinya Indonesia memiliki modal cukup untuk menjadi bangsa maju. Pertama, jumlah penduduk yang besar, yaitu 250 juta jiwa dengan usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif (bonus demografi). “Ini pasar yang luar bisa besar,” tambahnya. Apalagi, jumlah kelas menen-gah terus bertambah.

Modal kedua adalah kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat maupun laut. Ketiga adalah posisi geoekonomis yang sangat strategis, di jantung perda-gangan global. Sekitar 45% dari seluruh komoditas

dan barang yang diperdagangkan di dunia dengan nilai US$1.500 trilyun per tahun diangkut melalui laut Indonesia. Sayangnya, sejak 1987 sampai sekarang, Indonesia terus menghamburkan devisa rata-rata US$16 miliar per tahun untuk membayar jasa armada kapal asing yang mengangkut barang ekspor dan impor maupun kapal asing yang beroperasi antar pulau di dalam wilayah NKRI.

Namun demikian, pemerintah belum optimal meman-faatkan potensi yang dimiliki bangsa Indonesia. Selama 10 tahun terakhir, sebagian besar (sekitar 70%) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihasilkan oleh sektor konsumsi, ekspor komoditas mentah (seperti batubara, mineral, CPO, udang, ikan tuna, dan rumput laut), jasa keuangan, dan sektor riil non-tradeable, seperti perhotelan, apartemen, mall, dunia hiburan, bangunan, dan jasa transportasi. Sektor tersebut pada umumnya berada di wilayah perkotaan, dan hanya menyerap sedikit tenaga kerja, sekitar 40.000 sampai 150.000 orang (tenaga kerja) per 1% pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu Rokhmin menyarankan agar agenda pembangunan ekonomi yang dikembangkan adalah sektor-sektor (kegiatan) ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dan memberikan penghasilan (income) yang dapat menye-jahterakan pelaku usaha dan seluruh rakyat secara berkeadilan dan berkesinambungan sehingga setiap warga negara minimal dapat memenuhi enam kebutu-

han dasarnya yang meliputi pangan, sandang, peruma-han, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Selain itu, sektor-sektor ekonomi itupun harus mampu menghasilkan devisa secara signifikan dan pertumbu-han ekonomi yang cukup tinggi (di atas 7% per tahun) secara berkesinambungan.

Rokhmin menambahkan, pembangunan ekonomi tersebut dapat dipenuhi oleh ekonomi kelautan yang berbasis pada pendayagunaan SDA (sumber daya alam) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan. Baik kegiatan ekonomi itu berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, maupun bahan baku SDA diambil dari pesisir dan lautan, kemudian diolah di wilayah daratan lahan atas (upland areas).

Menurutnya, Indonesia sedikitnya memiliki sebelas sektor ekonomi kelautan, yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengola-han hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) kehutanan pesisir (coastal forestry), (6) pariwisata bahari, (7) ESDM, (8) perhubungan laut, (9) industri dan jasa maritim, dan (10) SDA dan jasa-jasa lingkun-gan kelautan non-konvensional seperti gas hidrat, bioenergi dari alga laut, deep sea water industries, energi laut (gelombang, pasang surut, dan OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion), dan benda-benda berharga asal muatan kapal tenggelam (harta karun di dasar laut), serta (11) sumberdaya wilayah pulau kecil. (jok)

LIPUTAN KHUSUS

The President PostTwitter @President_Post Facebook The President Post

T H E S P I R I T O F I N D O N E S I A

Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan:

Pemimpin Redaksi:Rachmat Wirasena Suryo

Sekretaris Redaksi:Nourul Ulfah

Redaktur:Inggit AgustinaJoko Harismoyo

Reporter:Heros Barasakti

Desainer Grafis:Nike Andriana

Marketing dan Event:Putri KenangaRonni Ferdy

Account Executive:Achmad IqbalIke Mayasari

Sirkulasi dan Distribusi:Maman PanjilesmanaRifki Amiroedin

Penanggung Jawab Website:Reza PartakusumaIrawan Bambang Sugeng

Alamat Redaksi dan Sirkulasi:Menara Batavia 2nd FloorJl. K. H. Mas Mansyur Kav. 126Jakarta 10220Ph. (021) 57930347Fax (021) 57930347

