lapsus solutio plasenta selvi

Upload: selvi-sulistia-ningsih

Post on 06-Mar-2016

263 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

HAND OUT

LAPORAN KASUS DAN REFERAT OBSTETRI G10P9A0 Hamil 33-34 Minggu Belum Inpartu dengan HAP ec. Susp. Solutio Plasenta+PEB, JTH Preskep+Gawat Janin

SELVI SULISTIA NINGSIH, S.KedH1P010041

KONSULEN :dr. Deddy Fitri, Sp.OG

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS BENGKULURUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. YUNUS BENGKULU2014

BAB IPENDAHULUAN

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka kematian maternal ini merupakan yang tertinggi di antara Negara-negara ASEAN.[footnoteRef:2] [2: Ariani DW, Astari MA, Anita H, et al. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Kehamilan, Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida di RSUPN Cipto Mangunkosumo. Majalah Kedokteran Indonesia vol 55, 2005; 631-38.]

Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.[footnoteRef:3] Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan antepartum (perdarahan sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah janin lahir). Solusio plasenta merupakan 30% dari seluruh kejadian perdarahan antepartum yang terjadi.[footnoteRef:4],[footnoteRef:5] [3: Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam masa lampau, kini dan kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.] [4: Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.] [5: WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.]

Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortalitas pada janin dan bayi baru lahir. Angka kematian janin akibat solusio plasenta berkisar antara 50-80%. Tetapi ada literatur lain yang menyebutkan angka kematian mendekati 100%.3Di AS frekuensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).[footnoteRef:6] Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal.5 [6: Shad H Deering, MD. 2005. Abruption Placenta. E-medicine world medical library. www.emedicine.com]

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 SOLUSIO PLASENTA2.1.1 Definisi Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.[footnoteRef:7] [7: Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan : Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Edisi keempat, cetakan kedua. Jakarta, 2008. Hal 503-513.]

2.1.2 Klasifikasi Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solutio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemmorhage) jika:6 Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim.

Gambar 1. Solusio Plasenta. Terlepasnya permukaan maternal plasenta sebelum waktunya setelah umur kehamilan 20 minggu.A. Revealed Hemorrhage. B. Concealed Hemmorrhage

Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solutio plasenta ringan, solusio, plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya baru diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan maternal atau ada ruputura sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitif bila ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif yang berarti solusio plasenta yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada kategori concealed hemorrhage. 61. Solusio plasenta ringanLuas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada. 2. Solusio plasenta sedangLuas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.3. Solusio plasenta beratLuas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada.

2.1.3 Epidemiologi Insiden solusio plasenta bervariasi, antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan.[footnoteRef:8] Di Parkland Memorial Hospital terjadi 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi seiring dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan.[footnoteRef:9],[footnoteRef:10] [8: Rachimhadhi, T. 2006. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 287-288] [9: Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.] [10: Pernoll ML. Third Trimester Hemorrhage. Dalam : Current Obstetric & Gynecologic, 10th ed. USA: Appleton & Lange, 1999; 400-44]

Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju.1Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan.8 Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.7

2.1.4 Etiologi Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus kasus berat terdapat korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.7Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa kondisi yang menjadi predisposisi:3,81. Hipertensi kronis dan preeklamsia2. Bertambahnya usia dan paritas ibu3. Trauma4. Merokok dan penggunaan kokain5. Dekompresi uterus yang mendadak6. Tekanan pada vena kava inferior karena pembesaran uterus.7. Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.8. Anomali uterus atau tumor uterus9. Malnutrisi/defisiensi gizi.Para ahli juga mengemukakan teori mengenai penyebab solusio plasenta :Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviller, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum menjadi nekrosis, spasme hilang dan darah kembali ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah sedemikian rapuh sehingga mudah pecah, kemudian terbentuk hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplacenter.3

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya solusio plasenta :1. Faktor kardio-reno-vaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia (Moechtar, 1998; Chalik, 1997). Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Disini terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.32. Faktor trauma- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan.- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta.[footnoteRef:11] Di RSUPCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma.7 [11: Slava VG. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2014 [2014 Sep 10]; Topic12:[9 screens]. Available from:URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic12.html.]

3. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.74. Faktor usia ibuDalam penelitian Prawirohardjo di RSUPCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.2,75. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.36. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.7. Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.108. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.3,109. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.[footnoteRef:12] [12: Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 2007; 109-26.]

Tabel 1. Faktor risiko solusio plasenta6 Faktor risikoRisiko relatif

Pernah solusio plasenta10 25

Ketuban pecah pretern/korioamnionitis2,4 3,0

Sindroma pre-eklamsia2,1 4,0

Hipertensia kronik1,8 3,0

Merokok/nikotin1,4 1,9

Merokok + hipertensi kronik atau pre-eklamsia5 8

Pecandu kokain13 %

Mioma di belakang plasenta8 dari 14

Gangguan sistem pembekuan darah berupa single-gene mutation/trombofiliaMeningkat s/d 7x

Trauma abdomen dalam kehamilanJarang

2.1.5 Patogenesis Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.6 Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapis tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (reavealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage). Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire.2,8Akibat kerusakan jaringan miometrium dan terbentuknya hematoma retroplasenter, mengakibatkan pelepasan tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain.6Akibat lain dari pembekuan darah intravaskular ialah terbentuknya plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya. Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin mengakibatkan hancurnya bekuan-bekuan darah dalam pembuluh darah kecil yang berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Namun, di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini pada solusio palenta berat dimana telah terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat dimengerti kalau akhirnya akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga persediaan fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis ( 150 mg/100 ml darah) dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembekuan darah (consumtive coagulopathy) yang secara laboratoris terlihat pada memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau membeku sama sekali apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%. Pada keadaan yang berat ini telah terjadi kematian janin dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar hancuran faktor-faktor pembekuan darah dan hancuran fibrinogen meningkat dalam serum mencapai kadar yang berbahaya yaitu di atas 100 g per ml. Kadar fibrinogen normal 450 mg % turun menjadi 100 mg % atau lebih rendah. Untuk menaikkan kembali kadar fibrinogen ke tingkat di atas nilai krisis lebih disukai memberikan transfusi darah segar sebanyak 2.000 ml sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar diperkirakan mengandung 2 gram fibrinogen.2,6Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemia yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.[footnoteRef:13] [13: Silbernagl, Stefan. Teks dan Atlas berwarna, Patofisiologi. ECG,Penerbit Buku Kedokteran. 2007]

Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.6

2.1.6 Gambaran Klinis Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis:7,81. Solusio plasenta ringanSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, apakah menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.2. Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi bisa juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.3. Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari sepertiga permukaannnya. Terjadi sangat tibatiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan- keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak. Penampakan yang mengecoh inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.7

2.1.7 Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :1. Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai sekalipun, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan proporsi perdarahan yang terlihat.3,5,8Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kematian dan kesakitan ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopati. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.2. Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering pada solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan hipovolemia oleh karena perdarahan. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau korteks ginjal mendadak.7,8 Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.83. Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.7Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. 7,8,10 Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase:10a. Fase IPada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.b. Fase IIFase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik. Karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak tergantung pada kesanggupannya menghentikan perdarahan Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:5,101. Fetal distress dan gangguan pertumbuhan/perkembangan2. Hipoksia dan anemia3. Kematian

2.1.8 Diagnosis Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal bisa banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat. Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:3,8No.Tanda atau GejalaFrekuensi (%)

