lapsus pterygium silvy.docx

50
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Ny. Y Umur : 41 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Bangsa : Indonesia Pekerjaan : Ibu Rumah Tannga Pendidikan : Tamat SMA Alamat : RT 10 Kel.Pakuan Baru, Kec.Jambi Selatan II. ANAMNESIS (Autoanamnesis) 2.1 Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu 2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu, kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur dan dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar panas matahari, kemudian 1

Upload: silviana-sari

Post on 28-Sep-2015

87 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

PTERYHIUM

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

I.IDENTIFIKASINama: Ny. YUmur: 41 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamBangsa: IndonesiaPekerjaan: Ibu Rumah TanngaPendidikan: Tamat SMAAlamat: RT 10 Kel.Pakuan Baru, Kec.Jambi Selatan

II.ANAMNESIS (Autoanamnesis) 2.1Keluhan UtamaPasien datang dengan keluhan mata kanan terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu2.2Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu, kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur dan dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar panas matahari, kemudian pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa ada yang mengganjal, terasa gatal, merah dan berair terutama setelah terpapar udara dan debu. Saat mata terasa gatal pasien mengaku mengucek-ngucek mata dengan tangan agar gatalnya hilang. 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan keluhan semakin berat, penglihatannya semakin kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+) gatal (+), nyeri (-), sekret (-), bengkak (-). Riwayat alergi (-). Pasien berobat ke puskesmas setempat dan diberi obat tetes mata ( pasien lupa obatnya). Setelah ditetesi obat mata, keluhan gatal dan mata merah berkurang. 1 minngu ini mata terasa lebih gatal, berair dan merah. Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke RSRM. Riwayat trauma, kelainan pada mata sebelumnya disangkal.

2.3Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat trauma (-), sering terpapar sinar matahari dan debu1. Riwayat Penyakit Sistemik : Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal Riwayat penyakit jantung koroner disangkal1. Riwayat penggunaan kacamata (-)2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Riwayat keluarga dengan Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal.2.5Riwayat Gizi: Cukup 2.6Keadaan Sosial Ekonomi : pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

III.PEMERIKSAAN FISIK3.1Status GeneralisKeadaan umum: tampak sakit ringanKesadaran: kompos mentis TB / BB: 160 cm / 55 kgTekanan darah: 140/80 mmHgNadi: 86 x/menitRespiratory rate: 20 x/menitSuhu: afebris 3.2 Penyakit SistemikTrac. Respiratorius: Tidak ada keluhanTrac. Digestivus: Tidak ada keluhanKardiovaskuler: Tidak ada keluhanEndokrin : Tidak ada keluhanNeurologi : Tidak ada keluhanTHT: Tidak ada keluhanKulit : Tidak ada keluhan

3.3Status OftalmologikusPemeriksaan eksternalPemeriksaan ODOS

Visus Dasar6/126/9

Kedudukan Bola Mata

Posisi OrtoforiaOrtoforia

Pergerakan bola mata

- Duksi- Versi

BaikBaik

Baik Baik

Jernih, Jernih, jaringan fibrovaskuler

jar.fibrovaskuler

Jernih jernih

Superciiliawarna hitam, distribusi meratawarna hitam, distribusi merata

Palpebra

Superior

Inferior Hiperemis (-), edema (-), laserasi (-), entropion (-), ekstropion (-)Hiperemis (-), edema (-), laserasi (-)Hiperemis (-), edema (-), laserasi (-),entropion (-), ekstropion (-)Hiperemis (-), edema (-), laserasi (-)

Konjungtiva

Konjungtiva tarsus superiorHiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), folikel (-), lytiasis (-)Hiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), folikel (-), lytiasis (-)

Konjungtiva tarsus inferiorHiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), folikel (-), lytiasis (-)Hiperemis (-), Anemis (-), Papil (-), folikel (-), lytiasis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-), Injeksi Silier (-), secret (-), Kimosis (-), Ekimosis (-), pterygium (+)Injeksi konjungtiva (-), Injeksi Silier (-), secret(-) Kimosis (-), Ekimosis (-),pterygium (+)

