lapsus print 2 (2)

42
Laporan Kasus Suspek Hepatoma dengan Anemia Hipokromik Mikrositik dan Sindrom Dispepsia Oleh: Puga Sharaz Wangi I1A009032 Pembimbing: dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD

Upload: muhammad-sahal

Post on 15-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Print 2 (2)

Laporan Kasus

Suspek Hepatoma dengan Anemia Hipokromik Mikrositikdan Sindrom Dispepsia

Oleh:

Puga Sharaz Wangi

I1A009032

Pembimbing:

dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Januari, 2014

Page 2: Lapsus Print 2 (2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Suspek Hepatoma dengan Anemia Hipokromik Mikrositikdan Sindrom Dispepsia

Oleh

Puga Sharaz Wangi

Pembimbing

dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD

Banjarmasin, Januari 2014

Telah setuju diajukan

.……………………….dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD

Telah selesai dipresentasikan

.………………………

2

Page 3: Lapsus Print 2 (2)

dr. Enita Rakhmawati Kurniaatmaja M.Sc, Sp.PD

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................6

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................19

BAB IV PENUTUP...............................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Lapsus Print 2 (2)

BAB I

PENDAHULUAN

 

Hepatoma merupakan satu di antara jenis tumor yang paling sering

ditemukan dengan insidens dan mortalitas yang meningkat dalam tahun-tahun

terakhir. Hepatoma menempati urutan ketujuh dari kanker yang tersering dan

urutan yang keempat dari penyebab tersering kematian terkait kanker di seluruh

dunia.1 Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah

hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari

seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah

karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000

populasi.1

Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan

sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi

hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting

hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil

yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis

virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Tampaknya virus ini

mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma.2

4

Page 5: Lapsus Print 2 (2)

Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan

diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG), Computed

Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting

untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor. Komplikasi yang

sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas,

ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.3

Kebanyakan pasien dengan hepatoma meninggal dalam waktu 1 tahun

setelah didiagnosis. Kelangsungan hidup tergantung pada ukuran tumor dan

penyakitnya saat didiagnosis. Pasien dengan sirosis memiliki kelangsungan hidup

yang lebih pendek. Penatalaksanaan secara bedah dapat menyembuhkan hanya

kurang dari 5% pasien. Penyebab kematian ialah perdarahan (varises,

intraperitoneal) dan cachexia.3

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 38 tahun

yang didiagnosis suspek hepatoma dengan anemia hipokromik mikrositik dan

sindrom dispepsia. Pasien dirawat dari tanggal 22 Desember 2013 sampai dengan

1 Januari 2014 sebagai pasien rawat titipan di ruang Anyelir (bangsal kulit

kelamin) RSUD Ulin Banjarmasin.

5

Page 6: Lapsus Print 2 (2)

BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

Nama : Ny. N

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Bumipah, Aluh-aluh, Kabupaten Banjar, Kalsel

MRS : 22 Desember 2013 pukul 13.30 WITA

RMK : 1-08-07-73

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 Desember 2013.

3.2.I KELUHAN UTAMA

Nyeri perut.

3.2,II RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

6

Page 7: Lapsus Print 2 (2)

Pasien mengeluh nyeri perut sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit. Awalnya, nyeri perut dirasakan di daerah ulu

hati atau perut bagian atas, kemudian nyeri perut menyebar hingga ke

bagian bawah perut. Nyeri terasa seperti diremas-remas dan perih. Dari

skala 1-10, pasien mengaku nyeri yang dirasakannya bernilai 9 hingga 10.

Nyeri yang dirasakan muncul perlahan-lahan, kadang terasa kadang

menghilang (hilang timbul). Selain itu, pasien juga mnegeluh muntah-

muntah, juga sejak 2 mingu sebelum masuk rumah sakit. Muntahan seperti

air dan encer, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Nafsu makan pasien

juga menurun, namun pasien masih dapat minum. Tidak ada keluhan sesak

napas. Kentut dan buang air besar masih bisa dilakukan oleh pasien,

namun tinja yang keluar, menurut pasien, jadi sedikit dan warnanya msih

kuning seperti biasanya. Buang air kecil masih lancar. Pasien mengaku

tidak pernah mengonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama. Pasien

juga mengaku tidak pernah meminum minuman beralkohol. Karena

keluhan-keluhan yang dirasakannya, pasien dibawa ke puskesmas Aluh-

aluh. Dari puskesmas, pasien diberi obat suntik, namun nyeri yang

dirasakannya tidak berkurang. Dari puskesmas Aluh-aluh, pasien dirujuk

ke RS Ulin.

