lavtoferin revisi mukosa

57
BAB I PENDAHULUAN Sepsis neonatorum adalah sepsis yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas, meskipun sudah terdapat kemajuan dalam higienitas, penggunaan alat diagnostik tercanggih serta anti mikroba yang terbaru dan potensial. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terjadi lima juta kematian neonatus, 98% kematian tersebut berasal dari Negara berkembang, Penyakit infeksi dan sepsis neonatorum masih merupakan masalah utama penyebab kematian neonatus terbanyak. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang adalah 1.8-18 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di negara maju hanya 1-5 per 1000 kelahiran hidup. 2 Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis neonatal 13,68% dari seluruh kelahiran hidup dengan 1

Upload: rantiadriani

Post on 22-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LAKTOFERIN, SEPSIS

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis neonatorum adalah sepsis yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama

kehidupan. Sepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas, meskipun sudah terdapat kemajuan dalam higienitas, penggunaan alat

diagnostik tercanggih serta anti mikroba yang terbaru dan potensial.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terjadi

lima juta kematian neonatus, 98% kematian tersebut berasal dari Negara berkembang,

Penyakit infeksi dan sepsis neonatorum masih merupakan masalah utama penyebab

kematian neonatus terbanyak. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara

berkembang adalah 1.8-18 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di negara maju hanya

1-5 per 1000 kelahiran hidup.2

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-

September 2005, angka kejadian sepsis neonatal 13,68% dari seluruh kelahiran hidup

dengan tingkat kematian 14,8%.3 Berdasarkan data rekam medis RS.dr.M.Djamil

Padang tahun 2012, angka kejadian sepsis neonatorum yang dirawat di bagian

perinatologi dan NICU sebanyak 7,8% dengan tingkat kematian 11.1%.

Sepsis neonatorum merupakan komplikasi serius dan menakutkan terutama

pada bayi berat badan lahir sangat rendah dan bayi prematur.4,5 Sepsis neonatorum

ditatalaksana dengan pemberian antibiotik. Resistensi antibiotik global yang timbul

dan ketidakmatangan sistem imunitas pada neonatus mengharuskan untuk

1

penggunaan imunomodulator untuk meningkatkan imunitas dan dapat digunakan

untuk mengatasi sepsis pada neonatus bersamaan dengan antibiotik. 6,7,8,9

Laktoferin yang merupakan salah satu imunomodulator adalah glikoprotein

yang merupakan bagian dari kelompok protein transferrin. Laktoferin diproduksi oleh

sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia, termasuk manusia. Laktoferin juga

ditemukan dalam granul neutrophil sekunder. Laktoferin memiliki afinitas pengikatan

besi yang kuat dan merupakan bagian dari sistem imunitas bawaan.10

Laktoferin memiliki peranan penting pada beberapa fungsi patofisiologis,

seperti: regulasi absorpsi besi di dalam usus, imunomodulator, antioksidan, dan

antiinflamasi, serta proteksi terhadap infeksi mikroba, yang merupakan fungsi

terbanyak dipelajari hingga saat ini. Aktivitas antimikroba laktoferin berlangsung

terutama melalui dua mekanisme, pengikatan besi di lokasi infeksi dan interaksi

langsung dengan agen infeksius.11. Aktivitas biologis dan fungsi laktoferin tersebut

penting dalam pencegahan dan tatalaksana sepsis neonatorum.10,12

Sari pustaka ini akan membahas peran dan fungsi laktoferin pada sepsis

neonatorum.

2

BAB II

SEPSIS NEONATORUM

2.1 Definisi

Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama

satu bulan pertama kehidupan.1 Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat

menyebabkan sepsis bayi baru lahir.13

Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus dikemukakan pada tahun 2004 seperti

tertera pada tabel 2.1 14

Tabel 2.1. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 14

Variabel klinis Suhu tubuh tidak stabil Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intoleransi minum

Variabel hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )

Variabel perfusi jaringan Pengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel inflamasi Leukositosis ( > 34.000/ml) Leukopenia ( < 5.000/ml) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia <100000/ml C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL 16 S rRNA gen PCR : positif

3

2.2. Klasifikasi dan Etiologi

Sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya

menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis

neonatorum awitan lambat (SAL).1 Patogenesis, gejala klinis dan tatalaksana dari

kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda. 2

Sepsis awitan dini merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam

periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses

kelahiran atau in utero. Kuman penyebab tersering yang ditemukan pada kasus

SAD di negara maju adalah Streptokokus Grup B (SGB), Escherichia coli,

Haemophilus influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara

berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang

Gram negatif.15

Sepsis awitan lambat merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)

yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). 1

Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal.15Coagulase-

negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab

utama SAL, sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme

batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).15.

2.3. Patogenesis Sepsis Neonatorum

Neonatus terutama preterm relatif bersifat immunocompromised karena immaturitas

dari sistem imun. Neonatus memiliki fungsi neutrofil dan sel dendritik yang rendah,

menunjukkan aktivitas adhesi molekul dan respon terhadap faktor kemotaksis yang

kurang. Sel dendritik memiliki kapasitas yang sedikit dalam produksi IL-12 dan

4

interferon gamma. Produksi sitokin yang kurang tersebut menyebabkan penurunan

aktivitas sel natural killer (NK-cell). Ketidakseimbangan sistem imun bawaan pada

neonatus menyebabkan peningkatan kemungkinan infeksi pada populasi ini.16,17

Respon sistem imun didapat pada neonatus lebih lambat terhadap paparan

antigen, saat neonatus pindah dari lingkungan steril ke lingkungan mikroorganisme

berkoloni. Kadar imunoglobulin G (IgG) maternal tranplasental pada neonatus

berbeda sesuai dengan usia kehamilan, dan memiliki keterbatasan kemampuan respon

terhadap pathogen. Imunoglobulin G maternal ditranspor ke janin paling sedikit pada

trimester pertama kehamilan, 10 % pada minggu 17-22 dan 50% pada minggu 28-32

kehamilan, sehingga neonatus preterm memiliki imunitas humoral yang kurang

adekuat dalam perlindungan terhadap infeksi. Kadar komplemen pada neonatus

hanya 50% dibandingkan kadar komplemen dewasa, sehingga menyebabkan

gangguan keseimbangan dan opsonisasi dalam melawan infeksi.16,17

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu,

meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang

memicu respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab,

sedangkan tahapannya sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.17

Patogenesis sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan

fibrinolisis, hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan

antikoagulasi.18,19 (gambar 2.1)

5

Gambar 2.1: Gangguan homeostasis pada sepsis19

Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan

lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri.

