lapsus mata fix

34
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT MATA Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Umum Bagian Ilmu Penyakit RSUD dr.ADHYATMA, MPH Dokter Pembimbing : dr. Sudarti HS, Sp.M Disusun Oleh : Kelompok I 1. Agus Syaifudin H2A012069 2. Itsnaini Al Amira S H2A012060 3. Amalia Octavianny H2A012061 4. Ibnu Fajar Eka W H2A012009 KEPANITERAAN UMUM ILMU PENYAKIT MATA

Upload: itsnaini-al-amira-sofyan

Post on 10-Jul-2016

36 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

uhh

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT MATA

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Umum Bagian Ilmu Penyakit RSUD

dr.ADHYATMA, MPH

Dokter Pembimbing :

dr. Sudarti HS, Sp.M

Disusun Oleh :

Kelompok I

1. Agus Syaifudin H2A012069

2. Itsnaini Al Amira S H2A012060

3. Amalia Octavianny H2A012061

4. Ibnu Fajar Eka W H2A012009

KEPANITERAAN UMUM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO SEMARANG

2016

A. Identitas Pasien

Nama : Bp. K

Usia : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Ngaliyan

Pekerjaan : Swasta (operator mesin produksi tekstil)

Pendidikan terakhir : STM

No. RM Irja/ Irna :

Tanggal masuk RS : 22 April 2016

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 April 2016 di

Poli Mata RSUD Tugurejo Semarang pukul 10.00 WIB.

1. Keluhan utama :

Mata kiri masih terasa kabur.

2. Riwayat penyakit sekarang :

1 bulan yang lalu, mata kiri pasien terkena percikan keramik dan terasa

pedih, nyeri serta buram. Sehari setelah terkena percikan, mata kiri

pasien ditetesi obat mata insto, rasa nyeri hilang tetapi pandangan

pasien masih buram dan pedih. Keluhan lain yang dirasakan pasien

pedih apabila ada air/ keringat yang menetes ke mata, fotofobia (+),

nrocos (+), ganjel (+), rasa panas (+), merah (+), gatal (-), lodok (-).

Setelah 3 hari terkena percikan keramik pasien memeriksakan diri ke

dokter. Hasil pemeriksaan terlihat adanya robekan kecil pada bagian

tengah kornea pasien, kemudian pasien diberikan terapi dan diminta

kontrol kembali. Setelah kontrol, keluhan nyeri, nrocos, ganjel dan rasa

panas berkurang. Pada saat kontrol yang ketiga kalinya pasien masih

merasakan kabur pada mata kiri.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat sakit yang sama : disangkal

b. Riwayat trauma : pecahan keramik

c. Riwayat darah tinggi : disangkal

d. Riwayat kencing manis : disangkal

e. Riwayat operasi : disangkal

f. Riwayat alergi : disangkal

g. Riwayat menggunakan kacamata : disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga :

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Hipertensi : disangkal

c. Diabetes Melitus : disangkal

5. Riwayat sosial ekonomi :

Pasien bekerja sebagai operator mesin produksi tekstil, tidak

menggunakan alat pelindung saat bekerja. Pasien berobat dengan

menggunakan BPJS.

C. Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 April 2016 pukul 10.00 WIB.

STATUS GENERALIS

1. Keadaan umum : Baik

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 66 x /menit

Nafas : 18 x/menit

Suhu : tidak dilakukan

4. Kepala : mesocephal

5. Leher : dalam batas normal

6. Thorax : tidak dilakukan

7. Abdomen : tidak dilakukan

8. Ekstremitas : tidak dilakukan

STATUS GIZI

1. Berat badan : 68 kg

2. Tinggi badan : 154 cm

3. IMT : 28,67 kg/m2

4. Status Gizi : Overweight

STATUS OFTALMOLOGIS

sikatrik

Oculi Dekstra Pemeriksaan Oculi Sinistra

1,0 Visus 0,5

Add S+ 1,50 Koreksi S -0,5

Add S+ 1,50

Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan

Madarosis (-) Tumbuh

penuh normal

Suprasilia Madarosis (-) Tumbuh

penuh normal

Teratur (+), trikiasis(-),

distikiasis (-), rontok (-)

