lapsus melasma

43
1 REFLEKSI KASUS MELASMA Disusun oleh: Rizky Imansari 092011101030 Dokter Pembimbing: dr. Rosmarini E.S.H., M.Sc., Sp.KK Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF / Lab. Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr.Soebandi Jember

Upload: ika-niswatul-chamidah

Post on 26-Dec-2015

132 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Melasma

1

REFLEKSI KASUS

MELASMA

Disusun oleh:

Rizky Imansari

092011101030

Dokter Pembimbing:

dr. Rosmarini E.S.H., M.Sc., Sp.KK

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Madya

di SMF / Lab. Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr.Soebandi Jember

SMF/LAB. PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD DR. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Lapsus Melasma

2

BAB 1. PENDAHULUAN

Melasma merupakan suatu hipermelanosis yang umumnya terjadi dan

muncul karena paparan sinar matahari terutama pada daerah wajah.

Patogenesisnya sampai saat ini belum diketahui, tetapi genetic dan hormone serta

UV memainkan peranan yang penting. Dahulu melasma dikenal dengan nama

kloasma.

Melasma menggambarkan bercak berwarna coklat terutama pada pipi

dan dahi. Melasma merupakan hiperpigmentasi simetris yang sering didapat pada

wanita yang mempunyai predisposisi genetik. Melasma bisa menyebabkan

masalah psikososial. Hal ini terjadi terutama pada ibu hamil (melasma

gravidarum, atau topeng kehamilan) dan pada wanita yang mengkonsumsi

kontrasepsi oral. Sepuluh persen kasus terjadi pada wanita yang tidak hamil dan

laki-laki berkulit gelap. Melasma yang lebih menonjol dan berlangsung lama pada

orang dengan kulit gelap. Pada wanita, melasma akan menghilang perlahan dan

tidak sempurna setelah melahirkan atau penghentian penggunaan hormon. Pada

pria, melasma jarang memudar. Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui

pasti, dapat timbul sebagai proses fisiologis atau patologis, tetapi paparan

matahari dapat mempengaruhi perjalanan melasma

Melasma tidak hanya terjadi pada perempuan dewasa, tetapi juga pada

laki-laki (10%) yang tidak memiliki tingkat hormon kewanitaan yang normal. Di

Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Insidens terbanyak

pada usia 30-44 tahun.

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di

daerah tropis. Pingmentasi yang tinggi ini muncul sebagai suatu masalah kosmetik

pada seseorang yang berpigmen tinggi dan merupakan masalah besar pada negara-

negara seperti India, Pakistan, dan Amerika Latin. Pada laki-laki biasanya pada

daerah Timur Tengah atau Asia.

Page 3: Lapsus Melasma

3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Melasma, yang dalam bahasa Yunani berarti “warna hitam”,

merupakan hipermelanosis kutaneus kronik didapat yang ditandai dengan makula

hiperpigmentasi pada area wajah yang terpajan sinar matahari. Melasma yang

juga dikenal dengan nama kloasma atau mask of pregnancy, memiliki lesi berupa

makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua. Chloasma

berasal dari bahasa Yunani, chloazein, yang berarti “menjadi hijau”. Melas, juga

berasal dari bahasa Yunani, yang berarti “ hitam “. Oleh karena p igmentasi tidak

pernah tampak berwarna hijau, melasma mempunyai arti yang lebih sesuai.

Melasma adalah hipermelanosis didapat yang biasanya bilateral dan

seringkali simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda

sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat

predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu.

2.2 FISIOLOGI PIGMENTASI

Sebelum membahas lebih lanjut tentang melasma, pertama-tama kita

harus mengetahui tentang melanin dan proses melanogenesiS. Pembentukan

melanin terjadi didalam melanosit, suatu sel berdendrit yang terletak pada

lapisan basal epidermis dan memproyeksikan dendrit-dendritnya ke epidermis.

Dendrit adalah semacam tangan yang dapat mencapai keratinosit dalam jarak

yang cukup jauh untuk mentransfer melanosomes, yaitu organela yang berisi

melanin. Diperkirakan satu melanosit dapat mencapai 36 keratinosit dan

mengadakan kontak didalam satu kesatuan yang disebut epidermal melanin

unit.

Dalam proses pigmentasi pada kulit, dikenal tiga fase penting, yaitu :

1. Fase metabolisme pigmen

2. Fase transfer melanosom

3. Fase distribusi melanin/mm2

Page 4: Lapsus Melasma

4

Fase 1 : Metabolisme pigmen

Pembentukan pigmen melanin merupakan proses yang sangat rumit dan

baru saja diketahui sebagai langkah konversi dari suatu substrat menjadi melanin

yang dikatalisasi oleh enzim-enzim yang ada dibawah pengaruh genetik.