Kornea

JernihEdemaUlkusPerforasiMakulaLeukoriaPigmen irisLaserasiBekas jahitanJaringan fibrovaskulerpterygium +-------++pterygium +---------

Limbus Kornea

Arcus sinilisBekas jahitanJaringan fibrovaskuler--+--+

Sklera

Sklera biruEpiskleritisSkleritis ------

COA

VolumeSedang Sedang

Iris

Warna Kripta Prolaps sinekia anteriorCoklatNormal --Coklat Normal --

Pupil

BentukIsokoriaUkuranRCLRCTLBulatIsokor3 mm++BulatIsokor 3 mm++

Lensa

Kejernihan Jernih Jernih

Tekanan Intra Okuler

Tonometer digitalTonometer SchiotzNormalTidak dilakukanNormalTidak dilakukan

VISUAL FIELDNORMAL

FUNDUSKOPITIDAK DILAKUKAN

Slit Lamp SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih, BMD kesan normal, irirs coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih. SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+), lensa jernih Mata kanan

IV.RESUMEPasien perempuan usia 41 tahun datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu, kemudian pasien juga mengeluhkan mata terasa gatal dan berair terutama setelah terkena panas matahari, udara dan debu. 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan penglihatannya semakin kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+) gatal (+). 1 minggu ini mata lebih terasa gatal, berair dan merah. Riwayat mengguna kacamata (-), riwayat trauma (-), riwayat hipertensi (+) DM (-). Riwayat keluarga, tidak ada keluarga pasien menderita hal yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak baik, status optalmologikus ditemui mata kanan 6/12 dan mata kiri 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan dan 6/6 pada mata kiri, versi dan duksi baik.

V.DIAGNOSIS KERJAPterygium derajat III OD + pterygium derajat I OSVI.Diagnosis Banding PseudopterigiumVIIANJURAN Eksisi Pterigium + conjunctiva GraftVIII. PENATALAKSANAAN Medikamentosa Cendo Xytrol Eye Drop 3x 1 tetes/hari ODS yang mengandung neomycin sulfate 3,5 mg, polymixin B sulfate 10000 IU dan dexamethason sodium phosphate 1 mg Non-medikamentosa Operasi Pada pasien ini dipersiapkan untuk melakukan eksisi pterigium dan conjunctiva autograft.

Edukasi : Menganjurkan memakai kacamata pelindung Hindari paparan sinar matahari secara langsung, udara dan debu Jangan mengucek-ngucek mata apabila gatal Menggunakan helm bila berkendaraan motor Edukasi bahwa penyakit ini bisa berulangIX. PROGNOSISQuo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KONJUNGTIVAKonjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagianbelakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.1

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :1,2 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtivabulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Gambar 2.1 Anatomi mata dan palpebra

ANATOMI KORNEAKornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.1,2

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :1,21. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. epitel berasal dari ektoderm permukaan.2. Membran Bowman Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidakteratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, padapermukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara seratkolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalamperkembangan embrio atau sesudah trauma.24. Membrane descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.

5. Endotel Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40m. endotel melekatpada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, sarafnasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1,2Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi. 1,2Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinarmasuk kornea dilakukan oleh kornea.1,2

Gambar 2.2 Histologi Kornea

2.2 PTERYGIUM

2.2.1 DEFINISIPterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga (sayap) yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea antara lain lapisan stroma dan membrana Bowman. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap. Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap, khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat digerakkan sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva.1,2,3.4Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi permukaannya.3

Gambar 2.3 Pterygium 2.2.2 EPIDEMIOLOGIPterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4,5,6,11Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Pasien yang berusia lebih dari 40 tahun merupakan prevalensi tertinggi. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.4,5,6

2.2.3 ETIOLOGI Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium. Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskular, seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia.4,6Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).7Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut. Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit). Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degeneratif.6,72.2.4 FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.3,4,61. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting. 2. Faktor Genetik Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan. 3. Faktor lain Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium. Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).6 UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.4,6

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B atau ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, Transforming Growth Factor-Beta dan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperanan penting dalam peningkatan regulasi kolagen, migrasi sel angiogenesis diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.6Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.6Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.6

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. 8Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas. Pterigium memiliki tiga bagian : 101. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman pada kornea. Gari zat besi (iron line/stockers line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.2. Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan vesicular yang tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ), lembut, merupakan area vesicular pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda yang khas untuk dilakukan koreksi pembedahan.

