lapsus malaria riya

43
BAB I KASUS KASUS Farmakologi Klinik Tanggal: 9 Agustus 2011 RSUD AWS-FK Unmul I. Identitas pasien :Tn. S Tanggal Pemeriksaan: 04 Agustus 2011 Usia: 47 Tahun Dokter yang memeriksa: dr. C BB: - Pekerjaan: Swasta Alamat: Jl. Soekarno-Hatta km. 39 II. Anamnesis (Subyektif) Keluhan Utama: Demam RPS: Demam dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam disertai dengan berkeringat dan menggigil. Demam disertai dengan sakit kepala berat. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada, nyeri di daerah perut terutama ulu hati dan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Mual dan muntah tidak ada. BAB dan BAK pasien normal tidak ada kelainan. Pasien mengaku pernah masuk ke hutan sekitar 3 1

Upload: desy-wahyuningtyas

Post on 02-Dec-2015

107 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Malaria Riya

BAB I

KASUS

KASUS

Farmakologi Klinik Tanggal: 9 Agustus 2011

RSUD AWS-FK Unmul

I. Identitas pasien :Tn. S Tanggal Pemeriksaan: 04 Agustus 2011

Usia: 47 Tahun Dokter yang memeriksa: dr. C

BB: -

Pekerjaan: Swasta

Alamat: Jl. Soekarno-Hatta km. 39

II. Anamnesis (Subyektif)

Keluhan Utama: Demam

RPS: Demam dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam disertai

dengan berkeringat dan menggigil. Demam disertai dengan sakit kepala berat. Selain itu

pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada, nyeri di daerah perut terutama ulu hati dan

sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Mual dan muntah tidak ada. BAB dan BAK pasien normal

tidak ada kelainan. Pasien mengaku pernah masuk ke hutan sekitar 3 minggu yang lalu.

Pasien merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Sungai Merdeka.

RPD : Pernah mengalami keluhan serupa 1 tahun yang lalu.

RPK : Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa

III. Pemeriksaan Fisik (obyektif)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Vital Sign: TD= 160/100 RR= 20 x/i

Nadi= 100 x/i Temp= 38oC

Kesadaran: CM (kompos mentis) GCS= E4V5M6

Kepala&Leher: Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-),

Pembesaran KGB (-).

1

Page 2: Lapsus Malaria Riya

Thoraks: Pergerakan dada simetris, sonor, Fremitus raba D=S, Vesikular,

Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), S1S2 tunggal, regular, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen: Flat, soefl, BU(+) N, tympani, Nyeri Tekan Epigastrium (+)

Ekstremitas: Akral hangat, oedema ekstremitas (-), ptechiae (-)

Pemeriksaan Penunjang:

Laboratorium:

Leukosit: 8.600/L

Hb: 15,9 g/dl

Hct: 45,8 %

Trombosit: 58.000/L

DDR: (+)3 P. vivax

GDS 145

Ureum 38,8

Creatinin 0,9

Na 138

K 4,8

Cl 103

IV. Diagnosa (assessment)

Malaria Tersiana (Malaria vivax)

V. Prognosis

Dubia ad Bonam

VI. Terapi (plan)

a. RL 20 tpm

b. Coartem 2x4 tab

c. Paracetamol tab 3x500 mg

d. Ranitidin inj 2x1 amp

2

Page 3: Lapsus Malaria Riya

e. Primaquin 1x1 tab

f. Ondancentron inj 2x1 amp

Follow up harian:

3

Page 4: Lapsus Malaria Riya

4

Tanggal Subjektif / Objektif Assesment/ Planning

5.08.2011 S : sakit kepala (+), nyeri

ulu hati (+), Demam (+)

O : CM, TD 130/70, N:

80x/i, RR 23x/i, T=38,0 oC,

anemis (-/-), ikterik (-/-),

Splenomegali (-), NTE (+),

S1S2 tunggal reguler

A: Malaria vivax

P :

- RL 20 tpm

- Coartem 2x4 tab hari I

- Paracetamol 3x500 mg

- Ranitidin inj 2x1 amp

- Primaquin 1x1 tab hari I

- Ondancentron inj 2x1 amp

6.08.2011 S : sakit kepala (+), nyeri

ulu hati (+), Demam (-),

berkeringat (+)

O : CM, TD 130/80, N:

88x/i, RR 24x/i, T=37 C,

anemis (-/-), ikterik (-/-),

Splenomegali (-), NTE (+),

S1S2 tunggal reguler

A: Malaria vivax

P :

- RL 20 tpm

- Coartem 2x4 tab hari II

- Paracetamol 3x500 mg

- Ranitidin inj 2x1 amp

- Primaquin 1x1 tab hari II

- Ondancentron inj 3x1 amp

8.08.2011 S : sakit kepala (+), nyeri

ulu hati (+), Demam (-)

O : CM, TD 140/90, N:

68x/i, RR 22 x/i, T= 36,8 C,

anemis (-/-), ikterik (-/-),

Splenomegali (-), NTE (+),

S1S2 tunggal reguler

A: Malaria vivax

P :

- RL 20 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

- Ranitidin inj 2x1 amp

- Primaquin 1x1 tab hari IV

- Ondancentron inj 3x1 amp

9.08.2011 S : sakit kepala (+), nyeri

ulu hati (+), Demam (-)

O: CM, TD 140/90, N:

82x/i, RR 24 x/i, T= 36,5 C,

anemis (-/-), ikterik (-/-),

Splenomegali (-), NTE (+),

S1S2 tunggal reguler

A: Malaria vivax

P :

- RL 20 tpm

- Paracetamol 3x500 mg

- Ranitidin inj 2x1 amp

- Primaquin 1x1 tab hari V

- Ondancentron inj 3x1 amp

Page 5: Lapsus Malaria Riya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,

malaria disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk

kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria (anopeles) betina. Selain

berasal dari vektor nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau

jarum suntik yang terkontaminasi darah penderita malaria. Malaria kongenital

disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, namun kejadian ini

jarang terjadi. Sebaliknya, malaria neonatus, agak sering terjadi dan merupakan akibat

dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.