Demikian pula, sebenarnya sistem melanin berkaitan secara erat dengan maturasi

struktural pigmen granuler (perubahan premelanosom ke melanosom) di bawah

pengaruh genetik. Tetapi metabolisme melanin dalam melanosit dapat pula

dipengaruhi oleh stimuli eksternal. Suatu penurunan sintesis melanin akan

menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan kenaikan sintesis akan mengakibatkan

hiperpigmentasi.

Melanin terbagi atas 2 kelompok utama yaitu:

1. Eumelanin, pigmen coklat kehitaman yang tidak larut basa, memberikan

warna gelap

2. Pheomelanin, pigmen berwarna kuning merah-kecoklatan yang larut basa,

memberikan warna cerah.

Page 5: Lapsus Melasma

5

Fase 2. Transfer Melanosom

Keratinosit berperan aktif dalam pengambilan granul pigmen yang sudah

masak dengan cara fagositosis dari dendrit yang mengandung melanosom.

Aktifitas ini bergantung pada komposisi dan fungsi membran. Dalam proses

transfer pigmen, reseptor pada membran sel kemungkinan berperan dalam

pengenalan dan interaksi. Setelah transfer melanosom dari melanosit ke

keratinosit, pigmen melanin diangkut ke permukaan kulit melalui deskuamasi.

Kecepatan keratinocyt turnover , kecepatan pergerakan sel basal ke permukaan

untuk menjadi keratinosit, dan juga perpaduan korneosit ini akan menentukan

konsentrasi melanin dalam epidermis. Komponen melanin dari melanosom tidak

dipecah selama pergerakan ke atas keratinosit. Penurunan laju transfer melanosom

dari melanosit ke keratinosit akan menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan

kenaikan kecepatannya akan menyebabkan hiperpigmentasi. Kenaikan kecepatan

gerakan ke atas dari keratinosit ke permukaan kulit yang juga akan meningkatkan

deskuamasi akan menyebabkan hipopigmentasi, sedangkan penurunan

deskuamasi akan menyebabkan hiperpigmentasi.

Fase 3. Distribusi melanosit per mm 2

Distribusi melanosit pada seluruh tubuh sangat bervariasi. Perbedaan

regional kemungkinan merupakan akibat dari berbagai faktor, termasuk genetik,

pada proses migrasi melanosit. Terlepas dari pengaruh kongenital, kepadatan

melanosit per mm2 dapat juga akibat stimuli eksternal. Apabila secara total tidak

ada melanosit, akan terjadi depigmentasi. Kepadatannya yang rendah

menyebabkan hipopigmentasi dan kenaikan kepadatan akan menimbulkan

hiperpigmentasi.

Page 6: Lapsus Melasma

6

2.3 EPIDEMIOLOGI

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di

daerah tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula

pada pria (10%). Di indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1.

Terutama pada wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar

matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun.

Kelainan ini dapat mengenai wanita hamil, wanita pemakai pil kontrasepsi,

pemakai kosmetik, pemakai obat, dll. Melasma jarang ditemui pada masa

prepubertas, dan jauh sering ditemukan pada terutama pada masa produktif.

Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang

pernah menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan

pigmentasi yang sejalan dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi

dari perbaikan DNA, dengan gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini

adalah gen SLC24A5 (Solute Carrier Family 24 member 5 ).

2.4 ETIOPATOGENESIS

Sampai saat ini penyebab melasma belum diketahui pasti. Faktor kausatif

yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah:

a. Paparan sinar matahari (sinar UV)

Sintesis melanin dapat terjadi karena paparan sinar matahari secara

langsung maupun tak langsung. Secara langsung bila pajanan sinar

matahari memicu melanosit pada membran sel yang akan mengahasilkan

ROS sebagai photoproduct, selanjutnya ROS mengaktifkan phopholipase-

C (PLC) dan membebaskan diacetyl glycerol (DAG) dan

inositoltriphosphat. Kedua senyawa ini bergungsi sebagai second

messenger yang akan mengaktifkan faktor nuklear sehingga transkripsi

DNA yang ada di inti sel terpicu. Transkripsi DNA akan menghasilkan

tyrosinase dan berakhir dengan sintesis melanin. Secara tidak langsung

pajanan sinar matahari akan memicu keratinosit, dan juga melalui

pelepasan DAG kedalam sitoplasma akan mempengaruhi transkripsi DNA

yang berujung pada sintesis dan sekresi berbagai sitokin yang

Page 7: Lapsus Melasma

7

berperan sebagai mitogen bagi melanosit untuk berproliferasi, migrasi

dan melakukan sintesis melanin.

