lapsus obsgyn 3.docx

Upload: arika

Post on 02-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANBeragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi tidaklah lepas dari kemungkinan terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri. Preeklampsia berat membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan penanganan medicinal atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi kehamilan.1 Berbagai keadaan dapat membawa ibu atau janin menjadi keadaan yang lebih buruk dan membahayakan keduanya. Bagi ibu sendiri dapat terjadi ablation retina, DIC, gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru atau gagal jantung. Sehingga dalam pengawasan menjadi hal terpenting untuk diperhatikan benar terhadap keluhan dan gejala ynag mengarah kepada keadaan di atas untuk mencegah komplikasi lebih buruk.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PRE-EKLAMPSIA BERAT2.1.1. DefinisiPreeklampsia adalah kelainan multisstem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) 1.

2.1.2. EtiologiAda beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of theory adapun teori-teori tersebut antara lain :41. Peran prostasiklin dan tromboksan SPada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.2. Peran faktor imunologisPreeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.3. Peran faktor genetik / familialBeberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusiab. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).

2.1.3. Faktor ResikoFaktor Risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.4 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin. 1 Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang berhubungan dengan kehamilanFaktor yang berhubungan dengan kondisi maternalFaktor yang berhubungan dengan pasangan

Abnormalitas kromosom Mola hidatidosa Hidrops fetalis Kehamilan ganda Donor oosit atau inseminasi donor Anomali struktur kongenital ISK Usia > 35 tahun atau 50 ng/mlj. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

2.2.3. Diagnosis Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4a. Air ketuban yang keluar dari vaginaDiagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.b. Nitrazine testpH vagina normal adalah 4,5 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH 7,0 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil nitrazine test positif palsu.c. Fern testTest ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.d. Evaporation teste. Intraamniotic fluoresceinf. Amnioscopyg. Diamine oxidase testh. Fetal fibronectini. Alfa-fetoprotein test2.1.4. KomplikasiKPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, diantaranya :2,3,4a. InfeksiInfeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun leukositosis.b. Hyaline membrane diseaseBeberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.c. Hipoplasi pulmonerHal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan bantuan ventilator.d. Abruptio placentaHal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah perdarahan pervaginam.e. Fetal distressHal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.f. Cacat pada janing. Kelainan congenital

2.1.5 Terapi Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari keadaan pasien. 2,3,4a. Pasien yang sedang dalam persalinanTidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan mengakibatkan oedem pulmo.b. Pasien dengan paru-paru janin yang maturMaturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin, phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban pecah dini.c. Pasien dengan cacat janinTerapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat penting. d. Pasien dengan fetal distressKompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju (engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria.e. Pasien dengan infeksiPasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan.Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4a. Terapi konservatif rawat di Rumah sakit antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan Nilai tanda-tanda infeksi Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggub. Terapi Aktif kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan section cesaria pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan section cesaria bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan terminasi persalinana. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan section cesariab. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus pervaginamc. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

BAB IIIANALISA KASUS

3.1. Status Pasien3.1.1. IdentitasNama: Ny. SUmur: 38 tahunJenis kelamin: PerempuanStatus: MenikahSuku bangsa: JawaPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamAlamat: Dsn. Krajan, Jrebeng KidulTanggal masuk: 29 Mei 2015Tanggal keluar: 1 Juni2015Ruangan: Melati Kelas III

3.1.2. AnamnesaA. Keluhan Utama :Keluar cairanB. Riwayat penyakit Sekarang Pasien mengatakan keluar cairan merembes dari vagina sejak jam 7 malam (28-5-2015), berwarna bening jernih dengan jumlah banyak, pasien merasa kenceng-kenceng sejak jam 9 malam (28-5-2015). Kaki pasien bengkak sejak 10 hari yang lalu. Pasien tidak merasa pusing, mual, dan muntah.