3.2.III RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak memiliki riwayat sakit kuning.

3.2.IV RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

7

Page 8: Lapsus Print 2 (2)

Pasien mengaku di keluarganya tidak ada yang memiliki keluhan

serupa, tidak ada riwayat sakit kuning.

3. Pemeriksaan fisik

KU : tampak sakit sedang

Kesan gizi : Kurang

Berat badan : 40 kg

Kesadaran : Compos mentis GCS : 4-5-6

Tekanan darah : 100/80 mmHg pada lengan kanan dengan

tensimeter aneroid

Laju nadi : 90 kali/menit, kuat angkat, teratur

Laju nafas : 18 kali/menit

Suhu tubuh (aksiler) : 36,8oC

Kepala dan leher

Kulit : pigmentasi normal, tugor cepat kembali

Kepala : normosefali

Leher : pembesaran KGB (-/-), nyeri tekan (-/-),

JVP 5+5 cmH20

Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : nyeri tekan (-/-) serumen minimal (-/-)

Hidung : sekret (-/-)

8

Page 9: Lapsus Print 2 (2)

Mulut : mukosa lembap, ulkus (-)

Toraks

Paru Ins : dada datar, tarikan nafas simetris

Pal : Fremitus vokal simetris

Per : Suara perkusi sonor (+/+)

Aus : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Ins : Ictus cordis tidak terlihat

Pal : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula

sinistra, getaran/ thrill (-)

Per : Suara perkusi pekak, batas kanan ICS IV linea

parasternalis dextra, batas kiri ICS V linea

midclavicula sinistra

Aus : S1 dan S2 tunggal, reguler, dan tidak terdengar

suara bising

Abdomen

Inspeksi : Cembung, sikatrik (-), venektasi (-), kaput

medusa (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Shifting dullness (-) undulasi (-)

Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan

+ + -- - -- - -

9

Page 10: Lapsus Print 2 (2)

Hepar teraba 9 cm di bawah arcus costa, 5 cm di

bawah prosesus xypoideus. Konsistensi keras,

berdungkul-dungkul, tepi rata.

Lien membesar, Scuffner III

Eksremitas

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)

4. Pemeriksaan penunjang

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Desember 2013

Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan

Hemoglobin 9,3 12,0-16,0 g/dLLekosit 10.300 4.000-10.500 /uLEritrosit 3,89 3,90-5,50 juta/uLHematokrit 27,9 37,00 – 47,00 vol%Trombosit 316.000 150.000-450.000 /uLRDW-CV 14,7 11,5 – 14,7 %MCV 71,8 80,0-97,0 FlMCH 23,9 27,0-32,0 PgMCHC 33,3 32,0-38,0 %GDS 103 <200 mg/dlSGOT 374 0 - 46 U/ISGPT 76 0 – 45 U/IUreum 35 10 - 50 mg/dlKreatinin 0,6 0,6 – 1,2 mg/dlHbsAg Negatif Negatif <1,00

Positif > 1,00

5. Daftar masalah

Berdasarkan data-data di atas didapatkan beberapa daftar masalah:

- Nyeri perut bagian kanan atas

- Hepatomegali

10

Page 11: Lapsus Print 2 (2)

- Splenomegali

- Anemia hipokromik mikrositik

- Peningkatan transaminase

- Anoreksia

6. Rencana awal

1. Nyeri perut kanan atas, hepatomegali, peningkatan transaminase,

anoreksia

a. Assessment : 1. Suspek Hepatoma

b. Planning : 1. Diagnostik : Laboratorium : cek liver function

test, bilirubin total/direk/indirek,

elektrolit, anti HIV, anti HAV, anti

HCV, AFT, LDH

Radiologi : USG abdomen, CT scan

abdomen dengan kontras

2. Terapetik : IVFD RL 20 tpm

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul

PO Curcuma 3 x 1 tablet

Vitamin B6 – B12 3 x 1 tablet

3. Monitoring : KU, subjektif, SGOT/SGPT, LFT

4. Edukasi : Tirah baring, disiplin minum obat

11

Page 12: Lapsus Print 2 (2)