Dituliskan pada Fitzpatrick, bahwa terdapat perbedaan jumlah

melanosit diantara berbagai lokasi di badan setiap individu. Pada lokasi

yang seringkali terpapar matahari seperti pada wajah, terdapat sekitar

2.000 atau lebih melanosit tiap millimeter persegi, sedangkan pada lokasi

yang lain sekitar 1.000 tiap milimeter persegi. Hal ini menjelaskan

mengapa melasma terlokalisir pada wajah, terutama dahi, pipi dan bibir

bagian atas. Kulit wajah juga menerima pajanan sinar matahari terbanyak

dibandingkan kulit di lokasi lainnya. Spektrum sinar matahari merusak

gugus sulfihidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim

tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar

ultraviolet menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga

memacu proses melanogenesis.

b. Hormon

Dari segi hormonal, estrogen, progesteron, MSH (Melanocyte

Stimulating Hormon), dan ACTH (Adrenocorticotropic hormon)

merupakan faktor penting timbulnya melasma, meskipun kadarnya tak

selalu meninggi pada penderita melasma.

Estrogen berperan langsung pada melanosit sebagai salah satu

reseptornya di kulit. Hal ini terbukti dari timbulnya hiperpigmentasi

melalui pemberian estrogen topikal pada puting susu. Estrogen akan

meningkatkan jumlah melanin dalam sel. Sedangkan terhadap melanin,

progesteron meningkatkan penyebarannya dalam sel. Mekanisme seluler

estrogen dan progesteron terjadi dengan perantara hormon tropik (peptide

dan glikoprotein) pada membrane sel dan melibatkan aktivitas c-

AMP (Cyclic Adenosin Monophosphat), yang kemudian meningkatkan

pembentukan tirosinase, melanin, dan penyebaran melanin, di samping

efek peniadaan aktivitas inhibitor enzim, yang akhirnya meningkatkan

jumlah dan penyebaran melanin.

Page 8: Lapsus Melasma

8

Saat terjadi kehamilan, keseimbangan hormon di dalam tubuh

juga ikut berubah. Selama kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi

pada 90% wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit

yang lebih gelap. Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan

ephelides menjadi berwarna lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering

kelihatan lebih gelap. Area yang mempunyai pigmen normal seperti puting

susu, areola mammae dan genital, pigmentasi menjadi lebih kuat. Linea

alba, garis tengah dinding perut anterior selalu menjadi lebih gelap

selama kehamilan dan kemudian dinamai linea nigra. Dalam kelompok

kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha atas

bagian dalam. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi

pada 50% wanita hamil.

Hormon lain yang berperan dan kadarnya meninggi pada

kehamilan adalah β MSH (Beta Melanocyte Stimulating Hormone). β

MSH mengandung rangkaian 7 asam amino yang identik dengan

gugusan asam amino 4-10 dalam α MSH dan ACTH. Sehingga ACTH

juga mempunyai banyak aktivitas yang sama dengan MSH, termasuk

menyebabkan hipermelanosis.

c. Obat-obatan

Peran obat-obatan dalam menimbulkan melasma dapat melalui beragam

cara. Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi lewat proses

deposisi antara lain logam berat, fenotiasid, anti malaria, arsen inorganik,

dan merkuri. Difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik dan

minosiklin merupakan obat-obat yang ditimbun di lapisan dermis bagian

atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis yang

menyebabkan timbulnya melasma.

Klorpromasin dapat merangsang sintesis melanin melalui

peningkatan jumlah melanosom dalam sel epidermis dan lisosom dalam

makrofag dermis. Didapatkan adanya penambahan kromofor pada endotel

yang merupakan bentuk polimer dari diklorpromasin.

Page 9: Lapsus Melasma

9

Tetrasiklin dan amiodaron menyebabkan hiperpigmentasi melalui

mekanisme reaksi fotohipersensitivitas. Sedangkan hidantoin dan

derivatnya bekerja langsung pada melanosit. Obat-obatan sitostatika,

antara lain siklofosfamit, trietilentiofosfo-amida menimbulkan

hiperpigmentasi melalui penurunan turn over sel-sel malphigi. Akibatnya

terjadi penurunan produksi sel, sehingga keratinosit lebih banyak kontak

dengan melanosit dan penuh dengan melanosom, akhirnya timbul

hiperpigmentasi.