1.Perdarahan pervaginam78

2.Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang66

3.Gawat janin60

4.Persalinan prematur idiopatik22

5.Kontraksi berfrekuensi tinggi17

6.Uterus hipertonik17

7.Kematian janin15

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda terbanyak dari kasus solusio plasenta. Berdasarkan kepada gejala-gejala dan tanda-tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan palpasi perut sulit meraba bagian-bagian janin.Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasentaantara lain:71. Anamnesis- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat melokalisir tempat mana yang paling sakit.- Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan tiba tiba (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.2. Inspeksi - Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).3. Palpasi - Fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.4. Auskultasi Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.5. Pemeriksaan dalam- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.- Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.- Apabila ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.6. Pemeriksaan umumTekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.7. Pemeriksaan laboratorium- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit.- Darah : Hb menurun (anemia), periksa golongan darah, lakukan crossmatch test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).8. Pemeriksaan plasentaSaat setelah bayi dan plasenta lahir, periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta., yang disebut hematoma retroplacenter.9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)- Temuan yang beragam- Terlihat daerah terlepasnya plasenta- Janin dan kandung kemih ibu- Darah- Tepian plasenta

Gambaran USG Kasus Solutio Plasenta

2.1.9 penanganan Semua pasien yang tersangka menderita solutio plasenta harus dirawat inap di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa Bleeding Time (BT), Clotting Time (CT), Partial Thromboplastin Time (PTT), activated Partial Thromboplastin Time (aPTT), kadar fibrinogen dan D-dimer. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.6Seandainya diagnosis belum jelas dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin, observasi yang ketat dan dengan fasilitas untuk intervensi segera jika sewaktu-waktu muncul kegawatan.Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominam bergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau belum, dan tanda-tanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Bila mana janin masih hidup dan cukup bulan, dan bilamana persalinan pervaginam belum ada tanda-tandanya dipilih persalinan melalui operasi Sectio Caesarean Cito. Bila perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan kristaloid yang menyelamatkan ibu sambil mengharapkan semoga janin juga bisa terselamatkan.6