Lipopolisakarida merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram

negatif dan memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida

mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB),

selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada

membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4

(TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.18,19

Bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat menimbulkan infeksi melalui

dua mekanisme, yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai

superantigen dan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun.

Semua organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan

mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat

aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan

komplemen.18,19,20

6

Gambar. 2.2. Kaskade sepsis 19

Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular

yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas

humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen.

Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit

dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas

selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T

helper-1(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi

seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β (IL-1β), IL-

2, IL-6 dan IL-12 . Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -

10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui

mekanisme umpan balik yang kompleks. 18,19,20

7

Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk

melawan kuman penyebab, namun demikian pembentukan sitokin proinflamasi

yang berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan

multi organ serta kematian. Sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi

proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi

organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat

mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui

mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor

(PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag

terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta

pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.19,20

Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan. inflamasi

dominan terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap fibrinolisis

sehingga terjadi thrombosis mikrovaskuler, hipoperfusi, iskemia,dan kerusakan

jaringan. Sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ dapat terjadi dan akhirnya

kematian.20

2.4. Faktor resiko sepsis neonatorum

Kejadian infeksi pada neonatus dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu,

bayi dan daya virulensi atau infeksius organisme penyebab infeksi.1,4 Selama dalam

kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung

oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan

beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion .16 Walaupun demikian

kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu:20

8

1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui

aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.

2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis.

Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan, akan menimbulkan

amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.

3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih

berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam

rongga uterus dan neonatus dapat terkontaminasi kuman melalui saluran

pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada neonatus

yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24

jam.

Kontaminasi kuman setelah lahir, terjadi dari lingkungan neonatus baik

karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan contohnya neonatus

yang mendapat prosedur neonatal invasif yang kurang memperhatikan tindakan

asepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat.20

2.5. Gambaran klinis dan diagnosis sepsis neonatorum

Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis

klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun

keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan

neonatus. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman

penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. 1,3,4

9

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan

asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah, setelah lahir

neonatus tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia,

hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, selanjutnya akan terlihat berbagai

kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gambaran klinis susunan saraf pusat

(letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high

pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan

kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Neonatus dapat

pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan

respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi

minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih

dan retraksi).1,3

Pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan

diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru

akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari, oleh sebab itu dalam perkembangan

penelitian didapatkan berbagai petanda sepsis dengan spesifisitas dan sensitivitas

yang berbeda-beda.21-24

BAB III

LAKTOFERIN

3.1. Sejarah Laktoferin

10

Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi, yang merupakan bagian

dari kelompok keluarga transferrin. Laktoferin diidentifikasi pertama kali pada tahun

1939 dari bovine milk. Namun laktoferin tidak dapat diteliti dengan baik karena tidak

dapat diekstraksi dengan kemurnian yang cukup. Penelitian rinci pertama baru

dilaporkan sekitar tahun 1960. 10

Laktoferin diekstraksi dari susu, mengandung besi dan struktural dan kimiawi

mirip dengan serum transferin. Penamaan laktoferin diberikan pada tahun 1961,

meskipun nama lactotransferrin digunakan dalam beberapa publikasi sebelumnya.

Kemudian penelitian menunjukkan bahwa protein tersebut tidak hanya terbatas pada

susu. Tindakan antibakteri laktoferin didokumentasikan pada tahun 1961, dan

dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengikat besi. Struktur molekul dan asam

amino laktoferin dari manusia ditemukan pada tahun 1984. 10,25

3.2. Susunan dan Struktur Laktoferin

Laktoferin adalah glikoprotein dengan berat molekul ± 80 kDa disertai afinitas yang

tinggi terhadap zat besi. 25-32,

Gambar3.1. Struktur Laktoferin27

11

Laktoferin terdiri dari rantai polipeptida tunggal mengandung 703 asam

amino yang memiliki dua lobus. Setiap lobus terdiri dari dua domain, yaitu C

(karboksi), dan N (amino). Setiap lobus mempunyai satu tempat pengikatan besi.

Laktoferin mengandung sejumlah tempat untuk glikosilasi potensial, terutama pada

permukaan molekul. Tingkat glikosilasi laktoferin bervariasi dan menentukan tingkat

resistensi terhadap enzim protease atau pH yang sangat rendah.7

Laktoferin memiliki 3 isoform berbeda yang telah diisolasi. Laktoferin-α

adalah bentuk yang mengikat besi tetapi tidak memiliki aktivitas ribonuklease.

Laktoferin-β dan Laktoferin-γ menunjukkan aktivitas ribonuklease tetapi mereka

tidak mampu mengikat zat besi. Ketiga isoform laktoferin memiliki ciri fisik, kimia

dan antigen yang sama, tetapi memiliki aktivitas yang berbeda. Penemuan ini dapat

menjelaskan berbagai fungsi yang dilaporkan dari laktoferin.10

Kemampuan laktoferin untuk mengikat besi dua kali lebih kuat dari transferin.

Dua ion ferri dapat diikat oleh satu molekul laktoferin. Satu ion karbonat selalu

terikat dengan laktoferin bersama dengan setiap ion besi. Ada tiga bentuk laktoferin

menurut tingkat kejenuhan besi : apolaktoferin (besi bebas), monoferin (satu ion

Fe3+), dan hololaktoferin (mengikat dua ion Fe3 +). Terdapat empat residu asam amino

untuk mengikat besi (histidin, dua tirosin, dan asam aspartat) dan rantai arginin untuk

mengikat ion karbonat. Kemampuan untuk menjaga besi tetap terikat bahkan pada pH

rendah sangatlah penting, terutama di lokasi infeksi dan peradangan, karena akibat

metabolisme bakteri, pH bisa menurun di bawah 4,5. Laktoferin memiliki resistensi

terhadap degradasi proteolitik oleh tripsin dan enzim serupa tripsin. 25

12

Laktoferin mampu mengikat sejumlah senyawa dan zat lain selain besi,

seperti lipopolisakarida, heparin, glikosaminoglikan, DNA, atau ion logam seperti

Al3+, GA3+, Mn3+, CO3+, Cu2+, dan Zn2+, namun, afinitasnya jauh lebih rendah. Selain

CO2-, laktoferin dapat mengikat berbagai anion seperti oksalat, karboksilat, dan

lainnya. Oleh karena itu, laktoferin bisa mempengaruhi metabolisme dan distribusi

berbagai zat.10,25-27

3.3. Sumber Laktoferin

Laktoferin diproduksi oleh sel epitel mukosa berbagai spesies mamalia

termasuk manusia (human lactoferin), sapi (bovine lactoferin), kambing, kuda, dan

beberapa rodentia. Penelitian terbaru menggunakan teknik molekular biologis

menyatakan bahwa laktoferin juga diproduksi oleh ikan. Talactoferrin adalah

rekombinan human lactoferin diproduksi secara komersial menggunakan Aspergillus.