Zidovudine yang telah dipakai pada pasien AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam

daftar obat-obatan yang menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.

d. GenetikTerjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang

pernah menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa

peningkatan pigmentasi yang sejalan dengan paparan radiasi UV

merupakan kosekuensi dari perbaikan DNA.6 Dengan gen yang

mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen SLC24A5 ( Solute Carrier

Family 24 member 5 ), sebuah gen yang terdapat pada kromosom ke-15

dalam tubuh manusia. Gen ini tersusun dari 396 molekul asam amino.

Menurut penelitian, aktivitas gen SLC24A5 inilah yang menentukan

jumlah dan aktivitas melanosit. Semakin tinggi aktivitas gen SLC24A5,

semakin tinggi jumlah melanosit yang akan memproduksi banyak melanin.

Artinya, kulit akan semakin gelap. Demikian pula sebaliknya, jika

aktivitas gen SLC24A5 ini semakin sedikit, kulit cenderung semakin

terang.

e. Ras

Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan

kulit berwarna gelap.

f. Kosmetika

Faktor lain yang berperan pada timbulnya melasma adalah faktor

lokal yaitu pemakaian kosmetika. Beberapa bahan yang ada dalam

Page 10: Lapsus Melasma

10

kosmetika wajah seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai

lavender oil, juga hydroquinone, antiseptic, PABA ( Para Amino Benzoic

Acid ) dan berbagai pengawet bersifat sebagai photo sensitizer yang dapat

meningkatkan terbentuknya ROS ( Reactive Oxygen Species ) dan memicu

aktifitas melanosit. Khusus hydroquinone yang banyak digunakan sebagai

pemutih kulit di pasaran dengan dosis yang tidak akurat, selain dapat

menyebabkan hipermelanosis, justru berperan sebagai sumber ROS yang

dapat merusak sel dan DNA (Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak heran

apabila penderita yang diberi obat pemutih kadang dapat terjadi reaksi

sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam. Namun yang lebih berbahaya adalah

dengan penggunaan pemutih untuk mencegah sintesis melanin, fungsi

melanin sebagai proteksi hilang dan pada tingkat seluler terjadi kerusakan

DNA yang apabila mekanisme repair tak berhasil maka sangat beresiko

menghasilkan gen mutan yang pada akhirnya timbul keganasan kanker

kulit.

Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya

melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena

paparan sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan fotosensitiser

yang terkandung dalam kosmetika tadi menyerap sinar, kemudian

terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu

respon imun. Mediator yang mempunyai kemampuan merangsang

melanosit adalah leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga terdapat

peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi lamina

basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan regenerasi

sel-sel basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam keratinosit

yang degenerasi ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis dermal.

g. Idiopatik

Page 11: Lapsus Melasma

11

2.5 KLASIFIKASI

Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis,

pemeriksaan sinar Wood, dan pemeriksaan histopatologik.

Berdasarkan gambaran klinis.

1. Bentuk Sentro-Fasial meliputi daerah dahi, hidup, pipi bagian medial,

bawah hidung, serta dagu (63%).

2. Bentuk Malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).

3. Bentuk Mandibular meliputi daerah mandibula (16%).

Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood

1. Tipe Epidermal : melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood

dibandingkan dengan sinar biasa.

2. Tipe Dermal : dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding

dengan sinar biasa.

3. Tipe Campuran : tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak

jelas.

4. Tipe Sukar Dinilai : karena warna kulit yang gelap, dengan sinar Wood

lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Pemeriksaan dengan sinar Wood lebih bermakna pada kulit warna terang

dan sedang. Pada kulit warna gelap (tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood

tidak bermanfaat.

Berdasarkan pemeriksaan histopatologis.

1. Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat, melanin terutama

terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum

korneum dan stratum spinosum

2. Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag

bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan

bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.

Page 12: Lapsus Melasma

12

2.6 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis kasus melasma pada dasarnya cukup mudah dikenali. Di

antaranya lesi kulit berupa makula hiperpigmentasi berwarna coklat muda terkadang

dapat sampai berwarna coklat tua-hitam dengan batas jelas, tepi irregular dan biasanya

simetris. Bagian wajah yang terkena biasanya daerah pipi, hidung, dan mulut bagian

atas.

2.7 DIAGNOSIS

Anamnesis

Dari anamnesis yang seksama dapat membantu menegakkan diagnosis

secara tepat terutama untuk mengetahu segala hal terkait dengan pasien.