Gambar 2.4 pterigium Gambar 2.5 perjalanan pterigium

2.2.5 KLASIFIKASI PTERYGIUM

a. Berdasarkan lokasi:1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporalb. Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu : 1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium (disebut cap pterygium). 2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi 4 membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :61. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea. 2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. 3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm) 4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Gambar 2.6. Pterigium derajat I Gambar 2.7 Pterigium derajat II

Gambar 2.8 Pterigium derajat III Gambar 2.9 Pterigium derajat IV

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.32.2.6 MANIFESTASI KLINISPterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.3,4,5,6,7Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium dapat hanya terdiri atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Pterygium dapat aktif dengan tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh dengan cepat.2,6 Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan berupa iritasi, perubahan tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan tajam penglihatan dapat timbul bila pterygium menyeberang axis visual atau menyebabkan meningkatnya astigmatisme. Efek lanjutnya yang disebabkan membesarnya ukuran lesi menyebabkan terjadinya diplopia yang biasanya timbul pada sisi lateral. Efek ini akan timbul lebih sering pada lesi-lesi rekuren (kambuhan) dengan pembentukan jaringan parut. Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.1,2Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.6

2.2.7 PENEGAKAN DIAGNOSISAnamnesisPterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain: .1,2,4a. Mata sering berair dan tampak merah.b. Merasa seperti ada benda asingc. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut, biasanya astigmatase with the rule ataupun astigmatase irregular sehingga menganggu penglihatan.d. Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. .1,2,4

Pemeriksaan FisikPterigium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang lain.1,2,4Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.Pemeriksaan Oftalmologisa. Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala yang mengarah ke kornea dan badan.b. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang oleh pertumbuhan pterigium dan dapat menjadi gradasi. Stadium 1 : Jika hanya terbatas pada limbus kornea Stadium 2: Sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Stadium 3: Sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) Stadium 4: sudah melewati pupil sehingga menganggu penglihatan.

2.2.8 DIAGNOSA BANDING1. pseudopterigium. Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9.1,2

Gambar 2.10 PseudopterigiumPseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.1,2,6Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

PterigiumPseudopterigium

EtiologiProses degenerasiProses inflamasi

UmurSering terjadi pada orang tuaTerjadi pada semua umur

LokasiPada konjungtiva nasal atau temporalDapat terjadi pada semua sisi dari konjungtiva

StadiumProgresif, regresif atau stationerBiasanya stasioner

Tes sondaseNegativePositif

2. pinguekula Secara klinis Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.3,5 Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan.1,2,6

Gambar 2.11 Mata dengan pinguekula

2.2.9 PENATALAKSANAANa. MedikamentosaPterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.1,2,4Lindungi mata dari sinar matahari, menghindari debu, asap dan udara kering dengan kacamata pelindung ultraviolet. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila vasokonstriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikan maka pengobatan dihentikan.1,2,4,6

. b. Tindakan operatifTindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan dengan indikasi: 1. Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.2. Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular. 3. Mata terasa mengganjal.4. Visus menurun, terus berair.5. Mata merah sekali.6. Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.7. Alasan kosmetik.8. Mengganggu pergerakan bola mata.9. Mendahului operasi intra okuler Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti pengggunaan sinar radiasi atau terapi lainnya untuk mencegah kekambuhan seperti mitomycin C.6Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu : 61. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka. Teknik ini bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relative kecil. Tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil). 3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser untuk menutupi defek. 4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya/bekas eksisi.5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit. 6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

Gambar 2.14: Jenis-jenis operasi pterigium4a.Bare sclerab.Simple closurec.Sliding flapd.Rotational flape.Conjungtival graft

Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anestesi local, bila perlu diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotik atau antinflamasi.2,4,6

2.2.10 KOMPLIKASI

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmatisme karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran dari meridian horizontal itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat terbentuknya tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat with the rule dan irregular astigmat.6 Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu mata kemerahan, iritasi, luka kronik dari konjungtiva dan kornea Komplikasi intra-operatif dapat terjadi perforasi kornea atau sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau lateral. Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan sikatriks kornea.6