2.1.2 Klasifikasi Malaria

Berikut ini merupakan klasifikasi parasit malaria:

Phylum (Apicocomplexa), Kelas (Sporozoa), Subkelas (Coccidiida), Ordo

(Eucoccidies), Sub-ordo (Haemosporidiidea), Famili (Plasmodiidae), Genus

(Plasmodium), Sub-genus (Laverania), Spesies (Plasmodium falciparum, Plasmodium

vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale).

Untuk tujuan klinis dan diagnostik, malaria dapat dianggap sebagai dua wujud

penyakit. Malaria yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan

disebut sebagai malaria tertiana maligna. Malaria ini menyebabkan timbulnya berbagai

manifestasi klinis akut yang bila tidak diobati dapat mematikan dalam beberapa hari

sejak mulai terinfeksinya. Malaria jenis kedua yaitu malaria yang disebabkan oleh

Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Malaria tersebut

disebut dengan malaria tertiana benigna, karena malaria tersebut hampir tidak pernah

mematikan penderitanya.

5

Page 6: Lapsus Malaria Riya

2.1.3 Jenis-Jenis Malaria

a. Malaria Tropika (Plasmodium falcifarum)

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang

ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.

Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit.

Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring atau cincin kecil

yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies

yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Plasmodium falcifarum menyerang

sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium falcifarum sering kali menyebabkan

sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk

melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan

iskemik lokal.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang sistem tubuh,

malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang

ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya

komplikasi seperti: malaria serebral, gangguan gastrointestinal, algid malaria, dan

black water fever.

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim malariae)

Plasmodium malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim

vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak atau lebih biru. Tropozoit matur

mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai

membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang

tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan

Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-cirinya berupa demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain

nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.

Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan

komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites,

proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

6

Page 7: Lapsus Malaria Riya

c. Malaria Ovale (Plasmodium ovale)

Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,

skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.

Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang

terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale

merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium

ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan

paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan

terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang

diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan Plasmodium

falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.

Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk

oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala

malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan

mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

2.1.4 Etiologi

Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopeles betina yang sebelumnya

terinfeksi. Pada keadaan umum, malaria berkembang pasca-penularan transplasenta

atau sesudah tranfusi darah yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-

eritrositer perkembangan parasit dalam hati. Sporozoit yang di injeksikan ke dalam

aliran darah oleh gigitan nyamuk mencapai sinusoid hati dan memasuki sitoplasma sel

hati. Pertumbuhan dan pembelahan sel cepat dan terbentuk kista mikroskopik

(Schizont) yang mengandung merozoit. Kebanyakan kista dari semua spesies pecah

pada akhir 6-15 hari perkembangan. Melepaskan beribu-ribu merozoit untuk menembus

sel darah merah. Namun beberapa bentuk P. vivax dan P. ovale tetap dalam hati selama

beberapa minggu atau beberapa bulan, membuka jalan untuk relaps. Masa inkubasi

(antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya parasit dalam darah) bervariasi

sesuai dengan species pada P. falciparum masa inkubasinya 10-13 hari, pada P. vivax

7

Page 8: Lapsus Malaria Riya

dan P. ovale, 12-16 hari , dan pada P. malariae 27-37 hari, tergantung pada ukuran

inokulum.

Manifestasi klinis infeksi yang di induksi oleh salah satu cara dapat di tekan

selama beberapa bulan dengan pengobatan subkuratif, terutama pada kasus malaria

vivax dan quartana. Merozoit yang menginvasi sel darah merah mula-mula tampak

pada sedian berwarna sebagai cincin kebiru-biruan atau pita sitoplasma (P. malariae)

dengan satu atau kadang-kadang dengan dua titik kromatin inti. Parasit yang sedang

tumbuh diberi nama trophozoit, dan yang muncul bersamaan pada sel darah merah

adalah granula pigmen kuning-coklat yang terdiri atas hematin yang berasal dari

hemoglobin yang di konsumsi parasit untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Bentuk

organisme bervariasi selama pertumbuhan sampai ia menjadi bulat. Nukleus parasit

sekarang membelah secara aseksual beberapa kali, sitoplasmanya tersusun di sekeliling

nukleus baru dan pigmen mengelompok dalam kelompok besar. Eritrosit yang

mengandung merozoit pecah dan merozoit bebas, pigmen dan puing-puing eritrosit di

bebaskan ke dalam plasma. Merozoit yang lolos dari inaktivasi oleh imunoglobulin atau

fagositosis masuk ke dalam sel darah merah. Dengan demikian siklus aseksual di mulai

setiap saat kelompok baru merozoit menginvasi sel darah merah. Siklus ini yang

lamanya sangat penting secara klinis. Pertumbuhan parasit tertentu gagal membelah,

nukleus tetap utuh selama masa maturasi. Mereka berdeferensiasi menjadi bentuk

jantan dan betina yang di sebut gametosit, yang tidak penting secara klinis tetapi

mampu menginfeksi nyamuk yang menghisap penderita.