Anamnesis yang dapat mendukung menegakkan diagnosis melasma, sehingga

perlu ditanyakan:

a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun

b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang

c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi

d. Pasien yang memiliki aktivitas yang sering berpaparan dengan sinar

matahari secara langsung

e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak

dengan sinar matahari

f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik

g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon

Page 13: Lapsus Melasma

13

Pemeriksaan fisik

Pengamatan gambaran klinis yang akurat dilakukan dengan pemeriksaan

fisik pasien. Pada melasma ditemukan lesi yang khas pada wajah yaitu makula

hiperpigmentasi berwarna coklat muda terkadang dapat sampai berwarna coklat

tua-hitam dengan batas jelas, tepi irregular dan biasanya simetris. Daerah yang

paling sering terkena seperti pipi, hidung, bibir bagian atas, dan dagu. Namun juga

ditemukan dalam persentase lebih kecil di daerah malar dan mandibular.

Melasma bentuk sentro-fasial

Melasma bentuk malar

Page 14: Lapsus Melasma

14

Page 15: Lapsus Melasma

15

Melasma bentuk mandibular

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Histopatologik

1. Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat, melanin terutama

terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum

korneum dan stratum spinosum

2. Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag

bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan

bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.

b. Pemeriksaan Mikroskop Elektron

Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan

aktivitas melanosit yang meningkat.

c. Pemeriksaan dengan Sinar Wood

1. Tipe Epidermal : warna lesi tampak lebih kontras

2. Tipe Dermal : warna lesi tidak bertambah kontras

3. Tipe Campuran : warna lesi ada yang bertambah kontras, ada yang tidak

4. Tipe Sukar Dinilai : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan

dengan sinar biasa jelas terlihat

Page 16: Lapsus Melasma

16

2.8 DIAGNOSIS BANDING

a. Hiperpigmentasi post inflamasi (PIH)

Pada umumnya pasien datang dengan keluhan utama berupa bercak

hitam, bintik hitam, perubahan warna kulit, dan noda. Pasien dengan PIH

mempunyai riwayat klinikal atau subklinikal atau riwayat trauma kutaneus

inflamasi. PIH ialah hasil dari respon patofisiologi dari inflamasi kutaneus

seperti akne, dermatitis atopic, liken planus, dan psoriasis.

b. Lentiginosis

Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat

atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah

yang banyak atau dengan distribusi tertentu. Mungkin dapat berkelompok di

atas pipi. Lesi lentiginosis generalisata umumnya multipel, timbul satu demi

satu dalam kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak

diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor genetik.

Page 17: Lapsus Melasma

17

3. Efelid (Freckles)

Bercak-bercak kecil warna coklat di daerah kulit yang terpajan sinar

matahari (muka, leher, lengan dan tangan) sering terlihat pada orang kulit

putih dengan mata biru dan rambut pirang atau merah. Di Indonesia

kelainan ini terdapat pada mereka yang berkulit terang, atau berdarah

campuran Eropa. Kelainan diturunkan secara dominan autosomal sehingga

akan terlihat beberapa anggota keluarga menderita penyakit yang sama.

Efelid adalah hipermelanosis epidermal melanotik, akibat peningkatan

melanosom terutama fase IV, dan bertambahnya dendrit, sehingga reaksi

terhadap sinar ultraviolet bertambah.

Page 18: Lapsus Melasma

18

2.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang

teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya.

Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan

kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronis

residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting

dicari etiologinya.

1. Pengobatan Topikal

a. Hidroquinon

Hidroquinon (HQ), juga dikenal sebagai dihydroxybenzene, adalah

hydroxyphenolic senyawa yang secara struktural mirip dengan prekursor

melanin. Menghambat konversi Dopa terhadap melanin dengan inhibisi

enzim tirosinase. HQ tidak hanya mempengaruhi pembentukan,

melanisasi, dan degradasi melanosom, tetapi juga mempengaruhi struktur

membran melanosit dan akhirnya menyebabkan nekrosis seluruh

melanosit.

Hidroquinon dipakai dengan konsentrasi 2 – 5%. Krim tersebut

dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang hari.

Umumnya tampak perbaikan dalam 6 – 8 minggu dan dilanjutkan sampai

6 bulan. Efek samping adalah dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah

penghentian penggunaan hidrokuinon sering terjadi kekambuhan.

Penggunaan yang lebih lama dapat menimbulkan efek samping yang tidak

diinginkan, terutama pada konsentrasi tinggi, berupa Okronosis yaitu

pigmentasi berbentuk jala pada wajah, yang biasanya mengenai pipi, dahi

dan daerah periorbita.

b. Asam Retinoat (Tretinoin)

Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan

atau terapi kombinasi dengan HQ. Krim tersebut juga dipakai pada malam

hari, karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam

retinoat dipakai sebagai monoterapi dan didapatkan perbaikan klinis

Page 19: Lapsus Melasma

19

secara bermakna, meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping

berupa eritema, deskuamasi dan fotosensitasi.