Silia Teratur (+), trikiasis(-),

distikiasis (-), rontok (-)

Spasme (-), tertutup rapat

(+), terbuka sempurna (+),

massa (-), radang (-),

edema (-), hordeolum (-),

kalazion (-), ptosis (-)

Palpebra superior Spasme (-), tertutup rapat

(+), terbuka sempurna (+),

massa (-), radang (-),

edema (-), hordeolum (-),

kalazion (-), ptosis (-)

Spasme (-), tertutup rapat

(+), terbuka sempurna (+),

Palpebra inferior Spasme (-), tertutup rapat

(+), terbuka sempurna (+),

massa (-), radang (-),

edema (-)

massa (-), radang (-),

edema (-)

Sekret (-)Hiperemis (-)

Folikel (-)Cobble stone (-)

papil (-)Corpus alienum (-)

Konjungtiva

Palpebra superior

Sekret (-)Hiperemis (-)

Folikel (-)Cobble stone (-)

papil (-)Corpus alienum (-)

Sekret (-), Hiperemis (-),

Folikel (-), Cobble stone

(-), papil (-), Edema (-),

Corpus alienum (-)

Konjungtiva

palpebra inferior

Sekret (-), Hiperemis (-),

Folikel (-), Cobble stone

(-), papil (-), Edema (-),

Corpus alienum (-)

Hiperemis (-), sekret

serous (-), udem (-), corpal

(-)

Konjungtiva fornix Hiperemis (-), sekret

serous (-), udem (-), corpal

(-)

Injeksi konjungtiva (-),

injeksi silier (-),mix injeksi

(-), hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-),

injeksi silier (-), mix

injeksi (-) hiperemis (-)

Ortoforia Kedudukan bola

mata

Ortoforia

Ikterik (-), hiperemis (-),

tanda radang (-)

Sclera Ikterik (-),

hiperemis (-),tanda radang

(-)

Jernih (+), arcus senilis (-),

infiltrat (-), ulkus (-),

sikatrik (-), udem (-),

neovaskularisasi (-)

Cornea Jernih (-), arcus senilis (-)

infiltrat (-), ulkus (-),

sikatrik (+), udem (-),

neovaskularisasi (-)

Kedalaman cukup, jernih

(+), hifema (-), hipopion

(-)

Camera oculi

anterior

Kedalaman cukup,

jernih(+), hifema (-),

hipopion (-)

Bentuk reguler (+), sinekia

(-), kripte melebar (-),

Iris Bentuk reguler (+), sinekia

(-), kripte melebar (-),

edema (-),

neovaskularisasi (-)

edema (-),

neovaskularisasi (-)

Bulat, central, reguler,

diameter (dbn), reflek

cahaya (+)

Pupil Bulat, central, reguler,

diameter (dbn), reflek

cahaya (+)

Jernih Lensa Jernih

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Lapang pandang Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Tekanan bola mata

digital

Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan penunjang

Dengan menggunakan optotip snellen, ditemukan:

VOD:1,0

VOS: 0,5

Hasil setelah dikoreksi :

OD:1,0

OS: 0,5 S-0,51,0

Add : S+1,50

E. Resume

1 bulan yang lalu, mata kiri pasien terkena percikan keramik dan

terasa pedih, nyeri serta buram. Sehari setelah terkena percikan, mata kiri

pasien ditetesi obat mata insto, rasa nyeri hilang tetapi pandangan pasien

masih buram dan pedih. Keluhan lain yang dirasakan pasien pedih apabila

ada air/ keringat yang menetes ke mata, fotofobia (+), nrocos (+), ganjel

(+), rasa panas (+), merah (+), gatal (-), lodok (-). Setelah 3 hari terkena

percikan keramik pasien memeriksakan diri ke dokter. Hasil pemeriksaan

terlihat adanya robekan kecil pada bagian tengah kornea pasien, kemudian

pasien diberikan terapi dan diminta kontrol kembali. Setelah kontrol

keluhan nyeri, nrocos, ganjel dan rasa panas berkurang. Pada saat kontrol

yang ketiga kalinya pasien masih merasakan kabur pada mata kiri.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran

compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 66x/menit, RR

16x/menit. Pemeriksaan status oftalmologi didapatkan visus OD:1,0 OS :

0,5 S-0,5 1,0, Add S+1,5. Pada OS kornea sikatrik (+).

