lapsus tb maya

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkolosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3 - 7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberkolosis dari komples primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2– 6 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm. TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus, hampir 50% kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien TB,

Upload: mayadwintas

Post on 17-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus TB Maya

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkolosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan

merupakan 3 - 7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang

tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi

mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut,

yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa

terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan

tuberkel-tuberkel mirip benih padi.

TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat

penyebaran kuman M. tuberkolosis dari komples primer yang biasanya

terjadi dalam waktu 2– 6 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberkulosis

Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya

granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan

ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum),

berdiameter 1-2 mm.

TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus,

hampir 50% kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien

TB, 1,5% di perkirakan merupakan TB milier. Laporan dari Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dari tahun 1996

menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337 pasien TB adalah TB

milier. Insiden TB miliejr lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di

Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih

tinggi insidennya dari wanita.

Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan

virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien

(non spesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun

juga dapat memudahkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV,

malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,

Page 2: Lapsus TB Maya

2

keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain

yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan,

yaitu kurangnya sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap

rokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi.7

Page 3: Lapsus TB Maya

3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Nn. E

Umur : 21 tahun

Alamat : Jl. Porka Ujung no. 121, rt 03/01, Ogan Baru

Pekerjaan : Mahasiswi

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : -

No.Rekam Medis : 12-21-00

Ruang Rawat : Bangsal PDL Perempuan

Tanggal Masuk RS : 06/02/2015

2.2. ANAMNESA

Keluhan Utama : tubuh lemas sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk

rumah sakit

Keluhan Tambahan : berat badan turun,nafsu makan turun, sesak nafas,

demam, batuk sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Palembang Bari dengan keluhan tubuh

lemas sejak kurang lebih 3 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien

mengaku sudah 3 hari terakhir tidak nafsu makan. Sejak kurang lebih 1

minggu yang lalu pasien mengeluh demam, sakit kepala, sesak nafas.

Pasien sempat berobat kedokter dan diduga menderita malaria. Setelah 2

hari berobat dari dokter pasien masih merasa sesak dan demam, pasien

memutuskan kembali mengunjungi dokter yang berbeda dan dinyatakan

adanya gangguan pada paru.

Page 4: Lapsus TB Maya

4

Sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu pasien mengaku sering mengeluh

batuk kering. Karena merasa tidak begitu mengganggu pasien hanya

mengkonsumsi obat-obatan warung. Pasien juga merasa 1 bulan terakhir

berat badan berkurang dan sering berkeringat malam hari.

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien,

riwayat penggunaan obat-obatan paru dalam waktu yang lama juga

disangkal oleh pasien. Menurut pasien di lingkungan dan keluarga pasien

tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien serta yang

sedang menjalani pengobatan paru.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat penyakit hipertensi disangkal.

Riwayat diabetes melitus disangkal.

Riwayat penyakit ginjal disangkal.

Riwayat penyakit asma disangkal.

Riwayat penyakit maag disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

Riwayat penyakit paru disangkal.

Riwayat alergi obat disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan

pasien

Tidak ada anggota keluarga yang menjalani pengobatan paru

Riwayat keluarga penyakit hipertensi disangkal.

Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal.

Riwayat keluarga penyakit asma disangkal.

Riwayat keluarga penyakit jantung disangkal.

Riwayat keluarga penyakit paru sebelumnya disangkal.

Riwayat keluarga penyakit ginjal disangkal.

Page 5: Lapsus TB Maya

5

Riwayat keluarga alergi obat disangkal

2.3. Status Generalis (pemeriksaan dilakukan pada tanggal 09/02/2015)

Kesadaran : Composmentis

Keadaan Umum : Baik

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Suhu : 37,1°C

Pernapasan : 24 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK

KEPALA

1. Bentuk : Normocephali

2. Posisi : Simetris

3. Penonjolan : Tidak ada

MATA

1. Exophthalmus : Tidak ada

2. Enoptashalmus : Tidak ada

3. Edema kelopak : Tidak ada

4. Konjungtiva anemis : Tidak ada

5. Skelera ikterik : Tidak ada

TELINGA

1. Pendengaran : Baik

2. Membran timpani : Tidak dilakukan

3. Darah : Tidak ada

4. Cairan : Tidak ada

LEHER

1. Trakea : Tidak deviasi

Page 6: Lapsus TB Maya

6

2. Kelenjer tiroid : Tidak membesar

3. Kelenjar Limfe : Tidak membesar

PARU-PARU

1. Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan nafas dalam

keadaan statis & dinamis simetris kanan dan kiri

2. Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri, fremitus vokal,

simetris kanan dan kiri

3. Perkusi : Sonor (+) di seluruh lapang paru

4. Auskultasi : Vesikuler (+/+); Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

JANTUNG

1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

2. Palpasi : Iktus cordis teraba

3. Perkusi : Jantung dalam batas normal

4. Auskultasi : Bunyi Jantung I & II Normal, Reguler.

Gallop (-)Murmur (-)

ABDOMEN

1. Inspeksi : Datar, gerak peristaltik usus tidak terlihat tidak tampak

sikatrik.