2. Anemia hipokromik mikrositik

a. Assessment : 1. Anemia e.c. perdarahan

2. Anemia defisiensi besi

3. Anemia hemolitik

b. Planning : 1. Diagnostik : cek kadar besi serum, MDT

2. Terapetik : Transfusi PRC 1kolf

3. Monitoring : KU, tanda vital, kadar Hb

4. Edukasi : Penjelasan mengenai keadaan

pasien ini, penanganan, prognosis

12

Page 13: Lapsus Print 2 (2)

13

Page 14: Lapsus Print 2 (2)

14

Page 15: Lapsus Print 2 (2)

15

Page 16: Lapsus Print 2 (2)

16

Page 17: Lapsus Print 2 (2)

17

Page 18: Lapsus Print 2 (2)

Tabel 2 . Hasil pemeriksaan USG tanggal 23 Desember 2013.

ULTRASONOGRAFI ABDOMEN

Hepar & gallbladder ukuran membesar, sudut tumpul, bilier tidak melebar. Tampak massa solid hiperekhoik, batas tegas, ukuran bervariasi, dengan area nekrotik di dalamnya pada kedua liver.

Lien & pankreas normalRen dekstra et sinistra ukuran normal, tidak tampak ektasis/batu/kistaVesica urinaria normalAsites (+)

Kesimpulan: massa solid multipel dengan area nekrotik kedua liver, kesan HCC, dengan asites

Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Desember 2013

Pemeriksaan Hasil Referensi Satuan

Hemoglobin 9,4 12,0-16,0 g/dLLekosit 11.100 4.000-10.500 /uLEritrosit 3,88 3,90-5,50 juta/uLHematokrit 27,7 37,00 – 47,00 vol%Trombosit 305.000 150.000-450.000 /uLRDW-CV 12,5 11,5 – 14,7 %MCV 71,5 80,0-97,0 flMCH 24,2 27,0-32,0 pgMCHC 33,9 32,0-38,0 %GDS 101 <200 mg/dlLDH 8146 225-450 U/LBilirubin total 3,89 0,20-1,20 mg/dlBilirubin direk 2,01 0,00-0,40 mg/dlBilirubin indirek 1,88 0,20-0,60 mg/dlSGOT 491 0 - 46 U/ISGPT 75 0 – 45 U/IProtein total 6,6 6,2-8,0 g/dLAlbumin 3,5 3,5-5,5 g/dlUreum 52 10 - 50 mg/dlKreatinin 0,6 0,6 – 1,2 mg/dlAFP 32,49 < 5,80 UI/ml

18

Page 19: Lapsus Print 2 (2)

BAB III

PEMBAHASAN

 

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri perut ± 2 minggu yang

awalnya dirasakan di perut bagian atas lalu menyebar hingga ke bagian bawah

perut, terasa diremas-remas dan perih, muncul perlahan-lahan, hilang timbul;

mual, muntah berupa air, tanpa darah dan tanpa lendir; dan penurunan nafsu

makan. Keluhan-keluhan pasien tersebut bersifat tidak khas dan pendekatan

diagnostik sementara berpusat pada kelainan gastrointestinal.

Nyeri perut merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan

sampai yang bersifat fatal. Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat

rangsang mekanik (seperti regangan atau spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi

atau iskemia), yang bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya.

Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih

jelas.4

19

Page 20: Lapsus Print 2 (2)

Berdasarkan lokasi nyeri di abdomen, dapat diduga sumber nyerinya. Bila

dirasakan nyeri di regio epigastrium, dapat diduga sumber nyeri berasal dari

gaster, pankreas, atau duodenum. Bila nyeri dirasakan di regio kuadran kanan

atas, dapat diduga sumber nyeir berasal dari hati, duodenum, atau kandung

empedu. Bila nyeri dirasakan di kuadran kiri atas, dapat diduga nyeri berasal dari

pankreas, limpa, gaster, kolon, atau ginjal.4

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan gizi pasien kurang dengan berat

badan 40 kg, tanda vital masih dalam batas normal, konjungtiva kedua mata pucat,

abdomen tampak cembung, tidak tampak venektasi; pada perkusi abdomen

ditemukan suara pekak pada regio hipokondrium kanan, regio epigastrium, regio

lumbal kanan dan regio umbilikus; shifting dullness (-), pada palpasi abdomen

ditemukan nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan regio epigastrium;

hepar teraba 9 cm di bawah arcus costae dan 5 cm di bawah prosesus xipoidehus,

dengan konsistensi keras, berdungkul-dungkul dan tepi rata; lien membesar

hingga sejuah Scuffner III. Dengan temuan hepatomegali dan hepar yang teraba

keras dan berdungkul-dungkul/berbenjol-benjol, maka pendekatan diagnostik

pasien ini kini lebih diarahkan pada penyakit hepatologi. Kemungkinan pasien ini

telah menderita sirosis hepatis atau hepatoma (karsinoma hepar).

