lapsus tht yoan polip nasi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
1/32
BAB I
PENDAHULUAN
Polip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau
keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari
pembengkaan mukosa hidung atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi
belum ada datanya, oleh karena studi epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya
bergantung pada populasi studi serta metodenya.1,2
Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti.
Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat.
Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka
sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk
mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.
1
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
2/32
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : M. Zulfi Fauzan
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Lingkungan IV Rt 008 kec Indralaya Mulya.
No. Rekmed : 106486
Tanggal Masuk RS : 01 Januari 2012
2.2. Anamnesis
Keluhan utama :
Hidung kanan tersumbat (buntu) sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan tambahan :
sakit kepala dan demam
Riwayat Perjalanan Penyakit :
1 tahun SMRS Penderita mengeluh hidung tersumbat yang menetap.
Penderita juga mengeluh sering pilek, demam, dan sakit kepala. Akibat
sumbatan tersebut, penderita merasa sulit bernafas dan saat tidur penderita
mengorok.
2 minggu SMRS penderita mengaku tampak ada benjolan di lubang
hidung kanan. Penderita juga mengeluhkan gangguan penciuman yang mulai
berkurang sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat asma, alergi makanan/obat-obatan tertentu disangkal.
Riwayat bersin-bersin pada pagi hari disangkal. Riwayat gigi berlubang
2
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
3/32
pada geraham kanan. Tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran, maupun
tenggorokan.
Riwayat pengobatan : Penderita tidak pernah minum obat apapun
semenjak keluhan muncul.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat menderita amandel (tonsilitis kronis) sejak 4 tahun yang lalu
namun belum pernah dioperasi.
Pasien sering menderita pilek dan demam
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien
Riwayat atopik dalam keluarga disangkal
Tidak ada riwayat asma pada keluarga.
2.3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 81 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,7 0C
Status Generalis
- Kepala : normocephali, wajah simetrisMata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks
Paru
a) Inspeksi : simetris, retraksi interkosta (-)/(-)
b) Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra
c) Perkusi : sonor pada semua lapang paru
3
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
4/32
d) Auskultasi : vesikular (+)/(+) normal, wheezing (-)/(-), ronki (-)/(-)
Jantung
a) Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
b) Palpasi : tidak ditemukan kelainan
c) Perkusi :
Batas atas : ICS II linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : ICS IV V linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea mid aksilaris anterior sinistra
d) Auskultasi : S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, lemas
Palpasi : teraba massa (-), pembesaran hepar-lien (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
- Ekstremitas
a) Superior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan
gerak (-)/(-)
b) Inferior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan
gerak (-)/(-)
b. Pemeriksaan Khusus
Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
4
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
5/32
Dinding liang
telinga Sempit
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen
Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Membran timpani
Utuh
Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Kwadran Tidak ada Tidak ada
pinggir Tidak ada Tidak ada
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kelainan kongenital
Trauma
Radang
5
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
6/32
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Cavum nasi
Cukup lapang (N) - +
Sempit + -
Lapang - -
Sekret
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Edema Tidak ada Tidak ada
Septum
Cukup
lurus/deviasi
Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Rata, licin Rata, licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
6
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
7/32
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Massa
Lokasi Meatus
medius
Tidak ada
Bentuk Bulat lonjong Tidak ada
Ukuran Tidak bisa
dinilai
Tidak ada
Permukaan Licin Tidak ada
Warna Putih keabu-
abuan
Tidak ada
Konsistensi Lunak, tidak
rapuh, tidak
mudah
berdarah
Tidak ada
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus Faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Ukuran T3 T2
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan - -
Muara kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak Ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
7
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
8/32
Tonsil Perlengketan
dengan pilarTidak ada Tidak ada
Gigi Karies/Radiks M1 atas Tidak ada
Kesan Karies
Lidah
Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal Normal
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher : tidak ada pembesaran KGB
Inspeksi : Tidak terlihat adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Palpasi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening.
