lapsus struma non toxic

51
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Mahdiati Umur : 40 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Status Perkawinan : Sudah Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Sumber Makmur no.45 Rt 002/003 Sungai Danau No. Rekam Medik : 106. 16.63 Tanggal masuk RSAL : 29 Januari 2013 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Benjolan pada leher kanan Riwayat penyakit sekarang : Benjolan pada leher kanan sejak 20 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengaku benjolan tersebut berukuran kecil, 1

Upload: dauz3017

Post on 13-Aug-2015

81 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

SNTC

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS Struma Non Toxic

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Mahdiati

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Sumber Makmur no.45 Rt 002/003

Sungai Danau

No. Rekam Medik : 106. 16.63

Tanggal masuk RSAL : 29 Januari 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan pada leher kanan

Riwayat penyakit sekarang :

Benjolan pada leher kanan sejak 20 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengaku

benjolan tersebut berukuran kecil, tetapi semakin lama dirasakan semakin membesar, dan

ikut bergerak saat menelan. Pasien sebelum nya tidak merasakan nyeri maupun kemerahan

pada benjolan. Gangguan menelan, sesak napas, suara serak, demam, mual, muntah, sering

berkeringat, rasa berdebar-debar, gemetaran maupun gangguan tidur disangkal pasien. Pasien

juga tidak mengeluh adanya benjolan di tempat lain. Penurunan berat badan dan peningkatan

1

Page 2: LAPSUS Struma Non Toxic

nafsu makan juga disangkal pasien. Kurang lebih 30 hari yang lalu benjolan terasa nyeri dan

panas. Kurang lebih 15 hari yang lalu benjolan pecah dan mengeluarkan nanah, terasa panas,

nyeri dan gatal. BAK lancar tidak ada keluhan, BAB normal, tidak ada diare. Di daerah

sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat Sakit Gula (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat terpapar radiasi (-)

Riwayat kesehatan keluarga :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat Sakit Gula (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

2

Page 3: LAPSUS Struma Non Toxic

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum :

Kesadaraan : Compos mentis

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Status gizi : Kesan gizi baik

Tanda-tanda Vital :

Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 84x/mnt

Suhu : 36,8 °C RR : 20x/mnt

Status emosi : tenang

Umur menurut tafsiran : sesuai

Bentuk badan : habitus atletikus

Cara berbaring dan mobilitas : aktif

Kulit

Warna : sawo matang Efloresensi : ( - )

Jaringan Parut : ( - ) Pigmentasi : merata

Pertumbuhan rambut: merata Lembab/Kering: lembab

Suhu Raba : hangat Turgor : normal

Ikterus : ( - ) Lapisan Lemak : merata

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak membesar Leher : tidak membesar

Supraklavikula : tidak membesar Ketiak : tidak membesar

Lipat paha : tidak membesar

3

Page 4: LAPSUS Struma Non Toxic

Kepala

Ekspresi wajah : normal, biasa Simetri muka : simetris

Rambut : hitam, lebat,distribusi merata

Mata

Exophthalmus : tidak ada Enopthalmus : tidak ada

Kelopak : tidak ptosis,tidak edema Lensa : jernih

Konjungtiva : tidak anemis Visus : tidak dinilai

Sklera : tidak ikterik Gerakan Mata :normal ke segala arah

Tekanan bola mata: normal per palpasi Nistagmus : tidak ada

Telinga

Tuli : - /- Selaput pendengaran : utuh

Lubang : +/+ (lapang) Penyumbatan : - /-

Serumen : - /- Pendarahan : - /-

Cairan : - /-

Mulut

Bibir : tidak sianosis Tonsil : T1-T1 tenang

Bau pernapasan : tidak khas Gigi geligi : tidak caries, utuh

Trismus : tidak ada Faring : normal, tidak hiperemis

Selaput lendir : normal, tidak kering Lidah : tidak kotor

Leher

Lihat status lokalis

4

Page 5: LAPSUS Struma Non Toxic

Thorax :

Paru – Paru Depan Belakang

Inspeksi : simetris

Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama, benjolan (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis.

Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V di linea midklavikula kiri

Perkusi :

Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan.

Batas kiri : sela iga V, 1cm medial linea midklavikularis kiri.

Batas atas : sela iga II linea parasternalis kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular murni, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen

Inspeksi : simetris, datar, tidak membesar, benjolan (-),

Palpasi Dinding perut : supel, nyeri teka (-), nyeri lepas(-)

Hati : tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)

Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal, 3x per menit

5

Page 6: LAPSUS Struma Non Toxic

Extremitas

Lengan Kanan Kiri

Otot

Tonus : normotonus normotonus

Massa : normal normal

Sendi : nyeri (-) nyeri (-)

Gerakan : aktif aktif

Kekuatan : +5 +5

Oedem : (-) (-)

Lain-lain : (-) (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka : tidak ada tidak ada

Varises : tidak ada tidak ada

Tonus otot : normotonus normotonus

Massa otot : normal normal

Sendi : nyeri (-) nyeri (-)

Gerakan : aktif aktif

Kekuatan : +5 +5

Edema : (-) (-)

Lain-lain : (-) (-)

6

Page 7: LAPSUS Struma Non Toxic

B. Status Lokalis

REGIO COLLI

(I) Terlihat benjolan pada leher kanan, berbentuk bulat, benjolan ikut bergerak

keatas saat pasien menelan ludah, Benjolam tampak sedikit kemerahan.

(Pa) Teraba benjolan, tunggal, konsistensi kenyal, padat, ikut bergerak saat

menelan, batas tegas, nyeri tekan (+), pembesaran KGB regional (-), suhu raba

sedikit hangat, tidak teraba adanya bruit.

(Pe) Tidak dilakukan

(A) Bruit (-)

TANDA-TANDA HIPERTIROIDISME :

Oedem kelopak mata : (-/-)

Eksoftalmus : (-/-)

Tanda stellwag : (-/-)

Tanda von graefe : (-/-)

Tanda Morbius : (-/-)

Tanda joffroy : (-/-)

Tanda Roseenbach : (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (29 Januari 2013)

Pemeriksaan Darah Rutin

Leukosit : 10.500 /µ

Eritrosit : 3.98 juta/mm3

Hemoglobin : 12.7 g/dl

Hematokrit : 34.9 %

7

Page 8: LAPSUS Struma Non Toxic

Trombosit : 415.000 ribu/mm3

GDS : 120

SGOT/SGPT: 21/25

Natrium : 138

Kalium : 4.4

Klorida : 100.4

T3 : 3,7

T4 : 9,7

TSH : 1,320

USG tiroid (31 januari 2013)

Struma nodusa dengan abses thyroid kanan

FNAB

Koloid nodul dangan hyperplasia folikel

VI. DIAGNOSIS KERJA

Struma Nodular Non Toksik Lobus Dextra

Abses tiroid kanan

VII. DIAGNOSIS BANDING

Tiroiditis Khasimoto

Grave disease

Adenoma tiroid

Karsinoma tiroid

IX. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 tpm

Inj Ceftriaxone 2x 1 gr

8

Page 9: LAPSUS Struma Non Toxic

Inf Metronidazole 3x 500 mg

Ketrolaca 2x1 amp

Ranitidin 2x1 amp

Rawat abses/hari

Konsul bedah onkologi

TINJAUAN PUSTAKA

9

Page 10: LAPSUS Struma Non Toxic

STRUMA

Definisi

Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan

patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. 1

Embriologi

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. 1 kelenjar

tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama

kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan

kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh kearah

bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,

berbentuk sebagai duktus tiroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih

menetap. Dan akan ada kemunginan terbentuk kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti

persisten duktus tiroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu

jauh akan membentuk tiroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar

tiroid, merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.

Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan

intrauterin.1

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia

prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esophagus, pembuluh darah besar,

10

Page 11: LAPSUS Struma Non Toxic

dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga

perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan

belakang kelenjar tiroid. 1

Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh isthmus dan menutup cincin

trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fascia pretrakea sehingga

pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat

ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan

dengan kelenjar tiroid atau tidak.2

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari A. Tiroidea superior (cabang dari A. Carotis

eksterna) dan A. Tiroidea inferior (cabang A. Subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi

oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

perifolikular.2

Nodus limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis yang

kemudian kearah nodus prelaring yang tepat di atas isthmus, dan ke NL. Pretrakealis dan NL.

Paratrakealis, sebagian lagi bermuara ke NL. Brakiosefalika dan ada yang langsung ke duktus

torasikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan. 2

Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis, terdiri atas

banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 um. Dinding folikel

terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan

basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40

buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end artery. Setiap folikel

11

Page 12: LAPSUS Struma Non Toxic

berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tiroglobulin

(BM 650.000).2

Fisiologi Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif

hormon ini adalah triiodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4

di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang

diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami

oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat

dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT). Senyawa DIT

yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar

tiroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar

yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam

sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin, globulin pengikat tiroid (thyroid-binding

globulin/TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding prealbumine/TPBA).1

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di dalam plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4

endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan

yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan

hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’, 5’ triiodotironin)

yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.2

Pengaturan Faal Tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :2

12

Page 13: LAPSUS Struma Non Toxic

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

Tripeptida yang di sintesis oleh hipotalamus merangsang hipofisis mensekresi

TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid

terangsang menjadi hiperplasia dan hiperfungsi.

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi

akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R)

dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon (negative feedback)

Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis.

Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada

tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis

terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intratiroid.

Efek Metabolisme Hormon Tiroid : 2

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein.

Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar

bersifat katabolik.

4. Metabolisme karbohidrat.

Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen

hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis

tinggi dan degenerasi insulin meningkat.

13

Page 14: LAPSUS Struma Non Toxic

5. Metabolisme lipid.

T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan

ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi

tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipertiroidisme, kolesterol

total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A.

Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid,

sehingga pada hipertiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain.

Gangguan metabolism keratin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperplastik sehingga terjadi diare, gangguan faal

hati, anemia defisiensi besi dan hipotiroidisme.

Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)

Menurut American Society for Study of Goiter, membagi :

1. Struma Non Toksik Difusa

2. Struma Non Toksik Nodusa

3. Struma Toksik Difusa

4. Struma Toksik Nodusa

Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi

fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan

difusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma Non Toksik Nodusa

14

Page 15: LAPSUS Struma Non Toxic

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala

hipertiroid.

Etiologi : penyebab paling banyak dari struma non toksik adalah kekurangan

iodium. Akan tetapi, pasien dengan pembentukan struma yang sporadik

penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa

hal, yaitu :

Kekurangan Iodium

Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang

kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah

kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hipotiroidism dan kreatinis.

Kelebihan Iodium

Jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid

autoimun.

Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium,

phenylbutazone, aminoglutethimide, ekspektoran yang

mengandung iodium.

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalane ester derivate

dan resorcinol berasal dari tambang batu bara.

Makanan, sayur-mayur jenis brassica (misalnya : kubis, lobak

cina, kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin

dalam rumput liar.

Dishormogenesis.

Kerusakan dalam jalur biosintesis hormon kelenjar tiroid.

Riwayat radiasi kepala dan leher.

15

Page 16: LAPSUS Struma Non Toxic

Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul

benigna dan maligna (Lee,2004).

2. Struma Non Toksik Difusa

Etiologi :3

Defisiensi iodium.

Autoimmun tiroiditis : Hashimoto atau postpartum tiroiditis.

Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan

penurunan pelepasan hormon tiroid.

Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi

hipofisis terhadap hormon tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-

stimulating immunoglobulin.

Inborn errors metabolism yang menyebabkan kerusakan dalam

biosintesis hormon tiroid.

Terpapar radiasi.

Penyakit deposisi.