Trenitoin ini mempengaruhi beberapa langkah di jalur melanisasi.

Tretinoin menyebabkan cepat hilangnya pigmen melalui epidermis

epidermopoiesis dan peningkatan omset dengan mengurangi waktu

kontak antara keratinosit dan melanosit.

c. Asam azaleat

Asam azaleat adalah sembilan asam dikarboksilat karbon yang

menghambat tirosinase kompetitif. Asam azaleat awalnya dikembangkan

sebagai anti-jerawat topikal agen tapi karena efeknya terhadap tirosinase,

hal itu juga telah digunakan untuk mengobati gangguan seperti

hiperpigmentasi melasma. Mekanisme aksi yang meliputi penghambatan

sintesis DNA dan enzim mitokondria, sehingga merangsang efek

sitotoksik langsung terhadap melanosit. Radikal bebas dipercaya untuk

berkontribusi hiperpigmentasi, dan asam azaleat bertindak dengan

mengurangi produksi radikal bebas.

Asam azeleat merupakan obat aman untuk dipakai. Pengobatan

dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik.

Secara acak studi telah menunjukkan bahwa 20% konsentrasi asam

azeleat setara dengan 4% hidroquinon dalam pengobatan melasma, tapi

tanpa efek samping. Efek samping dari asam azeleat termasuk pruritus,

eritema ringan, dan rasa terbakar.

d. Asam Kojik

Asam kojik diproduksi oleh jamur Aspergiline oryzae dan berperan

sebagai inhibitor tirosinase. Double-blind study membandingkan

penggunaan Asam Glikolik 5% dan Hidroquinon 4% dengan penggunaan

Asam Kojik 4% selama 3 bulan. Baik kedua kombinasi membuktikan

efektifitas yang hampir sama dalam mengurangi sebanyak 51% pigmentasi

dari pasien. Penelitian lain, membuktikan bahwa perbaikan pada melasma

mulai tampak setelah 1 bulan pengobatan berdasarkan skor MASI

(Melasma Area Severity Index) dan efek samping yang terjadi relatif

Page 20: Lapsus Melasma

20

ringan berupa kemerahan pada kelompok Asam kojik 4% Pada kelompok

HIdroquinon 4% dilaporkan timbulnya rasa panas dan kemerahan pada

hari ke 14 dan kulit kering yang disertai sedikit pengelupasan kulit, yang

kesemuanya menghilang dalam waktu 1-14 minggu.

2. Pengobatan sistemik

Beberapa preparat oral yang bermanfaat pada pengobatan melasma antara

lain:

a. Asam Askorbat

Asam Askorbat atau Vitamin C mempunyai sifat sebagai

antioksidan yang dapat mengubah melanin bentuk oksidasi yang berwarna

gelap menjadi bentuk reduksi yang berwarna pucat serta mencegah

pembentukan melanin dengan mengubah dopakuinon menjadi dopa.

Dosis yang diperlukan 1-2 g/hari peroral tergantung pada toleransi

penderita.

b. Glutation

Merupakan suatu tripeptida yang terdiri atas asam glutamat, sistin

dan glisin. Asam amino sistein mempunyai gugus sulfhidril yang dapat

mengikat Cuprum dari enzim tirosinase yang merupakan enzim penting

untuk proses melanogenesis. Dipakai secara oral dengan dosis 150 mg-

300 mg setiap hari selama 6 sampai 12 minggu.

3. Tindakan khusus

a. Pengelupasan kimiawi (Chemical peeling)

Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan

hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan mengoleskan

asam glikolat 50 – 70% selama 4 – 6 menit dilakukan setiap 3 minggu

selama 6x. sebelum dilakukan pengelupasan kimiawi diberikan krim asam

glikolat 10% selama 14 hari.

b. Bedah laser

Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switched Ruby dan laser

Argon, namun kekambuhan dapat terjadi. Pemeriksaan Wood’s lamp

Page 21: Lapsus Melasma

21

harus dilaksanakan untuk menentukan lokasi melasma di lapisan

epidermal atau dermal. Penelitian menunjukkan pada kebanyakan pasien,

laser Fraxel lebih efektif pada melasma lapisan dermal. Namun intense

pulsed light sebenarnya menyebabkan bintik bertambah gelap. Melasma

dermal pada umumnya tidak responsif pada kebanyakan terapi, dan cuma

mengurangi hiperpigmentasi dengan produk yang mengandung mandelic

acid atau laser Fraxel.