Laktoferin sintetik ini digunakan untuk terapi kanker, selain itu secara invitro

menunjukkan aktivitas melawan candida dan Staphylococcus.10-11,25

Laktoferin ditemukan secara alamiah di permukaan mukosa, ASI, berbagai

sekresi eksokrin mamalia seperti air mata, air liur, cairan mani, lendir serviks, sekresi

bronkial dan dalam beberapa sel leukosit (polimorfonuklear) seperti ditampilkan

pada tabel 2.1. Laktoferin diperkirakan memiliki peranan dalam pertahanan host non-

spesifik terhadap patogen oleh karena laktoferin terutama ditemukan dalam produk

kelenjar eksokrin dari pencernaan, sistem pernapasan dan reproduksi.10,25,27

Produksi laktoferin pada janin tergantung pada usia kehamilan dan dapat

ditemukan dengan deteksi immuno histokimia mulai dari minggu ke-13 kehamilan.

Kadar laktoferin plasma pada neonatus masih kontroversial. Kadar laktoferin

13

plasma neonatal tergantung pada berbagai faktor seperti hitung neutrofil, kandungan

laktoferin neutrophil, karakteristik degranulasi, waktu paruh laktoferin, serta

pengaruh kadar laktoferin dari ibu untuk janin.10

Tabel 3.1. Tingkat laktoferin dilaporkan dalam berbagai jaringan dan sekresi cairan manusia10,25-29

Cairan dan jaringan KadarKolostrum

(preterm)(full-term)

5 – 7 mg/ml6,76 ± 1,50 mg/ml3,10 ± 0,50 mg/ml6,7 ± 0,7 mg/ml

ASI transisional 3,7 ± 0,1 mg/mlASI matur

(manusia)1-2 mg/ml1,97 – 3,20 mg/ml2,6 ± 0,4 mg/ml

Cairan amnion 2 – 37 µg/mlDesiduaMembran amnionMembrane khoriotikTrofoblastTali pusat

9 – 95 µg/g protein2 – 37 µg/g protein2 – 26 µg/g protein5 – 35 µg/g protein< 1 µg/g protein

Mukus bronkus 35,2 ± 6,5 µg/mlAir mata 2,2 mg/mlMukus vagina

PostmenstruasiPremenstruasiPada kontrasepsi oral

62,9 – 218 µg/g protein3,8 – 11,4 µg/g protein< 19,8 µg/g protein

Cairan synovialSaliva

46,4 ± 35,9 µg/ml7-10 mg/ml

14

Mucus hidungUrineCairan lambungFetal serumDarah bayi (7 minggu) (11 minggu) (15 minggu)Neuthrofil (dewasa) (neonatus) (baru lahir)

0,1 mg/ml1µg/ml0.5-1.0 mg/ml0.05µg/ml0,267±0.167 µg/ml0,269±0.163 µg/ml0.176±0.165 µg/ml59.6±5.5µg/107 neutrofil30.6±6.1µg/107 neutrofil43.2±7.0µg/107 neutrofil

3.4. Sintesis Laktoferin

Ekspresi laktoferin pertama dapat dideteksi selama perkembangan embrio, pada tahap

blastokista sampai implantasi. Sel utama yang terlibat dalam sintesis laktoferin adalah

sel dari seri mieloid dan sel epitel sekretoris. Sebagian besar laktoferin plasma

berasal dari neutrofil.. Laktoferin disintesis di dalam neutrofil, selama diferensiasi

yaitu ketika promielosit berkembang menjadi mielosit, kemudian disimpan di dalam

granul. Laktoferin sebagian besar disimpan di dalam granul sekunder dan dalam

konsentrasi yang lebih rendah juga dapat ditemukan di dalam granul tersier.10, 25,27,29

Kelenjar eksokrin terus menerus memproduksi dan mengeluarkan laktoferin. Ginjal

teratur menghasilkan laktoferin dan hanya sedikit yang disekresikan melalui urin.

Laktoferin diekspresikan dan disekresikan di sepanjang tubulus kolektivus, kemudian

direabsorpsi di bagian distal dari tubulus. Regulasi sintesis laktoferin tergantung pada

jenis sel yang memproduksinya.. Sintesis di kelenjar susu dikendalikan oleh

prolaktin, sedangkan di jaringan reproduksi ditentukan oleh estrogen10, 25,27,29

3.5. Reseptor Laktoferin

15

Laktoferin adalah protein dasar dengan titik iso-listrik yang tinggi (8,7). Hal

ini memungkinkan laktoferin mengikat banyak sel target atau protein secara spesifik.

Beberapa penelitian dengan fragmen laktoferin menunjukkan bahwa bagian dari N-

lobus terlibat dalam reseptor ikatan laktoferin. Reseptor laktoferin diidentifikasi

dalam saluran pencernaan, limfosit,lekosit PMN, makrofag, trombosit, hepatosit,

fibroblast dan beberapa bakteri. (seperti pada table 2.2)10,25

Tabel 3.2. Reseptor laktoferin10

Reseptor Konstanta affinitas spesifisitas

Intestinal 0.3x 10-6 +Hololactoferin, +Apolactoferin+Deglycosilated lactoferin+Fragment lactoferin-Bovine lactoferin, -transferin

