lapsus tetanus

30

Click here to load reader

Upload: chaterine-grace

Post on 26-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Tetanus

BAB I

I. STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Ny. Sutin

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Koja, Jakarta Utara

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada hari Senin, tanggal 7 Oktober 2013, jam 07.00

Keluhan Utama

Tidak bisa membuka mulut 2 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan tidak bisa membuka mulut 2 hari SMRS. Pasien juga

merasa leher kaku dan sulit digerakan. Pusing (+), di rumah pasien mengatakan

sempat mengalami demam, namun sekarang sudah tidak demam lagi. Pasien juga

merasa gelisah bila ada cahaya masuk atau suara keras/ribut. Riwayat batuk atau

pilek disangkal. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien

mempunyai gigi yang berlubang dan beberapa gigi yang tanggal namun tidak

pernah pergi ke dokter gigi. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat DM,

penyakit jantung, ginjal dan alergi disangkal.

Riwayat Pengobatan

Pasien mengkonsumsi obat warung untuk mengobati keluhan tersebut, namun

tidak memberikan hasil.

Page 2: Lapsus Tetanus

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit stroke, asma, jantung, hipertensi, DM, ginjal dalam keluarga

disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36,5 C

Status Generalis

Kepala : Normocephali, tandra trauma (-), jejas(-)

Mata : CA-/-, SI-/-

THT : telinga tidak ada kelainan, nafas cuping hidung (-),

tenggorokan tidak ada kelainan

Mulut : bibir pasien dapat dibuka namun gigi/ rahang pasien tidak

dapat dibuka (trismus)

Leher ; Leher pasien kaku , KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak

teraba membesar

Paru :

- Simetris saat statis dan dinamis

- Vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru

- Sonor di kedua lapang paru

- Suara napas vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronkhi -/-

Jantung :

- Ictus cordis tidak terlihat

- BJ I & II reg, m(-), g(-)

Abdomen :

- Datar, dilatasi vena (-)

- Bising usus (+) normal

Page 3: Lapsus Tetanus

- Nyeri Tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

Oedema (-), akral hangat(+)

Status Lokalis

- Rahang

Inspeksi

Bibir pasien dapat membuka namun gigi/rahang tidak dapat dibuka

Pasien merasa nyeri di rahang bawah

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 15.3 13.7-17.5

Leukosit 9.200 4.200-9.100

Ht 44 40-51

Trombosit 277.000 163.000-337.000

GDS 228 60-120

Diagnosis Kerja

Tetanus score 15-16

Page 4: Lapsus Tetanus

Terapi

o Fotaram 3 x 1 gr

o Metronidazole 3 x 500 mg

o Ketopain 2 x1 ampul

o Pumpitor 2 x 1 ampul

o Diazepam

o ATS 1 X 20.000 IU/hari

o TT 1 x 1 cc

o Penisilin G 2 x 3.000.000 IU

o Pindah ICU dan konsul anastesi

Prognosis

Page 5: Lapsus Tetanus

Ad vitam: dubia

Ad Functionam: dubia ad bonam

Ad Sannnationam: dubia ad bonam

PATOFISIOLOGI

IV. Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf SimpatisGangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihanpada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi-Aritmia-Takikardi

Hipoksia berat

O2 di otak

Kesadaran

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan

-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan

Ortu-Dx,Prognosa, Perawatan

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang Otak Saraf Otonom

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem Sistem Pernafasan

Page 6: Lapsus Tetanus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot

dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan

basil Gram positif anaerob. Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas,

pengeringan dan desinfektan. Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus

hewan dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin

yang bernama tetanospasmin. 1

Karakteristik Clostridium tetani

Clostridium tetani

C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan

berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas

dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga

resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak

ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.

Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari

kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam

tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang

menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu

tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun

juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin merupakan toksin

Page 7: Lapsus Tetanus

yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton,

larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik2,3

Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh

subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula

media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.

Patogenesis dan Patofisiologi

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,

Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke

dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4

penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan

eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini

bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,

tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil

atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang

berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotonga tali pusat

yang tidak steril. 1,5,6

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam

lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin

akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem

limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem

saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion

spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar

ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke

dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya

menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf

tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga

terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini

menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma

aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif

terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik

terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot

Page 8: Lapsus Tetanus

masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang

berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana

toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang

spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot

agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi

terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan

punggung serta kekakuan dari otot leher.1,7,8

Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan

pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan

neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis

merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah

meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan

mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola

dengan teliti.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari

refleks synaptik di spinal cord.

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan

gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung,

peninggian cathecholamine dalam urine.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot

masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap

afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Page 9: Lapsus Tetanus

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:9

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa

kekornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri

kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada

voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena

biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan

oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan telah

menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi

terhadap tetanus (lihat grafik di bawah). Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih,

(Penurunan kasus tetanus di AS karena ada program imunisasi nasional)

Namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan

angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat

kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang

diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan

terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama

penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini

Page 10: Lapsus Tetanus

dengan adanaya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan

dan kematian menurun secara drastis. 1

Mortalitas dan morbiditas

Secara keseluruhan, tingkat kematian sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau

tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang

pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi

atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2

dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian

di Amerika Serikat adalah 18% 1998-2000 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91%

dilaporkan pada tahun 1947. Angka kematian yang tertinggi bagi orang-orang berusia 60 (40%)

dibandingkan dengan mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%). Dari tahun 1998 hingga 2000,

75% kematian di Amerika Serikat adalah di antara pasien yang lebih tua dari 60 tahun.

Manifestasi klinik

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu). Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubungan antara

jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka

dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin

panjang.

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )

2. Cephalic Tetanus

3. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Dan ada Neonatal tetanus.