Email Redaksi:[email protected]

Diterbitkan oleh PT. Media Prima Nusawww.thepresidentpost.comwww.thepresidentpostindonesia.com

Didukung Oleh:

Riset dan Sumber Daya Manusia Bekerja Sama Dengan:

LIPUTAN KHUSUSh a l . 2

Potensi nilai total ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun. Sedangkan, kesempatan kerja yang dapat disediakan dari sektor ini sekitar 40 juta orang. Karenanya, bila kita mampu mendaya-gunakan potensi ekonomi kelautan secara produktif, efisien, adil, dan ramah lingkungan, maka masalah penganggur-an dan kemiskinan otomatis akan terpecahkan. “Kita tidak perlu mengirim TKI ke luar negeri,” jelas Rokhim.

Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, dengan 13.466 pulau pada luasan laut 5,8 juta km2 termasuk ZEEI dan dikelilingi oleh 95.181 km garis pantai, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada; Indonesia mempunyai kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa SDA terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi); SDA tidak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi laut; maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.

Menurut Rokhmin, selama ini potensi perikanan di Indonesia yang melimpah memang masih minim pemanfaatannya. Potensi kelautan di Indonesia baru 20 persen yang termanfaatkan melalui perikanan tangkap. Hal inilah yang memicu terjadinya pencurian ikan oleh kapal-kapal asing.

Pembangunan pusat pertumbuhan baru akan mengurangi pertumbuhan ekonomi nasional yang terpusat di Pulau Jawa (60%) dan Sumatra (20%). Sementara di luar Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam yang relatif besar belum dikelola optimal. Kontribusi di Sulawesi dan Kalimantan masing-masing hanya 6% dan 8% dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah ini diperkirakan jauh dari potensi yang seharusnya. (jok)

ROKHMINDAHURI

‘Jangan Pandang Sebelah Mata Sumberdaya Kelautan Indonesia’

Sumberdaya kelautan masih dipandang sebelah mata. Kontribusi seluruh sektor ekonomi kelautan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia hanya 22%. Jauh lebih kecil ketimbang negara- negara yang wilayah lautnya lebih sempit dari pada Indonesia, seperti Thailand, Jepang, Korsel, China, Islandia, dan Norwegia, dimana kontribusi sektor ekonomi kelautannya berkisar antara 30%-60% dari PDB mereka masing-masing.

Padahal, sebelum masa penjajahan Indonesia pernah menjadi bangsa maritim yang disegani dunia. Kejayaan Kerajaan Tarumanegara, Sriwijaya, dan Majapahit menjadi bukti bahwa nenek moyang kita pernah berjaya di laut. Kejayaan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya kemudian dilanjutkan oleh Kesultanan Islam yang merebak di hampir seluruh kepulauan Nusantara sejak abad ke 13 M.

Meski memiliki akar sebagai bangsa pelaut, namun kebijakan pembangunan daratan sentris terus berlangsung dari rezim Orde Lama, Orde Baru, dan awal Era Reformasi (1998). Baru sejak September 1999 di masa Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, Presiden KH. Abdurrahman Wahid mem-bentuk Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Dewan Maritim Indonesia (DMI) sebagai salah satu wujud munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan penting dan strategisnya laut bagi kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Namun demikian hingga saat ini kontribusi sektor-sektor ekonomi kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (seperti PDB, nilai ekspor, dan penyediaan tenaga kerja) masih jauh lebih kecil dari pada potensinya, dan di bawah pencapaian negara-negara lain dengan potensi kelautan yang lebih kecil. “Daya saing produk dan jasa dari sektor-sektor

Potensi Kelautan

ekonomi kelautan Indonesia juga pada umumnya masih kalah dari produk dan jasa sejenis yang dihasil-kan bangsa-bangsa lain,” ujar pakar Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri. Menurut Rokhim, pertumbuhan ekonomi yang dihasil-kan oleh sektor-sektor kelautan hanya dinikmati oleh sebagian kecil warga negara Indonesia dan orang-orang asing yang terlibat dalam beragam kegiatan ekonomi kelautan modern. Sementara, mayoritas penduduk terutama nelayan, pedagang ikan tradisional, ABK kapal penumpang dan kapal niaga, dan pelaku usaha pelayaran rakyat, masih berkubang dalam kemiskinan.