Pada infeksi campuran biasanya hanya satu spesies yang menimbulkan pola

klinis, dengan falsiparum mendominasi vivax dan vivax mendomonasai quartana. Pada

infeksi dengan satu spesies kelompok yang berbeda dapat berkembang karena merozoit

dalam hati tidak di bebaskan secara silmutan dan skizon eritrositer tidak semuanya

pecah pada saat yang sama, beberapa kelompok parasit memulai keberadaannya dalam

sel darah merah, sebelum atau yang sesudah mayoritas dimana sering matang dalam

jumlah yang cukup untuk menimbulkan reaksi klinis tersendiri. Pada infeksi vivax satu

kelompok akan menghasilkan reaksi demam selang sehari, sedang jika dua kelompok

yang berkembang akan ada paroksismal tiap hari. Pada malaria falciparum gambaran

klasik demam intermiten mungkin segera terganggu juga.

8

Page 9: Lapsus Malaria Riya

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Patofisiologi malaria

adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

a. Penghancuran eritrosit

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung

parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak

mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan

hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever)

dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

b. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif

endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan

patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal

dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris

tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam darah hewan dan manusia

yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan

demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS =

adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh

darah paru. TNF dapat juga menghancurkan Plasmodium falciparum in vitro dan dapat

meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler.

Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan

langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi

Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk

tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen

malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit

yang mengandung Plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam

alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi

perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan

9

Page 10: Lapsus Malaria Riya

membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alat-alat dalam.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)

dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas

dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada

tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk

sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang di temukan pada pasien dengan malaria secara umum antara lain

sebagai berikut :

a. Demam

Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada

Malaria Tertiana (P. vivax dan P. ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka

periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. malariae)

pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di

tandai dengan beberapa serangan demam periodik. Gejala umum (gejala klasik) yaitu

terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :

1) Periode dingin

Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri

dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan

bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang

kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan

meningkatnya temperatur.

2) Periode panas

Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai

40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,

muntahmuntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium

sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai

2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

10

Page 11: Lapsus Malaria Riya

3) Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,

temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita

bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik.

Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen

eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah. Pembesaran limpa terjadi pada beberapa

infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri,

lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada

palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke

bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c. Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia

karena falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan

oleh parasit.

d. Ikterus

Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan sklera mata akibat kelebihan bilirubin

dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis

ikterus antara lain: ikterus hemolitik yang disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel

darah merah yang berlebihan, ikterus hepatoseluler yaitu bila terjadi penurunan

penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati (terjadi pada disfungsi hepatosit), dan

ikterus obstruktif dimana terjadi sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati

atau melalui duktus biliaris.

11

Page 12: Lapsus Malaria Riya

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan mikroskopis malaria

Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi

klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit

(plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan

bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam

menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana

pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria

ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita.

Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan

diagnosis demam malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval

antara pemeriksaan satu hari. Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat

tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas

mencapai 100%). Syarat-syaratnya yaitu: pertama, waktu pengambilan sampel harus

tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, dimana pada

periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup

matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Kedua, volume yang diambil

sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro

liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis. Ketiga, kualitas

preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.

Keempat, identifikasi spesies plasmodium. Kelima, identifikasi morfologi sangat

penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai

dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)

Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat

mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC

merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter

tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies

plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.

12

Page 13: Lapsus Malaria Riya

c. Pemeriksaan imunoserologis

Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap

paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi

plasmodium. Teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik

radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler

Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit atau

plasmodium dalam darah penderita malaria. Tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu

dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis

plasmodium. Penatalaksanaan antara lain sebagai berikut:

a. Malaria Tersiana/ Kuartana

Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan

mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3x600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini

disusul dengan pemberian primaquin 15 mg/hari selama 14 hari).

b. Malaria Ovale

Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1x100 mg selama 6 hari). Atau

mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam).

Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan

dengan kinin (3x600 mg selama 3 hari).

c. Malaria Falcifarum

Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal

sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x

250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.

13

Page 14: Lapsus Malaria Riya

Selain itu, saat ini WHO merekomendasikan pemberian Obat Anti Malaria (OAM)

kombinasi untuk mengatasi kegagalan terapi terhadap P. falciparum dengan

momoterapi. OAM kombinasi adalah penggunaan dua atau lebih OAM yang bersifat

skizontosida darah dengan mekanisme kerja yang berbeda dan target biokimia yang

berbeda terhadap parasit. Tujuan penggunaan OAM kombinasi adalah untuk

meningkatkan efektivitas terapi dan mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi

terhadap obat tunggal. OAM kombinasi dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

Artemisinin-based combination therapy (ACT) dan non-ACT. Yang termasuk dalam

ACT, yaitu:

Artemeter 20 mg + Lumefantrin 120 mg (Coartem), dosis 2x4 tablet fixed dose

combination selama 3 hari untuk orang dewasa.

50 mg Artesunat + 150 mg Amodiakuin dalam tablet terpisah, dosis: 4mg/kgBB

artesunat dan 10 mg/kgBB amodiakuin sekali sehari selama 3 hari

50 mg Artesunat + 250 mg Meflokuin dalam tablet terpisah, dosis: 4 mg/kgBB

artesunat sekali sehari selama 3 hari dan 25 mg/kgBB meflokuin hari kedua dan

ketiga.