F. Diagnosis banding :

1. ODS Presbiopia

2. ODS Hipermetropi

3. OS Miopia

4. Trauma kornea

G. Diagnosis kerja :

1. OD Presbiopia OS Miopia+ Presbiopia

H. Penatalaksanaan

Resep Kacamata

OD: 1,0

OS : 0,5 S-0,5 1,0

Add S+1,50

Pupil Distance (PD) : 68 mm

I. Prognosis

OD OS

Quo ad Vitam ad bonam ad bonam

Quo ad Sanam ad malam ad malam

Quo ad Fungsionam ad bonam ad bonam

Quo ad Cosmeticam ad bonam ad bonam

J. Edukasi :

1. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita kelainan mata

kanan presbiopia dan mata kiri miopia dan presbiopia, dimana kelainan

ini berhubungan dengan usia karena daya akomodasi lensa mata tidak

bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan

cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat

yang dekat dan kelainan miopia dikarenakan bekas luka dari percikan

keramik.

2. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memerlukan koreksi

kacamata baca yang digunakan untuk membaca agar lebih jelas.

3. Menjelaskan kepada pasien bahwa ukuran kacamata baca pasien dapat

bertambah sesuai pertambahan umur pasien.

4. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, meliputi definisi,

etiologi, gejala, dan terapi.

5. Menjelaskan kepada pasien tentang terapi yang diberikan.

K. PEMBAHASAN

Pasien mengeluh mata kiri masih terasa kabur setelah terkena

percikan keramik 1 bulan yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80

mmHg nadi 66x/menit, RR 16x/menit. Pemeriksaan status oftalmologi

didapatkan visus OD:1,0 OS : 0,5 S-0,5 1,0, Add S+1,5. Pada OS

kornea sikatrik (+).

Pasien di diagnosa OS miopia+presbiopia dan keratitis berdasarkan

anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Presbiopia adalah kemunduran kemampuan lensa mencembung karena

bertambahnya usia, sehingga memberikan kesukaran melihat dekat tetapi

untuk melihat jauh tetap normal. Gangguan akomodasi pada usia lanjut

dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal

atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan

akomodasi ini, maka pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering

terasa perih.

Pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi untuk

membaca dekat yang berkekuatan tertentu, dimana bagian atas lensa untuk

melihat jauh sedang bagian bawah untuk melihat dekat. Pemeriksaan adisi

untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada

waktu membaca.

TINJAUAN PUSTAKA

A. MIOPIA

1. Definisi

Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar

sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan

tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina.1

Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan

difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi

berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana

cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh

di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani “

muopia” yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan

manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah

"nearsightedness.2

2. Fisiologi Penglihatan Normal

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses.

Pertama, pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya

melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan

udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus. Kedua,

akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,

tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga,

konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di

retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila

cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini

penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau

terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata

sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang

sedang dilihat.3

Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera

fotografi biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang

dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan

film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1)

perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan

antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara

humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4)

perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.

Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias

udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa

(rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.11

Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar

dan bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan

terlihat sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye.

Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced

eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di

depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata

melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa

melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama dari

pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks

bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara

normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki

daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias

total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian

lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali

lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi

lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias

lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung

permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya

“akomodasi”.4

Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan

bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga

dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda

aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam

keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina,

karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu

sebagai keadaan normal.4

3. Penglihatan pada Miopia

Myopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk

ke bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina.3

Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam

keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan

di depan retina.