Di samping itu, pencemaran perairan, degradasi fisik ekosistem pesisir (seperti mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan estuari), abrasi, pengikisan keanekaragaman hayati, pemusnahan jenis, dan kerusakan lingkungan lainnya semakin meluas dan masif. Bahkan, di wilayah-wilayah pesisir yang padat penduduk dan/atau tinggi intensitas pembangunannya (seperti Jakarta dan kota-kota di Pantura lainnya), tingkat (laju) kerusakan lingkungan itu telah men-dekati atau bahkan melampaui daya dukung ling-kungan dan kapasitas keberlanjutan dari wilayah pesisir tersebut untuk menopang kegiatan pembangun-an di masa mendatang.

Kita berharap pembangunan laut di Indonesia bisa seperti di Singapura, Langkawi, Kota General Santos di Pilipina yang dikenal dunia sebagai ’Tuna City’ (Kota Tuna), Xiamen, Kota Pelabuhan Sidney, Abu Dhabi, dan pulau-pulau wisata di Maldives di mana pertumbuhan ekonominya relatif tinggi, makmur, masyarakat setempatnya hidup sejahtera dan damai, namun lingkungannya bersih, indah serta lestari. (jok)

www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post

FIRDAUSALI

Prioritaskan Ketahanan Air

Orang sibuk membicarakan ketahanan pangan dan energi tetapi lupa akan ketahanan air. Padahal, tanpa ketahanan air mustahil tercipta ketahanan di bidang lainnya. Sudah saatnya Indonesia memberi perhatian serius terhadap masalah air dengan membentuk kementerian sumber daya air.

“Semua negara di Asean memiliki kementerian sumber daya air. Tidak harus berdiri sendiri. Bisa digabung dengan Kementerian Pekerjaan Umum sehingga namanya menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Sumber Daya Air,” kata pendiri dan ketua Indonesia Water Institute (IWI) Firdaus Ali kepada The President Post di Jakarta, (5/8/2014).

Sebagai gambaran, di Singapura mempunyai Ministry of Environment and Water Resources, sementara di Malaysia disebut Ministry of Energy, Green Technology and Water. Kamboja pun mempunyai The Ministry of Water Resources and Meteorology. Menurut Firdaus, jika urusan air hanya ditangani oleh Direktorat Jenderal kurang maksimal karena Dirjen sifatnya teknis dan bukan pembuat kebijakan.

Menurut pria yang selama 10 tahun menimba ilmu tentang air di Amerika Serikat itu, hal pertama yang harus dilakukan pemerintahan baru adalah membentuk kementerian sumber daya air untuk membangun ketahanan air. Kementerian inilah yang nantinya akan mengatur manajemen air agar tidak terjadi krisis air di mana kita akan kekurangan air saat musim kemarau dan kelebi-han air (banjir) ketika tiba musim penghujan.

Kesalahan dalam tata kelola air bisa berdampak luas terhadap kehidupan. Sebagai misal, banjir dan genangan di Jakarta berakibat pada kemac-etan yang luar biasa sehingga waktu tempuh dari rumah ke kantor memakan waktu lebih lama. Banyak warga Jakarta yang menghabiskan waktu di jalanan dan kehilangan waktu berharga bersa-ma keluarga. “Maka muncul tindak kekerasan,” jelas Firdaus.

Perlu DibentukKementrian SumberDaya Air

Air sebagai sumber kehidupan sering dilupakan. Padahal, semua proses kehidupan tergantung pada air. Ketahanan air (water security) harus mendapatkan prioritas dibandingkan ketahanan pangan dan ketahanan energi.

