lapsus radiologi jadi

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005). Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan 1

Upload: mas-arif-hidayatullah

Post on 05-Dec-2014

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Radiologi Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang

sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut

abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan

penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat

disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan

perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004).

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi

intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal

terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus

dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun

tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005).

Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan

waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi

dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan

keseluruhan pasien. Laporan kasus mengenai ileus obstruktif ini diharapkan agar

para pembaca dapat mengerti mengenai ileus baik ileus obstruktif maupun ileus

paralitik dan juga perbedaan masing-masing, tak terkecuali mengenai gambaran

radiologis khas pada masing-masing ileus.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari Usus?

2. Apa yang dimaksud dengan Ileus obstruktif?

3. Bagaimana etiopatofisiologi terjadinya Ileus obstruktif?

4. Bagaimana gambaran klinik dan radiology pada kasus Ileus obstruktif?

5. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus Ileus obstruktif?

1

Page 2: Lapsus Radiologi Jadi

6. Bagaimana penanganan dan prognosis pada kasus Ileus obstruk

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa anatomi dan fisiologi Usus

2. Untuk mengetahi definisi Ileus obstruktif

3. Untuk mengetahi etiopatofisiologi terjadinya Ileus obstruktif

4. Untuk mengetahi gambaran klinik dan radiology pada kasus Ileus

obstruktif

5. Untuk mengetahi penegakan diagnosa pada kasus Ileus obstruktif

6. Untuk mengetahi penanganan dan prognosis pada kasus Ileus obstruktif

1.4 Manfaat

Teoritis

Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan

landasan teori mengenai Ileus obstruktif.

Praktis

Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah tentang

gambaran radiologi pada kasus Ileus obstruktif.

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

2

Page 3: Lapsus Radiologi Jadi

Pada tanggal 15 februari 2013 seorang pasien diantar oleh petugas rumah

sakit datang ke Instalasi Radiologi RSUD Mardi Waluyo – Blitar. Data pasien

tersebut adalah sebagai berikut :

Nama : Ny. W

Umur : 49 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Blitar

Klinis : Perut kembung

Permintaan Foto : Photo Polos abdomen Supine AP-LLD

2.2 Riwayat Pasien

Pasien tersebut merasakan perut kembung, kemudian berobat ke rumah

sakit. Oleh dokter pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan radiologi Foto

Polos abdomen Supine AP-LLD

2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan

1. Persiapan pasien

a. Pasien ganti baju dan melepaskan benda-benda yang mengganggu

gambaran radiograf.

b. Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien.

2. Persiapan Alat dan Bahan

a. pesawat sinar-X siap pakai

b. kaset dan film sinar-X sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan

(30x40 atau 35x43)

c. marker untuk identifikasi radiograf

d. grid atau bucky table

e. alat fiksasi bila diperlukan

f. alat pengolah film

3. Proyeksi pemeriksaan:

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat

mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu dipersiapkan

ukuran kaset dan film ukuran 35x 45cm

a. Posisi terlentang (supine):

Sinar dari arah vertical, dengan proyeksi antero-posterior (AP)

3

Page 4: Lapsus Radiologi Jadi

Hal yang dapat dinilai:

- Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak preperitoneal kanan

dan kiri baik atau menghilang.

- Garis psoas kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya

pelembungan (bulging).

- Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak.

- Kontur ginjal kanan dan kiri.

- Gambaran udara usus :

Normal

Pelebaran lambung, usus halus, kolon

Penyebaran dari usus – usus yang melebar

Keadaan dinding usus

Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan

.

b. Posisi left lateral dekubitus yakni tiduran miring ke kiri, dengan arah

horizontal, proyeksi AP.

Hal-hal yang dinilai:

- Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas letaknya

antara hati dengan dinding abdomen

4. Proteksi Radiasi

Terhadap petugas yang melakukan ekspos berdiri di belakang tabir

pelindung.

2.4 Photo Polos abdomen supine AP-LLD

4

Page 5: Lapsus Radiologi Jadi

Hasil Pemeriksaan :

5

Page 6: Lapsus Radiologi Jadi

Photo Polos Abdomen Supine AP-LLD

Distribusi dari gas dalam usus yang distended tampak mengisi cavum

abdomen merata dengan gambaran harring bone sign, dengan faecal material

masih banyak. Tidak ada tanda-tanda adanya gas bebas intra abdominal di

subdiafragma.

Batas bayangan liver, limpa dan kedua ginjal tidak membesar.

Psoas shadow symetris.