2.2.11 PROGNOSIS

Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dangraftdengan konjungtivaautograftatau transplantasi membran amnion.4

BAB IIIANALISIS KASUS

Seorang perempuan usia 41 tahun, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengatakan penglihatannya kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur dan dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar panas matahari, kemudian pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa ada yang mengganjal, terasa gatal, merah dan berair terutama setelah terpapar udara dan debu. Saat mata terasa gatal pasien mengaku mengucek-ngucek mata dengan tangan agar gatalnya hilang. 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan keluhan semakin berat, penglihatannya semakin kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+), gatal (+), berair (+), nyeri (-), sekret (-), bengkak (-). Riwayat alergi (-). Pasien berobat ke puskesmas setempat dan diberi obat tetes mata ( pasien lupa obatnya). Setelah ditetesi obat mata, keluhan gatal dan mata merah berkurang. 1 mingu ini mata terasa lebih gatal, berair dan merah. Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke RSRM. Riwayat trauma (-), kelainan pada mata sebelumnya disangkal.Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada anamnesis didapatkan adanya keluhan seperti mata merah, gatal, mata sering berair, dan gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/12 dan VOS 6/9. Pada pemeriksaan status oftalmologis, didapatkan adanya jaringan fibrovaskular yang berbentuk segitiga pada daerah kornea sekitar 2 mm dari limbus pada kedua mata. Tidak tampak kekeruhan pada kornea dan lensa. Refleks cahaya pada kedua pupil baik, pupil isokor. Literatur mengatakan bahwa pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler pada permukaan konjungtiva. Pterigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal. Kasus ini juga didukung dengan adanya faktor resiko yaitu paparan sinar matahari dan iritasi kronis akibat paparan debu pada mata pasien.

PEMERIKSAAN VISUS DAN MEDIA REFRAKSI Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan tajam penglihatannya 6/12, sedangkan mata kirinya 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan dan 6/6 pada mata kiri,versi dan duksi baik.Slit Lamp SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih. SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+), lensa jernih. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah pasien dipersiapkan untuk operasi eksisi pterigium dimana berdasarkan literatur, bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang diindikasikan karena mata terasa mengganjal, visus menurun, terus berair, mata merah, Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus alasan kosmetik, perkembangan lanjutan yang mengancam daerah pupil, dan diplopia karena gangguan gerakan okular. Pada pasoen ini juga diberikan kortikosteroid untuk mencegah peradangan lebih lanjut. Prognosis pada kasus ini adalah baik walaupun dapat terjadi rekurensi. Secara visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Prosedur operasi dapat ditoleransi secara baik oleh pasien, dan disamping rasa tak nyaman pada hari-hari pertama pasca pembedahan, pasien bisa melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48 jam.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi Ke-3. Cetakan ke-7 Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.p.2-7,116-7.2. Nana, Wijana. Konjungtiva., pterygium Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1996. Hal: 41-42. 3. Riordan, Paul. Anatomi & Embriologi Mata. Dalam: Daniel G. Vaughan, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2002. Hal: 7.4. Fisher, Jerome P, Hampton Roy Sr. Pterigium Clinical Presentation. Updated: 17 April 2013. Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/1192527-clinical pada tanggal 27 maret 2015.5. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J Ophthalmol 2002;86:13411346.6. Laszuarni. Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat (Tesis). Medan: Departemen Ilmu Kesehatan mata FK USU. 2009. Diunduh dari URL:// http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22521/Chapter%20II.pdf;jsessionid=7313124AE3B433598DA8AE9B81C2868C?sequence=4 pada tanggal 27 Maret 20157. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In : External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.8. Pterigium, Selaput segitiga pada Mata. Diunduh dari URL:// http://www.artikelkedokteran.com/1439/pterigium-selaput-segitiga-pada-mata.html. pada tanggal 27 Maret 2015.

9. Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive Opthalmology 4th edition. New Delhi:New Age International.2007. p80-110. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York : Thieme Stutgart. 200011. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J Ophthalmol 2002;86:13411346.

16