“Hanya angin dan matahari yang tidak memerlukan air,” kata pakar air Firdaus Ali, PhD saat berbin-cang-bincang dengan The President Post di Jakarta, Selasa (5/8). Firdaus berpendapat, ketahanan air lebih krusial dibanding ketahanan pangan dan energi karena semua proses memerlukan air. Jangan pernah bermim-pi memiliki ketahanan pangan dan energi jika tidak mempunyai ketahanan air, karena air sangat menentu-kan dua ketahanan itu.

“Satu kilogram beras membutuhkan 15 meter kubik air,” jelas Doctor dari Department of Civil and Enviromental Engineering, University of Wscon-sin-Madison, Amerika Serikat itu. Ironisnya, keterse-diaan air di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, terus menurun sehingga kita mengalami krisis air.

Krisis air yang dimaksud adalah kondisi di mana kita kekurangan atau kelebihan air sehingga berdampak buruk bagi kehidupan. Saat kemarau, pasokan air bersih dan air untuk irigasi pertanian kurang sehingga menimbulkan kekeringan. Sementara saat musim hujan, kita tidak bisa mengendalikan air limpasan hujan yang menimbulkan genangan dan banjir.

Untuk itu diperlukan manajemen air yang baik. Pemerintah harus membangun infrastruktur untuk penyimpanan air sekaligus pengendali banjir. “Band-ingkan dengan India saja. Mereka memiliki 1.500 bendungan, Jepang 3.000 bendungan, Amerika Serikat 6.210 bendungan,” lanjut Firdaus. Bahkan Tiongkok mempunyai 21.800 bendungan. Coba lihat waduk dan bendungan yang ada di Indone-

sia. Saat ini, Indonesia yang maha luas ini hanya mempunyai 284 bendungan, 170 diantaranya berada di Pulau Jawa. Dan dalam sepuluh tahun terakhir, tidak ada pembangunan waduk baru di Jawa. Wajar jika di Jakarta baru 38% penduduk yang mendapatkan pelayanan air dengan baik. “Ini terburuk untuk kota dengan penduduk di atas lima juta orang,” kata pria kelahiran 21 April 1962 itu.

Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah pola penyebaran penduduk yang tidak merata. Sekitar 59% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas daratan Indonesia. Pada-hal, Pulau Jawa hanya mempunyai cadangan air tawar tidak lebih dari 4,5% dari total cadangan air tawar nasional.

“Perilaku penduduknya juga primitif,” tambah Firdaus. Kesadaran penduduk, khususnya di Jakarta, masih rendah. Mereka membuang sampah sembaran-gan sehingga sungai dipenuhi dengan sampah rumah tangga. Hal ini terus terjadi karena lemahnya penega-kan hukum (law enforcement) oleh aparat pemerintah.Dia memberi contoh, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Singapura, Taiwan, Hongkong dan Arab Saudi bisa membuang sampah di tempatnya saat mereka berada di luar negeri, tetapi akan membuang sampang sembarangan lagi ketika mereka tiba di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. “Mereka tahu tidak ada hukuman berat seperti di luar negeri,” ujar alumni Institut Teknologi Bandung itu.

Jadi, kunci utama untuk menjaga ketahanan air adalah penegakan hukum. Melalui law enforcement, masalah pencemaran dan banjir dapat diatasi. Tentu, penega-kan hukum itu harus diikuti dengan langkah konkrit seperti pembangunan waduk/bendungan, pembuatan terowongan multi fungsi (deep tunnel) dan penamba-han Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota-kota besar. (jok)

www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post LIPUTAN KHUSUS h a l . 3

Pemerintah Tak Perlu Naikkan Harga BBM

IWANRATMAN

Berantas Ma�a MigasTugas penting yang akan diemban oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kabinet Jokowi-JK adalah memberantas mafia minyak dan gas (migas). Tak cukup hanya memiliki pengetahuan tetapi harus mempunyai keberanian untuk menumpas mafia migas yang telah merugikan negara dan rakyat Indonesia.