2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal

3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen

4. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

EKSTREMITAS

Lengan Kanan Kiri

Tonus otot Normal Normal

Massa otot Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Normal Normal

Page 7: Lapsus TB Maya

7

Kekuatan 5 5

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Tonus otot Normal Normal

Massa otot Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Normal Normal

Kekuatan Normal Normal

Edema + +

Luka - -

Varises - -

2.4. Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Pemeriksaan laboratorium (07/02/2015)

Jenis pemeriksaan Hasil Normal

Hematologi

Hemogolobin

Leukosit

Trombosit

Hematokrit

8,9 g/dl

5.000

272.000

28 %

P : 12-14 g/dl

5.000-10.000 /ul

150.000-400.000 /ul

P : 37-43 %

Hitung Jenis

Basofil

Eosinofil

Batang

Segmen

Limfosit

Monosit

0

0

1

81

10

8

0-1%

1-3%

2-6%

50-70%

25-40%

2-8%

Glukosa darah

sewaktu 82 mg/dl <180 mg/dl

Fungsi ginjal

Ureum

Kreatinin

28 mg/dl

0,6 mg/dl

20-40 mg/dl

P : 0,6 – 1,1 mg/dl

Page 8: Lapsus TB Maya

8

2.4.2 Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1 : Foto Rontgent Thorak

2.5. Diagnosis Kerja

TB Paru Millier

2.6. Penatalaksanaan di IGD

IVFD RL gtt XX/menit (makro)

Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp

Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr

Page 9: Lapsus TB Maya

9

Epexol Syr 3x1 C

Neurodex 1 x 1 tab

Rontgen thoraks

Cek Labor: darah rutin dan kimia darah

2.7. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

2.8. Follow Up

Sabtu, 07 Februari 2015S : Pasien mengaku tidak ada keluhanO : KU

TD NRRTemperatur

KepalaLeher

Thorax- Paru

IPalPerA

- CorIPalPerA

Abdomen- I

:

::::

::

::::

::::

:

Baik

110/70 mmHg90 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt36,20C

conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)

datar

Page 10: Lapsus TB Maya

10

- A- Pal- Per

Ekstremitas- Superior- Inferior

:

:

::

BU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)

Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

A : TB Milier

P :

- IVFD RL gtt XX/menit - Inj. Ranitidin 2 x 1amp- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr- Neurodex 1 x 1 tab- Epexol syr 3x1 C

Page 11: Lapsus TB Maya

Senin, 09 Februari 2015S : Pasien mengeluh demam dan batuk kering

O :

KU

TD NRRTemperatur

KepalaLeher

Thorax- Paru

IPalPerA

- CorIPalPerA

Abdomen- I- A- Pal- Per

Ekstremitas- Superior- Inferior

:

::::

::

::::

::::

::

:

::

Tampak sakit ringan

100/60 mmHg84 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt37,10C

conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)

datarBU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)

Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

A : TB Milier

P :- IVFD RL gtt XX/menit - Inj. Ranitidin 2 x 1amp- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

- Neurodex 1 x 1 tab- Epexol syr 3x1 C- RHZE

Page 12: Lapsus TB Maya

Selasa, 10 Februari 2015S : Pasien mengaku tidak ada keluhan

O :

KU

TD NRRTemperatur

KepalaLeher

Thorax- Paru

IPalPerA

- CorIPalPerA

Abdomen- I- A- Pal- Per

Ekstremitas- Superior- Inferior

:

::::

::

::::

::::

::

:

::

Tampak sakit ringan

110/60 mmHg84 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt36,80C

conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)

datarBU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)

Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

A : TB Milier

P :

- Ranitidin 2 x 1 tab- Neurodex 1 x 1 tab

- Epexol syr 3x1 C- RHZERencana Pulang

Page 13: Lapsus TB Maya

13

BAB III

Tinjauan Pustaka

3.1 Tuberkulosis Milier

3.1.1 Definisi1,2

Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit

limfohematogen sistemik akibat penyebaran kuman Mycobacterium

tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi dalam waktu

2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat mengenai 1

organ (sangat jarang, <5%), namun yang lazim terjadi pada beberapa

organ (seluruh tubuh, >90%), termasuk otak. TB milier klasik

diartikan sebagai kuman basil TB berbentuk millet (padi) ukuran rata-

rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada Rontgen. Pola ini

terlihat pada 1-3 % kasus TB.6,9

3.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian TB di Asia Tenggara selama 10 tahun, di

perkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta.