Solusio plasenta ringan Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat. Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin telah mati.Solusio plasenta sedang dan beratApabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan operasi Sectio Caesar. Operasi Sectio Caesar dilakukan bila serviks masih panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc Dextrosa 5% untuk mempercepat persalinan.Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki persalinan dilakukan perabdominam. Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sehingga kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin , satu-satunya cara adalah dengan melakukan Sectio Caesar. Hemostasis pada tempat implantasi plasenta bergantung sekali kepada kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara farmakologik atau massage agar kontraksi miometrium diperkuat dan mencegah perdarahan yang hebat pasca persalinan sekalipun pada keadaan masih ada gangguan koagulasi. Harus diingat bahwa koagulopati berat merupakan faktor risiko tinggi bagi bedah sesar berhubung kecenderungan perdarahan yang berlangsung terus pada tempat insisi baik pada abdomen maupun pada uterus.6 Jika perdarahan tidak dapat dikendalikan atau diatasi setelah persalinan, histerektomi dapat dilakukan untuk menyelamatkan hidup pasien. Sebelum histerektomi, prosedur lain seperti mengatasi koagulopati, ligasi arteri uterina, pemberian obat uterotonik jika terdapat atonia dan kompresi uterus dapat dilakukan.9Pemberian oksitosin dan amniotomi adalah dua hal yang sering dilakukan pada persalinan pervaginam. Kedua hal tersebut mempunyai rasionalistasnya masing-masing baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Kiranya keuntungan dan kerugian dari kedua metode ini masih belum ada bukti yang mendukung (not evidance-based).2.1.10 KOMPLIKASI Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah (koagulopati), gagal ginjal akut, dan uterus Couvelaire di samping komplikasi insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma Sheenhan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.6,8Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25 % perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya.6Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok hipovolemik yang berlama-lama, terlambat atau tidak memperoleh penanganan yang sempurna. Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio polasenta belum jelas, tetapi beberapa faktor dikemukakan sebagai penyebab utama terjadinya kegagalan fungsi ginjal akut. Curah jantung yang menurun dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat tekanan intrauterina yang meninggi keduanya menyebabkan perfusi ginjal menjadi sangat menurun dan menyebabkan anoksia. Koagulasi intravaskular dalam ginjal memberi kontribusi tambahan kepada pengurangan perfusi ginjal selanjutnya. Penyakit hipertensi akut atau kronik yang sering bersama atau bahkan sebagai penyebab solusio plasenta berperan memperburuk fungsi ginjal pada waktu yang sama. Keadaan yang umum terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute tubular renal failure). Apabila korteks ginjal ikut menderita anoksia karena iskemia dan nekrosis yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute cortical renal failure) maka prognosisnya sangat buruk karena pada keadaan yang demikian angka kematian (case spesific mortality rate) bisa mencapai 60%. Transfusi darah yang cepat dan banyak serta pemberian infus cairan elektrolit seperti larutan ringer laktat dapat mengatasi komplikasi ini dengan baik. Pemantauan fungsi ginjal salaah satunya melalui pengamatan diuresis sangat berperan dalam menilai kemajuan penyembuhan. Pengeluaran urin 30 ml atau lebih dalam satu jam menunjukkan perbaikan fungsi ginjal.6,8Couvelaire dalam permulaan tahun 1990 menamakan komplikasi ini apoplexie uteroplacentaire. Pada keadaan ini perdarahan retroplasenta menyebabkan darah menerobos melaului sela-sela serabut miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat ligamentum latum, ke bawah perisalping dan ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke rongga peritonei. Keadaan miometrium yang telah mengalami infiltrasi darah ini dilaporkan jarang menganggu kontraksinya sampai menjadi atonia yang bisa menyebabkan perdarahan berat pascapersalinan. Keadaan uterus yang demikian kemudian disebut uterus Couvelaire. Uterus Couvelaire yang tidak sangat berat masih dapat berkontraksi dengan baik jika isinya telah keluar, dan akan berkontraksi jika diberi oksitosin. Dengan perkataan lain, uterus Couvelaire umumnya tidak akan menyebabkan perdarahan berat dalam kala tiga dan kala empat dan oleh karena itu bukan semua uterus Couvelaire merupakan indikasi histerektomi.6Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah ke plasenta mengalami penurunan yang berarti. Sirkulasi darah ke plasenta menurun manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti pada syok. Peredaran darah ke plasenta juga menurun apabila telah terbentuk hematom retroplasenta yang luas. Pada keadaan yang begini darah dari arteriola spiralis tidak lagi bisa mengalir ke dalam ruang intervillus. Kedua keadaan tersebut menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin yang berada dalam kapiler vili berkurang yang pada akhirnya menyebkan hipoksia janin. Sirkulasi darah ke plasenta juga menurun disertai penurunan tekanan perfusi pada penderita hipertensi kronik atau pre-eklamsia. Semua perubahan tersebut sangat menurunkan permeabilitas plasenta yang punya kontribusi besar dalam proses terjadinya sindroma insufisiensi fungsi plasenta yang mengakibatkan gawat janin dan kematian janin tanpa terduga. Gawat janin oleh hipoksia disebabkan oleh insufisiensi fungsi plasenta yang umumnya sudah terjadi pada solusio plasenta sedang dan pada solusio plasenta berat umumnya telah terjadi kematian janin.8 Fetal to Maternal HemorrhagePada solusio plasenta perdarahan yang terjadi umumnya berasal dari peredaran darah ibu. Namun pada sekitar 20% solusio plasenta terutama bila solusio plasenta terjadi akibat trauma tumpul pada abdomen menyebabkan kerusakan demikian rupa sampai sejumlah kapiler vili ikut rusak dan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi janin masuk ke dalam ruang intervillus dari plasenta untuk seterusnya masuk ke dalam sirkulasi maternal.Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk ke dalam sirkulasi maternal dan mendorong pembentukan koagulasi intravaskular beserta gambaran klinik lain dari sindroma emboli cairan ketuban termasuk hipotensi.6

2.1.11 Prognosis Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena morbiditas ibu yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.6