Monosit 4.5 x 10-9 +lactoferin, +transferin

Makrofag 1,7 x 10-6 +lactoferin

Netrofil2.2 x 10-9

0.6 x 10-9 +lactoferin

Trombosit 13.6x 10-9

1.23x 10-9+lactoferin, +transferrin+bovine lactoferin

Bakteri Staphylococcus aureus Pseudomonas hydrophilia Neisseria meningiditis

16

Haemophilus influenza Shigella flexneri

Lain-lain Albumin IgA Casein Komponen sekretoris Lisozim Βeta lactoglobulin DNA

3.6. Metabolisme Laktoferin

Laktoferin dilepaskan dari neutrofil polimorfonuklear pada aktivasi sel-sel dan

kehadirannya dalam cairan tubuh sebanding dengan fluks neutrophil. Laktoferin

tersebut disekresikan ke darah dan ke dalam jaringan sekitarnya atau dapat menyatu

dengan phagosome10,30. Sekresi dari sel polimorfonuklear ke sirkulasi tergantung pada

faktor degranulasi yang dipengaruhi oleh aktivasi guanylate adenilat, cGMP dan

proteinkinase C yang terjadi baik secara aerobik atau anaerobik , tidak terpengaruh

oleh adanya hydrogen sulfida dan dirangsang oleh interleukin - 8 dan permukaan

terikat IgG. 10

Ada dua cara menghilangnya laktoferin dari sirkulasi yaitu endositosis sel

fagosit melalui reseptor laktoferin ( makrofag, monosit, dan sel lainnya dalam sistem

retikuloendotelial) dengan transfer besi atau pengambilan langsung melalui hati.

Ginjal juga terlibat dalam hilangnya laktoferin karena laktoferin dan fragmennya

ditemukan dalam urin bayi yang diberi ASI.25

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kenaikan laktoferin : kehamilan,

peningkatan selektif laktoferin di dalam granul neutrofil, atau organ lain seperti

endometrium, desidua, dan kelenjar susu. Konsentrasi laktoferin pada darah juga

17

dapat meningkat selama infeksi, inflamasi, asupan besi yang berlebihan, atau

pertumbuhan tumor. 10, 25,27,29

3.7. Aktivitas biologis laktoferin

3.7.1. Peran dalam metabolisme besi

Konsentrasi laktoferin yang lebih tinggi dan avaibilitas besi di ASI daripada susu sapi

memperkuat hipotesis bahwa laktoferin membantu absorpsi besi pada bayi yang

mendapatkan ASI. Ini dikaitkan dengan penyerapan besi yang lebih baik pada

neonatus yang mendapatkan ASI dibandingkan yang mendapatkan susu formula.25

Laktoferin berperan dalam meningkatkan penyerapan besi, hal ini dapat

disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut: 10

a. Kemampuan enterosit mengekstraksi besi dari laktoferin

b. Ambilan laktoferin yang tinggi oleh enterosit

c. Korelasi dari ekskresi besi melalui urin neonatus dengan kandungan ASI juga

dengan ambilan ASI.

d. Transport besi melewati batas brush border usus oleh laktoferin

e. Akumulasi besi dari laktoferin di vesikel membrane brush border.

Laktoferin dapat mempengaruhi mekanisme seluler melalui pengaruhnya

terhadap availabilitas besi. Besi diketahui mempengaruhi sejumlah fungsi-fungsi sel

seperti aktivitas DNA dan RNA, sintesis protein, ekspresi penanda permukaan

limfosit, sekresi immunoglobulin, ekspresi reseptor interleukin-2 dan banyak

lainnya.31 Sehingga laktoferin secara tidak langsung dapat mempengaruhi spektrum

yang luas dari kegiatan fisiologis.10,25-28

3.7.2. Laktoferin bagian dari sistem imunitas bawaan

18

Laktoferin adalah komponen penting sistem pertahanan non spesifik yang menyerang

berbagai organisme pathogen. Keberadaan laktoferin dalam netrofil berperan dalam

proses fagositosis di phagolisosom. Konsentrasi laktoferin dalam plasma dalam

keadaan normal rendah (0,2-0,6 µg/ml) dan meningkat transien pada keadaan yang

menginduksi aktivasi netrofil.10,30

Jalur pertama fagositosis adalah respon oksidatif, yang terdiri dari produksi

spesies oksigen radikal setelah aktivasi kompleks NADPH-oksidase, termasuk anion

superoksida (O2 -), hidrogen peroksida (H2O2), dan, melalui myeloperoxidase, asam

hipoklorit (HOCl) dan chloramines. Jalur fagositosis yang kedua adalah non-

dependent-oksigen dan terdiri dari pelepasan protein ekstraseluler yang disimpan

dalam granul ke phagolysosome, salah satunya adalah laktoferin. (seperti terlihat

pada gambar 3.2)30

Gambar 3.2. Proses Fagositosis pada netrofil30

3.7.3. Laktoferin dan proliferasi sel

Sejumlah penelitian pada binatang menunjukkan peran laktoferin dalam proliferasi

sel. Penelitian tersebut mendapatkan perkembangan gastrointestinal yang lebih baik

19

pada hewan yang mendapat ASI dibandingkan dengan yang mendapatkan susu

formula.10

Peran laktoferin tehadap stimulasi aktivitas pertumbuhan terutama oleh

hololactoferrin. Penelitian menunjukkan sintesis DNA dalam sel embrio tikus

dibawah pengaruh hololaktoferin empat kali lipat lebih tinggi dibanding

apolaktoferin. Laktoferin sebagai faktor stimulasi pertumbuhan juga ditunjukkan

dengan peningkatan yang signifikan sintesis DNA hepatosit tikus smuda secara in

vitro. Karakteristik mitogenik ini tidak terjadi pada hepatosit tikus dewasa. 10,32

3.8. Pemeriksaan Laktoferin

Berbagai metode digunakan dalam mendeteksi atau mengukur kadar diantaranya

adalah kromatografi afinitas dengan bahan seperti heparin biru pewarna, β-

lactoglobulin, antilactoferrin antibody atau DNA. Kromatografi afinitas kelasi

logam dan kromatografi hidroksiapatit telah digunakan untuk memurnikan dan

pengukuran kadar laktoferin. Perkembangan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan

metode imunodifuse, ELISA dan dan immunoelectrodiffusion dengan penanda anti-

laktoferin antiserum.10,33

Laktofericin dapat dimurnikan dari ini hidrolisat laktoferin dengan

kromatografi hidrofobik.33 Pemeriksaan kejenuhan besi laktoferin sangat penting

bukan hanya karena aplikasi klinis, tetapi juga untuk berbagai percobaan biokimia.