Penanggulangan TB Global yang di keluarkan WHO pada tahun 2004,

angka kejadian TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256

kasus/100.000 penduduk). Hasil survey prevalensi TB di Indonesia

tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif

secara nasional 110 per 100.000 penduduk.7,8

TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus,

hampir 50% kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua

pasien TB, 1,5% di perkirakan merupakan TB milier. Laporan dari

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat,

dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337

pasien TB adalah TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang

Page 14: Lapsus TB Maya

14

Afrika Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial

ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita. Pada beberapa

kasus di temukan bahwa kulit hitam lebih tinggi insidennya di

bandingkan kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.6

Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak

kecil, terutama usia < 2 tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi

makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum

berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah berkembangbiak

dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat terjadi pada

anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer

sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat

reaktivasi kuman yang dorman.6

Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah

dan virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status

imunologis pasien (non spesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang

menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan timbulnya TB

milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis,

diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan

kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya

sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok,

penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi.7

3.1.3 Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit

tuberkulosis pada manusia, berupa basil tidak membentuk spora, tidak

bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat aerob yang tumbuh dalam media

kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-410C, dinding

sel yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal

Page 15: Lapsus TB Maya

15

antibodi dan komplemen, tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-

24 jam.

3.1.4 Patogenesis

Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.

Ukuran kuman TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang

terhirup dalam percik renik (droplet nuclei) dapat mencapai alveolus.

Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh

mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons

imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak

seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak dapat

menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit

kuman TB yang sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam

makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya

kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang di namakan fokus

primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman TB dari fokus primer

Ghon menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,

yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus

primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.

Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis di

namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang di

perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks

primer secara lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi

TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-

8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas

Page 16: Lapsus TB Maya

16

selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.

Penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional

membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara

limfohematogen. Penyebaran hematogen secara langsung bisa juga

terjadi, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke

seluruh tubuh (gambar 2).6,9

Pada TB milier penyebaran hematogennya adalah penyebaran

hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic

spread) dengan kuman yang besar. Kuman ini akan menyebar ke

seluruh tubuh, dalam perjalanannya di dalam pembuluh darah akan

tersangkut di ujung kapiler, dan membentuk tuberkel di tempat

tersebut. Semua tuberkel yang di hasilkan melalui cara ini akan

mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari

gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet

seed).

Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning

berukuran 1-3 mm , sedangkan secara histologik merupakan

granuloma. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan

setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah

dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya

penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya

sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya

pada anak dibawah 5 tahun (balita) , terutama dibawah 2 tahun.10,11,12

Page 17: Lapsus TB Maya

17

Gambar 2. Bagan Patogenesis Tuberkulosis8

3.1.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung

pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang

sering di jumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB

pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh

(dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan

penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas. TB milier juga

dapat di awali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering

hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa

hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Lebih kurang 50%

pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali, dan hepatomegali

akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah

tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa disertai gejala

respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya

Page 18: Lapsus TB Maya

18

masih normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada

paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas di sertai

ronki atau mengi.6,9 Anemia bisa terjadi baik akibat penyakit kronik

ataupun defisiensi besi. Anemia penyakit kronis sering bersamaan

dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran

penurunan besi serum, namun TIBC (Total Iron Binding Capacity)

pada anemia defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi pada anemia

penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem

retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi

transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh degradasi

transferin yang meningkat.16 Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi

menurut WHO adalah : (1) kadar hemoglobin kurang dari normal

sesuai usia, (2) Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata <31% (nilai

normal:32%-35%), (3) Kadar fe serum <50µg/dL (nilai normal:80-

180µg/dL), dan (4) Saturasi transferin <15% (nilai normal:20%-25%).

Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga

dilakukan uji percobaan pemberian preparat besi dosis 3-6

mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 3-4 minggu terjadi peningkatan

kadar hemoglobin 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa

penyebabnya adalah anemia defisiensi besi.17

Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa

tuberkuloid, papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di

temukan pada 13-87% pasien, dan jika di temukan dini dapat menjadi

tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB milier,

sehingga pada TB milier perlu di lakukan funduskopi untuk

menemukan tuberkel koroid.13

Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3

minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya

Page 19: Lapsus TB Maya

19

sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata

diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang

hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk

lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas.

Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto thorak dapat

di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.9,15

3.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah

Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC

Milier. Laju endap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan,

namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat.

Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan

monositosis.

Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-

tuberkel dan gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia

berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia

leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas.

Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik anemia

aplastik berupa pansitopenia.

2. Tes Tuberkulin (Mantoux)

Hasil tes tuberkulin biasanya positif kuat. Pada sebagian

penderita mungkin positif lemah bahkan negatif. Tetapi bila

diulang satu bulan kemudian setelah mendapatkan pengobatan,

praktis semua berubah menjadi positif.

3. Pemeriksaan Radiologi

Page 20: Lapsus TB Maya

20

Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu

dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran

radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier.

Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :

- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan

tidak terjadinya infiltrat di paru.

- ukuran infiltrat yang sangat kecil.

- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.

Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah

1-4 minggu.

Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah

gambaran badai salju (snow storm appearance). Infiltrat-infiltrat

yang halus berukuran beberapa milimeter, tersebar di kedua

lapangan pandang paru. Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru

dalam waktu 2 - 3 minggu setelah penyebaran kuman secara

hematogen. Gambarannya sangat khas, berupa tuberkel halus

(millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan

bentuk yang khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-3 mm ).

Lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar,

kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu

setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti kepingan

salju dapat dilihat pada rontgen paru.

Namun perlu diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa

ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis paru, sarkoidosis,

hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa

berupa lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau

linfadenopati hilus.

Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan

pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat gambaran

campuran.

Page 21: Lapsus TB Maya

21

4. Pemeriksaan Diagnostik Spesifik

Dari uraian di atas terlukis sulitnya menegakkan diagnosa

TBC Milier, dan lebih sulit lagi bila anak sudah mendapatkan

vaksinasi BCG, karena:

Vaksinasi BCG merubah reaksi imunologi penderita.

Vaksinasi BCG mengurangi nilai diagnosa tes tuberkulin.

Pemeriksaan diagnostik spesifik berupa :

Pemeriksaan BTA sputum

Hanya 75 % kasus TBC Milier positif dalam pemeriksaan BTA

sputum.

Pemeriksaan bilasan lambung

Karena sulitnya mendapatkan sputum pada bayi dan anak, maka

bisa dilakukan pemeriksaan bilasan lambung. Dalam hal ini

ternyata hanya ditemukan 34,8 – 56 % yang positif.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal

TBC Milier sering disertai Meningitis yang kadang-kadang

asimtomatik, oleh karenanya perlu dipertimbangkan punksi

lumbal untuk memeriksa cairan cerebrospinal.

Gambaran yang didapat adalah : pleiositosis, kadar glukosa

rendah dan atau kadar protein yang tinggi. Hasil biakan positif

hanya didapat pada 18,2 % kasus.

Pemeriksaan biopsi

Angka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya 60

% kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan

granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju.

3.1.7 Penatalaksanaan

Page 22: Lapsus TB Maya

22

Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TB Milier pada

prinsipnya sama dengan pengobatan TB pada umumnya, yaitu

perpaduan dari beberapa jenis anti tuberkulosa baik yang

bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :

1. Isoniasid (H)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman

dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis

intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa

dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama,

yaitu : 10 mg/kg BB.

3. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam

sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis

intermiten 35 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu :

15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E)

Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis

intermiten : 30 mg/kg BB.

Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu :

1. Tahap Intensif :

Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama

60-90 hari minum obat.

2. Tahap Lanjutan:

Page 23: Lapsus TB Maya

23

Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi

dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan

dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu)

Paduan Obat yang ada di Indonesia adalah :

1. Kategori I

Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan

perpaduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)

dan Etambutol (E).

Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan

(3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita baru TBC Paru BTA positif

b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat.

c. Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Katagori II

Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari :

- 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan

Streptomisin (S)

- 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan

Streptomisin (S).

Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan

(3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan

Etambutol (E).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita kambuh (relaps).

b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure).

