lapsus kpd preterm tabananku

Download Lapsus KPD Preterm Tabananku

If you can't read please download the document

Upload: thinesram

Post on 28-Oct-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

paper tentang KPD pada Preterm

TRANSCRIPT

BAB I2BAB 1PENDAHULUANKetuban Pecah Dini (KPD); Premature Rupture of the membrane = PROM; Amniorrhexis ialah robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan mulai atau sebelum inpartu1. Berkisar 85 % morbiditas dan mortalitas neonatal disebabkan oleh karena kelahiran preterm. Sebab-sebab kelahiran preterm adalah ketuban pecah dini (35%), persalinan preterm sebelumnya (30%), dan komplikasi maternal-fetal lainnya (35%). Keadaan yang disebutkan terakhir mencakup kehamilan multifetus, penyakit hipertensi, malformasi kongenital, solusio plasenta dan plasenta previa. Jadi kurang lebih 2/3 dari semua kelahiran preterm merupakan akibat ketuban pecah dini.Menurut Arias 1982, ketuban pecah dini preterm merupakan komplikasi kehamilan pada 1-2% dari seluruh wanita hamil dan menyebabkan 30-40% persalinan preterm (kurang dari 37 minggu). Sampai sekarang belum terdapat konsensus yang optimal untuk penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm pada wanita hamil dengan janin yang relatif matur, dengan usia kehamilan antara 34-37 minggu. Sebagai dokter harus dapat mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi dan keuntungan yang mungkin didapat apabila dilakukan terminasi kehamilan ataukah harus dilakukan manajemen ekspektatif sampai kehamilan aterm dengan mempertimbangkan komplikasi yang terjadi. Tujuan penatalaksanaan pada ibu dengan ketuban pecah dini preterm adalah memaksimalkan manfaat pematangan janin dengan menghindari semua hal yang membahayakan keadaan janin dalam kandungan3.Penggunaan istilah Premature Rupture of Membranes (PROM) bisa sedikit membingungkan, jadi memahami perbedaan-perbedaan kecil yang ada menjadi sangat penting. PROM merupakan pecahnya ketuban sebelum awal dari persalinan. Istilah PROM cukup tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu2.Ketuban pecah dini menimbulkan banyak komplikasi seperti misalnya ascending infeksi, prolaps tali pusat, gawat janin intrapartum dan solusio plasenta (Gonen 1989; Major 1995; Mercer 2003). Mungkin ketuban pecah dini preterm yang dikelola dengan manajemen ekspektatif dengan menunggu sampai waktu persalinan spontan berlangsung meningkatkan risiko untuk terjadinya komplikasi pada janin. Hal ini dikaitkan dengan semakin lamanya paparan infeksi terhadap janin intrauterin. Namun dengan terminasi kehamilan lebih awal juga memiliki risiko pada ketuban pecah dini preterm dengan usia kehamilan antara 34-37 minggu. Bahkan, risiko terjadinya prematuritas iatrogenik sangat signifikan berhubungan dengan persalinan sebelum 34 minggu. Kendala utama yang dihadapi bayi preterm kurang dari 34 minggu meliputi distres pernafasan (Lewis 1996; Jones 2000), perawatan bayi yang lebih lama, kesulitan dalam termoregulasi dan kesulitan menyusui (Robertson 1992). Hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah terjadinya perdarahan intraventrikular dan necrotizing enterocolitis (Robertson 1992). Beberapa penelitian menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distres pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan 34 minggu (Lewis 1996; Neerhof 1999)4.Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membranes (PROM) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; 10% persalinan didahului oleh ketuban pecah dini. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama infeksi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lamanya ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain3,4. BAB 2TINJAUAN PUSTAKADefinisi Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan1. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM4.2.2 Epidemiologi Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan 25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dimana menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu ataupun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%1. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini lebih daripada 24 jam4,5.Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan. Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Cox dkk. mendapatkan 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34 minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal5. Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas4.EtiologiSampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara lain adalah1,3,5:1. InfeksiAdanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.2. Defisiensi vitamin CVitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.3. Faktor selaput ketubanPeregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.4. Faktor umur dan paritasSemakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.5. Faktor tingkat sosio-ekonomiSosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.6. Faktor-faktor lainInkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini. 2.4 PatogenesisPecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban3.Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13. Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.7InfeksiInfeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion3.Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. GejalaFrekuensi (%)Temperatur>37,8 C100Denyut jantung ibu100 / menit20 80Denyut jantung janin169 / menit40 70Leukosit / ml> 1500070 90> 200003 10Cairan vagina berbau5 22Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri melalui metode skrining klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau seperti pada tabel yang diatas2.HormonProgesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen3. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3. Kematian Sel TerprogramPada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.Peregangan Selaput KetubanPeregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3. Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan sebagai penyebab ketuban pecah dini3 2.5 Gejala Klinis Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus atau kesan basah di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina. Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik antara lain1,7,8: Anamnesis:Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).Inspeksi: keluar cairan pervaginam.Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).Pemeriksaan dalam:Ada cairan dalam vagina.Selaput ketuban sudah pecah.Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan7,92.6 Diagnosis Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang serviks. Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu. Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan secara luas. Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas. Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis. Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.2.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ketuban pecah dini mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:Kehamilan, keadaan kesehatan secara umum, dan riwayat kesehatanKeparahan kondisi akibat ketuban pecah dini Toleransi terhadap obat-obatan, tindakan atau terapi yang diberikan Ekspektasi dari keadaan pasienPendapat atau pilihan pasien Risiko terbesar pada bayi setelah terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm dihubungkan dengan komplikasi prematuritasnya. Oleh karena itu, penatalaksanaan ditujukan untuk memperpanjang kehamilan untuk pasien yang belum ada tanda-tanda persalinan, tidak mengalami infeksi dan tidak menunjukkan adanya tanda gawat janin. Terdapat beberapa penatalaksanaan alternatif yang dapat dikembangkan5.Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah adalah 9:Penanganan dirawat di RS.Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari.Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk umur kehamilan kurang dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (intra muskular).Observasi di kamar bersalin:Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.Observasi temperatur rektal setiap 3 jam dan bila ada kecenderungan meningkat atau sama dengan 37,6 C dilakukan terminasi segera.Di ruang obstetri:Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan laju endap darah (LED) setiap 3 hari.Tata cara perawatan konservatif:Dilakukan sampai janin viable.Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam.Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi.Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis/peningkatan LED, dilakukan terminasi.Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah adalah :1)Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.2)Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi kehamilan.3)Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius segera dilakukan terminasi.4)Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.5)Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik.6)Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik.2.8 KomplikasiKetuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul akan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain6:InfeksiRisiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Infeksi pada ibu dapat berupa ascending infection yang insidennya sekitar 30% dan korioamnionitis. Insiden korioamnionitis bervariasi sesuai dengan populasi. Insidennya 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini prolonged. Persalinan preterm Pada kehamilan aterm 90% kasus akan bersalin dalam 24 jam. Sedangkan pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan 28-34 minggu, 50% melahirkan dalam 24 jam, 80-90% dalam waktu seminggu. Sebelum 26 minggu, 50% akan melahirkan dalam waktu seminggu.Hipoksia dan atau asfiksia sekunder oleh karena penekanan tali pusat dan atau disertai solusio plasenta. Peningkatan persalinan perabdominal dengan Apgar skor lima menit pertama yang rendah. Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus.Tali pusat menumbung.Amniotic Band Syndrome.Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan postpartum primer ataupun sekunder. Pecahnya vasa previa dapat menyebabkan kematian janin antara 33-100%.BAB 3LAPORAN KASUS3.1 Identitas PenderitaNama: Putu Arik PrimayantiUmur: 19 tahun Jenis kelamin: PerempuanAgama: HinduPekerjaan: IRTPendidikan: SLTAAlamat: Selan Bawak Kaja Marga, TabananSuku: BaliBangsa: IndonesiaStatus perkawinan: MenikahNama suami: I Made SutejaUmur: 24 tahunAgama: HinduPekerjaan: Wiraswasta (pengrajin kayu)Pendidikan: SLTAAlamat: Selan Bawak Kaja Marga, TabananNo. CM: 26.99.74Tanggal MRS: 20-01-2010 (Pk. 10.15 Wita)3.2 Anamnesis20 Januai 2010, pukul 10.30 WITA.Keluhan UtamaKeluar air pervaginam.Perjalanan PenyakitPasien merupakan kiriman bidan datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam sebelum MRS yaitu pukul 06.00 (20-01-2010). Keluar air dikeluhkan saat pasien baru bangun tidur serta dikatakan keluarnya air tidak dapat ditahan. Pasien mengatakan keluar cairan berwarna jernih, terasa dingin, bau khas, serta tidak disertai lendir dan tidak bercampur dengan darah. Pada awalnya air yang keluar berupa rembesan dan tidak dibarengi dengan nyeri perut. Namun pada pukul 09.00 wita air yang keluar pervaginam semakin lama semakin banyak sampai membasahi kain yang dipakai oleh pasien. Nyeri perut hilang timbul disangkal. Riwayat panas badan disangkal. Riwayat terjatuh sebelumnya juga disangkal. Riwayat coitus 5 hari SMRS. Gerak janin dirasakan baik. Riwayat MenstruasiMenarche umur 15 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-4 hari tiap kali menstruasi.Hari pertama haid terakhir 24-05-2009.Taksiran partus 31-03-2010.Riwayat PerkawinanPasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 4 bulan.Riwayat ObstetriIniRiwayat Ante Natal Care (ANC)Di bidan ~ 8 kali.Imunisasi TT 2x.USG 1x di Sp.OG (tgl 31-12-2009) dari DBP dan FL didapatkan TP pada tgl 14 Februari 2010, keadaan bayi normal dengan jumlah cairan ketuban cukup.Riwayat Penggunaan KontrasepsiPenderita tidak memakai KB.Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.Riwayat Penyakit dalam KeluargaDi keluarga pasien tidak diketahui adanya riwayat penyakit sistemik seperti penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.3.3 Pemeriksaan Fisik1. Status PresentKeadaan umum : baikKesadaran: E4V5M6(CM)Tekanan Darah : 120/70 mmHgNadi: 92 x/menitRespirasi: 20 x/menitT rec: 36,8 CTinggi badan: 157 cmBerat badan: 62 kg2. Status GeneralKepala: Mata : anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokorToraks: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-Abdomen : ~ status obstetriEkstremitas: oedema tidak ada pada keempat ekstremitas3. Status ObstretikusAbdomen:Fut 4 jari bpx (29cm) letak kepala, punggung kiri, kepala penurunan 4/5. HIS (-), DJJ (+) 11.11.12VT (pkl 10.45): P 2cm, eff 25 %, ketuban (-) jernih.Teraba bagian kepala, denominator belum jelas, HI.Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.3.4 DiagnosisG1P0000, 34-35 mg, T/H, KPD + fase latenPBB: 2790 gr3.5 Perencanaan PenatalaksanaanRencana diagnostikDL, BT/CT, ULAT (admission test)USGTerapiMRSIVFD RL 20 tts/mntAmoxicillin 4x500mgDexametason 5mg IM @ 6 jam (24 jam)MonitoringKeluhan, vital signKelola ~ KPD pretermObservasi CHPBObservasi temperatur rektal setiap 3 jam selama 24 jam di VK, dan setiap 6 jam di ruangan. Edukasi - KIE keluarga tentang rencana perawatan.3.6 ResumePasien perempuan 29 tahun, G1P0000, 34-35 mg, T/H, KPD + fase laten, PBB: 2790 gr, mengeluh keluar air pervaginam sejak baru bangun tidur serta dikatakan keluarnya air tidak dapat ditahan. Pasien mengatakan keluar cairan berwarna jernih, terasa dingin, bau khas, serta tidak disertai lendir dan tidak bercampur dengan darah. Pada awalnya air yang keluar berupa rembesan dan tidak dibarengi dengan nyeri perut. Namun pada pukul 09.00 wita air yang keluar pervaginam semakin lama semakin banyak sampai membasahi kain yang dipakai oleh pasien. Nyeri perut hilang timbul disangkal. Riwayat panas badan disangkal. Riwayat terjatuh sebelumnya juga disangkal. Riwayat coitus 5 hari SMRS. Gerak janin dirasakan baik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92x/menit, pernafasan 20x/menit, temperatur rektal 37 C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 29 cm. his (-), djj 11.11.12. Dari VT didapatkan pembukaan serviks 2 jari, eff 25%, ketuban (-) jernih, bagian terendah teraba bagian kepala, denominator belum jelas, HI. Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.3.7 Observasi PasienWaktukeluhanhisDJJTemp. rektal20-01-2010Pk.13.30Sakit perut (-)(-)12.12.11336,8Pk.16.30Sakit perut (-)(-)12.12.1236,7Pk. 17.00S : Pasien mengeluh sakit perut dan keluar air pervaginam merembesO : Status ObstetriAbdomen :TFU 4 jari bpxDJJ (+) 12. 12. 11HIS (+) 1-2x/10~20-30VT (pk. 17.00):P 3cm, efficement 40%, ketuban (-) jernihTeraba bagian kepala denominator belum jelas, HITidak teraba bagian kecil/tali pusatPdx : DL: WBC 10,5/ RBC 3,78/ HGB 10,7/ HCT 33,3A : G1P0000, 34-35 mg, T/H, KPD + fase latenPk. 20.00 S : Pasien ingin mengedanO : Status ObstetriAbdomen :TFU pst- pxDJJ (+) 12. 12. 11HIS (+) 3-4x/10~30-40VT (pk. 20.00):P 8cm, efficement 75%, ketuban (-) jernihTeraba bagian kepala sutura sagitalis melintang, HIITidak teraba bagian kecil/tali pusatA : G1P0000, 34-35 mg, T/H, KPD + fase aktifPk. 20.45S : Pasien ingin mengedan dan sakit perut semakin seringO : Status ObstetriAbdomen :TFU pst- pxDJJ (+) 12. 12. 11HIS (+) 3-4x/10~40-45VT (pk. 20.00):P lengkap, ketuban (-) jernihTeraba bagian kepala UUK depan, HIII+Tidak teraba bagian kecil/tali pusatA : G1P0000, 34-35 mg, T/H, KPD + Partus Kala II Pimpin PersalinanPk. 21.00 Bayi lahir spontan, laki-laki , BBL 3000 gr , segera menangis A-S 7-9, sisa ketuban jernih, anus (+), Kelainan (-), MAK III.Pk. 21.05 Plasenta lahir kesan lengkap, kalsifikasi (-) metergin 1 amp (im).Evaluasi :kontraksi uterus (+) baikRobekan jalan lahir HectingPerdarahan aktif (-)A : P1001 P spt. B PP hari ke-0Tx:Amoxicilin 3x1 tabAsam Mefenamat 3x1SF 1x1Observasi 2 jam PPWAKTUTENSI(mmHg)NADI(kali/mnt)KONTRAKSI UTERUSPERDARAHANPk. 21.15100/6084(+) baik(-)Pk. 21.30110/6084(+) baik(-)Pk. 21.45110/7084(+) baik(-)Pk. 22.00110/7084(+) baik(-)Pk. 22.30110/7080(+) baik(-)Pk. 23.00110/7080(+) baik(-)Pk. 23.30110/7080(+) baik(-)3.8. FOLLOW UP RUANGAN21 Januari 2009S: perdarahan (-), keluhan (-), flatus (-), mobilisasi(+), ASI (+)O: St Present T 110/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt, tax 36,20C Mata anemi -/-, ikterus -/- Thorax cor/po dbN Abdomen : Fut 2 jr bpst Kontraksi (+)Dist (-) BU (+) N Vagina : Lochia (+) Luka jaritan tidak bengkakAss: P1001,P spt. B, PP hari ITx: Observasi perdarahan Amoxicillin 3x1 As mefenamat 3x1 mg SF 1x1 KIE22 Januari 2009S: perdarahan (-), keluhan (-), flatus (+), mobilisasi(+), ASI (+)O: St Present T 110/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt, tax 36,20C Mata anemi -/-, ikterus -/- Thorax cor/po dbN Abdomen : Fut 2 jr bpst Kontraksi (+)Dist (-) BU (+) N Vagina : Lochia (+) Luka jaritan tidak bengkakAss: P1001,P spt. B, PP hari IITx: obat lanjut KIE mobilisasi, KB, ASIBPLBAB 4PEMBAHASANPada pasien didapatkan:Pasien wanita, umur 19 th, G1P0000, 34-35 minggu, datang ke RSUD Tabanan dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan nyeri perut dan keluar darah campur lender disangkal. Diagnosis KPD Preterm ditegakkan berdasarkan Anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1. Pada Anamnesa didapatkan : Keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau sejak 4 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 34-35 minggu dari tinggi fundus uteri (29 cm). Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.2. Pada inspeksi didapatkan keluar cairan pervaginam.3. Pada pemeriksaan dalam: - ada cairan dalam vagina- selaput ketuban sudah pecahPada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode eksklusi dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (19 tahun) dengan kehamilan yang pertama. Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah, hormonal, stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor resiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.3.4. PenatalaksanaanPasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam SMRS dengan umur kehamilan 34-35 minggu. Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan gawat janin sehingga kami mengusulkan dikelola dengan perawatan konservatif sesuai protap untuk KPD dengan kehamilan preterm, dan dengan pemberian Amoxicillin 4x500 mg serta pemberian deksametason 5 mg tiap 6 jam (im) untuk merangsang maturasi paru. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya dalam pemberian antibiotika profilaksis. Di RS Sanglah Denpasar antibiotika profilaksis diberikan pada semua kasus KPD, sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi ACOG (American College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American Academy of Pediatrics) antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan dengan faktor risiko infeksi seperti kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni kuman Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 37 minggu. Pembatasan penggunaan antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya. 1Setelah di monitoring selama 6 jam 30 menit (tgl. 20 Januari 2010 pk 17.00) didapatkan pasien berada pada fase laten persalinan dengan pembukaan portio 3 cm, tapi sudah timbul HIS 1-2x setiap 10 menit dengan frekuensi 20-30 detik. Penatalaksanaan dilanjutkan dengan manajemen expektatif pervaginam, karena pada pk. 20.00 (monitoring selama 9,5 jam) berada pada fase aktif dengan pembukaan portio 8 cm dengan HIS 3-4x/10~30-40, penurunan kepala sudah mencapai H II dan dari perkiraan berat badan janin didapatkan berat janin >2500 yaitu 3000 gr. PostnatalDengan mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah dini, perlu diwaspadai risiko terjadinya sepsis postpartum, perdarahan postpartum dan trombosis vena yang memerlukan penanganan yang efektif. Promosi aktif ikatan ibu-anak dengan rawat gabung perlu mendapat pertimbangan khusus pada kasus ketuban pecah dini. Semua bayi yang lahir dengan riwayat ketuban pecah dini harus melalui skrining untuk sepsis, efek dari antibiotika yang digunakan sebelum dan selama persalinan ibu. Skrining biasanya meliputi kultur darah janin, kultur aspirasi endotrakeal, tes aglutinasi lateks urine, dan pemeriksaan darah lengkap. Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan pada neonatus dengan klinis sepsis dan hasil pemeriksaan positif pada kultur darah. Pemberian antibiotika awal dengan kombinasi penicillin dan gentamicin dapat dilakukan sambil menunggu hasil skrining.Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi. Hal ini dinilai dari kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh hasil laboratorium yang masih dalam batas normal. Namun dari pemeriksaan bayi kesan anemis - risiko infeksi, dan Apgar skor bayi yang dilahirkan menunjukkan tidak ada tanda-tanda asfiksia (A-S 7-9).Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke poli secepatnya. Masalah PrognosisKetuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain:InfeksiPersalinan preterm Hipoksia dan atau asfiksia sekunder oleh karena penekanan tali pusat dan atau disertai solusio plasenta. Peningkatan persalinan perabdominal dengan APGAR skor lima menit pertama yang rendah. Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan postpartum primer ataupun sekunder. Pecahnya vasa previa dapat menyebabkan kematian janin antara 33-100%.Pada pasien tidak ditemukan adanya suatu infeksi, perdarahan post partum. Ini dapat dilihat selama observasi diruangan keadaan umum pasien baik dengan kesadaran compos mentis, selain itu tanda-tanda vital pasien juga masih dalam batas normal baik itu dari segi tekanan darah, nadi tidak ditemukan tanda-tanda syok, dari suhu pasien tidak adanya febris dan dari respirasi tidak terdapat adanya tanda depresi pernapasan. Pada bayi juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda febris, aspiksia dan tanda-tanda premature. Jadi dapat disimpulkan prognosis pada kasus ini mengarah ke baik karena melihat keadaan ibu dan janin stabil pasca partus. Pada kehamilan selanjutnya kemungkinan terjadinya KPD tetap ada karena sangat erat berhubungan dengan umur dan paritas yang tentunya sudah berubah, begitu pula dengan faktor tingkat sosio-ekonomi. BAB 5RINGKASANTelah dilaporkan suatu kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm pada wanita umur 19 tahun dengan kehamilan yang pertama. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Prinsip utama penatalaksanaan adalah menunggu sampai janin viable yaitu sampai diperkirakan janin dapat hidup di luar kandungan sambil mencegah komplikasi yang dapat timbul pada ibu dan bayi terutama adanya infeksi. DAFTAR PUSTAKAAbortion. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc; 2005. pp. 231-247.Pedoman Diagnosis Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003.Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproductive_Health_ Profile_RHP-Indonesia.pdf. (Accessed: Jan 22,2010).Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies: 2003. pp. 45-55.Valley, V.T. Abortion,Incomplete. (May 30, 2006-last update). Availlable at: http://www.emedicine.com/emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm (Accessed: Septembre 2, 2009).Wibowo, B. Wiknjosastro, GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam: Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. hal. 302-312.Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American Family Physician. December1993. Available at: http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1 (Accessed: September 3, 2009). Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In: Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London: Arnold, 2000. pp. 102-6.