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah- Hemoglobin : 14,1 gr/dl
- Leukosit : 11.900 /cm2
- Diff. Count : 3/0/0/48/41/8 (shift to the right)
- Hematokrit : 39%
- Trombosit : 339.000 / L
- Cloting Time : 7
- Bleeding Time : 2
Kesan : kemungkinan terdapat infeksi kronik
2.5. Resume
Penderita, laki-laki usia 11 tahun datang dengan keluhan hidung
tersumbat yang menetap sejak 1 tahun yang lalu.. Penderita juga mengeluh
sering pilek, demam, dan sakit kepala. Akibat sumbatan tersebut, penderita
merasa sulit bernafas dan saat tidur penderita mengorok. 2 minggu SMRS
8
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
9/32
penderita mengaku tampak ada benjolan di lubang hidung kanan. Penderita
juga mengeluhkan gangguan penciuman yang mulai berkurang. Riwayat
asma, alergi makanan/obat-obatan tertentu disangkal. Riwayat bersin-bersin
pada pagi hari disangkal. Riwayat gigi berlubang pada geraham kanan atas.
Penderita tidak pernah minum obat apapun semenjak keluhan muncul.
Keluhan timbul benjolan pada hidung kanan pertama kali dirasakan
penderita. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa dengan
pasien. Riwayat atopik dalam keluarga disangkal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik generalis ditemukan dalam batas
normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik khusus Rhinoskopi Anterior :
Tampak massa di meatus medius, bentuk bulat lonjong, permukaan licin,
warna putih keabu-abuan, konsistensi lunak, tidak rapuh, tidak mudah
berdarah, mudah digoyang.
Orofaring dan Mulut :
Tonsil : T3-T2, warna merah muda, muara kripti melebar, detritus (+)
Gigi : karies pada M1 atas dextra
2.6 Diagnosis Banding
a. Polip Nasal Dextra Stadium 3
b. Konkha hipertrofi
2.7. Diagnosis Kerja
Polip nasal dextra stadium 3
Diagnosis Tambahan: Susp Tonsilitis Kronis et Karies gigi
2.8. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Nasoendoskopi, untuk memastikan adanya polip nasal maupun
sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut
- Rontgen foto polos sinus paranasal,
- Biopsi massa polip
2.9. Penatalaksanaan
9
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
10/32
a. Non Medikamentosa
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pada pasien dan anggota
keluarga serta menjelaskan juga komplikasi yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan tentang terapi yang dapat dilakukan terhadap penderita dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
- Berobat ke dokter gigi untuk pengananan gigi yang berlubang.
- Kontrol post operatif ke poliklinik THT.
b. Medikamentosa
- IVFD RL gtt XX/mnt
- Sefuroksim inj 2x375 mg
- paracetamol 3x500 mg
- Pro polipektomi dextra
2.10. Prognosis
a. Quo ad vitam : ad bonam
b. Quo ad fungsionam : ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.11. Follow Up Post Tonsilektomi
Pasien dilakukan tindakan operasi pada hari senin tanggal 03
Desember 2012 pukul 13.00 WIB.
a. selasa / 04 Desember 2012 / 08.00 WIB
Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
- Nyeri setelah
operasi- Darah yang
mengalir dari
dalam mulut
berkurang
- Demam
Vital Sign
N : 89 x/menitRR : 23 x/menit
Temp 37,3 0C
Pemeriksaan Khusus
hidung
- Terpasang tampon
di R nasalis Dx
- Perdarahan (+) aktif
- Nyeri (+)
Post
polipektomiec. Polip nasi
dextra hari
ke 1
- IVFD RL gtt
XX/mnt- Inj. Sharox 2x375
mg
- Inj. Asam
Tranexamat 2 x
375 mg
- Paracetamol
3x250 mg
- Cetirizin
1x5 mg tab
- Diet BB
10
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
11/32
b. Rabu / 05 Desember 2012 / 07.30 WIB
Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
- Demam
- Nyeri post op
berkurang
- Perdarahan (+)
tidak aktif
Vital Sign
N : 92 x/menit
RR : 21 x/menit
Temp 37,5 0C
Pemeriksaan Khusus
hidung
- Terpasang tampon
di R nasalis Dx
- Perdarahan (+) tidak
aktif
- Nyeri (-)
Post
polipektomi
ec. Polip nasi
dx hari ke 2
- IVFD RL gtt
XX/mnt
- Inj. Sharox 2x375
mg
- Inj. Asam
Tranexamat 2 x
375 mg
- Paracetamol
3x250 mg
- Cetirizin
1x5 mg tab
- Diet BB
c. Kamis / 06 Desember 2012/ 07.30
Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
- Demam (-)
- Nyeri post op
(-)
- Perdarahan (+)
tidak aktif
Vital Sign
N : 91 x/menit
RR : 22 x/menit
Temp 36,9 0C
Pemeriksaan Khusushidung
- Terpasang tampon
di R nasalis Dx
- Perdarahan (+) tidak
aktif
- Nyeri (-)
Post
polipektomi
ec. Polip nasi
dx hari ke 3
- IVFD RL gtt
XX/mnt
- Inj. Sharox 2x375
mg
- Inj. Asam
Tranexamat 2 x375 mg
- Paracetamol
3x250 mg
- Cetirizin
1x5 mg tab
- Diet BB
d. Jumat/ 07 Desember 2012 / 08.00
Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
- Demam (-)
- Nyeri post op
(-)
- Perdarahan (-)
tidak aktif
Vital Sign
N : 92 x/menit
RR : 21 x/menit
Temp 36,9 0
Pemeriksaan Khusus
hidung
- Terpasang tampon
di R nasalis Dx
- Perdarahan (+) tidak
aktif
Post
polipektomi
ec. Polip nasi
dx hari ke 4
- Rencana
pulang
- Aff ifus
Ganti oral
- Cefotaxim
2x250 mg tab
- Paracetamol
3x 250 mg tab
- Cetirizin
1x5 mg tab
11
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
12/32