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

Page 24: Lapsus TB Maya

24

3. Katagori III

Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan

perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan

Pirasinamid (Z)

Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu)

dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit

ringan.

b. Penderita TBC ekstra paru ringan.

4. Obat Sisipan

Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat

pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir

pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif.

Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan

perpaduan obat : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)

dan Etambutol (E).

Penatalaksanaan TB Milier

Rawat inap

Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis,

radiologi dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat

diperpanjang

Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan

Tanda / gejala meningitis

Sesak napas

Tanda / gejala toksik

Page 25: Lapsus TB Maya

25

Demam tinggi

TB Milier bersama dengan :

- TB dengan Meningitis,

- TB Pleuritis Eksudatif,

- TB Parikarditis Konstriktif,

direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan :

1. Katagori I dan

2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian

diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama

pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan

pengobatan.

3.1.8 Prognosis

Prognosa kesembuhan TB Milier, setelah ditemukannya obat

anti TB mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada

komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan tidak teratur dalam

berobat.

Dengan pengobatan yang tepat , perbaikan TB milier bisanya

berjalan lambat. Respons keberhasilan terai antara lain adalah

hilangnya demam setelah 2 - 3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu

makan, perbaikan kwalitas hidup sehari-hari dan peningkatan berat

badan. Gambaran milier pada rongen dada berangsur-angsur

menghilang dalam 5 - 10 minggu, tetapi mungkun juga belum ada

perbaikan sampai beberapa bulan.

Page 26: Lapsus TB Maya

26

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke RSUD Palembang Bari dengan keluhan tubuh lemas

sejak kurang lebih 3 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengaku

sudah 3 hari terakhir tidak nafsu makan. Sejak kurang lebih 1 minggu yang

lalu pasien mengeluh demam, sakit kepala, sesak nafas. Pasien sempat

berobat kedokter dan diduga menderita malaria. Setelah 2 hari berobat dari

dokter pasien masih merasa sesak dan demam, pasien memutuskan kembali

mengunjungi dokter yang berbeda dan dinyatakan adanya gangguan pada

paru.

Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa pasien sejak kurang lebih

2 bulan yang lalu mengaku sering mengeluh batuk kering. Karena merasa

tidak begitu mengganggu pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan warung.

Pasien juga merasa 1 bulan terakhir berat badan berkurang dan sering

berkeringat malam hari. Dengan demikian dari anamnesis dapat ditegakkan

diagnosis yaitu adanya riwayat batuk lama pada pasien, demam, penurunan

berat badan, sesak nafas, nafsu makan turun dan keringat pada malam hari.

Selain itu, pada pemeriksaan fisik dan foto thoraks belum

menunjukkan gambaran khas yang menggambarkan adanya gangguan pada

paru. Menurut literatur pada awalnya pola tidak nampak pada foto

thorak, pola miliary akan semakin nyata pada beberapa hari hingga

beberapa minggu selanjutnya. Pada sebuah penelitian klasik, Felson

mengatakan bahwa miliary tubercles tidak nampak secara radiografi

minimal hingga menunggu 2 atau 3 minggu setelah penyebaran

hematogen.

Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan dahak/bilasan

lambung dan rontgen dada. Pemeriksaan kultur kuman dapat diambil

Page 27: Lapsus TB Maya

27

dari spesimen sputum, darah, urine, atau cairan serebrospinal untuk

menunjang ditegakkannya diagnosis.

Dari beberapa gejala dan temuan hasil pemeriksaan fisik maupun

penunjang diatas, diagnosis kerja mengarah kepada kelainan paru akibat dari

penyakit paru yaitu tb milier.

Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk

menstabilkan keadaan umum dengan menggunakan O2 karena Pemakaian

oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA);

15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)

meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa

terapi oksigen. Obat-obatan IVFD RL gtt XX/menit (makro). Pemberian

antibiotik diawal sebaiknya tidak lakukan karena pemberian antibiotik dapat

false negatif pada pemeriksaan BTA, selain itu pemberian antibiotik

merupakanlini terakhir pada pasien tb yang resisten terhadap OAT.

Pemberian OAT pada pasien sebaiknya menunggu hasil pemeriksaan

penunjang yaitu hasil pemeriksaan BTA.

Page 28: Lapsus TB Maya

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, T.Y. dkk. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI

2. Isbaniyah, F. dkk. 2011. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI

3. Brooks, dkk. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 410-415

5. W, M.Jusuf, dkk. 2012. Buku ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD dr.Soetomo.

6. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI. 2002.

7. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 988-1000.