Resistensi hormon tiroid.

Tiroiditis subakut (de Quervain thyroiditis).

Silent thyroiditis.

Agen-agen infeksi.

Supuratif akut : bakterial

Kronik : mycobakteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.

Keganasan tiroid.

3. Struma Toksik Nodusa

16

Page 17: LAPSUS Struma Non Toxic

Etiologi :4

Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.

Aktivasi reseptor TSH.

Mutasi somatic reseptor TSH dan protein G alfa.

Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),

insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fobroblast

growth factor.

4. Struma Toksik Difusa

Yang termasuk dalam struma toksik difusa adalah Grave’s disease,

yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab

pastinya.5

Patofisiologi :

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam

struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-

reseptor antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan

menyebabkan struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel

maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.1

Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan

produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel

kelenjar tiroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan

terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon

tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.3

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk

stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten

17

Page 18: LAPSUS Struma Non Toxic

terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau kelenjar hipofise, dan tumor yang

memproduksi human chorionic gonadotropin.3

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Diagnosis dibuat lengkap apabila di belakang struma dicantumkan keterangan

lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan makroskopis yang diketahui

dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk noduler : Struma nodusa

Batas jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenokarsinoma

tiroidea.

3. Bentuk difusa : Struma difusa

Batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih ke arah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

18

Page 19: LAPSUS Struma Non Toxic

Kelenjar getah bening : paratrakeal dan vena jugularis

Dari faalny struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Non toksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Eksoftalmus

Stelwag sign : jarang berkedip

Von Graefe sign : palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu

melihat ke bawah

Morbius sign : sukar konvergensi

Joffroy sign : tidak dapat mengerutkan dahi

Reseenbach sign : tremor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : takikardi

Status lokalis :

1. Inspeksi

19

Page 20: LAPSUS Struma Non Toxic

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : kartilago tiroid

Bawah : insisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. sternokleidomastoideus

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak

berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut

struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah

pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda

dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada

wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai

bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak

ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan

berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan

kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi

20

Page 21: LAPSUS Struma Non Toxic

besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak

mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan

penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat

dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti

menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya dispnea dengan stridor inspirator.

Manifestasi Klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal : 6

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma

nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif : nodul dingin, nodul

hangat, dan nodul panas.

3. Beradasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya, pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau

ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa

besar mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau

trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini datang juga oleh tiroiditis kronis karena

konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan

di dalam nodul. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya

suara parau. 7

Kadang-kadang penderita datang karena adanya benjolan di leher sebelah lateral atas

yang ternyata metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor

primernya sendiri ukurannya msih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala

yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.7

21

Page 22: LAPSUS Struma Non Toxic

Diagnosis

Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari

struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis

dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya

penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh

(tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita

(karsinoma tiroid tipe meduler).7

Pada status lokalis pemeriksaan fisik yang perlu dinilai :

1. Jumlah nodul

2. Konsistensi

3. Nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. Pembesaran kelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah

yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya

apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita

dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

1. Lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan, atau

keduanya)

2. Ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

3. Konsistensi

4. Mobilitas

5. Infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

22

Page 23: LAPSUS Struma Non Toxic

6. Apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada

bagian yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada

umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat

keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih

menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya

metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.7

Pemeriksaan penunjang meliputi :6

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tergantung ukuran,

bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada

pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara

fotografik ditentukan konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap

oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

Nodul dingin.

Bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya.

Nodul panas

Bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini meperlihatkan aktivitas yang berlebihan.