Sebuah metode yang komprehensif untuk kuantifikasi saturasi besi dalam laktoferin

dikembangkan untuk mendapatkan kurva kalibrasi yang memungkinkan penentuan

20

tingkat kejenuhan zat besi. Teknik yang dipilih untuk mencapai tujuan ini, seperti

dengan pengabunggan metode spektrofotometri, ELISA, dan ICP-MS. 34

BAB IV

LAKTOFERIN PADA SEPSIS NEONATORUM

4.1. Laktoferin dan regulasi imunologi

Neonatus memiliki sistem pertahanan tubuh yang masih belum berkembang dan

memiliki resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Laktoferin memiliki banyak fungsi

dan merupakan kunci penting pada beberapa proses imun. Laktoferin seperti banyak

imunomodulator lain, memainkan peran yang komplek dalam kaskade sistem

imun.35,36

Laktoferin dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh dan sel-sel yang

terlibat dalam reaksi inflamasi, baik secara positif maupun negatif karena sifat

21

mengikat besinya dan interaksi laktoferin dengan sel reseptor dan molekul.25,37

Laktoferin dapat mendukung proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi sel sistem

kekebalan tubuh dan memperkuat kekebalan tubuh respon, tapi di sisi lain, laktoferin

bertindak sebagai faktor anti-inflamasi.11,10,25,28

Suatu keadaan berupa infeksi atau trauma menyebabkan aktivasi monosit dan

menyebabkan aktivasi netrofil dalam sirkulasi. Netrofil yang teraktivasi mengalami

degranulasi pada lokasi inflamasi dan melepaskan sejumlah besar mediator skunder

termasuk laktoferin.12,32. Sehingga kadar tinggi laktoferin di plasma dapat dijadikan

penanda sepsis yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.10,21,32,33

Gambar 4.1. Peran laktoferin pada sistim imunitas 32

Laktoferin disintesis oleh sel-sel epitel dan granulosit dan dianggap sebagai

protein pertahanan lini pertama yang terlibat dalam perlindungan terhadap infeksi

mikroba dan pencegahan peradangan sistemik. Penelitian secara in vitro pada

binatang menunjukkan peningkatan aktivitas sel NK, monosit dan granulosit dengan

22

pemberian laktoferin. Kemampuan laktoferin untuk mengikat sejumlah besar zat besi

memberikan perlindungan terhadap bakteri patogen dan metabolitnya dengan

meningkatkan fagositosis dan adhesi sel serta mengendalikan pelepasan sitokin

proinflamasi.10,32,33

Laktoferin sebagai mediator sel, menjembatani fungsi kekebalan tubuh

bawaan dan adaptif dengan mengatur respon sel target . Laktoferin meransang

maturasi precursor sel T menjadi sel helper imunokompeten dan meransang

diferrensiasi sel B imatur menjadi antigen presenting cell (APC) efisien.32,33

Laktoferin menambah respon hipersensitivitas tipe lambat pada antigen spesifik dan

mampu menginduksi cell imediated imunity (CMI) pada hewan coba, sehingga

laktoferin merupakan bagian yang integral dalam cytokine induce cascade selama

proses infeksi yang menyebabkan gangguan metabolisme.10,32,33

Aktivitas anti inflamasi laktoferin melalui inhibisi pengikatan endotoksin

lipopolisakarida ke sel-sel radang di lokasi peradangan, juga melalui interaksi dengan

sel epitel di lokasi peradangan melalui inhibisi produksi sitokin. Efek perlindungan

laktoferin terlihat dalam penurunan produksi beberapa sitokin pro-inflamasi seperti

tumor necrosis factor (TNFa) atau interleukin IL-1β dan IL-6 dan peningkatan

interleukin IL-10.11,35

4.2. Laktoferin dan metabolisme besi

Laktoferin bisa mempengaruhi mekanisme seluler melalui pengaruhnya dalam

avaibilitas besi. Reseptor spesifik (SI-LfR) pada enterosit memediasi pengikatan

23

laktoferin, setelah laktoferin terikat pada enterosit, 90% di antaranya dirusak dan ion

Fe3+ dilepaskan, 10% yang tersisa utuh kemudian diangkut melalui membran

sel. Kurangnya zat besi intrasel bisa meningkatan ekspresi reseptor spesifik pada

permukaan enterosit, kemudian meningkatkan penyerapan laktoferin terikat besi.10

Sifat laktoferin yang mengikat besi bebas adalah mekanisme utama aktivitas

bakteriostatik laktoferin. Afinitasnya yang tinggi terhadap besi bebas di tubuh

menyebabkan besi dalam lingkungan pertumbuhan bakteri menjadi terbatas, sehingga

dapat menghambat pertumbuhan bakteri.37,38

Bukti menunjukkan bahwa pada SIRS dan sepsis terjadi produksi sitokin

proinflamasi, molekul adhesi, mediator vasoaktif dan reactive oxygen species

(ROS).14 Laktoferin dapat mengontrol keseimbangan produksi ROS dan tingkat

eliminasinya melalui pengikatan besi, sehingga melindungi sel dari kerusakan. Stres

oksidatif telah diimplikasikan pada banyak proses patologis dan kronis degeneratif

seperti kanker, atherosclerosis, inflamasi, penuaan, gangguan neurodegeneratif dan

pertahanan menyerang infeksi. 10,32,38

24

Gambar 4.2.Peran laktoferin pada produksi ROS32

Laktoferin berperan dalam mengkoordinasi produksi Fe3+ dan di transport ke

makrofag dari sistem retikuloendotelial, dimana Fe3+ dapat disimpan dalam bentuk

ferritin. Laktoferin dianggap sebagai antioksidan karena kemampuan laktoferin

mengurangi produksi reactive oksigen spesies (ROS) seperti ion oksigen dan

peroksida. Proses tersebut membutuhkan besi bebas sebagai katalisator, sehingga

pengikatan besi dengan apolaktoferin mengurangi produksi ROS tersebut. Produksi

dan kontrol dari oksidan reaktif adalah proses kehidupan integral yang penting untuk

pertahanan spesies. Jika proses neutralisasi ROS tidak efisien, dapat menyebabkan

berkembangnya stress oksidatif.32 (Gambar 4.2)