Karakteristik dari tetanus

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

Page 11: Lapsus Tetanus

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian

timbul

kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )

• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut

tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

eksistensi,

lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan

dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus

lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa

progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang

ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai

prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai

sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

2. Chepalic Tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2

hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah

muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic

Page 12: Lapsus Tetanus

dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic

ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan

kelumpuhan dari safar kranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N.

IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari

bahkan berbulan-bulan.

Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya

prognosanya jelek.

3. Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak

dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus

merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-

otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku

kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni

spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.

Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,

sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan

didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40

C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai

takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala

klinis.

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:

1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun

dirangsang.

2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.

3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :

Grade I: ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

- Period of onset > 6 hari

Page 13: Lapsus Tetanus

- Ttrismus positif tapi tidak berat

- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum

terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang

- Masa inkubasi 10-14 hari

- Period of onset 3 hari atau kurang

- Trismus dan disfagi ada

- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III: berat

- Masa inkubasi < 10 hari

- Period of onset < 3 hari

- Trismus dan disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan

takikardia.

4. Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan

yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun

penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak

steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada

tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus biasanya ditolong melalui

tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ). 56 kasus ( 68,29 % ),

tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) , dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).

Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat.

Page 14: Lapsus Tetanus

Diagnosis

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1.Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Diagnosis banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali dijumpai dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan

darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase

sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau

tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

1. Meningitis bacterial

Pada penyakit ini trismus tidak ada da kesadaran penderita biasanya menurun.

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan

cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa

menurun.

2. Poliomyelitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.

Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari

tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.

3. Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,

kejang bersifat klonik.

4. Keracunan strychnine

Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.

5. Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat

dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan

biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

Page 15: Lapsus Tetanus

6. Retropharyngeal abses

Trismus selalu ada pada penyaikit ini, tetapi kejang umum tidak ada.

7. Tonsillitis berat

Pada penderita panas tinggi, kejang tidak ada tapi trismus ada.

8. Efek samping fenotiasin

Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom ektrapiramidal.

Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot.

9. Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher

dan spondilitis leher.

Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :

Penatalaksanaan

A. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan

tersebut dapat diperinci sbb : 1,10

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),

membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata

laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian

Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut

dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

Page 16: Lapsus Tetanus

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan

Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan

tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM

diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan

preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2

gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat

digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan

untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika

broad spektrum dapat dilakukan.

Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole

Diberikan terutama bila penderita alergi penisilin.

Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis

Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam

Anti tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:

- Toksin bebas dalam darah

- Toksin bergabung dengan jaringan saraf

Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah

bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum

pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit

Page 17: Lapsus Tetanus

dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal

dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.

Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman

(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan

setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS

diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan

dosis i.m, sekali pemberian.

Antitoksin lainnya

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis

3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara

intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",

yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Tetanus toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai.

Antikonvulsan

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

________________________________________________________

Obat yang lazim digunakan ialah :

- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5

mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap

Page 18: Lapsus Tetanus

kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung)

dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat

berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat

di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau

tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila

ada gangguan saraf otonom.

- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan

dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Komplikasi

- Pada saluran pernapasan

Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya

kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta

sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi

pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan

mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

- Pada kardiovaskular

Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,

hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

- Pada tulang dan otot

- Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.

Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus

menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan

juga dapat miositis ossifikans sirkumskripta.

- Komplikasi yang lain :

1. Laserasi lidah akibat kejang

2. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja

3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan

mengganggu pusat oengatur suhu.

Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,

cardiac arrest, septicemia dan pneumothoraks.

Page 19: Lapsus Tetanus

Prognosa

Dipengaruhi oleh beberapa factor :

1. Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin

pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari

tergolong berat.

2. Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin

jelek.

3. Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus

sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.

4. Panas

Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekusensi kejang

Semakin sering prognosanya makin jelek.

Pencegahan

Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya

cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian imunisasi telah dapat

dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT ).

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada

anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus)

Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar

dan anti tetanus serum untu profilaksis.

Page 20: Lapsus Tetanus

BAB III

KESIMPULAN

Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju, namun

berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka

kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan

masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan,

kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap

tetanus.

Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot

wajah dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium tetani yang

masuk melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil. Berat ringannya penyakit ini

tergantung dari masa inkubasi, period of onset, kejang local atau umum dan ada atau tidaknya

gangguan autonomic karena hal ini yang menyebabkan kematian pada tetanus.

Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab

kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya

penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian

menurun secara drastis.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Lapsus Tetanus

1. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.

2. Blackmore C, Janowski HT. 2000. Tetanus. (Online).

http://www.doh.state.fl.us/disease_ctrl/epi/htopics/reports/tetanus.pdf, diakses 10

Oktober 2013.

3. Ang J. 2003. Tetanus. (Online). www.chmkids.org/upload/docs/imed/TETANUS.pdf,

diakses 10 oktober 2013.

4. Dire DJ. Tetanus in Emergency Medicine. (Online).

http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview, diakses 10 Oktober 2013.

5. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S,

(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007.

6. Edlich RF, Hill LG, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Jed H. Horowitz M, et al.

Management and Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of Medical

Implants. 2003;13(3):139-54.

7. Hinfey PB. Tetanus. (Online). http://emedicine.medscape.com/article/229594-

overview, diakses 10 Oktober 2013.

8. Cottle LE, Beeching NJ, Carrol ED, Parry CM. 2011. Tetanus. (Onine)

https://online.epocrates.com/u/2944220/Tetanus+infection, diakses 10 Oktober 2013.

9. Cook T, Protheroe R, Handel J. Tetanus: a review of the literature. British Journal of

Anaesthesia. 2001;87(3):477-87.

10. Ritarwan K. 2004. Tetanus. (Online).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf,

diakses 10 Oktober 2013