Nodul hangat

Bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

23

Page 24: LAPSUS Struma Non Toxic

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa

bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas

atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

Kista

Adenoma

Kemungkinan karsinoma

Tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine needle Aspiration/FNA)

Menggunakan jarum suntik no 22-27. Pada kista dapat juga dihisap

cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan

bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat

memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat,

teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau

positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Petanda tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)

serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan

jinak rata-rata 323 ng/ml, dan keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah :7

1. Keganasan

2. Penekanan

3. Kosmetik

24

Page 25: LAPSUS Struma Non Toxic

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila

hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan

subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan

juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi

tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. Inoperabel

2. Kontraindikasi operasi

3. Ada residu tumor setelah operasi

4. Metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai

supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid

diferensiasi baik ( TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase

jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvant pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang

inoperabel.

Preparat : thyrax tablet

Dosis : 3 x 75 Ug/hari (per oral)

STRUMA TOKSIK

Struma Difus Toksik (Grave’s Disease)

25

Page 26: LAPSUS Struma Non Toxic

Grave’s Disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi

akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsang aktivitas

tiroid itu sendiri. 6

Manifestasi klinis

Pada penyakit Grave’s terdapat dua gambaran manifestasi hipermetabolisme dan

aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,

keringat semakin banyak bila kena panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai

dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot.

Manifestasi ekstratiroid berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas

pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar,

kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata mengikuti gerakan mata), dan

kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan otot-otot bola mata diinfiltrasi oleh limfosit, sel

mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmus (proptosis bola mata), okulopati

kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan

laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien

usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan

diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan

fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti

tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid

Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)

meningkat.6

26

Page 27: LAPSUS Struma Non Toxic

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang

berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid

(iodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,

pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau

sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat iodium aktif.

Persiapan tiroidektomi

Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

propiltiourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan iodium radioaktif

Indikasi :

Pasien umur 35 tahun atau lebih

Hipertiroidisme yang kambuh sesudah pemberian dioperasi

27

Page 28: LAPSUS Struma Non Toxic

Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat

antitiroid

Wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar

Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima iodium radioaktif

Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

Pada penyakit Grave’s yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Struma Nodular Toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease paling sering

ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. .8

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi

digitalis. Penderita dapat pula meperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan

pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multinodular pada pasien-pasien tersebut yang

berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Grave’s. penderita goiter

nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda (mata melotot, pelebaran fisura

palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun

demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada

penyakit Grave’s. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter

terletak di retrosternal.8

28

Page 29: LAPSUS Struma Non Toxic

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh

tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid

biasanya tidak ditemukan.8

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta blocker dapat mengurangi gejala tetapi

biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Grave’s. radioterapi tidak efektif seperti

pada penyakit Grave’s karena pengambilan yang rendah dan arena penderita ini

membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau

lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma

multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain

adalah dianjurkan.8

PENYAKIT TIROID YANG LAIN

Inflamasi (Tiroiditis)

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

Klasifikasi :

1. Akut (supuratif)

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas

infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain

Stphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi

melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah

bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang terjadi

dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak,

29

Page 30: LAPSUS Struma Non Toxic

malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher

dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan

sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED

meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah

antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya,

tetrasiklin atau kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan

lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul

dan mencapai jaringan sekitarnya diperlukan insisi dan drainase.

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi

autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam,

malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi, berkeringat,

demam, tremor dan tanda-tanda hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium di jumpai

leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid

meninggi karena pelepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh

proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang

diberikan bersifat simptomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri.

Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortikoid misalnya prednison dengan dosis

awal 50 mg/hari.

3. Menahun

Limfositik (Hashimoto)

Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma

limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50

tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris,

30

Page 31: LAPSUS Struma Non Toxic

regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa

eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya

antara lain infiltrasi limfosit difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis.

Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histopatologis melalui

biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan,

tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil

sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

Fibrous-invasif (Riedel)

Tiroiditis Riedel merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga

dianggap sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga

kelainan ini disebut juga ‘struma kayu’. Kelenjar sering berbentuk asimetris

sehingga sukar dibedakan dengan adenokarsinoma anaplastik karena

konsistensinya sangat padat. Diagnosis hanya dapat ditentukan dengan biopsi

insisi.