4.3. Proteksi laktoferin terhadap agen penyebab sepsis neonatorum

Laktoferin yang berada di permukaan mukosa salah satu sistem pertahanan pertama

terhadap agen mikroba yang menyerang jaringan mukosa. Laktoferin mempengaruhi

25

pertumbuhan dan proliferasi dari berbagai agen infeksi termasuk bakteri baik Gram

positif dan negatif, virus, protozoa,virus dan jamur7,11,12,39

Menurut Roseanu, mekanisme antibakteri laktoferin masih kompleks dan

selain pengikatan besi, mekanisme ini juga melalui aksi langsung terhadap bakteri

dan /atau aktivasi sistem imun.26Laktoferisin dan peptida lain derivat dari laktoferin

adalah agen antibakteri yang poten, dengan adanya interaksi dan penetrasi ke

membran bakteri, sehingga laktoferin dan peptida derivatnya adalah komponen yang

mampu melindungi inang dari infeksi bakteri yang berbahaya.11,26

Efek antibakteri laktoferin telah banyak diketahui, secara in vitro maupun in

vivo, terhadap bakteri Gram negatif dan positif, serta beberapa bakteri resisten asam-

alkohol27. ( tabel 4.1)

Tabel 4.1. Bakteri yang dipengaruhi oleh laktoferin27

Gram PositifBacillus stearothermophilusBacillus subtilisClostridium sp.Haemophilus influenzaeListeria monocytogenesMicrococcus sp.Staphylococcus aureusStreptococcus mutans

In vitroIn vitroIn vitroIn vivoIn vivoIn vitroIn vivoIn vitro

26

Gram NegatifChlamydia psittaciEschericia coli enteropatogenikEschericia coli enteroagregatifEschericia coli aderensi difusHelicobacter felisHelicobacter pyloriLegionella pneumophilaPseudomonas aeruginosaShigella sp.Vibrio cholera

In vitroIn vitroIn vitroIn vitroIn vivoIn vivoIn vitroIn vivoIn vitroIn vitro

Basil Tahan AsamMycobacterium tuberculosis In vitro

Aktivitas bakterisidal terhadap bakteri Gram-positif dimediasi oleh interaksi

elektrostatik antara lapisan lipid yang bermuatan negatif dengan permukaan laktoferin

yang bermuatan positif, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran.

Mekanismenya adalah berdasarkan ikatan muatan positif dengan molekul anion di

permukaan bakteri, seperti asam lipoteikoat, menyebabkan reduksi muatan negatif

pada dinding sel dan kemudian membantu kontak antara lisozim dan peptidoglikan

yang memiliki efek enzimatis. (gambar 4.3)

Interaksi laktoferin dengan LPS juga memperkuat antibakteri alamiah seperti

lisozim, yang disekresikan dari mukosa dalam konsentrasi yang meningkat bersama

laktoferin. Aktivitas laktoferin mengikat kalsium juga meransang pelepasan LPS,

sehingga LPS dapat dilepaskan bahkan tanpa kontak langsung dari laktoferin di

permukaan sel.26,27,29,37

27

Gambar 4.3. Mekanisme antibakteri laktoferin pada bakteri Gram positif (A) dan

bakteri Gram negatif (B)27

Laktoferin merusak membran luar bakteri gram negatif melalui interaksi

dengan LPS.Bagian terminal-N laktoferin bermuatan positif mencegah interaksi

antara LPS dengan kation bakteri (Ca2+ dan Mg2+), menyebabkan pelepasan LPS dari

dinding sel, meningkatan permeabilitas membran, dan merusak bakteri. (gambar 4.4)

Gambar 4.4.Mekanisme interaksi antara peptida antimikroba kationik dengan

dinding sel bakteri Gram negatif.29

Secara in vitro laktoferin mampu mencegah pembentukan biofilm

Pseudomonas aeruginosa. Kurangnya zat besi akan memaksa bakteri untuk

28

berpindah sehingga tidak akan menempel, selain itu aktivitas laktoferin memodifikasi

motilitas organisme melalui pengikatan komponen glikolisasi laktoferin yang dapat

mencegah penempelan bakteri dengan sel host. Aktivitas proteolitik laktoferin

menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Shigella flexneri atau E.coli

enteropatogenik melalui degradasi protein yang diperlukan untuk kolonisasi.25,37

Laktoferin berikatan dengan reseptor bakteri atau mikroorganisme lain pada

sel host melalui ikatan glikosaminoglicans. Melalui mekanisme inhibisi kompetitif

ini, laktoferin dapat mengurangi endositosis mikro organisme pada sel host.

Mekanisme ini terjadi pada beberapa strain E. coli yang bersifat entero invasif dan

Staphylococcus aureus.26,37

Aktivitas antifungal laktoferin pada Candida spp telah banyak diteliti. Hal ini

dikaitkan dengan kemampuan laktoferin dalam mengikat Fe 3+. Penelitian lain

menyatakan laktoferin bisa membunuh Candida albicans dan Candida krusei dengan

menggangu permeabilitas permukaan sel, seperti pada bakteri. Laktoferin memiliki

efek fungistatik melalui aktivitas N terminal asam amino peptide dari laktoferin

(laktofericin). Laktofericin memiliki aktivitas candidasidal yang poten melalui

stimulasi dari peningkatan potensial dan permeabilitas mitokondria menyebabkan

sintesis dan sekresi adenosine triphosphate reactive oxygen oksidase dan

menyebabkan kematian sel candida.36 Pengikatan Fe3+ oleh apolaktoferin netrofil

berkaitan dengan pertahanan terhadap Aspergillus fumigatus.7,12

Laktoferin bisa memblokir internalisasi virus tertentu ke dalam sel inang,

seperti poliovirus tipe I yang menyebabkan poliomyelitis pada manusia, virus herpes

simpleks tipe I dan II, dan sitomegalovirus. Laktoferin menghambat replikasi virus di

29

dalam sel inang dengan mengikat DNA dan RNA virus, seperti pada virus hepatitis C

dan rotavirus. 40

Menurut Berlutti, sebagai antiviral, laktoferin berikatan dengan partikel virus

(A), berikatan dengan glikosaminoglikan sulfat heparan (B), berikatan dengan

reseptor virus (C), dan lokalisasi intrasel (D), melalui jalur apoptosis atau inflamasi.12

(seperti pada gambar4.5)40

Gambar 4.5. Berbagai Mekanisme Pencegahan Infeksi Virus Oleh Laktoferin 40

4.4. Proteksi Laktoferin pada mukosa saluran cerna dan saluran pernafasan

Laktoferin dihasilkan di sel epitel mukosa sekretoris yang merupakan bagian dari

sistem imunitas mukosa saluran cerna dan saluran pernafasan. Awal mula sepsis

neonatorum dapat terjadi karena adanya translokasi bakteri pada mukosa saluran

cerna dan saluran pernafasan.10,41

30

Proteksi laktoferin terhadap sepsis neonatorum dengan proliferasi dan

differensiasi sel mukosa intestina, meningkatkan fungsi barrier saluran cerna.