PENCEGAHAN

a. Meminimalisir paparan sinar UV

Lokasi geografis sering menempatkan pasien dalam risiko untuk

terpapar UV saat kegiatan sehari-hari. Penderita diharuskan menghindari

pajanan langsung sinar ultraviolet terutama antara pukul 09.00-15.00.

Menggunakan pakaian, topi atau payung yang melindungi dari sinar matahari.

Melindungi kulit dengan memakai tabir surya yang tepat, baik mengenai

bahan maupun cara pemakaiannya. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30

menit sebelum terkena pajanan sinar matahari.

Terdapat 2 macam tabir surya yang dikenal, yaitu tabir surya fisis dan

tabir surya kimiawi.

1. Tabir Surya Fisis

Adalah bahan yang dapat memantulkan/ menghamburkan sinar ultraviolet,

misalnya titanium dioksida, seng oksida, kaolin

2. Tabir Surya Kimiawi

Adalah bahan yang menyerap sinar UV, ada 2 jenis yaitu:

Yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau

derivatnya, misalnya octil PABA

Yang tidak mengandung PABA (nonPABA), misalnya bensofenon,

sinamat, salisilat, dan antranilat.

b. Meminimalisir efek hormonal

Baik pil oral kontrasepsi dan Hormone Replacing Therapy mempunyai

peran dalam perkembangan melasma. Sebagai tambahannya, riwayat

Page 22: Lapsus Melasma

22

medikasi diperlukan untuk mengidentifikasi substansi-substansi yang

memiliki hormone-like activity seperti suplemen-suplemen antiaging dan

krim pharmacy-compounded yang digunakan untuk mengurangi gejala-gejala

dari menopause.

2.10 PROGNOSIS

Pigmen dermal mengambil waktu lebih lama untuk hilang berbanding

pigmen epidermal. Namun, pengobatan tidak boleh diabaikan untuk pigmen

dermal. Pigmen dermal berasal dari epidermis, dan apabila melanosis epidermal

dihambat untuk jangka waktu yang panjang, pigmen dermal tidak akan

berkembang dan menghilang secara perlahan. Melasma menjadi resisten dan

kambuh bisa terjadi akibat penghindaran cahaya matahari tidak baik.

Prognosis melasma pada umumnya baik, dengan terapi yang adekuat,

kerjasama yang baik antara dokter - pasien, dan menghindari faktor-faktor resiko

terjadinya melasma. Biasanya melasma menetap selama beberapa tahun. Melasma

yang berkaitan dengan kehamilan akan menetap selama beberapa bulan setelah

melahirkan dan melasma yang berkaitan dengan pengobatan hormonal akan

menetap dalam periode yang panjang setelah berhenti mengkonsumsi kontrasepsi

oral.

Page 23: Lapsus Melasma

23

REFLEKSI KASUS

SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSD dr. Soebandi Jember

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. P

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Alamat : Seputih-Mayang, Jember

Pekerjaan : Petani

Suku : Madura

Agama : Islam

Status : Menikah

II. ANAMNESA

a. Keluhan Utama

Bercak coklat di dahi, pipi, dan hidung.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh timbul bercak coklat di wajahnya sejak 1 tahun yang

lalu. Awalnya bercak coklat ini muncul tiba-tiba di bagian pipi namun hanya tipis

saja. Bercak ini tidak gatal, tidak terasa nyeri dan tidak diawali adanya

peradangan. Pasien mengabaikannya karena mengira hanya bercak biasa. Namun

sejak sebulan yang lalu bercak semakin terlihat jelas dan semakin meluas serta

timbul pada hidung dan dahi.

. Pasien juga mengutarakan bahwa pekerjaannya adalah petani. Jika pergi

ke sawah saat terik matahari pasien tidak menggunakan pelindung wajah seperti

topi lebar, payung maupun tabir surya. Pasien bekerja di sawah dari pagi hingga

tengah hari kadang hingga sore hari. Dulu saat pasien hamil, tidak pernah muncul

bercak coklat pada wajah seperti ini. 4 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi pil

Page 24: Lapsus Melasma

24

kontrasepsi dan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah tidak

mengkonsumsi pil kontrasepsi sejak 1 tahun yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Alergi makanan

(-), alergi obat-obatan (-).

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama

dengan pasien.

e. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Pasien tidak sedang

mengkonsumsi obat-obatan apapun.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status generalis

Dalam batas normal.

b. Status lokalis

REGIO UKK

Frontalis,

Zygomaticus bilateral,

Nasalis

Makula hiperpigmentosa berwarna coklat, berbatas

tegas, dapat dibedakan dengan kulit normal di

sekitarnya, tepi irreguler, simetris, bilateral.