Tulag-tulang intact.

Tidak ada tanda-tada bayangan radiopaque di daerah tractus urinarius

Kesimpulan :

Gambaran Obstructive ileus

Tidak ada tanda-tanda perforasi peritoitis

BAB III

6

Page 7: Lapsus Radiologi Jadi

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi

karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus

sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut

menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi

intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal

ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total

dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).

3.2. Anatomi dan Fisiologi

3.2.1. Anatomi

Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter

pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan

ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak

retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas.

Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh

batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan

bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang

jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal

diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan

dengan sekum di katup ileosekal (Whang et al., 2005)

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau

valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga

terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan

kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus

daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan

bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,

dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang

lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya

7

Page 8: Lapsus Radiologi Jadi

folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer

Patches. (Whang et al., 2005)

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus

(Sumber : Simatupang, 2010)

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar

terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,

sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak

diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik

kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu

berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah

menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus

halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan

dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke

kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales,

dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus (Eroschenko,

2003).

8

Page 9: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia (Sumber: Simatupang, 2010)

Suplai Vaskuler

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta

tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali

Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis

Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah

Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.

Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum

dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian

arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah

dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis

membentuk vena porta. (Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian

kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :

(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika

inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon

descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)

sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005).

9

Page 10: Lapsus Radiologi Jadi

Pembuluh limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe;

1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici

gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,

melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus

superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.

Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi

lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus

suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh

limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya

mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon

mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan

arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum

cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan

yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan

masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004).

Persarafan

Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis

(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk

jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)

dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis

merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis

menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis

menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks

usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui

pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner

di lapisan submukosa (Price, 2003).

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan

pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price,

2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf

simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior.

Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf

10

Page 11: Lapsus Radiologi Jadi

parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus

superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua

pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf

parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi

serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf

parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004). Perangsangan simpatis menyebabkan

penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,

sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).

3.2.2. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-

bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh

kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses

dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang

menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih

sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan

asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari

hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga

memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan

disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak

di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat

makanan sambil diabsorpsi.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan

proses akhir isi usus yakni mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir

lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir

yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek

serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Gas kolon berasal dari udara yang

ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon

dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein

dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.

11

Page 12: Lapsus Radiologi Jadi

3.3. Etiologi

Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar

pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil

sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang

menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan

oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau

lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat

lesi ekstrinsik dari intestinal (Thompson, 2005).

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif

(Sumber: Simatupang, 2010)

12

Page 13: Lapsus Radiologi Jadi

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan

umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab

utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah

dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai

hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan

malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak,

hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan

penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan

intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran.

Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis

dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan

obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel,

dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan

karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005).

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al., 2005) (Thompson, 2005)

Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi IntrinsikBenda Asing

- Iatrogenik- Tertelan- Batu Empedu- Cacing

Adhesi Kongenital- Atresia, stenosis, dan

webs- Divertikulum Meckel

Benda AsingHernia

- Eksternal- Internal

Intususepsi Massa- Anomali organ atau

pembuluh darah- Organomegali- Akumulasi Cairan- Neoplasma

Inflamasi- Divertikulitis- Drug-induced- Infeksi- Coli ulcer

Pengaruh Cairan- Barium- Feses- Meconium

Neoplasma- Tumor Jinak- Karsinoma- Karsinoid- Limpoma- Sarcoma

Post OperatifVolvulus

Trauma- Intramural

Hematom

3.4. Patofisiologi

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi:

13

Page 14: Lapsus Radiologi Jadi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal

dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan

menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi

di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi

cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya

gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan

isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam

beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang

terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah

intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,

yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk

menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator

vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan

intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme

absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif

vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.

Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme

bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon

Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon

dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik

dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:

terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir

terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi

mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang

- lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih

memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan

setelah obstruksi mekanik terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan

aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari

14

Page 15: Lapsus Radiologi Jadi

pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada

absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan

intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang

menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga

dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif

intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal

di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses

obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi

semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada

peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,

akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan

intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya

defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis

metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi.

Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi

renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri.

Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan

dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan

menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

15

Page 16: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif

(Sumber : Simatupang, 2010)

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen

obtruksi dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan

langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada

dinding intestinal. Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi

yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada

kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi

dan peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti

dari vena, kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan

serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri

terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan

produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan mediator

vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap

16

Page 17: Lapsus Radiologi Jadi

iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk

mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan

radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya

iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa,

bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding

intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan

sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis,

perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat

syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung

terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

Obstruksi Gelung Tertutup

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan

sebab yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya

perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga

dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal

masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat,

sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun.

Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah

meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung

tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih

dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

17

Page 18: Lapsus Radiologi Jadi

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi

merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali

mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat

menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi

otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi

merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan

kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat

menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan

intestinal. Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang

terbatas pada absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih

lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan

dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi

yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi

dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten.

Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat

menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan

penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan

resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang

terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena

invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas

abnormal namun tidak hiperperistaltik.

18

Page 19: Lapsus Radiologi Jadi

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar

(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

3.5. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga

kelompok (Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat &

Jong, 2005) :

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan

terjepitnya pembuluh darah.

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya

penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir

dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat

yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan

keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua

tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus

obstruktif dibagi dua (Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai

duodenum, jejunum dan ileum

19

Page 20: Lapsus Radiologi Jadi

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai

kolon, sigmoid dan rectum.

3.6. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan

obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan

ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala

penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah

obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering

dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi

intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus

kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al.,

2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen

yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau

distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,

dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume

intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin

didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi

lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat

muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering

ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai

20

Page 21: Lapsus Radiologi Jadi

dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.

(Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting

untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih

terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah

obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya

obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,

namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.

Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa

yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun

strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga

kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan

tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat

diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau

terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-

tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui

adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa

di rectum harus selalu dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,

demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien

sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.

Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,

demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate

dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat

bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi

sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

3.7. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu

harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus

21

Page 22: Lapsus Radiologi Jadi

dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.

Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat

ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena

pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong,

2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,

sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar

suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun

dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup

kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen

harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa

abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat

ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm

steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat

penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan

juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan

menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)

22

Page 23: Lapsus Radiologi Jadi

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang

menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda

iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance

musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa

yang abnormal.

c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik

gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa

tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan

usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga

bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri

usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif

strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah

pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan

didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering

ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi.

Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi

merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba

benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi,

serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati

oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general

misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di

dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada

colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung

tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi

intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami

obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood

Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang

23

Page 24: Lapsus Radiologi Jadi

sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi

pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi

intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal

dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada

50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa

ileus obstruksi.  Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya

obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Foto

polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus

halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Foto polos abdomen dilakukan dalam 3 posisi yakni foto posisi

supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus dan posisi tegak

thoraks. Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus

halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen

tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Pada foto abdomen dapat

ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang

berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi

udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari

dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

24

Page 25: Lapsus Radiologi Jadi

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran

serupa dengan obstruksi usus halus. Sedangkan pada ileus paralitik

gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster

sampai rectum. Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan

ileus paralitik :

Gambar 2.10. Ileus Obstruktif .

Tampak coil spring dan herring

bone appearance

Gambar 2.11. Ileus Paralitik.

Tampak dilatasi usus

keseluruhan.

25

Page 26: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.12. Gambaran air

fluid level pada ileus obstruktif

26

Page 27: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.13. Ileus Obstruktif karena adanya volvulus

Gambar 2.14. Ascariasis

yang bisa menyebabkan

ileus obstruktif

27

Page 28: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.15. Ileus obstruktif yang disebabkan oleh massa tumor extraintestinal

Gambar 2.16. Gallstone ileus. Tampak Rigler’s Triad :

1. Pneumobilia; 2. Obstruksi usus halus; 3. Bayangan

radioopaque yang merupakan batu empedu.

b. EnteroclysisEnteroclysis berfungsi untuk

mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk

membedakan obstruksi parsial dan total. Cara

ini berguna jika pada foto polos abdomen

memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan

adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak

spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh

karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi.

Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat

dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering

digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa

obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun,

penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan

penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie,

2009)

28

Page 29: Lapsus Radiologi Jadi

Gambar 2.17 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

c. CT-Scan

CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau

obstruksi strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain

terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan

juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi,

hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron

karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus

halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang

kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat

spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi

intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,

dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat

melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan

dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi

dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui

melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi

radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi

ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara

29

Page 30: Lapsus Radiologi Jadi

didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras

intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga

digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya

mengetahui etiologi dari obstruksi.

Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya

yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi

usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk

diidentifikasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.18 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium (Khan, 2009)

Gambar 2.19 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)

d. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan

klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi

intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan

30

Page 31: Lapsus Radiologi Jadi

(seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan

seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada

mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan

teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam

jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan

pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs

50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)

e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam

mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan

lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan

antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang

dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.20. Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)

f. USG

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari

obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien

dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus

yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus

yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat

memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan

31

Page 32: Lapsus Radiologi Jadi

obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah

dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya

dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)

Gambar 2.21 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan,

2009)

Gambar 2.22. USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah

menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-

Ansert, 2010).

3.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)

1. Ileus paralitik

2. Appensicitis akut

3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier

4. Konstipasi

5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium

6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

32

Page 33: Lapsus Radiologi Jadi

7. Pancreatitis akut

3.9. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan

kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian

cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin

harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat,

KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan

elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk

menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk

profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi

intestinal. (Evers, 2004)

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga

penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan

tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko

terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya

distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara

konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala

tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.

(Evers, 2004)

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit

membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa

pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan

bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah

yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri

tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini

dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi

pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah

terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.

33

Page 34: Lapsus Radiologi Jadi

Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam

masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi

dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara

hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma

pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia

incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan

penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya

riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana

metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan

yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat

berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana

dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang

dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai

viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas

usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan

pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan

kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali

dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk

dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras

intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang

dikerjakan pada obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah

sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia

incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus

ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"

bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn

disease, dan sebagainya.

34

Page 35: Lapsus Radiologi Jadi

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat

obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-

ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada

carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan

operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena

keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula

dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan

anastomosis. (Ullah et al., 2009).

3.10. Komplikasi

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang

dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

3.11. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%

asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan

pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan

meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik

bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).

3.12. Proteksi

Proteksi radiasi adalah usaha-usaha dalam lingkungan kesehatan yang

bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi.

3.12.1 Proteksi Radiasi Bagi Pasien

Mengatur luas lapangan sesuai lapangan objek yang diperlukan dan

menghindari pengulangan pemeriksaan (pengulangan foto), karena akan

menambah dosis yang diterima oleh pasien.

3.12.2 Proteksi Radiasi Bagi Petugas

35

Page 36: Lapsus Radiologi Jadi

Petugas berdiri di belakang tabir radiasi selama penyinaran berlangsung.

Apabila petugas harus berada di ruangan pemeriksaan harus menggunakan

apron. Menggunakan alat pencatat dosis personil film badge. Petugas

menggunakan sarung tangan timbal.

3.12.3 Proteksi Radiasi Bagi Masyarakat Umum

Yang dimaksud masyarakat umum disini adalah orang yang berada di

sekitar unit radiologi dan tidak mempunyai kepentingan dengan pemeriksaan

radiodiagnostik dan dikarenakan suatu hal maka harus berada di dekat unit

radiologi, contoh dari masyarakat umum adalah pengantar pasien (keluarga,

perawat) pemberian proteksi masyarakat umum sebagai berikut :

- Tembok ruangan pemeriksaan setebal setara dengan ketebalan 0,25 mm Pb

dan pintu ruangan di unit radiologi di lapisi Pb.

- Memberikan peringatan berupa tulisan, maupun tanda-tanda akan bahaya

radiasi sinar-X.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ileus obstruksi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi

karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus

sehingga menyebabkan penyumbatan lumen usus. Pemeriksaan radiologi pada

ileus obstruktif akan tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan dan kolaps usus

di bagian distal sumbatan. Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka bisa terjadi

ileus paralitik.

Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak

mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Pemeriksaan

radiologi pada ileus paralititk akan menunjukkan adanya dilatasi usus secara

menyeluruh dari gaster sampai rektum.

Pada kasus ini, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi Photo Polos abdomen Supine AP-

36

Page 37: Lapsus Radiologi Jadi

LLD. Penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk

kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

4.2 Saran

Penegakan diagnosa pada kasus ileus obstruksi dengan melakukan

pemeriksaan penunjang (pemeriksaan radiologi) juga mempertimbangkan kondisi

klinis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ April 2002;10:102-3

Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.mr-tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstruction

Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC

Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI

Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html

37

Page 38: Lapsus Radiologi Jadi

Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011, Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview

Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com

Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at : http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm

Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi

Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York

Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92

Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd

Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9

38

Page 39: Lapsus Radiologi Jadi

39