4. Patofisiologi

Myopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang

terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat:

a. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-

posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang )

disebut sebagai miopia aksial.

b. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu

cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat)

disebut miopia kurvatura/ refraktif.

c. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes

mellitus. Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks.

d. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior,

misalnya pasca operasi glaukoma.5

5. Klasifikasi Miopia

a. Klasifikasi miopi berdasarkan laju perubahan besarnya derajat

refraksi anomaly secara klinik, antara lain :

1) Miopia simplex / stasioner / fisiologik

Biasanya timbul pada usia yang masih muda kemudian

berhenti. Tetapi dapat juga naik sedikit kemudian berhenti.

Dapat juga naik sedikit pada masa puber sampai sekitar umur

20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari Spheris –5.00 Dioptri

atau Spheris –6.00 Dioptri. Tetapi jika dikoreksi dengan lensa

yang sesuai dapat mencapai tajam penglihatan normal

2) Miopia progresif

Ditemukan pada segala umur. Pada keadaan ini terjadi

kelainan fundus yang khas unutk myopia tinggi ( myopia lebih

dari Spheris –6.00 D ).

3) Miopia maligna

Disebut juga myopia patologis/degeneratif karena disertai

penuaan dari koroid dan bagian lain dalam bola mata ( lensa

kristalin, coroid, badan siliar ).6

b. Klasifikasi myopia berdasarkan faktor penyebab dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Miopia axial

Myopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor

herediter, komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC, dan

campak maupun karena konginetal. Selain itu juga bisa karena

anak biasa membaca dalam jarak yang terlalu dekat sehingga

mata luar dan polus posterior yang paling lemah dari bolamata

memanjang. Orang yang berwajah lebar karena akan

menyebabkan konvergensi berlebihan saat melakukan

pekerjaan dekat, bendungan karena peradangan atau

melemahnya lapisan yang mengelilingi bolamata disertai

tekanan yang tinggi. Myopia ini dapat bertambah terus sampai

dewasa.6

Miopia axial merupakan suatu keadaan dimana jarak fokus

media refrakta lebih pendek dibanding sumbu orbitnya. Namun

dalam hal ini jarak fokus media refrakta normal ( 2.6 mm )

sedangkan jarak sumbu orbitnya > 22,6 mm. Menurut

Plempius (1622) bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata

disebabkan karena kelainan anatomis. Sedangkan Donders

(1864) berpendapat bahwa memanjangnya sumbu orbit

bolamata itu disebabkan oleh karena sering mendapatkan

tekanan otot pada saat konvergensi. Sedangkan menurut

Levinshon (1925) dikemukakan bahwa memanjangnya sumbu

orbit bolamata itu disebabkan oleh karena sering melihat

kebawah pada saat bekerja diruang tertutup sehingga terjadi

peregangan pada bolamata, ini berkaitan dengan faktor

gravitasi bumi.6

2) Myopia refraktif

Pada myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media

penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana

lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.7

Menurut Albert E. Sloane, myopia refraktif dapat terjadi

karena :

a) Kornea terlalu melengkung.

b) Lensa kristalin terlalu cembung karena terlalu banyak

cairan mata yang masuk ke lensa kristalin sehingga lensa

keruh seperti katarak immatura, sehingga sinar yang

masuk dibiaskan terlalu kuat.

c) Peningkatan index bias cairan bolamata (pada penderita

Diabetus Melitus).

d) Menurut ilmu kedokteran bahwa myopia dapat

disebabkan karena kurang gizi, kegemukan, gangguan

endokrin, alergi, kekurangan zat kimia (seperti kalsium

dan vitamin), over koreksi pada kacamata, dan memakai

kacamata yang tidak sesuai dengan hasil

pemeriksaan/koreksi anomaly refraksi.6

3) Klasifikasi myopia berdasarkan besarnya derajat refraksi

anomaly, yaitu :

a) Myopia ringan : Spheris -0.25 Dioptri – Spheris -3.00

Dioptri

b) Myopya sedang: Spheris -3.25 Dioptri – Spheris -6.00

Dioptri

c) Myopia tinggi/berat : > Spheris -6.00 Dioptri

6. Manifestasi Klinis

a. Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction,

bahwa gejala myopia adalah sebagai berikut :

1) Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh

yang buram.

2) Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa

koreksi kesa-lahan myopia yang rendah membantu mengurangi

sakit kepala akibat asthenopia (mata cepat lelah).

3) Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia

ingin melihat jauh, efek pinhole dari celah palpebra membuat

ia melihat lebih jelas.

4) Penderita rabun jauh biasanya suka membaca karena mudah

bagi mereka sebagai spekulasi yang menarik.

b. Gejala myopia secara umum :

1) Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya

dan saat melihat jauh selalu menyipitkan matanya.

2) Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan

melihat obyek dengan warna dasar merah lebih terang.

3) Bola mata agak menonjol

4) Biasanya penderita akan melihat titik-titik hitam atau benang-

benang hitam (disebut floter) di lapang pandangnya .

5) Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau

biasanya disebut dengan asthenopia (mata cepat lelah).

6) COA (Camera oculi anterior) dalam, karena jarang dipakainya

otot-otot akomodasi.

7) Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya akomodasi

(midriasis).

8) Corpus vitreum cenderung keruh.

9) Kekeruhan di polus posterior lensa.

10) Menjulingkan mata.

11) Stafiloma posterior fundus tigroid di polus posterior retina

12) Pendarahan pada corpus vitreum.

13) Predisposisi untuk ablasi retina.

14) Atropi berupa kresen myopia.

15) Ekspresi melotot.6

7. Diagnosis

Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa

pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Refraksi Subyektif

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

Refraksi Subyektif, metode yang digunakan adalah dengan Metoda

‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki.

Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita,

Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu

Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila

visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan

lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,

6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia, apabila

dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur

penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif

memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien

menderita hipermetropia.8

b. Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D

pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan

arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian

dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.8

c. Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi

dengan menggunakan komputer.8

8. Komplikasi

a. Ablasio retina terutama pada myopia yang tinggi.

b. Strabismus

c. Ambliopia9

9. Penatalaksanaan

a. Pemberian lensa spheris concave ( - )

Penderita myopia dapat dikoreksi kelainannya dengan

bantuan lensa spheris concave ( - ) yang terkecil/terlemah agar

dapat menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Karena dengan

koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang myopia akan dapat

membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi.6

Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau

lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa

konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata

mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan

daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis

konkaf di depan mata.4

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi

mata myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan

mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti

dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan

tajam penglihatan yang terbaik.4

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif

terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri

memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis

-3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar

untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.7

b. Pemakaian lensa kontak

Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis

dan pemeriksaan secara medis. Karena resiko pemakaian lensa

kontak cukup tinggi.6

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri

lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat

kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa

kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari

respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah,

penurunan myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa

pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian

adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi

antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology, kornea

dengan kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam

keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea secara

menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan

aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu

kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada

beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk

keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.2

c. Pembedahan/operatif

1) Radial Keratotomy

Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea

dengan cara membuat sayatan pada kornea.

2) Photorefractive Keratectomy

Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan

cara memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan

dengan menggunakan alat yang disebut Excimer Laser.