Menurut Pengamat Energi Iwan Ratman, pemerin-tah bisa memberantas mafia migas asalkan ada kemauan. “Pasti bisa. Apalagi jika didukung oleh presiden,” kata Iwan kepada The Presiden Post di Jakarta, beberapa waktu lalu.Mafia migas, yang bergerak di sektor hilir migas, terjadi karena adanya impor minyak mentah dan produk migas yang dibutuhkan negara. Impor minyak dan gas terjadi lantaran minyak mentah

produksi nasional dengan kualitas baik diekspor untuk mendapatkan nilai tambah. Kemudian negara mengimpor minyak mentah dengan kualitas kurang baik agar sesuai dengan spesifikasi feedstock untuk refinery dalam negeri. Impor minyak mentah untuk produk BBM, lanjut Iwan, dilakukan oleh anak perusahaan Pertamina, Pertamina Trading Energy Ltd (Petral).

Menurut Iwan, banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas mafia minyak dan gas. “Beli langsung ke produsen. Jangan lewat broker,” kata pria asal Semarang itu. Petral, lanjutnya, harus bisa mendapatkan BBM langsung dari produsen sehingga akan memutus mata rantai mafia migas.Cara lainnya adalah melakukan pemilihan terhadap minyak mentah yang memberikan maksimum yield

(max. product value) sehingga terjadi efesiensi produk kilang BBM yang tinggi. Selain itu, Petral disarankan membeli minyak mentah dengan kadar sulfur tinggi (0,5% – 0,7%) tetapi masih bisa diterima oleh kilang pengolahan. “Minyak jenis ini harganya bisa beda 5%,” tambah alumni Universi-tas Diponegoro, Semarang itu.

Iwan pun meminta Pertamina untuk melakukan negosiasi pengolahan minyak mentah dengan kilang di luar negeri yang masih memiliki kapasi-tas tersisa (exess capacity). Dia menyebut bebera-pa kilang minyak di Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Dengan demikian pembelian produk BBM untuk keperluan domestik dapat lebih murah dibandingkan mengimpor langsung produk BBM.

Guna menekan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terus membengkak, pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi. Usulan menaikkan harga dianggap jebakan yang justru akan menyulitkan posisi pemerintah di mata rakyatnya.

“Hati-hati. Usulan menaikkan harga hanya jebakan. Tak perlu naik,” kata Pengamat Energi Iwan Ratman saat ditemui The President Post di Jakarta, Rabu (6/8).

Seperti diketahui, Juni 2014 lalu, Badan Anggaran DPR dan pemerintah menyepakati perubahan subsidi BBM 2014 menjadi Rp246,5 triliun dari pagu awal Rp210,7 triliun. Jumlah ini lebih kecil dari usulan pemerintah yang mencapai Rp285 trilliun.

Beberapa kalangan menilai, pemerintah baru harus menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban anggaran. Namun, usulan itu dibantah oleh Iwan. Doctor lulusan Program of Gas Engineering, UTM-Imperial College London itu menganggap usulan menaikkan harga hanya jalan pintas yang tidak menyelesaikan masalah.

“Kita harus kreatif dan inovatif,” tegas pria asal Semarang, Jawa Tengah ini. Dia menegaskan, kenaikan harga justru akan menyulitkan rakyat kecil karena diikuti dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok. Dia menjamin, tanpa kenaikan harga BBM pemerintah bisa menghemat subsidi sebesar Rp100 trilliun per tahun.

Iwan mengatakan, banyak kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Pertama, pengurangan konsumsi BBM untuk transportasi. Caranya dengan menaikkan pajak impor dan penjual-an kendaraan baru berbahan premium dan solar secara signifikan sehingga harga jual mobil tinggi. “Kalau harga mobil mahal, siapa yang mau beli,” ujar Iwan.Bersamaan dengan itu pemerintah memberikan insentif pajak penjualan kendaraan baru berbahan bakar non subsidi, gas dan listrik sehingga harga jual kendaraan lebih murah dibanding mobil berbahan bakar BBM bersubsidi. Diharapkan, penjualan mobil