50 mg Artesunat + 500 mg Sulfadoksin-25 mg Pirimetamin dalam tablet

terpisah, dosis: artesunat 200 mg/hari sekali sehari selama 3 hari dan SP 3 tablet

dosis tunggal hari pertama.

Yang termasuk dalam non-ACT antara lain: SP+klorokuin, SP+amodiakuin,

SP+kina,klorokuin+dosisiklin/tetrasiklin,kina+doksisiklin/tetrasiklin,SP+doksisiklin/

tetrasiklin, kina+klindamisin.

2.2. Obat- Obatan

2.2.1 Paracetamol

Pada awal penemuannya tahun1973, berbagai penelitian tentang parasetamol sempat

diabaikan. Perhatian akan parasetamol baru dilayangkan saat era 1980-an. Waktu itu tengah

gencar dilakukan upaya mencari analgetik alternatif dari dua senyawa yang menjadi satu-

satunya tumpuan dalam menghilangkan rasa nyeri. Yakni senyawa yang terkandung dalam

white willow bark (akhirnya dikenal dengan salisin yang kemudian dikembangkan jadi

aspirin) dan cinchona bark . Pencarian alternatif dilakukan karena keberadaan kedua pohon

14

Page 15: Lapsus Malaria Riya

tersebut mulai langka. Hingga akhirnya Harmon Northop Morse berhasil mensintesa

parasetamol melalui reduksi p-nitrophenol dengan asam asetat.

Parasetamol kerap disebut dengan acetaminophen. Keduanya adalah nama kimia dari

senyawa  N-acetyl-para-aminophenol dan para-acetyl-amino-phenol. Pada beberapa artikel

ilmiah, nama ini sering disingkat jadi apap, untuk N-acetyl-para-aminophenol. Obat ini

memiliki efek analgesia dan antipiretik, sehingga kerap digunakan untuk mengurangi sakit

kepala, demam, dan sakit serta nyeri minor lainnya. Parasetamol sangat aman jika diberikan

sesuai dosis yang direkomendasikan. Tak ayal lagi obat ini sangat gampang diperoleh dan

banyak sekali digunakan  untuk mengatasi flu dan cold di seluruh jagad raya ini. Namun

perlu diperhatikan, akses yang gampang ini memperbesar kemungkinan overdosis baik yang

sengaja dilakukan (upaya bunuh diri) atau tanpa disadari.

Selain itu, parasetamol juga efektif menangani nyeri yang lebih parah. Hal ini tentu

sangat menguntungkan, karena bisa menurunkan kemungkinan penambahan dosis  NSAID

atau opiod. Dengan demikian tentu bisa meminimalkan efek samping menyeluruh. Adapun

formulasi parasetamol yang paling sering digunakan adalah sediaan tablet.  

Mekanisme parasetamol telah lama diduga sama dengan aspirin karena kesamaan

dalam struktur. Diperkirakan parasetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang

terlibat dalam proses nyeri dan edema, dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX).

Meski demikian, ada perbedaan penting antara efek keduanya. Seperti diketahui,

prostaglandin berpartisipasi terhadap respon inflamatori, tapi parasetamol tidak

memperlihatkan efek anti inflamasi.

Lebih lanjut, COX juga menghasilkan tromboksan yang membantu pembekuan darah,

jadi aspirin mengurangi pembekuan darah, sementara parasetamol tidak.  Terakhir hal yang

cukup menjadi misteri, aspirin serta NSAID lainnya biasanya memiliki efek merusak pada

saluran cerna, sedangkan parasetamol aman. Padahal, ketiga obat tersebut sama-sama

menghambat prostaglandin  yang memegang peranan sebagai pelindung saluran cerna.

Setelah ditelusuri, ternyata aspirin bekerja dengan menghambat COX secara

irreversibel dan langsung memblokade sisi aktif enzim. Sementara parasetamol secara tidak

langsung menghambat COX, sehingga efek blokade ini jadi tidak efektif dengan kehadiran

peroksida. Ini mungkin menjelaskan kenapa parasetamol efektif pada sistem saraf pusat dan

sel endotelial, tapi tidak untuk platelet dan sel imun yang memiliki kadar tinggi peroksida.

Pada 2002 Swierkosz TA dkk telah melaporkan, parasetamol secera selektif 

menghambat suatu varian enzim COX yang berbeda dari COX-1 dan COX-2. Enzim ini

hanya dikeluarkan di otak dan spinal cord, akhirnya sekarang disebut sebagai COX-3.

15

Page 16: Lapsus Malaria Riya

Bagaimana mekanisme yang jelas masih belum dimengerti, tapi penelitian lebih lanjut terus

mencoba menguak misteri tersebut.

Parasetamol  dimetabolisme terutama di hati, dimana sebagian besar diantaranya  (60-

90% dari dosis terapeutik) dirubah menjadi senyawa yang tak aktif melaui konjugasi dengan

sulfat dan glukoronida. Metabolit ini kemudian dieksresikan ke ginjal. Hanya sejumlah kecil

(5-10% dari dosis terapeutik) dimetabolisme melalui hati dengan sistem enzim cytochrome

P450 (khususnya CYP2E1).

Efek toksik parasetamol yang kerap digembar-gemborkan, sebenarnya terkait hanya

dengan sebuah metabolit alkilasi minornya (N-acetyl-p-benzo-quinone imine, disingkat

NAPQI). Jadi, efek toksik yang muncul bukanlah karena parasetamol itu sendiri atau

metabolit utamanya. Pada dosis  yang lazim digunakan, metabolit toksik NAPQI secara cepat

didetoksifikasi melalui kombinasi  irreversibel dengan gugus sulfhydryl dari glutation,

menghasilkan konjugasi non toksik yang akhirnya dikeluarkan melalui ginjal.