Penelitian secara in vitro terhadap mencit yang di induksi lipopolisakarida

menunjukkan laktoferin menjaga jaringan terhadap kerusakan selama terjadinya

endotoksemia.32,41

Kemampuan untuk mengikat besi bebas merupakan efek bakteriostatik dari

laktoferin.28 Kurangnya zat besi akan menghambat pertumbuhan bakteri yang

tergantung besi seperti E. coli. Sebaliknya, laktoferin dapat berfungsi sebagai donor

besi, mendukung pertumbuhan beberapa bakteri yang memerlukan zat besi lebih

rendah di saluran pencernaan seperti Lactobacillus sp. atau Bifidobacterium sp, yang

berperan menjaga saluran cerna dari bakteri berbahaya.11,29,35,41 Laktoferin sebagai

immunomodulation melalui asosiasi usus dan jaringan limfoid saluran cerna,

menginduksi toleransi bakteri komensal dan menjaga keutuhan endothelial tight

junction, sehingga laktoferin berperan penting dalam pertahanan pada sepsis.9,32,41

31

Gambar 4.6. Laktoferin sebagai pertahanan mukosa saluran pernafasan42

Laktoferin merupakan salah satu bagian penting dari sistem pertahanan

mukosa saluran pernapasan. Proteolisis laktoferin menghasilkan peptida kecil

lactoferricin yang memiliki aktivitas antimikroba lansung pada saluran pernafasan.

Udara terinspirasi mengandung segudang patogen potensial , polusi dan rangsangan

inflames, dalam paru-paru normal patogen ini jarang bermasalah. Laktoferin

memiliki anti bakteri, anti virus dan dalam beberapa kasus, bahkan sifat anti - jamur .

Efek antimikroba mereka adalah sebagai beragam seperti penghambatan

pembentukan biofilm dan pencegahan replikasi virus .

Laktoferin terlibat dalam proses opsonisasi, memfasilitasi fagositosis bakteri

dan virus oleh makrofag dan monosit . Mereka bertindak sebagai mediator penting

dalam jalur inflamasi, mempengaruhi ekspresi molekul adhesi serta bertindak sebagai

anti oksidan kuat dan anti - protease. (Gambar 4.6)42

DAFTAR PUSTAKA

1. Gonzalez A, Spearman, Stoll B. Neonatal infectious disease: Evaluation of

neonatal sepsis. Pediatr Clin N Am. 2013.

2. Aminullah A. Masalah terkini sepsis neonatorum. Dalam: Penyuting Hegar.B,

Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection. Departemen Ilmu

kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal 1-15

32

3. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam:

Penyuting Hegar.B, Trihono P, Ifran EB. Update in neonatal infection.

Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta desember 2005. Hal

32 -43.

4. Roeslani D R, Amir I, Nasrulloh H, Suryani. Penelitian awal: Faktor risiko

pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri, Vol. 14, No. 6, April 2013.

5. Leal Y , Álvarez-Nemegyei J , Velázquez J , Rosado-Quiab , Diego-

Rodríguez N , Paz-Baeza E, et.al. Risk factors and prognosis for neonatal

sepsis in southeaster mexico: analysis of a four year historic cohort follow up.

BMC Pregnancy and Childbirth 2012, 12 :48.

http://www.biomedcentral.com/1471-2393/12/48

6. Qazi A S, Stoll B. Neonatal Sepsis : Major Global Public Health Challenge.

The Pediatric Infectious Disease Journal • Volume 28, Number 1, January

2009

7. Manzoni P, Rinaldi M, Cattani S, Pugni L, Romeo G, Messner H, et.al.

Bovine Lactoferrin supplementation for prevention of late onset sepsis in very

low birth wight neonates: a randomized trial. JAMA, October 7,2009- volume

302, No.13. diakses dari http:jama.jamanetwork.com/on09/17/2013

8. Freitas R, Leão R, Gomes, Batista R. Nutrition therapy and neonatal sepsis.

Rev Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):492-498.

9. Cohen-Wolkowiez M, Benjamin DK, Capparelli E. Immunotherapy in

neonatal sepsis: advances in treatment and prophylaxis. Curr Opin Pediatr.

2009 ; 21(2) : 177–81.

10. Levay PF, Viljoen M. Lactoferrin: a general review. Haematologica 1995 ;

80 : 252-67.

11. Embleton, Berrington J, McGuire W, Stewart M, Cummings S. Lactoferrin:

Antimicrobial activity and therapeutic potential. Seminars in Fetal & Neonatal

Medicine xxx (2013) 1-7.

12. Venkatesh MP, Rong L. Human recombinant lactoferrin acts synergistically

with antimicrobials commonly used in neonatal practice against coagulase-

33

negative staphylococci and Candida albicans causing neonatal sepsis. Journal

of Medical Microbiology 2008 ; 57 : 1113–2

13. Jiang Z, Ye.G. 1:4 matched case-controlstudy on influential factor of early

onset neonatal sepsis. European Review for Medical and Pharmacological

Sciences. 2013; 17: 2460-2466

14. Haque KN. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn.Pediatr

Crit Care Med 2005; 6: S45-9

15. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child

Health 2002; 31: 3-8.

16. Levy O. Innate immunity of the newborn: basic mechanisms and clinical

correlates. Nature Review . Immunology. Volume 7, M ay 2010.

17. Chirico G. Development of the Immune System in Neonates. J Arab Neonatal

Forum 2005; 2: 5-11.

18. Cinel Ismail, Steven M. Opal. Molecular biology of inflammation and sepsis:

A primer. Crit Care Med 2009 Vol. 37, No. 1

19. Short MA. Linking The Sepsis Triad of Inflammation, Coagulation and

Suppressed Fibrinolysis to Infants. Adv Neonat Care 2004 ; 5:258-73.

20. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi sepsis Neonatorum : Systemic Inflamatory

response syndrome (SIRS). Dalam: Hegar.B, Trihono P, Ifran EB,Penyuting.

Update in neonatal infection. Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM

,Jakarta desember 2005. Hal 17-31

21. Yunanto A, Andayani, Triyawanti P, Suhartono E, Widodo A. Neutrophil

Phagocytosis Activity Compared To Myeloperoxidase, Hydrogen Peroxidase

And Lactoferrin Levels In Saliva Of Newborn Baby With Sepsis Risk Factors

To Detect Early-Onset Neonatal Sepsis. International Journal of

Pharmaceutical Science Invention ISSN (Online): 2319 – 6718, Volume 2

Issue 1. January 2013. PP.18-22

22. Pierrakos . Charalampo, Louis Vincent. Jean. Sepsis biomarkers: a review.

Pierrakos and Vincent Critical Care 2010, 14:R15.

http://ccforum.com/content/14/1/R15

34

23. Shapiro Philipp Schuetz , Yano K, Sorasaki M, Parikh S, Jones Ella, et al.

The association of endothelial cell signaling severity of illness, and organ

dysfunction in sepsis . Critical Care 2010, 14:R182 .

http://ccforum.com/content/14/5/R182

24. Ng PC. Diagnostic markers of infection in neonates. Arch Dis Child Fetal

Neonatal Ed 2004; 89: F229-F235. doi: 10. 1136/adc.2002.023838.

25. Adlerova L, Bartoskova A, Faldyna M. Lactoferrin: a review. Veterinarni

Medicina, 2008 ; 53 (9): 457–68.

26. Roşeanu A, Damian M, Evans RW. Mechanisms of the antibacterial activity

of lactoferrin and lactoferrin-derived peptides. Rom. J. Biochem. 2010 ; 47 (2)

: 203–9.

27. González-Chávez SA, Arévalo-Gallegos S, Rascón-Cruz Q. Lactoferrin:

structure, function and applications. International Journal of Antimicrobial

Agents 2009 ; 33 : 301.e1 - 8.

28. Conneely O. Review: Antiinflammatory Activities of Lactoferrin. Journal of

the American College of Nutrition, Vol. 20, No. 5, 389S–395S (2001)

29. Farnaud S, Evans RW. Lactoferrin - a multifunctional protein with

antimicrobial properties. Molecular Immunology 2003 ; 40 : 395 – 405.

30. Sarsat VW, Rieu P, Latscha B, Lesavre P dan Mecarelli L. Neutrophils:

Molecules, Functions and Pathophysiological Aspects. lab Invesft 2000,

80:617–653

31. MacKenzie EL, Iwaski K. tsuji Y; Intracellular iron transport and storage:

from molecular mechanism to implication. Antioxidants redox signal. 2008,

10: 997-1030

32. Kruzel M, Zimecki M. Lactoferrin and Immunologic Dissonance: Clinical

Implications. Archivum Immunologiae et Therapies Experimentalis. 2002; 50,

399–410

33. Kruzel. M    , Actor. J   , Boldogh. I    , Zimecki. M. The role of lactoferrin in

physiological processes and disease states  . TOM 67-2013

35

34. Majka G,  Śpiewak K,  Kurpiewska K,  Heczko P,  Stochel G, Strus M, and 

Brindell M. A high-throughput method for the quantification of iron

saturation in lactoferrin preparations. Anal Bioanal Chem. 2013; 405: 5191–

5200.

35. Kaufman D, Lactoferrin Supplementation to Prevention Nosocomial

Infections in Preterm Infants AMA, October 7, 2009—Vol 302, No. 13.

http://jama.jamanetwork.com/ on 07/12/2012

36. Romeo, Bollani L, Rinaldi M, Gallo E, Quercia M, Manzoni M, et.al.

Lactoferrin Prevents Invasive Fungal Infections in Very Low Birth Weight

Infants: A Randomized Controlled Trial. Pediatrics, Volume 129, Number 1,

January 2012.

37. Jenssen, R.E.W. Hancock. Antimicrobial propertie s of lactoferrin. Biochimie

91 (2009) 19-29.

38. Hood dan Skaar E. Nutritional immunity: transition metals at the pathogen–

host interface. Nature Reviews Microbiology 2012; volume 10, 525-537 

39. Stewart C J, Nelson A, Scribbins D, Marrs E, Lanyon C, Embleton N, et.al.

Bacterial and fungal viability in the preterm gut: NEC and sepsis. Arch dis

child fetal neonatal ed 2013 page 1-6

40. Berlutti F, Pantanella F, Natalizi T, et al. Antiviral properties of lactoferrin - a

natural immunity molecule. Molecules 2011 ; 16 : 6992 – 7018.

41. Sherman. M. New concepts of Microbial Translocation in the neonatal

intestine: Mechanism and prevention. Clin perinatal,2010 september;37(3):

565-57

42. Ganz T . Antimicrobial polypeptides in host defense of the respiratory tract. J.

Clin. Invest. 2002. 109 (6): 693–7.

.

36

BAB V

KESIMPULAN

Sepsis neonatorum masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas baik di negara berkembang maupun negara maju. Sepsis neonatorum

terdiri dari sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Faktor resiko sepsis

neonatorum berasal dari faktor ibu, bayi dan lingkungan. Sepsis neonatorum dimulai

dari tanda-tanda SIRS hingga berlanjut menjadi kerusakan multi organ dan kematian.

Laktoferin adalah protein mayor pada ASI, selain itu juga disekresikan dari

kelenjar mukosa dan netrofil pada mamalia. Laktoferin merupakan bagian dalam

sistem imun bawaan, kadar dalam tubuh meningkat dalam keadaan infeksi. Sehingga

pengukuran laktoferin dapat dijadikan penanda infeksi pada tubuh.

Laktoferin berperan dalam metabolisme dan pengikatan besi, terlibat dalam

sistem imun memiliki sifat anti mikroba, anti fungal dan memiliki aktivitas

imunomodulasi serta berperan dalam meransang kematangan dan menjaga pertahanan

saluran cerna, sehingga laktoferin dari ASI maupun pemberian suplementasi

laktoferin pada neonatus dapat berperan mencegah dan penggunaan bersama

antibiotik membantu dalam pengobatan sepsis neonatorum.

37

38