BAB IIISTATUS OBSTETRI

I. REKAM MEDISA. ANAMNESISAlloanamnesis1. Identifikasi Nama: Ny. AMed.Rec:Usia: 40 tahunPekerjaan: IRTAgama: IslamSuku: SibolgaPendidikan: SDAlamat: Desa Kandang RT 06, BengkuluMRS: 9 September 2014 / 13.00 WIB2. Riwayat PerkawinanPasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang, usia pernikahan 23 tahun3. Riwayat ReproduksiMenarche: 12 tahunSiklus Haid: 28 hari, teraturLamanya: 7 hariHPHT: LupaTP: -KB: Tidak4. Riwayat Kehamilan/MelahirkanKehamilan ke-1 s/d k-9 LupaKe-10 Kehamilan ini5. Riwayat Antenatal CareBidan 3 kali6. Riwayat Gizi/Sosial EkonomiMenengah ke bawah7. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Hipertensi : Tidak adaRiwayat Asma : Tidak adaRiwayat Diabetes : Tidak adaRiwayat Penyakit Jantung: Tidak adaRiwayat Operasi : Tidak ada8. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Hipertensi : Tidak adaRiwayat Asma : Tidak adaRiwayat Diabetes : Tidak adaRiwayat Penyakit Jantung: Tidak adaRiwayat Operasi : Tidak ada9. Riwayat AlergiRiwayat Alergi obat obatan dan makanan disangkal10. Anamnesis KhususKeluhan Utama : Pendarahan hebat dari kemaluanRiwayat Perjalanan Penyakit : Pasien G10P9A0 hamil 8 bulan dibawa dari IGD RSMY dalam keadaan pingsan dan pendarahan hebat dari kemaluan. Satu hari sebelum masuk RS pasien mengeluh keluar darah netes-netes dari kemaluan dan pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan, kemudian bidan menyarankan untuk di USG di praktek dokter karena ada gangguan pada plasentanya. Keesokan harinya sekitar pukul 12.00 WIB pasien mengeluh nyeri perut tiba-tiba yang hebat dan kemudian jatuh pingsan tak sadarkan diri dengan mengeluarkan darah yang banyak dari kemaluan. B. PEMERIKSAAN FISIK1. Status PresentKeadaan Umum: JelekKesadaran: ApatisVital Sign:Tekanan darah: 140/90 mmHgNadi: 132 x/menitPernafasan: 26 x/menitSuhu : 35,80CTipe badan: AtletikusBerat badan: 60 kgTinggi badan: 154 cmPemeriksaan Fisik Umum Mata: anemis +/+, ikterus -/- Jantung: dbn Paru: dbn Abdomen: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea nigra (+), nyeri tekan (+), defans muscular (-). Ekstremitas: edema - - akral teraba hangat + + - - + +

2. Status ObstetriL1: bokongL2: punggung di sebelah kananL3: kepalaL4: 5/5TFU: 26 cm TBJ: 2015 gramHIS: -DJJ: I/II/III 81/75/72 x/menitVT:

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG HB: 10,4 g/dl Ureum: 27 mg/dl Creatinin: 1,0 mg/dl GDS: 182 mg/dl Hematokrit: 34 % Leukosit: 9.700 mm3 Trombosit: 72.000 sel/mm3

D. DIAGNOSIS KERJAG10P9A0 Hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan HAP ec. Susp ruptur uteri imminens, JTH preskep+gawat janinE. PROGNOSISIbu: MalamJanin: Malam

F. TERAPI Observasi tanda vital ibu dan DJJ IVFD 2 lineI = RL gtt L/mII = RL kocor s/d 1 kolf Inj. Cefotaxime 2 x 1 g (IV) + ST Terminasi Perabdominam Lapor dr.Deddy, Sp.OG Inform consent Perbaiki K/U sembari mempersiapkan OK Setuju terminasi perabdominam