Paracetamol memiliki indeks terapeutik yang sempit. Artinya, dosis terapi tidak

terentang jauh dengan dosis toksik. Tanpa pengobatan yang tepat, overdosis parasetamol bisa

menyebabkan gagal hati dan kematian dalam beberapa hari. Dosis toksis parasetamol sangat

bervariasi. Pada dewasa, dosis tunggal di atas 10 gram atau 150 mg/kg bisa menyebabkan

toksisitas. Toksisitas juga bisa terjadi pada dosis multiple yang lebih kecil dalam 24 jam

melebihi kadar tersebut, atau bahkan pemberian jangka panjang dosis serendahnya 4 g/hari.

Berbeda dengan aspirin, parasetamol aman diberikan pada anak dan tidak terkait dengan

risiko Reye's syndrome pada anak dengan penyakit virus. Paracetamol juga aman digunakan

saat hamil, tidak berefek penutupan fetal ductus arteriosus(seperti yang dilakukan NSAIDs ).

2.2.2. Ranitidine

Senyawa furan ini (1981) daya menghambatnya terhadap sekresi asam lebih kuat

daripada simetidin, tetapi lebih ringan dibandingkan penghambat pompa proton (omeprazol,

dll). Tidak merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain, sehingga tidak

mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan. Selain pada gastritis dan tukak lambung, obat

ini juga digunakan selama penggunaan prednisone guna mengindari keluhan lambung.

Reabsorpsinya pesat dan baik, tidak dipengaruhi oleh makanan. Bioavaibilitasnya 50-

60 %, plasma t ½ nya kira-kira 2 jam. Sifatnya sangat hidrofil maka ikatan dengan proteinnya

ringan (15%) dan sukar memasuki CCS. Ekskresinya melalui kemih terutama dalam keadaan

utuh.

16

Page 17: Lapsus Malaria Riya

Efek sampingnya mirip simetidin, tetapi tidak menimbulkan gynecomastia (karena

tidak bersifat antiandrogen) dan efek-efek psikis (kalut).

Dosis : 1x300 mg selama 4-8 minggu, atau i.v 50 mg sekali

2.2.3. Ondansentron

Senyawa carbaol ini (1990) adalah anatagonis-serotonin selektif (dari reseptor-5HT3).

Bekerja anti emetis kuat dengan mengantagoniskan refleks muntah dari usus halus dan

stimulasi CTZ yang keduanya diakibatkan oleh serotonin. Selain pada kemoterapi dan

radioterapi juga sering diberikan untuk profilaksasis

Reabsorpsinya dari usus cukup baik dengan bioavaibilitas rata-rata 75%, Protein

plasma 73% dan plasma t ½ nya 3-5 jam. Sebagian besar at ini dimetabolisme di dalam hati

dan metabolitnya dieksresikan lewat tinja dan kemih.

Efek sampingnya berupa nyeri kepala, obstipasi, rasa panas di muka (flashes) dan

perut bagian atas, jarang sekali gangguan ekstra pyramidal dan reaksi hipersensitivitas.

Kehamilam dan Laktasi. Belum ada cukup data mengenai penggunaanya selama

kehamilan. Selama menyusui tidak dianjurkan, karena zat ini masuk ke dalam air susu ibu.

Dosis 1-2 jam sebelum menjalankan kemoterapi 8 mg (garam HCL 2 aq) lalu tiap 12

jam 8 mg selama 5 hari i.v. 4-8 mg (perlahan).

2.2.4 Coartem

Coartem merupakan salah satu Artemisin-based combination therapy (ACT) yang

direkomendasikan oleh WHO saat ini. Derivat artemisin adalah obat anti malaria yang

bekerja paling cepat yang dapat dinilai dari parasite clearance dan perbaikan klinis. Saat ini

belum dilaporkan kasus resistensi plasmodium terhadap derivat artemisinin. Derivat

artemisinin ini dapat menurunkan jumlah parasit 10.000 kali lipat setiap siklus aseksual

dibandingkan dengan obat anti malaria lain yang hanya mampu menurunkan jumlah parasit

100-1000 kali lipat setiap siklus. Derivat artemisinin dieliminasi dengan cepat sehingga jika

dikombinasikan dengan obat anti malaria yang eliminasinya cepat (tetrasiklin, klindamisin)

diperlukan waktu terapi 7 hari, sedangkan jika dikombinasikan dengan obat anti malaria yang

eliminasinya lambat, diperlukan waktu terapi hanya 3 hari. Tujuan dari obat anti malaria

kombinasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mencegah atau

memperlambat timbulnya resistensi terhadap obat tunggal.

Indikasi: Terapi malariafalciparum tanpa komplikasi apabila kina tidak efektif

17

Page 18: Lapsus Malaria Riya

Kontraindikasi :

Kehamilan trimeseter pertama.

Kehamilan : dapat menyebabkan kelainan pada janin, pabrik pembuatnya tidak

menganjurkan penggunaan pada kehamilan, pertimbangkan penggunaan apabila

keuntungan melebihi efek sampingnya.

Menyusui : pabrik pembuatnya tidak menganjurkan digunakan pada ibu menyusui,

hindari menyusui setidaknya 1 minggu setelah dosis terakhir.

Perhatian : dapat menimbulkan pusing, hati-hati saat menggunakan obat ini jika akan

melakukan kegiatan yang memerlukan ketelitian.

Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare, pusing, telinga berdengung,

peningkatan enzim hati, pada dosis tinggi menimbulkan kerusakan jantung, pada studi hewan

ditemukan kerusakan saraf.

Interaksi obat : Pabrik pembuat arthemeter + lumefantrine tidak menganjurkan digunakan

bersamaan dengan obat-obat berikut: Mefloquin, Kuinin, Halofantrin, Kuinidin, Ketokonazol,

neuroleptik dan antidepresan trisiklik, antiretroviral.

Dosis : 20 mg artemeter dikombinasikan dengan 120 mg lumefantrin dengan dosis 2x4 tablet

fixed dose combination selama 3 hari untuk orang dewasa.

2.2.5 Primakuin

Primakuin efektif terhadap bentuk intrahepatik semua spesies plasmodium

(skizontosida jaringan) dan digunakan untuk terapi radikal P. vivax dan P. ovale dalam

kombinasi dengan skizontosida darah untuk parasit dalam fase eritrositik. Primakuin juga

bersifat gametosidal terhadap P. falciparum dan spesies plasmodium lain. Diduga mekanisme

kerja primakuin adalah menghambat proses respirasi mitokondria di dalam parasit malaria

melalui metabolitnya yang bersifat sebagai oksidan. Sediaan primakuin adalah dalam bentuk

tablet 15 mg basa difosfat (di negara lain juga tersedia dalam tablet 5 mg dan 7,5 mg). Kadar

puncak plasma 1-2 jam dan waktu paruh eliminasi 3-6 jam. Primakuin terdistribusi luas

dalam jaringan dan dimetabolisme dalam hati dengan metabolit utama karboksiprimakuin

yang dapat terakumulasi dalam plasma setelah pemberian berulang.

18

Page 19: Lapsus Malaria Riya

Dosis primakuin sebagai pelengkap pengobatan malaria klinis dan pengobatan

radikal malaria falciparum adalah 0,5-0,75 mg/kgBB/hari dosis tunggal pada hari pertama

pengobatan dan untuk pengobatan radikal malaria vivax, ovale, malariae yaitu 0,25

mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 14 hari. Untuk pengobatan profilaksis primakuin

diberikan dengan dosis 0,75 mg/kgBB dosis tunggal sekali seminggu mulai 1 minggu

sebelum memasuki daerah endemis sampai 4 minggu meninggalkan daerah endemis. Pada

pasien malaria vivax relaps digunakan primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tunggal setiap minggu

selama 8-12 minggu bersamaan dengan klorokuin 3-4 tablet/minggu.

Efek samping primakuin adalah anemia ringan, leukositosis (sangat jarang) dan

anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD dan beberapa jenis

hemoglobinopati lain. Overdosis primakuin dapat menyebabkan leukopenia, agranulositosis,

gangguan gastrointestinal, anemia hemolitik dan methemoglobinemia dengan sianosis.

Primakuin tidak boleh diberikan untuk wanita hamil dan bayi di bawah 1 tahun karena resiko

terjadinya hemolisis pada janin (defisiensi enzim G6PD relatif).

19

Page 20: Lapsus Malaria Riya

BAB III

PEMBAHASAN

1. Problem Penderita

Pasien mengeluh demam

Pasien mengeluh nyeri ulu hati

Pasien mengeluh nyeri kepala

Pasien didiagnosa menderita Malaria vivax

2. Rencana Tujuan pengobatan

Mengobati demam pasien

Mengobati nyeri ulu hati pasien

Mengobati nyeri kepala pasien

Mengobati keluhan tambahan akibat penyakit yang di derita.

3. Terapi

IVFD RL. Cairan kristaloid yang memiliki komposisi yang serupa dengan cairan

ekstraseluler, yaitu natrium, kalium, klorida. Efektif dalam mengisi sejumlah volume

cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat dan

berguna dalam mengembalikan keseimbangan elektrolit pada pasien dengan

dehidrasi, dimana pada pasien ini terjadi demam yang dapat menyebabkan terjadinya

kehilangan cairan tubuh dan dikhawatirkan terjadi dehidrasi.

Pengobatan Nyeri Ulu Hati

Untuk pengobatan nyeri ulu hati dipilih obat-obatan di bawah ini

Pemilihan Obat

Golongan Efficacy Safety Suitability Cost

H2 Receptor

Antagonis

+++

FD: Secara kompetitif

++

ES: Sakit kepala,

++

KI: Hipersensitif

++++

Cimetidine

tab 200

20

Page 21: Lapsus Malaria Riya

menghambat ikatan

histamin dengan H2

reseptor di lambung

sehingga cAMP intrasel

menurun, maka sekresi

asam lambung menurun.

Poten menghambat asam

lambung basal, sekresi

nokturnal asam lambung

karena sangat tergantung

pada histamin (90%).

FK: diabsorbsi cepat dan

sempurna melalui GIT,

konsentrasi tertinggi

plasma dalam ½ jam,

T1/2 1-3 jam.

Didistribusi ke seluruh

cairan tubuh.

Metabolisme oleh enzim

mikrosom hati, ekskresi

melalui urine

pada orang tua

dapat

menimbulkan

nyeri otot,

bingung, psikosis,

depresi, cemas,

disorientasi,

halusinasi, jarang

menimbulkan

ginekomasti,

impoten, diare,

pusing

SP: Gangguan

hepar dan ginjal,

hamil, laktasi

mgx10x10

(Rp. 9.336)

amp 100

mg/mlx 2

mlx5 (Rp.