Struma Riedel mungkin mengakibatkan kompresi trakea sehingga

kadang membutuhkan dekompresi dengan pembedahan isthmus dan

isthmektomi.

Keganasan/karsinoma tiroid

1. Papiler.

Merupakan keganasan yang sering ditemukan pada karsinoma tiroid (60-80%),

banyak terdapat pada anak kecil dan orang yang pernah memiliki riwayat

menggunakan radioterapi dosis rendah. Masa tumbuh secara perlahan-lahan, biasanya

tidak sakit dan penderita dalam keadaan eutiroid. Pembesaran kelenjar limfe servikal

sering ditemukan, gejala infiltratif seperti disfagi, dispneu atau suara serak dapat

terjadi pada stadium lanjut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus.

31

Page 32: LAPSUS Struma Non Toxic

2. Folikuler.

Terdapat pada sekitar 10% karsinoma tiroid, kebanyakan pada wanita dan usia tua

(sekitar 50 tahun). Biasanya berbentuk tunggal dan terbungkus kapsul. Metastasis

terutama secara hemaatogen, Karena itu pada fase awal penyakit jarang ditemukan

pembesaran KGB. Pembesaran massa terjadi dengan cepat dan sebelumnya mungkin

sudah terdapat struma non toksik. Penanganannya adalah lobektomi/isthmolobektomi

sampai tiroidektomi total. I131 membantu dalam memantau dan menghambat

metastasis.

3. Meduler.

Terdapat sekitar 5% keganasan kelenjar tiroid. Sekitar 15-20% dapat disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe. Pasien sering mengeluh nyeri pada massa karsinoma.

Rasio terjadinya antara pria dan wanita hampir sama, dan kebanyakan mengenai

orang berusia antara 50-60 tahun dan seringkali familial. Diagnosis dapat dibantu

dengan pemeriksaan kalsitonin (akan ditemukan meningkat) dan kadar CEA yang

meningkat juga. Pengobatan terpilih adalah tiroidektomi total atau diseksi radikal.

4. Anaplastik.

Jarang ditemukan dibanding dengan yang berdiferensiasi baik. Bersifat sangat panas,

terutama pada usia tua, dan lebih banyak pada wanita. Biasanya terjadi pada wanita

usia lanjut dengan riwayat struma nodosa lama yang kemudian tiba-tiba membesar

dengan cepat disertai nyeri. Sering terjadi nyeri alih ke telinga dan suara serak,

disfagia dan dispneu. Massa teraba padat dan keras, terfiksir pada jaringan sekitar,

atau kadang-kadang terbentuk ulserasi, dan ditemukan pembesaran kelenjar limfe.

Diagnosis ditegakkan dengan FNAB. Terapi yang dapat diberikan adalah radiasi

eksternal dengan atau tanpa kemoterapi (doksorubisin) dan prognosis buruk.8

32

Page 33: LAPSUS Struma Non Toxic

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta.

1998.

33

Page 34: LAPSUS Struma Non Toxic

2. Djokomoeljanto., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :

Suyono, Slamet (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta. 2001.

3. Mulinda, james. Goiter. eMedicine.

2005http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

4. Davis, Anu Bhalla. Goiter, Toxic Noduler. eMedicine.

2004.http://www.emedicine.com/MED/topic920.htm.

5. Adediji., Aluyinka S. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine.

2004.http://www.emedicine.com/MED/topic917.htm.

6. Mansjoer A et al (editor). Struma Nodusa Non Toksik. Kapita Selekta Kedokteran.

Jilid 1, Edisi III. Media Esculapius. FKUI. Jakarta. 2001.

7. Anonim. Struma Nodusa Non Toksik. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu

Bedah. RSUD Dokter Sutomo. Surabaya. 1994.

8. Sadler GP, Clark OH, van Heerden JA, Farley DR. Thyroid and Parathyroid. Dalam :

Schwartz SI, et al. Principles of surgery. Vol 2. Edisi 7. McGraw Hill. NY. 1999.

34