C. Riwayat penyakit dahulu :Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit seperti Asma, Hipertensi, dan Diabetes mellitus. Pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit. D. Riwayat penyakit keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien. Dikeluarga Pasien tidak terdapat riwayat Hipertensi, Diabetes mellitus, dan Asma.E. Riwayat menstruasi Menarche: 15 tahun Siklus: 28 hari Lama haid: 7 hari Banyak: 2-3x ganti pembalut Dismenorrhea: + sebelum haid HPHT: 24/ 09 / 2014 TP: 01 / 07 / 2015F. Riwayat pernikahan Pasien mengaku menikah 1 kali, lama pernikahan 5 tahun.G. Jumlah anak Pasien belum pernah hamil sebelumnyaH. Riwayat pengobatan Pasien mengaku tidak mempunyai alergi obat bahkan jarang meminum obat.I. Riwayat Keluarga berencanaTidak pernah menggunakan KB sebelumnyaJ. Riwayat Operasi Pasien belum pernah operasi sebelumnyaK. Riwayat ANC:Pasien kontrol ke 5 x selama kehamilanL. Kebiasaan HidupPasien mengaku Ibu rumah tangga, tidak pernah mengkonsusmsi obat, tidak minum alkohol, tidak mempunyai alergi obat, makanan maupun yang lainnya, dan tidak merokok.3.1.3. Pemeriksaan FisikA. Status Interna Keadaan Umum: Cukup Kesadaran: Compos Mentis Vital sign Tekanan darah: 160/110 mmHg Nadi: 80 x/menit RR: 20 x/menit Suhu: 37,4oC Kepala leher a/i/c/d: -/-/-/- struma: - deformitas: - pembesaran KGB: - bendungan vena: - Thorax: Cor: S1 S2 tunggal Paru: Suara dasar vaskuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen Hepar: Tidak teraba adanya pembesaran (dalam batas normal) Liem: Tidak teraba adanya pembesaran (dalam batas normal) Ekstremitas Refleks fisiologis: DBN Refleks patologis: - Kelainan orthopedic: - Akral: ++++ Oedema: -- ++B. Status Obstetri Inspeksi: Perut tampak buncit, ballotement (+), striae gravidarum (-) , luka bekas SC (-) Palpasi: TFU teraba 3 jari bawah processus xipoideus (37 cm), ballotement (+) His: (+/-) Auskultasi: DJJ 136 x/menit Vaginal Tousche: pembukaan (+) 1 cm, show(-), ketuban(+)3.1.4. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Mei 2015HEMATOLOGIDarah LengkapHematokrit38 %Hemoglobin13,5 g/dlLeukosit12.930/mm3Hitung JenisEosinofil 0Basofil0Neutrofil80%Limfosit14%Monosit6%Trombosit202.000 /mm3Eritrosit 4,0 juta/uLHEMOSTASIS PT16,8 detikAPPT31,9 detikKIMIA KLINIKGlukosa DarahGlukosa darah acak 158 mg/dlFungsi HatiBilirubin Total0,29Bilirubin Direk0,15Alkali Phospat317SGOT16 U/LSGPT15 U/LFungsi GinjalBUN22,8mg/dlKreatinin1,0 mg/dlAsam Urat7.8mg/dlElektrolitNatrium140.2Kalium3.93Calsium1.29Clorida108.0IMUNOSEROLOGIHepatitis MarkerHBsAg KualitatifNegatifAlbumin urine+3

3.1.5. DiagnosisDiagnosis: G1 P0-0 Ab0 UK 36-37 minggu dengan Preeklampsia Berat dan Ketuban Pecah Dini belum inpartu kala 1 fase laten JTH, presentasi kepala, punggung kanan

3.1.6. PrognosisIbu:Dubia ad bonamJanin:Dubia ad malam

3.1.7. Penatalaksanaan Infus RL Injeksi ceftriaxon 2x1 Observasi suhu pasien, pemantauan adanya infeksi Injeksi MgSO4 4 g 20% IV pelan Pasang kateter Injeksi MgSO4 10g 40% boka Nifedipin 3x10mg

3.1.8. Follow Up09.10tiba kaberTD: 160/110 mmHgDJJ: 136 x/menitHis: +/-UP: 70 ccVT: 1 cm10.10TD: 170/110 mmHgDJJ: 140x/menitHis: +/-UP: 100ccPervag: -10.30UP: 200cc10.45Terapi: Nifedipine 10 mg11.00TD: 150/100 mmHgDJJ: 132x/menitHis: +/-Pervag: -VT: 1 cmRL: drip synto 5 IU 8tpm bertingkat12.00TD: 160/100 mmHgDJJ: 135x/menitHis: +/-Pervag: -RL: drip synto 5 IU 24 tpm13.00 TD: 170/120 mmHgDJJ: 138x/menitHis: 2. 10. 20Pervag: lendirRL: drip synto 5 IU 40 tpmVT: 2 cm13.10Advis dr. Hytriawan: SC cito (gagal drip)13.30Pasien berangkat ke OK untuk SCSC CITO (tanggal 29 Juni 2015 jam 13.30)Diagnosa pre-op: G1 P0-0 Ab0 UK 37-38 minggu dengan Preeklampsia Berat dan Ketuban Pecah Dini belum inpartu kala 1 fase laten memanjang ATH, presentasi kepala, punggung kananDiagnosa post-op: P1-1Ab0 Post SC a.i gagal drip+ kala 1 fase laten memanjang+ KPD+PEBLahir bayi pada tanggal 29 Mei 2015 pada pukul 14.05 melalui SC atas indikasi gagal drip+ kala 1 fase laten memanjang +KPD+PEBJanin tunggal, JK perempuan dengan BBL 2700, PBL: 48 cm, air ketuban jernih, plasenta lahir lengkap.Instruksi Post-Op Obs. TTV Obs. Hb jika < 8 g/dl, transfuse PRC Inj. Glibotik 3x250 Inj. Metronidazole 3x200 Kaltrofen supp. 3x1 3.1.9. Follow UpTGLSubjectiveObjectiveAssesmentPlan