- Nyeri (-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Hidung 3,4
Gambar 1. Anatomi Hidung
A. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke
bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
12
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
13/32
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M.
Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar
dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks
(akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang
terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris
mayorb dan kartilago alaris minor
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior
menjadi fleksibel.
Perdarahan :
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.
Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
B. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan
yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini
berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa
kranial media. Batas batas kavum nasi :
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
13
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
14/32
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale,
korpus sfenoidale dan sebagian os vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih
lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan
dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua
ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah
apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan
subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari
septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai
septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os
lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan
os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari
tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.
Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid
yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka nasalis suprema
dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale
anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus
yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri.
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus
yaitu N. Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian
menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
14
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
15/32
C. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat
pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang
kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal
mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir
(mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan
didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan
banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan
gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,
sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan
tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya
dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor
penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
D. Sinus Paranasal
Polip nasi sering dihubungkan dengan sinusitis. Sinus paranasal ada empat
buah yaitu sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal, dan sinus sphenoid.
1. Sinus maksila terdapat dilateral hidung, dasar sinus maksila adalah
processus alveolaris gigi, atap sinus maksila berhubungan dengan dasar
orbita. Pstium sinus maksila berhubungan dengan meatus media.
15
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
16/32
2. Sinus etmoid seperti sarang tawon (honeycomb). Dibagi menjadi dua
bagian anterior dan posterior. Terletak antara dinding lateral hidung dan
dinding medial orbita (lamina papirasea). Atap sinus etmoid berhubungan
dengan sinus frontal dan fossa kranii anterior. Di inferolateral sinus etmoid
berhubungan dengan sinus maksila. Sinus etmoid posterior berhubungan
dengan sinus sphenoid.
3. Sinus frontal terletak pada tulang frontal. Dinding posterior sinus frontal
membentuk dinding anrerir fosa kranii. Di inferior sinus ini berbatasan
dengan orbita dan sinus etmoid. Drainase sinus ini melalui duktus
nasofrontal langsung ke hidung atau melalui infundibulum etmoid.
4. Sinus sphenoid terletak di garis tengah. Dibagi dua oleh septum. Di
superior berbatasan dengan hipofisa, lobus frontal dan sinus kavernosus.
Di posterior terletak pons cerebri dan arteri basilaris, di inferior terletak
nasofaring. Arteri karotis terletak di lateral sinus ini.
Gambar 2 : Anatomi sinus
3.2 Definisi Polip Nasi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi
bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari
16
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
17/32
berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi,
fibrosis kistik dan asma. 5
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2 :
1. Polip eusinofilik. Polip jenis ini biasanya disebabkan proses hipersensitivitas
atau alergi.
2. Polip neutrofilik. Polip jenis ini biasanya disebabkan oleh proses inflamasi non-
alergi.