berbahan pertamax, gas dan listrik meningkat tajam. Di samping itu, pemerintah mengembangkan mobil nasional berbahan gas dan listrik secara masif.Kedua, mengembangkan infrastruktur Bahan Bakar Gas (BBG) secara masif. “Semua kendaraan dinas milik pemerintah diberi conventer kit BBG secara cuma-cuma,” lanjut Iwan. Dia juga meminta pemerin-tah membuat industri conventer kit di dalam negeri sehingga pasokannya terjamin. Lebih bagus lagi kalau pemerintah menghentikan pembangunan SPBU baru untuk premium dan solar. Langkah ketiga adalah mengembangkan infrastruktur kendaraan listrik. Pemerintah bisa menjalin kerjasama dengan mitra luar negeri untuk menyediakan baterai tahan lama. Produsen baterai asal Korea Selatan LG sudah mampu memproduksi baterai yang bisa menem-puh jarak 325 km sekali isi. Di samping itu, pemerin-tah wajib menyediakan SPBU sebagai tempat mengisi atau menukarkan baterai kosong.Cara keempat adalah membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk transportasi darat. BBM bersubsidi nantinya hanya bisa dipakai oleh moda transportasi

umum (angkot, bis, kereta) dan sepeda motor. Konsumsi BBM untuk angkutan umum pun dibatasi dengan menggunakan “e-fuel card”. “Tidak dengan jam penjualan seperti sekarang ini,” kata Iwan sambil tertawa.Sedangkan cara kelima adalah mengurangi konsumsi BBM bersubsidi untuk transportasi laut. Secara bertahap, sistem transportasi laut harus dialihkan dari BBM bersubsidi ke BBG (gas). Diharapkan BBM bersubsidi hanya dipakai untuk kapal angkut manusia dan kapal penangkap ikan milik nelayan.Di samping lima cara di atas, pemerintah pun harus mengeluarkan kebijakan nasional agar industri yang berpembangkit listrik berbahan bakar solar (fuel oil) harus dikonversi menggunakan gas, batubara atau energi alternatif lainnya. Selain itu, PLN diminta mengkonversi semua pembangkit berbahan bakar bersubsidi dan mengganti dengan energi alternatif lainnya, seperti: geothermal, micro hydro, energi matahari, bio-energy, energi angin serta energi laut. (jok)

LIPUTAN KHUSUSh a l . 4 www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post

Tanah tidak bisa memenuhi hukum pasar murni dan masuk dalam kategori imperfect market yang tidak bisa dihargai sebagaimana produk pabrikan. Bagi masayarakat, tanah memiliki nilai-nilai transedental yang harus dihargai oleh negara.

Oleh karena itu, dalam mengelola pertanahan, negara harus memperhatikan nilai-nilai transeden-tal tersebut. “Tanah sangat penting. Kita harus menghargai hukum adat masyarakat setempat sebelum menggunakan tanah mereka untuk ke-pentingan pembangunan,” kata Kurdinanto Sarah, Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Iptek Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Republik Indonesia.

Dalam perbincangan dengan The President Post di Jakarta, Rabu (6/8) pria kelahiran 20 Maret 1950 ini mengatakan pemerintah kurang menghargai nilai-nilai transedental tanah. Dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangun-

Libatkan Masyarakat dalam Pengelolaan HutanHERMANHIDAYAT

KURDINANTOSARAH

Kurdinanto Sarah:Negara Harus Menghargai Nilai Transedental Tanah

an Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan 27 Mei 2011, pemerintah masih menganggap tanah sebagai komoditas biasa yang bisa diperjualbelikan mengikuti hukum dagang.

Padahal, tanah harus mendapatkan perlakukan khusus dengan memperhatikan masyarakat hukum adat (MHA). Dengan demikian, setiap proses pembangunan yang menggunakan tanah masyarakat harus dibicarakan bersama sebelum membuat keputusan. “Memang kita jadi capai karena harus berdialog. Tapi itu harus dilakukan,” lanjutnya.

Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan tanah negara adalah mandat konstitusi. Dalam UUD 1945 hasil Amandemen II pasal 18 B ayat (2) dalam bab tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 28 l ayat (3) dalam bab tentang Hak Asasi Manusia disebut-kan bahwa negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat serta identitas budaya dan hak masyarakat tradisional.

LIPUTAN KHUSUS h a l . 5www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post

Sengketa lahan hutan yang kerap terjadi disebab-kan masyarakat setempat tak dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Pemerintah harus membuat aturan yang jelas dan tegas menyangkut penge-lolaan hutan ini.