8.000)

Proton Pump

Inhibitor

(PPI)

++++

FD: Berikatan

irreversibel dan inhibisi

nonkompetitif dengan

H+/K+-ATPase (proton

pump) pada sel parietal

yang menghambat

sekresi ion H+ ke dalam

lumen lambung. Lebih

dari 90% menghambat

sekresi asam lambung

++

ES: Konsentrasi

bakteri di

lambung

meningkat pada

penggunaan lama,

Vitamin B12

menurun karena

absorbsinya perlu

suasana asam,

Sakit kepala

+++

KI:

SP: keganasan

+

OMZ

(Omeprazole)

20 mgx7 (Rp.

60.500) Amp

40 mgx1 (Rp.

78.000)

21

Page 22: Lapsus Malaria Riya

baik basal maupun yang

distimulasi oleh

makanan

FK: absorbsi cepat di

lambung, 99% terikat

protein plasma.

Mengalami siklus

enterohepatik. T1/2 >45

jam shingga dapat

diberikan 1x/hari.

(sering) Diare,

nyeri perut, mual,

pusing, asthenia,

muntah,

konstipasi, ISPA,

nyeri punggung,

rash, batuk

Mucosal

Protectan

+++

FD: kompleks sulfat

garam sukrosa dengan

alumunium hydroxida.

Meningkatkan

mekanisme proteksi

mukosa sehingga

mencegah injury

mukosa, menurunkan

inflamasi dan

menyembuhkan ulkus

yang telah ada yaitu

dengan membentuk

polimer mirip lem dalam

suasana asam dan terikat

pada jaringan nekrotik

ulkus secara selektif.

Melindungi mukosa

yang rusak dengan

mengabsorbsi asam

lambung, pepsin, garam

empedu.

++

ES: Konstipasi

(sering), mulut

kering, diare,

pusing, somnolen,

mual, rash, gatal,

tidak nyaman di

perut,

hipofosfatemia

++

KI:

SP: CRF, pasien

dialisis, hamil,

laktasi, anak

+

Inpepsa

(Sucralfate)

Lar 500

mg/mlx100

ml (Rp.

33.000), 200

ml (Rp.

55.000)

22

Page 23: Lapsus Malaria Riya

FK: absorbsi di GIT

cukup baik, 92-99%

terikat protein plasma.

T1/2 2-4 jam.

Metabolisme di hati,

ekskresi melalui urine

dan empedu.

Dipilih golongan H2 Receptor Antagonis, karena cukup efektif menurunkan asam

lambung dan harganya murah.

Pemilihan obat H2 receptor antagonis

Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Cimetidine +

FD: Secara kompetitif

menghambat ikatan

histamin dengan H2

reseptor di lambung

sehingga cAMP intrasel

menurun, maka sekresi

asam lambung menurun.

Poten menghambat asam

lambung basal, sekresi

nokturnal asam lambung

karena sangat tergantung

pada histamin (90%).

FK: diabsorbsi cepat dan

sempurna melalui GIT,

konsentrasi tertinggi

plasma dalam ½ jam,

T1/2 1-3 jam.

+

ES: Sakit kepala,

pada orang tua

dapat

menimbulkan

nyeri otot,

bingung, psikosis,

depresi, cemas,

disorientasi,

halusinasi, jarang

menimbulkan

ginekomasti,

impoten, diare,

pusing

+

KI: Hipersensitif

SP: Gangguan

hepar dan ginjal,

hamil, laktasi

+++

Cimetidine

Prafa tab 200

mgx10x10

(Rp. 9.336)

amp 100

mg/mlx 2

mlx5 (Rp.

8.000)

23

Page 24: Lapsus Malaria Riya

Didistribusi ke seluruh

cairan tubuh.

Metabolisme oleh enzim

mikrosom hati, ekskresi

melalui urine

Ranitidine

++

FD: Secara kompetitif

menghambat ikatan

histamin dengan H2

reseptor di lambung

sehingga cAMP intrasel

menurun, maka sekresi

asam lambung menurun.

Poten menghambat asam

lambung basal, sekresi

nokturnal asam lambung

karena sangat tergantung

pada histamin (90%).

FK: diabsorbsi cepat dan

sempurna melalui GIT,

konsentrasi tertinggi

plasma dalam ½ jam,

T1/2 1-3 jam.

Didistribusi ke seluruh

cairan tubuh.

Metabolisme oleh enzim

mikrosom hati, ekskresi

melalui urine

++

ES: jarang,

agranulositosis,

hipersensitivitas,

diare

+

KI:

SP: ggn hati dan

ginjal, hamil,

menyusui, terapi

jangka panjang

++

Hexer

(Ranitidine

HCl) Tab 150

mgx5x10 (Rp.

157.500) Kapl

300 mgx3x10

(Rp. 142.500),

i.v 50 mg

Famotidine +++

FD: Secara kompetitif

menghambat ikatan

++

ES: demam,

sesak, edema

+

KI: hipersensitif

terhadap

++

Gestofam

(famotidine)

24

Page 25: Lapsus Malaria Riya

histamin dengan H2

reseptor di lambung

sehingga cAMP intrasel

menurun, maka sekresi

asam lambung menurun.

Poten menghambat asam

lambung basal, sekresi

nokturnal asam lambung

karena sangat tergantung

pada histamin (90%).

Potensi 20x simetidin,

3x ranitidin

FK: diabsorbsi cepat dan

sempurna melalui GIT,

konsentrasi tertinggi

plasma dalam ½ jam,

T1/2 1-3 jam.