30/6/1505.00Nyeri di luka operasi (+),Mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), BAK via DC, BAB (-).ASI (+)LAK (+)Darah nifas (-)KU : Baik / CMTD : 150/90 mmhg Nadi : 84x/m,Suhu 36,50CRR: 20x/mntAbdomen : luka operasi (+) bising usus (+)Ekstrimitas: Oedem (--/++)

TFU: 2 jari bawah pusatUC: baikUP: 200 ccPervag: + lochea rubraP1-1Ab0 Post SC a.i gagal drip+ KPD+PEB H+1Infus RL 20 tpmInj. Glibotik 3x250Kaltrofen suppAmlodipin 1x1

31/6/1505.00Nyeri di luka operasi (+) berkurang, keluhan lain (-)BAK (+) sptnBAB (-)KU : Baik / CMTD : 120/80 mmhg Nadi : 88x/m,Suhu 36,50CRR: 20x/mntAbdomen : luka bekas operasi (+) kering, bising usus (+)Ekstrimitas: Oedem (--/++)

TFU: 2 jari bawah pusatUC: baikPervag: + lochea rubraP1-1Ab0 Post SC a.i gagal drip+ KPD+PEB H+2Aff DC, aff InfusCefadroxil 2x500mgAsam mefenamat 3x500mgBPL

BAB IVPEMBAHASAN

4.1.Analisa Ketuban Peacah DiniPada kasus ini, seorang wanita usia 38 tahun datang ke IGD RSUD Moh. Saleh Probolinggo atas rujukan dari puskesmas. Pasien datang dengan keluhan keluar cairan jernih dengan jumlah banyak dan berbau amis pada pukul 20.00 (28 Mei 2015). Pada VT didapatkan pembukaan 1 cm. Ini merupakan tanda dari ketuban pecah dini. Menurut teori ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm. Pada anamnesis ditanyakan faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini dan didapatkan pasien mengalami nyeri saat BAK, merasa anyang-anyangan saat BAK, jumlah urin yang keluar sedikit, dan pasien juga pernah keputihan saat hamil. Dari data tersebut, disimpulkan adanya infeksi pada pasien. Pada pemeriksaan fisik, suhu pasien 37,80C.Infeksi merupakan salah satu faktor dari ketuban pecah dini. Infeksi ini bisa karena membasuh kelamin setelah berkemih dengan cara tidak benar. Karena ketidak tahuan, banyak perempuan yang cebok dari belakang ke depan. Cara itu dapat menarik kotoran kea rah vagina atau saluran kencing. Saluran kencing yang pendek pada perempuan dan kebersihan daerah sekitar kelamin luar yang menjadi bagian yang sulit untuk memantau terjadinya ISK pada ibu hamil. E. Coli merupakan bakteri penyebab ISK terbanyak yang berasal dari flora usus yang keluar sewaktu buang air besar, jika bakteri berkembang biak akan menjalar ke saluran kencing dan naik ke kandung kemih dan ginjal. Infeksi saluran kemih saat hamil bisa menyebabkan infeksi ginjal yang pada akhirnya dapat berakibat keguguran atau kelahiran prematur. Infeksi saluran kemih akut juga mempengaruhi infeksi pada dinding rongga amnion (ketuban), sehingga menyebabkan ketuban pecah dini dan berakibat meningkatkan resiko infeksi pada janin. Selain itu, seharusnya ditanyakan apakah suami pasien merokok,pekerjaan pasien yang spesifik, apakah pasien mengalami stress fisik atau psikis, apakah pasien pernah coitus dalam beberapa waktu dekat ini untuk menentukan faktor lain yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Pecahnya selaput ketuban akan mengawali rangkaian proses berikut: cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun, produksi prostaglandin sehingga merangsang proses persalinan, HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu), menjadi semakin kuat (bila sudah inpartu). Sehingga kenceng-kenceng pada pasien mulai dirasakan, tetapi masih jarang karena belum inpartu.4.2.Analisa Preeklampsi BeratUsia pasien yang > 35 tahun dan primigravida merupakan faktor penyebab terjadinya preklampsia. Seharusnya ditanyakan juga apakah keluarga pasien pernah mengalami preeklampsi/eklampsi. Pada anamnesa, pasien juga mengatakan kakinya bengkak sejak 10 hari yang lalu. Edema kedua tungkai dapat terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endhotel kapiler. Edema tungkai merupakan salah satu tanda adanya preeklampsi. Selain itu juga ada hipertensi yang dialami saat kehamilan, dimana sebelumnya tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Pada Ibu hamil diperlukan kondisi fisik yang prima, kondisi fisik yang sehat sehingga ibu hamil dapat menjalani proses kehamilan dengan baik, agar kondisi janin yang dikandung juga dalam kondisi yang baik. Namun hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan Berat Badan : 86 kg, BB pra hamil : 75 kgTinggi Badan: 155 cmJika dihitung dengan standar BMI maka(BB) seseorang (kg) dibagi dengan tinggi badan (TB) pangkat dua (m2).BMI = (BB) / [(TB) * (TB)]Misalnya: BB = 75 dan TB = 155 cm, makaBMI = (75 / 1,552) = 75/2.40 = 31,25 (obesitas)