G. TINDAKANLaporan Operasi (SSTP)Pukul 15.00 WIB Operasi dimulai Penderita terlentang dengan general anestesi Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dipersempit dengan duck steril Dilakukan insisi mediana Insisi diperdalam secara tajam sampai menembus peritoneum Tampak uterus sesuai kehamilan aterm, bayi dikeluarkan dengan cara meluksir kepala, ketuban cukup, jernihPukul 15.05 WIB Lahir neonatus hidup , 1900 gram, PB = 45 cm, A/S = 2/3 WIBPukul 15.08 WIB Plasenta lahir lengkap BP=360 gram, PTP=40 cm, diameter 16 x 17 cm, tampak hematom retroplasenter ukuran 5 x 5 cm Dilakukan tubektomi pada kedua tuba Dilakukan eksplorasi pada cavum uteri , didapatkan mioma uteri intramural ukuran 7 x 8 cm pada fundus uteri Konsul via telpon dengan dr. Deddy, Sp.OGbiarkan saja Dilakukan penjahitan SBR secara suture of eight dengan menggunakan chromic catgut no 2.0 SBR dijahit secara jelujur dengan vicryl 2.0 Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plars 2.0 Fascia dijahit secara jelujur dengan dengan vicryl no 2.0 Subkutis dijahit secara jelujur dengan plars no 2.0 Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan chromic 3.0 Luka operasi ditutup dengan kassa bethadine dan plaster

D/ Pra Bedah : G10P9A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu dengan HAP ec. Susp. Solutio plasenta+Susp. Ruptur uteri Imminens JTH Preskep dengan gawat janinD/ Post Bedah : P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin+post tubektomi Pomeroy+mioma uteriTindakan : SSTP + Tubektomi Pomeroy

H. FOLLOW UP09/09/14(16.00 WIB)S = Habis operasi melahirkan O = Stt. PresentK/U : sedangSens : apatisTD =110/80 mmHgN = 92 x/menitRR = 22 x/menitStt. ObstetriPL :Fundus uteri 2 JBPST, kontraksi baik, massa (+) ukuran 6x7 cm, luka operasi tertutup kassa.D/ P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin + post tubektomi Pomeroy+mioma uteri Instruksi Post OP :1. Obs TVITiap 15 menit s/d 1 jam post op Tiap 30 menit s/d 6 jam post opTiap 1 jam s/d 24 jam post op2. Cek HB post op, jika HB8, transfuse3. IVFD -RL gtt xxx/menit, -RL+oksitosin gtt xx/menit 4. Mobilisasi bertahap5. Kateter menetap6. Diet bertahap7. Obat obatan : Inj cefotaxime 2x1 gr (IV) Inj tramadol 3 x1 amp (IV) Inj transamin 3x1 amp (IV) Inj alinamin 3x1 amp (IV)

10/09/14(06.00 WIB)S = Luka bekas Op terasa nyeri, pusing(-), demam(-), mual muntah(-), Flatus(+)O = Stt. PresentK/U : sedangSens : CMTD =110/80 mmHgN = 80 x/menitRR = 24 x/menitS = 36,50CStt. ObstetriPL : Abdomen datar, lemas, Fundus uteri 2 JBPST, NT (+), kontraksi uterus baik, pendarahan aktif(-) massa (+) ukuran 6x7 cm, luka operasi tertutup kassa.D/ P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin + post tubektomi Pomeroy+mioma uteriM/ Hb post op = 7,2 g/dl Inj cefotaxime 2x1 gr (IV) Inj transamin 3x1 amp (IV) Inj antrain 3 x1 (IV) Inj alinamin 3x1 amp (IV) Metronidazole 3x1 (IV) Aff Infus 1 jalur

11/09/14(06.30 WIB)S = Luka bekas Op terasa nyeri, pusing(-), demam(-), mual muntah(-), BAB(-)O = Stt. PresentK/U : baikSens : CMTD =120/80 mmHgN = 84 x/menitRR = 20 x/menitS = 36,50CStt. ObstetriPL : Abdomen datar, lemas, Fundus uteri 2 JBPST, NT (+), kontraksi uterus baik, pendarahan aktif(-), lochia rubra (+), massa (+) ukuran 6x7 cm, luka operasi tertutup kassa.D/ P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin + post tubektomi Pomeroy+mioma uteriM/ Inj cefotaxime 2x1 gr (IV) Inj transamin 3x1 amp (IV) Inj antrain 3 x1 (IV) Inj alinamin 3x1 amp (IV) Metronidazole 3x1 (IV)