3.3 Epidemiologi
Polip nasi sudah di kenal sejak 4000 tahun yang lalu, melalui pengetahuan
dari prasasti yang ditemukan pada makam raja-raja Mesir. Polip nasi digambarkan
sebagai buah anggur yang turun melalui hidung ( grapes coming down from the
nose) .Istilah polip berasal dari kata Yunani poly-pous yang berarti berkaki
banyak. Pada awal perkernbangannya polip nasi sering dihubungkan dengan
neoplasma, baru pada tahun 1882 Zuckerkandl menyatakan bahwa polip nasi
merupakan suatu proses inflamasi. Polip nasi ditemukan 1-4 % dari populasi, 36
% penderita dengan intoleransi aspirin, 20% pada penderita fibrosis kistik, 7%
pada penderita asma. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma non
alergi (13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan
pada usia dewasa, hanya kurang lebih 0.1% ditemukan pada anak-anak, lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibanding dengan wanita dengan rasio 2:1 atau
3:1 dan dapat ditemukan pada seluruh kelompok ras dan kelas ekonomi. 2
Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi
dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Polip multipel yang jinak
biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun.
Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun. 2
3.4. Etiologi dan Faktor Resiko 3,5
17
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
18/32
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi,
terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan
neutrofilik yang berkisar dari predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis,
alergi inhalan, alergi makanan, sampai ketidakseimbangan vasomotor. Namun
saat ini yang banyak digunakan, yaitu : teori infeksi dan teori inflamasi.
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada
terjadinya polip, yaitu :
1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui
tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya.
Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga
mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini
menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di
kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga
dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali
bilaterak dan multipel.
Selain dari fenomena Bernouli terdapat beberapa hipotesa lainnya.
1. Perubahan Polisakarida
di postulatkan pada 1971 oleh Jackson dan Arihood.
2. Infeksi
3. Infeksi berulang pada sinus predisposisi pada mukosa menjadi
perubahan polipoid.
4. Alergi
alergi telah di implikasikan sebagai penyebab, sejak sekresi hidung
mengandung eosinofil dan pasien mempunyai gejala alergi, sering
dikaitkan dengan asma dan atopi.
18
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
19/32
5. Teori vasomotor
Gangguan keseimbangan otonomik di duga mungkin sebagai penyebab
pada individu non atopi.
Juga di kaitkan dengan mediator inflamasi, faktor anatomi lokal, dan tumor.
Predisposisi genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : .
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum
dan hipertrofi konka.
3.4. Patofisologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip
hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi
dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada
anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis. 5
Banyak faktor yang mempengaruhi pementukan polip nasi. Kerusakan epitel
merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan
dan agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam reson
inflamasi dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan
hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea. 5
19
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
20/32
Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga
timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus. 6
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama dan berulang.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu
yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan
edema mukosa. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.
Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Bila proses ini
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian tururn kedalam
rongga hidung sambil membentuk tangkai yang akan turun ke kavum nasi
kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi,
polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.7
3.5 Gejala Klinis 3,8
Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang
meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post
nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya
pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total
rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea
obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala
obstruktif hidung yang dapat berubah dengann perubahan posisi. Walaupun satu
atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut,
rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip
dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak
20
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
21/32
terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat
timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit
kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga
menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil
mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu
pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada
waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana
polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran
sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren.
3.6 Diagnosis
Anamnesa
Pada anamnesa kasus polip, keluahan utama biasanya ialah: 5
1. Hidung tersumbat dari yang ringan sampai berat. Sumbatan ini
menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat.
2. Rinore mulai dari yang jernih sampai purulen
3. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan
sukar membuang ingus.
4. Hiposmia atau anosmia
Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit
kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin di dapati post
nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafasmelalui mulut, halitosis, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh,
mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.9
Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi
terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan. 9
Pemeriksaan Fisik5,10
21
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
22/32
1. Inspeksi
Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar.
Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-
sel etmoid.
2. Rinoskopi Anterior
Memperlihatkan massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius yang mudah digerakkan. Deformitas septum membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel
atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior,
yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin
1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan
mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal
dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum
3. Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada
kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior,yang menandakan adanya rinosinusitis.1,6,9,10.
4. Nasoendoskopi
Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus
baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus
polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal dari
ostium assesorius sinus maksila.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal ( posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi
karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative palsu dan tidak
dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan
22
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
23/32
variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi
computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung
dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip
atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama pada kasus polip
yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari
sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan
polip yang rekuren juga dipeerlikan potongan aksial.
6. Tes alergi
Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat
alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.
7. Laboratorium
Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sunisitis alergi
ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi
ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis kronis.