Berat badan pasien meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan pasien, pada saat usia kehamilan 36 minggu berat badannya menjadi 86 kg, terdapat peningkatan 11 kg. Dari berat badan pasien yang termasuk obesitas, merupak salah satu faktor penyebab preeklampsi. Perlu ditanyakan juga apakah pasien merasa ada gangguan penglihatan, apakah merasa nyeri pada hulu hati, untuk menentukan adanya tanda impending eklampsia.

4.3.Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan PenunjangDari pemeriksaan fisik dan penunjang, terdapat tekanan darah pasien 160/110 mmHg dan kadar albumin +3, merupakan tanda adanya preeklamsi berat dengan ditambah adanya oedem pada kedua tungkai pasien. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan inspekulo untuk mendiagnosa ketuban pecah dini secara akurat dimana dapat membedakan ketuban pecah dini dari Vaginitis, peningkatan sekresi vagina, dan inkontinensia urine pada pasien ini tidak dilakukan karena tidak adanya alat yang diperlukan. Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.2. Nitrazine Test: Kertas nitrazin merah akan jadi biru3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan didiamkan, dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.Pada pasien ini juga tidak pernah dilakukan pemeriksaan USG selama melakukan kontrol. Apabila dilakukan USG, dapat ditemukan faktor lain yang bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini dan preeklampsi. Dapat juga diketahui kondisi janin dalam rahim, letak plasenta, besar janin, jumlah ketuban, dan menentukan dengan pasti umur kehamilan.