Page 25: Lapsus Melasma

25

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan dengan sinar Wood dan didapatkan bercak semakin

terlihat jelas pada regio frontalis, nasalis, dan zygomaticus bilateral.

V. RESUME

Pasien mengeluh timbul bercak coklat di wajahnya sejak 1 tahun yang lalu.

Awalnya bercak coklat ini muncul tiba-tiba di bagian pipi namun hanya tipis saja.

Bercak ini tidak gatal, tidak terasa nyeri dan tidak diawali adanya peradangan.

Pasien mengabaikannya karena mengira hanya bercak biasa. Namun sejak sebulan

yang lalu bercak semakin terlihat jelas dan semakin meluas serta timbul pada

hidung dan dahi.

Pasien menjelaskan sudah 3 tahun menggunakan kosmetik dan krim

pemutih. Namun selama itu tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Pasien

juga mengutarakan bahwa pekerjaannya adalah petani. Jika pergi ke sawah saat

terik matahari pasien tidak menggunakan pelindung wajah seperti topi lebar,

payung maupun tabir surya. Pasien bekerja di sawah dari pagi hingga tengah hari

kadang hingga sore hari. Dulu saat pasien hamil, tidak pernah muncul bercak

coklat pada wajah seperti ini. 4 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi pil

kontrasepsi dan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah tidak

mengkonsumsi pil kontrasepsi sejak 1 tahun yang lalu. Saat ini pasien sedang

tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun, pasien belum pernah mengalami

keluhan yang sama sebelumnya, dan keluarga pasien tidak ada yang memiliki

keluhan yang sama.

Dari pemeriksaan fisik, pada regio frontalis, zygomaticus bilateral, nasalis

didapatkan makula hiperpigmentosa berwarna coklat, berbatas tegas, dapat

dibedakan dengan kulit normal di sekitarnya, tepi irreguler, simetris, bilateral.

Saat dilakukan pemeriksaan dengan sinar Wood didapatkan bercak semakin

terlihat jelas pada regio frontalis, nasalis, dan zygomaticus bilateral.

VI. DIAGNOSIS BANDING

Page 26: Lapsus Melasma

26

1. Melasma

2. Efelid

3. Lentiginosis

4. Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH)

VII. DIAGNOSIS KERJA

Melasma bentuk sentro-fasial tipe epidermal

VIII.PENATALAKSANAAN

1. Formula Kligman

Krim yang mengandung Hydroquinon 5% + tretinoin 0,1% + deksametason

0,1%

2. Asam askorbat/ Vitamin C 1-2 g/ hari per oral

3. Tabir surya

4. Edukasi

- Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien

- Menghindari paparan sinar matahari atau menggunakan pelindung wajah

seperti payung atau topi lebar atau menggunakan tabir surya jika akan

terkena paparan sinar matahari

- Menggunakan obat secara teratur dan sesuai aturan

- Kontrol 1 bulan kemudian

IX. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 27: Lapsus Melasma

27

DAFTAR PUSTAKA

Bandyopadhyay, Debabrata. 2009. Topical Treatment of Melasma. Indian Journal Dermatology.

Hee-Young, Kang., Ortonne, Jeann P. 2010. What Should Be Considered in Treatment of Melasma. Department of Dermatology, Ajou University School of Medicine, Suwon, Korea. Ann. Dermatology.

Hurley, Mary E., Guevara, Ian L. 2002. Efficacy of Glycolic Acid Peels in the Treatment of Melasma. American Medical Association. Arch.Dermatology Jounal.

Kabulrachman. 2000. Kelainan Pigmen: Melanosit. Dalam: Harahap, Marwali, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.p.145-6.

Kabulrachman. 2000. Kelainan Pigmen: Melasma. Dalam: Harahap, Marwali, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.p.148-9.

Michel, Jean. 2004. Treatment of molluscum contagiosum with 585 nm collagen remodeling pulsed dye laser. European Journal Dermatology.

Park, Hee-Young., Pongpudpunth, Marinya. 2008. Biology of Melanocytes. Fitzzpatrick’s Dermathology in General Medicine Seventh Edition.p591-608.

Park, Hee-Young., Pongpudpunth, Marinya. 2008. Melasma. Fitzzpatrick’s Dermathology in General Medicine Seventh Edition.p635.

Soepardiman, Lily. 2010. Kelainan Pigmen: Melasma. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ditors. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.p.289-292.

Sukanto, Hari., Barakbah, Jusuf. 2005. Melasma. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: FKUA

Vaneeta M. Sheth, and Amit G. Pandya. 2011. Melasma: A comprehensive update Journal American Academy Dermatology.