Terdapat kriteria Soebandri diagnosis untuk sirosis hepatis, yaitu: 1) spider

nevi; 2) venektasi; 3) asites (dengan atau tanpa edema kaki); 4) splenomegali; 5)

varises esofagus (hematemesis melena); 6) rasio albumin:globulin terbalik; 7)

20

Page 21: Lapsus Print 2 (2)

palmar eritem. Bila ditemukan 5 dari 7 poin di atas, maka diagnosis sirosis hepatis

dapat ditegakkan secara klinis. pada pasien ini hanya didapatkan 1 dari kriteria

tersebut yaitu splenomegali, sehingga diagnosis sirosis hepatis belum dapat

ditegakkan secara klinis.5 Sedangkan untuk diagnosis hepatoma masih

memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lainnya.

Timbulnya hepatoma mungkin tidak terduga sampai terjadi penurunan

kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.6 Gejala pada pasien hepatoma

termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan,

abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang berhubungan

dengan gejala.6 Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan

trombosis vena portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor

nekrotik.Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari asites karena penyakit hati

kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor yang berkembang dengan

pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam rongga

peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans

aktif, hepatoma cenderung diidentifikasi pada tahap awal.7 Penyakit kuning

biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatik oleh penyakit hati yang

mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena adanya varises

oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12% pasien.

Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala.7

Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati

Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

21

Page 22: Lapsus Print 2 (2)

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography

Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun

Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau

hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.8

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut,

kadang-kadang dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas

pada pasien muda adalah massa yang berkembang pesat pada perut. Hepatomegali

adalah tanda dari fisik yang paling umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut

dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60% pasien. Auskultasi mungkin

mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika prosesnya telah meluas

ke permukaan hati.Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi. Splenomegali

terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum,

terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan

pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati

kronis dapat hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar,

ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer.4

Pada pemeriksaan laboratorium saat pasien datang tanggal 22 Desember

2013, didapatkan kelainan berupa kadar hemoglobin yang rendah (9,3 gram/dl),

MCH dan MCV rendah (23,9 pg dan 71,8 fl), kadar SGOT dan SGPT yang

22

Page 23: Lapsus Print 2 (2)

meningkat (374 dan 76 U/I) dan HbsAg negatif. Kadar Hb, MCH, dan MCV yang

rendah menunjukkan pasien menderita anemia hipokromik mikrositik yang dapat

disebabkan oleh defisiensi besi, malnutrisi atau penyakit kronis. Penyebab anemia

ini masih harus ditelusuri dengan pemeriksaan penunjang seperti morfologi darah

tepi atau pemeriksaan kadar besi serum.4

Selain itu didapatkan kadar SGOT dan SGPT meningkat, dengan SGOT

lebih meningkat dibandingkan SGPT. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

berhubungan dengan kerusakan hepatoseluler. Apabila terjadi kerusakan

mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi adalah

SGOT daripada SGPT. Peningkatan titer SGOT 8 kali lipat seperti pada pasien ini

dapat terjadi pada sirosis hepatis, hepatitis kronik, atau tumor hepar. Pemeriksaan

HBsAg menunjukkan hasil negatif, kemungkinan pasien memang tidak menderita

hepatitis kronik atau tidak terinfeksi virus hepatitis B, atau pasien pernah

terinfeksi dan sembuh. Sehingga untuk membuktikan apakah pasien menderita

hepatitis B kronik masih diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain yaitu anti

HBs dan HbeAg. Sedangkan pada tumor hepar, titer SGOT dan SGPT pada

karsinoma hepatoseluler pada waktu permulaan biasanya tidak memperlihatkan

kenaikan kecuali apabila penyakit dasarnya adalah sirosis hati. Bila tumor

semakin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat ditemukan peninggian SGOT

dan SGPT. Namun hal ini juga masih belum spesifik untuk tumor hepar, sehingga

diperlukan pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), alkali

fosfatase (ALP) dan gamma glutamil transferasi (gamma GT) dan USG.8

23

Page 24: Lapsus Print 2 (2)

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh

sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.

Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60%-

70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau

sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada

kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy

prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%

dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,

hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,

seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak

ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan

PIVKA-2.9

Pada tanggal 23 Desember 2013 dilakukan pemeriksaan USG abdomen

pada pasien dengan hasil ukuran membesar, sudut tumpul, tampak massa solid

hiperekhoik, batas tegas, ukuran bervariasi, dengan area nekrotik di dalamnya

pada kedua liver. Kesimpulan dari USG abdomen tersebut adalah massa solid

multipel dengan area nekrotik kedua liver, kesan HCC (hepatocellular

carcinoma), dengan asites. Hasil dari USG ini memperkuat dugaan diagnosis

hepatoma (karsinoma hepatoseluler). USG dapat sensitif dalam mendeteksi

hepatoma, dan tergantung dari operatornya, dapat mendeteksi lesi-lesi yang kecil.

Hepatoma dengan massa yang kecil dapat tampak hiperekhoik homogen, dan

dapat menyerupai hemangioma. Massa hepatoma yang kecil juga dapat tampak

hipoekhoik. Massa hepatoma yang besar seringkali bervariasi dalam

24

Page 25: Lapsus Print 2 (2)

ekhogenisitas. Masih diperlukan pemeriksaan penunjang lain untuk diagnosis

pasti, seperti pemeriksaan AFP dan FNAB.9

Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua

karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor

(neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor. Perkembangan yang cepat

dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas.

Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah

dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal

maupun kelainan parenkim difus. Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering

diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan

lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim

hati normal.9

Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat

menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG

gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini

teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi

apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yang sanggup

membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun

tidak terlewatkan. Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi

vena portal secara akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan

teknik bolus kontras secara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular

khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan

25

Page 26: Lapsus Print 2 (2)

ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan

diagnosis adanya metastasis.9

Pada tanggal 24 Desember 2013 didapatkan hasil pemeriksaan

laboratorium lagi, yaitu LDH 8146 U/L, Bilirubin total/direk/indirek

3,89/2,01/1,88 mg/dl; SGOT 491 U/L, SGPT 75 U/L, dan AFP 32,49 UI/ml.

Tingginya kadar LDH berdasarkan hasil pemeriksaan ini menunjukkan proses

inflamasi dan kerusakan jaringan yang sangat progresif pada pasien. Kadar

bilirubin total, direk, dan indirek yang meningkat tidak spesifik untuk penyakit

tertentu tetapi memperjelas adanya suatu gangguan di hepar yang menyebabkan

bilirubin tereksresi kembali ke dalam darah walaupun jumlahnya tidak terlalu

besar. Hasil yang penting di sini adalah kadar AFP yang tinggi, yaitu 32,49 UI/ml.

Naik 560% atau 5 kali lipat dari nilai normalnya. Alfa fetoprotein (AFP)

merupakan protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk

sacdan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Protein ini diekspresikan

dari pembelahan hepatosit dan sel oval peribilier sehingga biasanya dapat

ditemukan peningkatan sedang dari regenerasi hati. Peningkatan kadar AFP

hingga lebih dari 60-80% sangat sugestif untuk diagnosis hepatoma. Namun kadar

AFP pada tiap-tiap kasus yang dicurigai hepatoma dapat bervariasi pula. Sehingga

menurut studi terbaru, kombinasi pemeriksaan AFP, SGOT, SGPT dan HPSE

(heparanase) dapat meningkatkan nilai prediktif hepatoma hingga 96%.10

Karena penegakkan diagnosis pasti masih belum dapat dibuktikan, pasien

direncanakan untuk dilakukan FNAB (fine needle aspiration biopsy) dengan

bantuan USG (USG guiding) pada tanggal 28 Desember 2013. Namun, hingga

26

Page 27: Lapsus Print 2 (2)

tanggal 1 Januari 2014 hal ini belum dapat dilakukan, diduga karena banyaknya

antrian pasien untuk pemeriksaan USG atau karena pasien sendiri yang belum

juga memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan.