12/09/14(06.30 WIB)S = Luka bekas Op terasa nyeri, pusing(-), demam(-), mual muntah(-), BAB(-)O = Stt. PresentK/U : baikSens : CMTD =110/80 mmHgN = 82 x/menitRR = 22 x/menitS = 36,50CStt. ObstetriPL : Abdomen datar, lemas, Fundus uteri 2 JBPST, NT (+), kontraksi uterus baik, pendarahan aktif(-), lochia rubra(+), massa (+) ukuran 6x7 cm, luka operasi tertutup kassa.D/ P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin + post tubektomi Pomeroy+mioma uteriM/ Inj cefotaxime 2x1 gr (IV) Inj transamin 3x1 amp (IV) Inj antrain 3 x1 (IV) Inj alinamin 3x1 amp (IV) Metronidazole 3x1 (IV) Cek Hb5,2 gr/dl transfusi PRC GV

13/09/14(06.30 WIB)S = Lemas, pusingO = Stt. PresentK/U : baikSens : CMTD =180/120 mmHgN = 80 x/menitRR = 22 x/menitS = 36,50CStt. ObstetriPL : Abdomen datar, lemas, Fundus uteri 2 JBPST, NT (+), kontraksi uterus baik, pendarahan aktif(-), lochia rubra(+), massa (+) ukuran 6x7 cm, luka operasi tertutup kassa.D/ P10A0 Post SSTP a/i Solutio plasenta+gawat janin + post tubektomi Pomeroy+mioma uteriM/ Cefadroxil 2x500 mg tab p.o As. Mef 3x500 mg tab p.o Transamin 3x500 tab p.o Bcomzet 1x1 tab p.o Nipefine 3x10 mg tab p.o

BAB IVPEMBAHASAN

Pada pasien ini terjadi solusio plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. Pada pasien ini kemungkinan terjadi solusio plasenta sedang karena ditemukan perut tegang, adanya riwayat perdarahan pervaginam, ibu terlihat anemis, tidak sadarkan diri, dan janin masih hidup dengan gawat janin saat di dalam rahim. Saat plasenta lahir ditemukan hematoma retroplacenta pada plasenta janin. Hematoma ini merupakan koagulum atau darah beku di belakang plasenta yang menjadi pertanda khas solusio plasenta. Solutio Plasenta yang terjadi pada ibu ini banyak factor predisposisi antara lain : hipertensi, PEB, Grandemultipara dan factor usia.Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematom subkhorionik akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, keluar melalui vagina atau menembus masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium.Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infuse oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Pasien ini datang dengan pendarahan hebat, tensi darah tinggi, bukaan 1 cm, dan tidak sadarkan diri sehingga apabila dilakukan terminasi pervaginam itu tidak mungkin dikarenakan pasien tidak kooperatif sehingga diputuskan untuk dilakukan terminasi perabdominam.

REFERENSI

1. Ariani DW, Astari MA, Anita H, et al. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Kehamilan, Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida di RSUPN Cipto Mangunkosumo. Majalah Kedokteran Indonesia vol 55, 2005; 631-38.2. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam masa lampau, kini dan kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.5. Shad H Deering, MD. 2005. Abruption Placenta. E-medicine world medical library. www.emedicine.com6. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan : Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Edisi keempat, cetakan kedua. Jakarta, 2008. Hal 503-513.7. Rachimhadhi, T. 2006. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 287-2888. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.9. Pernoll ML. Third Trimester Hemorrhage. Dalam : Current Obstetric & Gynecologic, 10th ed. USA: Appleton & Lange, 1999; 400-4410. Slava VG. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2014 [2014 Sep 10]; Topic12:[9 screens]. Available from:URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic12.html.11. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 2007; 109-26.