Peneliti Kebijakan Hutan dari Lembaga Ilmu Penge-tahuan Indonesia (LIPI) Herman Hidayat meminta pemerintah membuat aturan yang tegas menyangkut batas-batas hutan dan tanah adat. “Batas hutan dan tanah adat tidak jelas. Ini yang membuat konflik lahan terus berkepanjangan,” kata Herman saat ditemui The President Post di Jakarta belum lama ini.

Padahal pemerintah mengklaim luas hutan di Indone-sia mencapai 130 juta hektar yang terdiri dari hutan produksi dan hutan konservasi. Luas hutan terus menyusut menyusul terjadinya konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit.

Sesuai regulasi, setiap perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) wajib mengalokasikan 5% lahannya untuk masyarakat lokal. Di lahan tersebut ditanam pohon unggulan untuk kebutuhan masyarakat. “Bisa karet atau tanaman lain. Hasilnya untuk masyarakat sekitar HTI,” jelas Herman.

Namun, menurut Herman, tidak semua perusahaan HTI menaati aturan tersebut. “Di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur ada perusahaan HTI yang tidak melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya,” lanjutnya. Perusahaan tersebut menanam pohon sebagai bahan pembuatan pulp & paper.

Untuk itu, ia meminta pemerintah baru lebih tegas mengatur soal hutan. Alokasi lahan untuk masyarakat jangan hanya diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan melainkan melalui Keputusan Presiden yang memiliki kedudukan hukum lebih tinggi. Selain membuat aturan yang lebih tegas dan mengikat, penegakan hukum terhadap pelanggar masalah kehutanan harus ditingkatkan.

Soal pengelolaan hutan, kita bisa mencontoh Vietnam. Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dikelola bersama oleh perusahaan dan masyarakat di sekitarn-ya. Dengan cara ini masyarakat tidak hanya menjadi buruh di perusahaan. Penghasilan mereka pun lebih tinggi dibanding seorang buruh.

Oleh karena itu dia mengusulkan agar pemerintah membuat kebijakan yang mengatur perusahaan kehutanan untuk memberikan 20% lahan kepada masyarakat untuk dikelola dengan sistem plasma. “Perusahaan memberi modal, pupuk dan jaminan pasar,” tegas pria yang sudah meneliti masalah hutan selama 28 tahun itu.

Selama ini pemerintah masih fokus kepada timber forest product yang berupa kayu dan turunannya namun kurang memberi perhatian kepada non-timber forest product (produk non kayu). Padahal, jelas Herman, timber forest product hanya menghasilkan 20% dari total produk hutan. “Justru yang 80% kurang diperhatikan dan belum digarap,” lanjut Herman dengan nada getir.

Dia menyebut beberapa hasil hutan tropis yang memiliki nilai jual tinggi seperti madu, tanaman obat, buah-buahan, bunga khas Indonesia misalnya anggrek yang tumbuh di hutan Papua. “Berapa itu nilainya?” lanjutnya. (jok)

LIPUTAN KHUSUSh a l . 6

i tahun 2014 ini Cikarang Dry Port memasuki tahun ke-4 beroperasi. Sejak saat itu semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan Cikarang Dry Port untuk kegiatan ekspor impornya. Perusahaan

-

dengan

-nesia.

-

--

CIKARANG DRY PORT SEMAKIN MENJADI PILIHAN

-

-sung di Cikarang Dry Port. Sampai saat ini terdapat 18 perusahaan

-

-

kargo ekspor impor per tahun. Cikarang Dry Port juga berfungsi sebagai

-

utama di Indonesia.

www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post

CIKARANGDRY PORT

LIPUTAN KHUSUS h a l . 7www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post

JABABEKAGOLF

Bertindak sebagai tuan rumah, Tim Golf Porda (TGP) Bekasi bertekad untuk menjadi juara dengan menyapu bersih semua medali pada kejuaran golf Pekan Olahraga Daerah (Porda) Provinsi Jawa Barat (Jabar), yang akan diseleng-garakan di Jababeka Golf Country Club (JGCC) pada November 2014. Untuk mencapai target tersebut TGP Bekasi melakukan persiapan secara intensif.