3) LASIK

Singkatan dari Laser Assistet In-situ Keratomeuleosis, pada

Lasik ini sebenarnya sama tujuannya dengan operasi yang

lainnya yaitu mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya

saja berbeda dalam tehnis, yaitu lebih sempurna dengan

menggunakan tehnis laser secara mutlak.6

B. PRESBIOPI

Presbiopia adalah suatu kondisi penglihatan berupa lensa mata yang

kehilangan fleksibilitas, sehingga terjadi kesulitan untuk memfokuskan

penglihatan pada objek dekat. Keadaan ini dimulai pada usia 40 tahun atau

lebih.10 Presbiopi adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan

dengan proses penuaan.3 Hal ini disebabkan oleh berkurangnya elastisitas

lensa sehingga lensa sukar mencembung.7 Daya akomodasi berkurang

diperkirakan dimulai dari 15 dioptri pada awal masa kanak-kanak sampai 1

dioptri pada usia sebelum 60 tahun.11

Pada presbiopi, sifat fisiologik lensa yang berupa kelenturan

berkurang, mengakibatkan lensa tidak dapat mencembung sebagaimana

mestinya untuk memfokuskan benda.8 Kelenturan lensa berkurang seiring

meningkatnya usia. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada

protein lensa seiring bertambahnya usia, sehingga menyebabkan lensa

menjadi keras dan kurang elastis. Oleh karena itu, penderita presbiopi

banyak dijumpai pada usia 40 tahun atau lebih.12 Keadaan ini menimbulkan

manifestasi berupa gangguan akomodasi. Selain berkurangnya kelenturan

lensa, gangguan akomodasi pada usia lanjut juga disebabkan oleh

kelemahan otot akomodasi.7 Kelenturan lensa dan kelemahan otot

akomodasi yang menurun menyebabkan semakin jauhnya titik dekat

penglihatan sehingga kemampuan akomodasi berkurang.4

Titik dekat penglihatan adalah titik terdekat ke mata yang masih dapat

memfokuskan suatu benda dengan jelas oleh akomodasi. Titik dekat akan

semakin jauh dengan pertambahan usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun

menjadi 83 cm pada usia 60 tahun.2 Kelengkungan lensa dapat ditingkatkan

namun terbatas (batas akomodasi maksimum). Hal ini menyebabkan berkas

sinar dari suatu benda yang letaknya kurang dari titik penglihatan yang

dimiliki tidak dapat difokuskan di retina walaupun telah dilakukan

akomodasi maksimum.4

Gambar 1. Letak bayangan pada mata presbiopia

Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kelainan refraksi) pada

awalnya, akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau

membedakan benda-benda kecil yang letaknya berdekatan pada usia sekitar

44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya temaram.3

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya yang diatur oleh otot

siliaris. Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke lensa

melalui ligamentum suspensorium. Ligamentum suspensorium tegang dan

menarik lensa ketika otot siliaris berelaksasi sehingga lensa berbentuk pipih,

dengan kekuatan refraksi lensa minimal. Ligamentum suspensorium

mengendur ketika otot siliaris berkontraksi, sehingga lensa lebih sferis

(bulat). Semakin besar kelengkungan lensa, semakin besar kekuatannya.12

Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk

penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan

lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat.12

Seumur hidup, hanya sel-sel di tepi luar lensa yang diganti. Sel-sel

di bagian tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel-sel tersebut tidak

saja merupakan sel tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari aqueous

humor, sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan pertambahan usia, sel-sel

di bagian tengah yang tidak dapat diganti ini mati dan menjadi kaku. Lensa

tidak lagi mampu mengambil bentuk sferis yang diperlukan untuk

akomodasi penglihatan dekat saat kelengkungannya menurun. Keadaan ini

menyebabkan penurunan kemampuan akomodasi yang berkaitan dengan

usia, yaitu presbiopia.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta, FK UI

2. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care of the Patient with Myopia, 1997

3. http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_ (3769-H-2007).pdf.

4. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.

5. Anonim, 2006, http://www.entnet.org/index2.cfm.

6. www.refraksioptisi.br.ma

7. Ilyas, S., 2007. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI

8. http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf .

9. Pedoman diagnosis dan terapi, bag/smf ilmu penyakit mata, 2006 edisi ke III, rumah sakit umum dokter soetomo, Surabaya

10. http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf.

11. http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=1167&page=Teguh %20Sudrajat.

12. Vaoughan et all, Optalmology Umum.edisi 14.Widya Medika.2000.