4.4.PentalaksanaannyaSaat di kamar bersalin pasien di terapi, yaitu: Infus RL Injeksi ceftriaxon 2x1 Observasi suhu pasien, pemantauan adanya infeksi Injeksi MgSO4 4 g 20% IV pelan Pasang kateter Injeksi MgSO4 10g 40% boka Nifedipin 3x10mgPembahasan: Pemberian ceftriaxon sebagai antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi MgSO4 diberikan untuk mengatasi kejang pada preeklampsi dan eklampsi Nifedipin sebagai obat anti hipertensiPada pasien ini tanda-tanda inpartu telah terjadi selama 14 jam sebelum MRS dan selama itu pasien dalam keadaan kala 1 fase laten , sehingga disebut kala 1 fase laten memanjang. Didapatkan his 30 menit sekali, dari VT didapatkan pembukaan 1 cm, maka dilakukan drip bertingkat dengan menggunakan oxytocin dengan sebelumnya ditentukan bishop score, yaitu > 5. Pada jam 11.00 diberikan drip oxytocin sebanyak 5 iu dalam RL 500cc 8 tpm (tetes per menit) pada pemberian pertama. Setiap 15 menit, tetesan ditingkatkan sebanyak 4 tpm dan diobservasi denyut jantung janin dan his pasien. Hingga pada tetesan maksimal, yaitu 40 tpm pada pukul 13.00, maka pasien dievaluasi ternyata belum ada tanda kemajuan persalinan. Pembukaan pada servix hanya bertambah 1 cm menjadi 2 cm yang awalnya pasien mengalami pembukaan 1 cm, konsistensi cervix masih keras belum ada show (blood sylm), his tidak adekuat. Ini sudah merupakan dosis maksimal dari induksi persalinan, tidak boleh ditambahkan lagi dikarenakan efek sampingnya dapat menyebabkan ruptura uteri.Efek klinis penting dari oxytocin adalah menyebabkan kontraksi otot polos uterus selama masa kehamilan dan nifas. Oxytocin bekerja selektif pada otot polos uterus dan menyebabkan kontraksi ritmis pada uterus, meningkatkan frekuensi kontraksi yang telah ada, dan meningkatkan tonus otot-otot uterus. Dan hal ini tampaknya tergantung dosis dan ambang rangsang uterus terhadap obatini. Oxytocin terutama bekerja pada akhir kehamilan, selama kehamilan dan segera setelah proses persalinan. Oxytocin sintetik tidak mempunyai efek pada sistem kardiovaskuler seperti peningkatan tekanan darah yang biasanya terjadi karena sekresi vasopressin oleh pituitari posterior. Pada kehamilan cukup bulan, pemberian infus oxytocin pada kecepatan 1-16 mU per menit menghasilkan kadar fisiologi oxytocin yang akan menimbulkan kontraksi yang tidak berbeda dengan yang dihasilkan pada akhir kehamilan normal. Pemberian infus 16 mU per menit meningkatkan tonus basal rahim. Pada jam 13.30 pasien di bawa ke Kamar Operasi untuk menjalani sectio caesaria, dengan indikasi gagal drip. Gagal drip adalah suatu kondisi dimana telah dilakukan induksi persalinan (drip) sebanyak 40 tpm yang merupakan dosis maksimal. Sementara pada kasus ini pasien telah mengalami ketuban pecah dini, jika tidak cepat ditangani atau janin tidak cepat dilahirkan, dapat menyebabkan infeksi dan dapat membahayakan janin. Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk untuk ibu yaitu resiko ruptura uteri dan gangguan psikologis yang lebih berat maka dipilih tindakan section caesaria. BAB VKESIMPULANKESIMPULAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis ketuban pecah dini dan preeklampsi berat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan ibu mengenai kebersihan organ vital dan cara pembersihan yang benar sangat dibutuhkan untuk menghindari adanya infeksi pada organ vital tersebut, yang merupakan salah satu faktor penyebab ketuban pecah dini. Usia ibu yang terlalu tua atau muda, terlalu gemuk, jumlah paritas faktor ini harus diperhatikan karena menjadi resiko terjadinya preeklampsi.

SARAN Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan perawatan diri selama hamil. Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin. Untuk RS, perlu melengkapi sarana pemeriksaan penunjang untuk mendapat data pasien yang lebih lengkap

DAFTAR PUSTAKA

1. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.http://www. Aafp.org2. Agus abadi, 2004. Persalinan Preterm. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. Pp: 364-73. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html4. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194. Pp: 317-21http://www.ajog.org5. Ketut Sudhaberata. 2001 Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan, Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU Tarakan, Kaltim.http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm6. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi Kedua.7. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.8. Manoe, M, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar. http://www.geocities.com/klinikobgin/kelainankehamilan/preeklamsia-eklampsia.htm 9. Hacker Moore, Essential Obstetries Dan Gynekolo54rgy, Edisi 2, W.B Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.10. Wiknyosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1991. 281-301, 386-400,675-688.11. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion & Lange, 1998 : 881-903.12. Fernando Arias, Practicial Guide To Hight Risk Pregnancy And Delivery, 2 Nd Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 213-223.13. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Masalah Yang Berhubungan Dengan Lamanya Kehamilan. Yayasan BP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001, 300-304.14. Robert K Creasy, Preterm Labor And Delivery, Maternal Fetal Medicine Principles And Practice, WB Saunder Company, Philadelpia, 1994 : 494-515.15. John C Morison MD, Continuos Subcutaneus Terbutalin Administration Prolong Pregnancy After Recuren Preterm Labour, AM J Obstetry And Gynecology, June 2003, 1460-1467.16. Thomas F MC Elrat MD, Association Between Use Antenatal Magnesium Sulfat In Preterm Labour And Adverse Health Outcomes In Infants, AM J Obstetry And Gynecology, January, 2003 : 294-295.17. Nancy D Berkman, John M Thord, Tokolitic Treatmen For The Management Of Preterm Labour : A Review Of The Evidence, AM J Obstetry And Gynecology, June 2003 : 1648-1657.

32