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi suportif berupa pemberian cairan

intravena ringer laktat, dan kemudian ditambah dengan pemberian larutan

intravena dekstrosa 5% untuk maintenance kebutuhan cairan per hari dan

menambah asupan nutrisi untuk energi pasien. Injeksi ranitidin diberikan pada

pasien untuk mengurangi asam lambung atau dispepsia yang umum terjadi pada

pasien-pasien rawat inap lama.

Selain terapi suportif, pasien juga diberikan terapi simptomatik, berupa

injeksi ketorolak dan Profenid® (ketoprofen) suppositoria sebagai analgesik untuk

mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, Curcuma® (pulverised curcuma roots)

tablet dan Methioson® (methionine 100 mg, choline bitartrate 100 mg, vit B1 2

mg, vit B2 2 mg, vit B6 HCl 2 mg, vit B12 0,67 mcg, vit E 3 mg, biotin 100 mcg,

pantothenate acid 3 mg, folic acid 400 mcg, nicotinamide 6mg) tablet sebagai

hepatoprotektor.

Karena pasien memiliki nilai Hb di bawah 10 g/dL, maka diberikan pula

transfusi PRC 1 kolf per hari untuk mengoreksi hal ini. Kemudian setelah

transfusi seharusnya dilakukan pemeriksaan darah rutin kembali untuk

mengetahui apakah nilai Hb setelah transfusi sudah meningkat atau belum.

Namun pada pasien ini, pemeriksaan darah rutin hanya dilakukan 2 kali yaitu

saaat masuk rumah sakit dan dua hari setelahnya. Kemungkinan tenaga medis

yang merawat pasien lupa untuk memeriksakan darah rutin pasien lagi atau

27

Page 28: Lapsus Print 2 (2)

pemeriksaan darah rutin tidak dilakukan karena kondisi pasien dinilai dengan

pertimbangan penilaian klinis pasien pasca transfusi saja.

Pada pasien dalam kasus ini masih diperlukan beberapa tahapan diagnostik

lagi untuk memastikan diagnosis hepatoma, namun pasien memutuskan

menghentikan rawat inap atas permintaannya sendiri pada tanggal 2 Januari 2014.

BAB V

PENUTUP

 

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 38 tahun yang

didiagnosis suspek hepatoma dengan anemia hipokromik mikrositik dan sindrom

dispepsia Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan melalui USG. Pasien telah

ditatalaksana dengan terapi suportif dan simptomatik Setelah pasien dirawat

selama 9 hari dari tanggal 22 Desember 2013 sampai dengan 1 Januari 2014,

pasien memutuskan untuk menghentikan rawat inap atas permintaannya sendiri.

28

Page 29: Lapsus Print 2 (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Seeff, L.B. Introduction: The burden of hepatocellular carcinoma. Gastroenterology. 2004; 127(5): 1-4.

2. Bartosch, B. Hepatitis B and C viruses and hepatocellular carcinoma. Viruses. 2010; 2: 1504-9.

3. Befeler, A., Bisceglie, A. Hepatocellular carcinoma: diagnosis and treatment. Gastroenterology. 2002; 122: 1609-19.

4. Budihusada, U. Karsinoma Hati. Dalam: Aru, W, S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S., (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing, 2009; h: 310 - 16.

5. Hillebrand, D.J., Sandowski, S.A., Hepatocellular carcinoma. Hepatobiliary Disease. 2000; 2(1): 1-10

6. Cormier, J.N., Thomas, K.T., Chari, R.S. Management of hepatocelluler carcinoma. Journal of Gastrointestinal Surgery. 2006; 10(5): 761-80.

7. Llovet, J.M., Fuster, J., Bruix, J. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transplantation. 2004; 10(2): 115-120.

29

Page 30: Lapsus Print 2 (2)

8. Saffroy, R., Pham, P., Reffas, M. New perspectives and strategy research biomarkers for hepatocellular carcinoma. Clinical Chemistry of Laboratory Medicine. 2007; 45(9): 1169-79.

9. Colli, A., Fraquelli, M., Casazza, G. Accuracy of ultrasonography, spiral CT, magnetic resonance, and alpha-fetoprotein in diagnosing hepatocellular carcinoma. American Journal of Gastroenterology. 2006; 101(3): 513-23.

10. Jelic,S., Sotiropoulos, G. Hepatocellular carcinoma: ESMO clinical practice guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. 2010; 21(5): 59-64.

30