Didistribusi ke seluruh

cairan tubuh.

Metabolisme oleh enzim

mikrosom hati, ekskresi

melalui urine

orbita, kontusio,

palpitasi, astenia,

pusing, sakit

kepala, konstipasi,

diare, atralgia,

trombositopenia

famotidin

SP: anak, hamil,

laktasi, ggn

fungsi ginjal

Tab salut

selaput 20

mgx3x10 (Rp.

74.250) 40

mgx3x10 (Rp.

103.950)

Untuk kasus ini dipilih obat Ranitidine karena efek sampingnya yang minimal dan

mudah didapatkan sediannya di RS.

Pemberian Ondansentron. Pada pasien ini diberikan obat Ondansentron yang

memiliki efek kerja sebagai anti emetik kuat. Pemberian obat ini tidak memiliki

indikasi pada pasien karena dari keluhan yang disampaikan pasien tidak ada keluhan

mual dan muntah. Namun pemberian kombinasi antiemetikum dan analgetikum

(Ondansentron dengan paracetamol) dapat efektif melawan serangan akut sakit kepala

yang dirasakan pasien. Cara pemberian adalah obat antiemetikum diminum dahulu

25

Page 26: Lapsus Malaria Riya

lalu ½ jam kemudian obat analgesiknya agar obat bekerja optimal. Namun pemberian

obat ini harus hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati, karena ondansentron

sebagian besar dimetabolisme di hati.

Pemberian Paracetamol. Obat ini diindikasikan untuk keluhan demam yang dialami

pasien. Dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis dewasa yaitu 3 kali sehari

tablet 500 mg. Namun, jika demam pasien sudah turun sebaiknya tidak usah

diberikan lagi. Selain bersifak antipiretik, obat ini juga memiliki efek analgesik

meskipun tidak sekuat dari golongan NSAID. Namun kombinasi dengan obat

antiemetikum dapat menjadi efektif sebagai terapi serangan akut sakit kepala yang

dikeluhkan pasien ini.

Pemberian Coartem. Coartem merupakan obat anti malaria kombinasi yang

digunakan sebagai terapi malaria akut tanpa komplikasi. Coartem merupakan derivat

artemisinin, yang termasuk dalam Artemisinin-based combination therapy yang saat

ini direkomendasikan WHO untuk pengobatan malaria. Derivat artemisinin

merupakan obat anti malaria yang bekerja paling cepat dan belum ada laporan

mengenai resistensi terhadap derivat artemisinin ini. Artemisinin dan derivatnya

merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap semua spesies

plasmodium, dapat menurunkan jumlah parasit 10.000 kali lipat setiap siklus aseksual

dibandingkan dengan obat anti malaria lain yang hanya mampu menurunkan jumlah

parasit 100-1000 kali lipat setiap siklusnya. Oleh karenanya coartem banyak

digunakan pada pasien-pasien malaria. Obat ini diberikan dengan dosis 2x4 tablet

selama 3 hari, sesuai dengan pemberian pada pasien ini. Setelah 3 hari, pemberian

obat ini dihentikan. Namun demikian penggunaan obat ini memiliki efek samping

salah satunya adalah nyeri kepala yang dapat memperberat nyeri kepala yang

sebelumnya telah dikeluhkan pasien.

Pemberian Primakuin. Primakuin digunakan sebagai terapi radikal Plasmodium

vivax dan Plasmodium ovale dalam kombinasi dengan skizontosida darah untuk

parasit dalam fase eritrositik. Pada pasien ini didapatkan Plasmodium vivax (+3)

sehingga pemberian primakuin dikombinasikan dengan coartem yang merupakan

suatu skizontosida darah sudah tepat. Pemberian primakuin yaitu 1 tablet perhari

26

Page 27: Lapsus Malaria Riya

selama 14 hari, dengan sediaan primakuin dalam bentuk tablet 15 mg basa difosfat.

Dan pemberian obat sudah rasional pada pasien ini.

27

Page 28: Lapsus Malaria Riya

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien ini menderita Malaria Tersiana (Malaria vivax) dengan gejala yang dikeluhkan

demam, nyeri kepala, nyeri ulu hati.

Pengobatan pada pasien ini ditujukan untuk mengobati keluhan yang dialaminya.

Untuk keluhan nyeri ulu hati pada pasien ini diberikan golongan obat H2 antagonis,

dengan pilihan terbaik diberikan ranitide dan untuk demamnya diberikan obat

paracetamol. Paracetamol dapat bersifat analgesic meski lemah namun jika

penggunaannya dikombinasikan dengan obat anti emetic seperti Ondansentron dapat

bekerja efektif dalam pengobatan serangan akut sakit kepala yang dialami pasien.

Untuk pengobatan malaria vivax pada pasien ini diberikan coartem yang merupakan

Artemisinin-based combination therapy (ACT) diberikan bersama dengan Primakuin

sebagai terapi radikal untuk Plasmodium vivax.

28

Page 29: Lapsus Malaria Riya

DAFTAR PUSTAKA

Ellsworth, A.; Witt, D.; Dugdale, D. 2005. Mosby’s Medical Drug Reference. USA:

Elsevier Mosby

Gunawan, AC. 2009. Malaria: dari molekuler ke klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC

Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.).

McGraw Hill. hlm. pp. 544–51. ISBN 0-8385-8529-9.

Sweetman, S. C. 2005. Martindale The Complete Drug Reference 34th Edition. USA:

Pharmaceutical Press

Tjay, HT dan Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting. Edisi keenam. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo

29