Dalam wawancara dengan Jababeka Magazine beberapa waktu lalu, Manajer Tim TGP Bekasi Agus Sukarna menjabarkan kesiapan para golfer jelang Porda Jabar 2014. “Untuk persiapan kita (TGP Bekasi) sudah mulai dari bulan Januari, dengan melakukan driving setiap hari dan main dua kali seminggu,” jelasnya.

Ia menambahkan latihan ini dilakukan guna mencapai target juara umum pada Porda Jabar 2014. “Sebagai tuan rumah kami memiliki target juara umum, dan saya optimis target bisa tercapai,” terang Agus.

Jababeka Golf Dukung Pegolf BekasiSapu Bersih Medali Porda Jabar

Terkait jumlah golfer TGP Bekasi yang akan mengi-kuti Porda, Agus mengatakan ada empat pegolf putra yang terdiri dari Fatih, Kevin, Micheal dan Almay yang rata-rata berusia 18 tahun. Sedangkan tim putri terdiri dari tiga pegolf. Nantinya para golfer akan diseleksi pada bulan Agustus. “Kita akan seleksi mana yang menjadi tim inti dan mana yang menjadi tim cadangan,” tegasnya.

Sementara itu kepala pelatih TGP Bekasi Benny Kasiadi menjelaskan tentang metode latihannya. “Untuk menu latihannya bervariasi mulai dari latihan fisik, short game, middle around, dan long game,” tuturnya. Selain itu, Benny juga memberikan pelatihan manajemen lapangan dengan tujuan agar para pegolf bisa mengenali lapangan dengan baik dan menguasai hole demi hole.

Mengenai tantangan di lapangan golf JGCC, baik Agus dan Benny mengatakan struktur lapangan JGCC cukup menantang karena bertaraf internasional dengan kontur green dengan slop dan hole yang memiliki

tantangannya masing-masing. Turnamen golf Porda Jabar akan diselenggarakan empat hari, dengan beberapa kelas yang terdiri dari beregu, perorangan, foursome putra dan putri serta kelompok gabungan.

Sementara itu, ditemui secara terpisah General Manager JGCC W. Widiasmanto menjelaskan tujuan JGCC mendukung TGP Bekasi. ”Kita memang peduli dengan perkembangan golf khususnya junior. Menjadi venue untuk Porda ini merupakan bentuk dukungan JGCC terhadap tuan rumah Porda Jabar.” Ia juga berharap TGP Bekasi dapat merebut medali emas pada turnamen terse-but.

Terkait persiapan JGCC, Widi menuturkan, ”Secara prinsip kita siap karena kita juga pernah punya pengalaman di awal tahun menjadi tempat penyelenggaraan turnamen internasional Asian Tour.” Lebih lanjut ia sampaikan persiapan meliputi perawatan rumput lapangan dengan memberikan vitamin dan melatih sumber daya manusia, terutama caddy.

“Caddy harus latihan jalan kaki karena di turnamen Porda ini atlet tidak boleh naik golf cart dan caddy harus mengikuti mereka jalan kaki. Ketika latihan fisik dengan jalan kaki mengelilingi lapangan mereka juga jadi lebih mengenal karakter lapangan sehingga bisa memberikan saran lebih baik kepada pemain tentang arah pukulan dan yang lainnya,” tambahnya.

JGCC didesain oleh pegolf dunia ternama Nick Faldo, mencakup area seluas 67 hektar dengan 18 hole yang tiap holenya memiliki tantangan tersendiri. Menurut Widiastomo yang agak sulit bagi pegolf umumnya adalah hole 16. “Jaraknya memang pendek tapi tidak mudah, karena ada rintangan danau dan bungkernya juga lebih sulit.”

Sebenarnya di setiap hole ada petunjuk di tengah-tengah fairway yang bisa dimanfaatkan pemain. Sampai saat ini, kata Widiastomo sudah banyak juga yang dapat hole in one, terutama di hole 2, 6, 13, dan 17.

LIPUTAN KHUSUSh a l . 8 www.readtpp.comWebsite Twitter @President_Post Facebook The President Post