Stadium Polip Nasal
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) :
Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius tapi belum memenuhi
rongga hidung
Stadium 3 : polip yang masif
3.7 Diagnosis Banding
Polip didiagnosisbandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya
sebagai berikut : 5
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
23
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
24/32
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil pada pemakaian
vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan
polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga
harus hati hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah
yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung
lainnya.
3.8 Penatalaksanaan 11,12
Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi,
maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk mpengobatan yang tidak spesifik.
Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat
diberikan secara sistemik ataupun intranasal.
Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam
waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan
kontraindikasi. Kortikosteroid oral adalah pengbatan paling efektif untuk
pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki
efektivitas paling baik dalam mengurangi inflamasi polip.
Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray
steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang
kecil, tetapi secara relatif tidak efektis untuk polip yang masif. Steroid intranasal
paling efektif pada periode post operatif untuk mencegah atau megurangi relaps.
Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip
yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan
antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah
terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat
diberikan antibiotik.
24
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
25/32
Pengobatan Medis polip nasal sebagai berikut : 3,5
Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal
polip. Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikansedikit keuntungan. Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk
pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di gunakan sendirian, ak dapat berguna
pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila terjadi superimposed
infeksi bakteri.
Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun
sistemik. Injeksi langsung pada polip menunjukkan berkurangnya
pertumbuhan polip dan berkurangnya gejala pada hidung dibandingkan
dengan pengobatan intranasal. Injeksi steroid intrapolip ini merupakan
pengobatan alternatif yang aman pada pasien tertentu tapi masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tapi tindakan ini kemudian tidak
dibenarkan olehFood and Drug Administration karena dilaporkan terdapat
3 pasien dengan kehilangan penglihatan unilateral setelah injeksi
intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin tergantung pada
ukuran spesifik partikel. Berat molekuler yang besar seperti Aristocort
lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area intrakranial.
Hindari injeksi langsung ke dalam pembuluh darah.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa.Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya
diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya
baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila
reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga
kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal
mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien,
sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral.
Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian
masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama
seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Menurut
van Camp dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip
dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam
25
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
26/32
beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan
tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio. pemberian kortikosteroid
tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan
kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat
bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-
tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada
kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.
Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya
eosinofilia, jadi pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma
seharusnya respon dengan pengobatam ini. Pasien dengan polip yang
sedikit eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids. Penggunaan
steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek
sampingnya yang merugikan (seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes
Melitus, hipertensi, gangguan psikis, gangguan pencernaan, katarak,
glukoma, osteoporosis)
Banyak penulis menganjurkan pemberian steroid topikal untuk polip nasal,
sebagai pengobatan primer atau pengobatan lanjutan mengikuti pemberian
per oral, atau bedah. Banyak steroid nasal (seperti ; flucitason,
beclomethasone, budesonide) efektik untuk menurunkan gejala subjektif,
dan meningkatkan aliran udara di hidung ketika dipastikan secara
objektif. Beberapa penelitian mengindikasikan mempunyai onset yang
lebih cepat dan mungkin sedikit lebih baik dari beclomethasone.
Pemberian topikal kortikosteroid di beriakan secara umum karena lebih
sedikit efek yang merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena
bioavaibilitasnya yang terbatas. Pemberian jangka panjang khususnyadosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko
penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentuakan katarak,
gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi
perforasi septum.
Inhibitor Leukotrien : Leukotrien dibentuk selama pemecahan asam
arachidonat oleh enzim 5-lipoxigenase. Mereka merupakan mediator
inflamasi yang berperan dalam patogenesis asma, rhinitis alergi, dan polip
26
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
27/32
nasal. Hasilnya mereka menjadi target modulasi terapi. Penelitian baru-
baru ini mengenai penghambatan sintesis leukotrien menunjukkan
peningkatkan aliran udara dalam hidung dan pengecilan polip nasal yang
dibuktikan dengan endoskopi dan studi imaging. Penggunaan inhibitor
leukotrien ini menunjukkan hasil maksimal pada penderita dengan rhinitis
alergi konkomitan dan polip nasal eosinofilik.
Obat-obatan lain : obat-obatan lain yang mungkin digunakan dalam
pengobatan polip nasal adalah antibiotic makrolid, terapi diuretic topical,
dan asam asetilsalisilat-lisin intranasal.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polipyang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Pembedahan dilakukan
jika Polip menghalangi saluran pernafasan, menghalangi drainase dari sinus
sehingga sering terjadi infeksi sinus, atau berhubungan dengan tumor.
Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip
dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan
kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi
intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan
cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan
analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip
etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk
polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai
pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap.
Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah
microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan
mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma
yang minimal.
Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan
menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi
belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk
memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi
27
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
28/32
atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery)
merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga
membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat asal polip yang
tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical
micro debridementmerupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan
jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih
baik.
28
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
29/32
29
Keluhan
Sumbatan hidung dengan 1/>
gejala
Curiga keganasan
Permukaan berbenjol,
mudah berdarah
Massa polip hidung
Tentukan stadium
Biopsy tatalaksana
sesuai
Stad 2&3
Terapi
bedah
Stad I & 2
Terapi
medik
Jika mungkin : biopsy
untuk tentukan tipe
polip dan lakukan
polipektomi reduksi
Semua
stadium
tipenetrofi
lik terapi
medik
Semua
stadium
tipenetrofi
lik terapi
bedah
Keterangan
menentukan stadium
Polip dalam MM (NE)Polip keluar dari MM
Polip memenuhirongga hidung
Persiapan
pra bedahTerapi medik :
steroid topical dan ataupolipektomi medikamentosa dengan cara :
deksametason 12 m (3 Hr) 8 mg (3 Hr)4 mgt (3 Hr)
Methylprednisolon 64 mg 10 mg (10 Hr)
Prednisone 1 mg/ kgbb (10 Hr)
Terapi bedahTidak ada
perbaikan
Perbaikan
mengecil
Perbaikan
hilang
Tindak lanjut dengan steroid topical
Pemeriksaan berkala sebaiknya dengan NE
sembuh
Polip rekuren :
Cari faktor alergiSteroid topicalSteroid oral tidak lebih 3-4x/ tahunKaustikOperasi ulang
Penatalaksanaan Polip Hidung dan sinus para
nasal
Bagan 1: Penatalaksanaan Polip Nasal
Sumber : Perhati-KL, Guideline Pen akit THT-KL di Indonesia
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
30/32
3.9 Prognosis
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap
berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel.
Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps. 7
30
-
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
31/32
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulfadli. 2007. Polip Nasi. Diakses dari www.solaraid.com.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2012
2. Punagi, Abdul Qadar. 2005. Peranan Sitokin Pada Polip Nasi
dalam Jurnal Media Nusantara Volume 26 No.4 Oktober- Desember 2005. Hal
263-267.
3. Nizar, Nuty W, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Hidung dan Telinga editor : Eliaty AS, Nurbaiti, edisi ke
6 tahun 2007. Hal 118-122.
4. Snell, Richard S, Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik alih
bahasa dr. Jan Tamboyang. EGC 1997
5. Nizar, Nuty W, Endang Mangunkusumo. Polip Hidung. Dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung dan Telinga editor : Eliaty AS, Nurbaiti,
edisi ke 6 tahun 2007. Hal 123-125
6. McClay, Jhon E MD. Nasal Polyps, di akses dari :
www.emedicine.com . Diakses tanggal 11 Desember 2012.
7. Polip hidung, 2004. Diakses dari www.medicastore.com Diakses
tanggal 11 Desember 2012
8. Blumenthal MN. Kelainan alergi pada pasien THT. Dalam: Adam,
Boies, Higler. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC, 1997. Hal
196-8.
9. Bechara, Y Ghorayeb. Nasal polyps. Diakses dari
www.otolaryngology Houston.htm . Diakses tanggal 13 Desember 2012
10. Polip Nasal. Diakses dari www.arquivosdeorl.org.br Diakses
tanggal 11Desember 2012.
11. Valerie J Lund. Diagnosis and Treatment of Nasal Polyps. Diakses
dari www.otolayngologyhouston Htm. Diakses tanggal 12 Desember 2012
12. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline
Penyakit THT-KL di Indonesia. 2007. Hal 58
31
http://www.solaraid.com/http://www.emedicine.com/http://www.otolaryngology/http://www.arquivosdeorl.org.br/http://www.otolayngology/http://www.solaraid.com/http://www.emedicine.com/http://www.otolaryngology/http://www.arquivosdeorl.org.br/http://www.otolayngology/ -
7/30/2019 Lapsus Tht Yoan Polip Nasi
32/32