lapsus hrs jadi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

PENDAHULUAN
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi
makin menonjol, baik di negara maju maupun negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial
ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Penyakit infeksi serta defisiensi gizi makin
lama makin menyurut, sedangkan pelbagai penyakit non-infeksi, termasuk penyakit
kongenital makin dikenal.1
Suatu hal yang mencolok sekaligus hal yang menarik, adalah bahwa insidens penyakit
jantung bawaan di berbagai tempat di seluruh dunia dalah kira-kira sama, dan menetap dari
waktu ke waktu. Studi di Negara maju dan Negara berkembang menunjukkan bahawa
insidens penyakit jantung bawaan berkisar antara enam sampai 10 per 1000 kelahiran hidup,
dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup. Yang Nampak berbeda adalah distribusi jenis
penyakit jantung bawaan di rumah sakit rujukan, oleh karena di Negara maju dengan beberapa
pengecualian, praktis semua pasien telah dapat dideteksi, dalam masa bayi, bahkan dalam
masa neonates, sedangkan di Negara berkembang masih banyak yang yang di bawa berobat
setelah anak besar. hal ini juga mengundang arti bahwa, banyak neonates dan bayi muda
dengan penyakit jantung bawaan yang berat telah meninggal sebelum diperiksa oleh dokter.
Dengan perkataan lain distribusi jenis penyakit jantung bawaan pada rumah sakit rujukan pada
Negara berkembang jauh dari kenyataan yang ada dalam populasi.1
Penyakit jantung bawaan dapat di klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu penyakit
jantung bawaan non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit jantung bawaan non-
sianotik jauh lebih besar dari pada yang sianotik, yakni berkisar 2 – 4 kali.1
Gagal jantung suatu keadaan yang sering dijumpai pada anak dengan berbagai penyebab
baik karena kelainan intrakardiak atau ekstrakardiak. Sampai saat ini belum ada data yang
valid mengenai insidensi gagal jantung akut pada anak. Data insidensi gagal jantung akut dari
Inggris dan Irlandia, akibat kelainan otot 0,87/100.000 pupulasi pertahun dan sebanyak
0,57/100.000 di Amerika Serikat.4
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis gagal
jantung yaitu kriteria Ross ( Kemampuan minum, laju jantung, laju nafas dan keringat yang
berlebihan ) dan pemeriksaan penunjang non infasif yaitu ekokardiografi.4
1

ANATOMI
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru.
Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam (perikardiuum
viseralis) dan lapisan luar (pericardium parietalis). kedua lapisan pericardium ini dipisahkan
oleh sedikit cairan pelumas yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung.
Secara fungsional jantung dibagi 2 sisi, jantung kanan dan jantung kiri. Jantung terdiri dari 4
rongga : atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, ventrikel kiri. Antara atrium kanan dan
atrium kiri terdapat septum atrium. Antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri terdapat septum
ventrikel. Antara atrium dan ventrikel terdapat katup atrioventrikuler. Katup trikuspid adalah
Katup AV di kanan jantung, katup mitral adalah katup AV di kiri jantung. Antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis terdapat katup semilunaris pulmonalis, dan antara ventrikel kiri
dan aorta terdapat katup semilunaris aorta.9
9
Gambar 1. Anatomis Jantung
Adaptasi Sistem Kardiovaskular1,3
2

Gambar 4. Sirkulasi darah pada neonates
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sirkulasi pada janin dan pada bayi, sesuai
dengan fungsinya. Perbedaannya dapat diringkas sebagai berikut :
3

1. Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau ekstrakardiak(duktus
arteriosus Botalli, duktus venosus Arantii) yang efektif. Arah pirau adalah dari kanan
ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale dan dari a.pulmonalis
menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra-
maupun ekstra kardiak tersebut tidak ada.
2. Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pasca lahir
ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.
3. Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih
tinggi, yakni tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah
yakni plasenta. Pada keadaan pasca lahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru,
yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
4. Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta
melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada
keadaan pasca lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.
5. Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta;
pasca lahir paru memberi oksigen kepada darah.
6. Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan,
dan ekskresi. Pada keadaan pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai
fungsi tersebut.
7. Pada janin terjamin berjalannya sirkuit bertahanan rendah oleh karena terdapatnya
plasenta. Pada keadaan pasca lahir hal ini tidak ada. 1,3
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (CONGENITAL HEART DESEASE) 1,2,3
Pengertian
4

Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung kongenital adalah kelainan
jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir.
Tetapi kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir, tidak
jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan
beberapa tahun.
Embriogenesis jantung
Embriogenesis jantung merupakan serangkaian proses pembentukan jantung yang
sangat kompleks. Untuk keperluan pemahaman , proses yang rumit tersebut dapat
disederhanakan menjadi empat tahapan, yaitu :1,3
1. Tubing, yaitu tahapan awal ketika bakal jantung masih merupakan tabung
sederhana
2. Looping, yakni suatu peristiwa kompleks berupa perputaran bagian-bagian bakal
jantung dan arteri besar (aorta dan a. Pulmonalis)
3. Septasi, yakni proses pemisahan bagian-bagian bakal jantung serta arteri besar
dengan pembentukan berbagai ruang jantung
4. Migrasi, yakni proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai
bentuk akhirnya.
Perlu diingat bahwa keempat proses tersebut benar-benar merupakan proses yang terpisah,
namun merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih.
Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital pada kasus perseorangan jarang sekali di
ketahui. berbagai jens obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, telah diduga menjadi
penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan
dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk. Gangguan perkembangan mungkin disebabkan oleh
factor-faktor prenatal seperti infeksi ibu selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah
rubella, influenza atau chicken fox. Factor-faktor prenatal seperti ibu yang menderita diabetes
mellitus dengan ketergantungan pada insulin serta factor-faktor genetik juga berpengaruh
untuk terjadinya penyakit jantung congenital. Selain factor orang tua, insiden kelainan jantung
juga meningkat pada individu. Faktor-faktor lingkungan seperti radiasi, gizi ibu yang jelek,
kecanduan obat-obatan dan alcohol juga mempengaruhi perkembangan embrio.1,2
Klasifikasi
5

Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung kongenital. Penggolongan yang sangat
sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis serta vaskularisasi
paru.1,2,6,7
1. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah,
misalnya defek septum ventrikel (DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus
arteriousus persisten (DAP)
2. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan ini termasuk
stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio aorta
3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini yang paling
banyak adalah tetralogi fallot (TF)
4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi arteri besar
(TAB)
Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 30% dari seluruh
kelainan jantung bawaan.
VSD terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Istilah defek septum
ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek tersebut dapat terletak di
manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat
bervariasi. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.1,2,7
Gambar 6. Jantung normal dan jantung dengan VSD
6

Gambar 7. VSD
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3: 1,2
1. Perimembranous bila lubang terletak di daerah pars membranaceae septum
interventricularis
2. Subarterial doubly commited, bila lubang terletak di daerah septum infundibuler dan
sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup
pulmonal
3. Muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis
Gambaran Klinis
Adapun gambaran klinis VSD adalah sebagai berikut1,2,7 :
Defek kecil asimtomatik, defek sedang hingga besar menimbulkan keluhan seperti
kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk
serta infeksi saluran napas berulang. Ini menyebabkan pertumbuhan yang lambat.
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak
keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat
pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum,
seia intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang
hiperdinamik.
Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat,
dapat teraba thrill sistolik, bunyi jantung II mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal,
7

terdengar bising pansistolik di SIC 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal
dan apeks. Pada pirau yang besar dapat terdengar bising middiastolik di apeks akibat aliran
berlebihan, dapat ditemukan gagal jantung kongestif. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru
dan sindrom eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari tabuh, bahkan mungkin
disertai tanda gagal jantung kanan.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bising holosistolik (pansistolik) yang
terdengar selama fase sistolik, keras, kasar di atas tricuspid di sela iga 3-4 parasternal kiri
menyebar sepanjang parasternal dan apex cordis. Bising ini sudah dapat terdengar selama
defek VSD kecil. Bising mid-diastolik dapat didengar di apex cordis akibat aliran berlebihan.
Pada VSD sering bersifat non-sianotik kecuali apabila terjadi eisenmengerisasi (terjadi
aliran shunt kanan ke kiri). pada penderita VSD dengan aliran shunt yang besar biasany
terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Apabila
terjadi aliran shunt dari kanan ke kiri dengan defek besar akan tampak stenosis dengan jari-jari
tabuh (clubbing of finger). Pada defek cukup besar dapat terjadi komplikasi berupa stenosis
infundibuler, prolaps katup aorta, insufiensi aorta, hipertensi pulmonal dan gagal jantung.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan1,2,7
1. Foto thorax
2. Dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru meningkat, bila terjadi
penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.
3. Elektrokardiografi
LVH, LAH. Deviasi sumbu QRS ke kiri dengan hipertrofi biventrikular. Interval P-R
biasanya memanjang. Bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan deviasi sumbu QRS
ke kanan maka perlu dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi
infundibulum ventrikel kanan
4. Ekokardiografi
5. Dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan
ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum
ventrikel, dengan defek doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran
yang melewati defek tersebut.
6. Kateterisasi jantung
8

7. Dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat mengukur rasio aliran ke
paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri dilakukan
untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.
Gambar 11. Rontgent VSD : kardiomegali
Gambar 12. Ekokardiografi VSD
9

Atrium Septum Defek (ASD)
Merupakan kelainan jantung kongenital dimana terdapat lubang pada dinding atau
septum inter-atrium yang terjadi semasa janin. Normalnya, pada peredaran darah janin
terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati
paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka,
terjadi aliran "shunting" darah dari atrium kiri menuju atrium kanan melalui defek atau lubang
pada sekat atrium (left to right shunt) oleh karena compliance ventrikel kanan yang lebih
besar (bertekanan rendah) dibanding ventrikel kiri. Besarnya "shunting" bergantung terhadap
seberapa besar perbandingan compliance (relatif) ventrikel kanan terhadap ventrikel kiri, dan
juga bergantung pada besar-kecilnya defek. Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada
septum atrium ini tidak diketahui. 1,2,7
Gejalanya pada penderita ASD bisa berupa sering mengalami infeksi saluran
pernafasan, dispneu atau kesulitan dalam bernafas, sesak nafas ketika melakukan aktivitas,
jantung berdebar-debar atau palpitasi.
Hemodinamik dari ASD yaitu akibat adanya celah antara atrium kanan dan atrium kiri,
pasien dengan defek septum atrium mempunyai beban pada sisi kanan jantung yang
merupakan akibat pirau dari atrium kiri ke arium kanan. Beban tersebut merupakan beban
volume.
Beban volume pada ASD terdapat pada atrium kanan sehingga bias menyebabkan
hipertrofi atrium kanan, ventrikel kanan juga terbebani sehingga menyebabkan hipertrofi
ventrikel kanan tipe volume. Arteri pulmonal juga ikut terbebani sehingga dapat menyebabkan
10

hipertensi pulmonal. Serta katup tricuspid yang ikut terbebani dan dapat menimbulkan
stenosis relatif katup. 1,2,7
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan1,2,6,7 :
a. Elektrokardiografi
Menunjukkan adanya aksis ke kanan, blok bundle kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval
PR memanjang, aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya akibat
defek ostium primum.
b. Foto thoraks
Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi, akibat pembesaran
ventrikel kanan
Dilatasi atrium kanan
Segmen pulmonal menonjol, corakan vascular paru prominen
c. Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi transtorakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium
dan ventrikel kanan.
Ekokardiografi transesofageal (ETE) sangat bermanfaat bila dengan
cara ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga
dapat membantu dalam tindakan penutupan DSA perkutan, juga kelainan
yang menyertai.
d. Kateterisasi jantung
Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonalis
Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
Angiografi koroner selektif pada kelompok umur yang lebih tua,
sebelum tindakan operasi penutupan DSA.
e. Magnetic Resonance Imaging
Sebagai tambahan dalam menentukan adanya dan lokasi DSA
Evaluasi anomali aliran vena, bila belum bisa dibuktikan dengan
modalitas lain
Komplikasi ASD ( Atrium Septum Defek ) yaitu hipertensi Pulmonal, gagal Jantung.
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
11

Merupakan salah satu kelainan jantung bawaan dimana setelah lahir ductus arteriosus
tetap terbuka. Ductus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang menghubungkan aorta
(pembuluh darah besar yang mengangkut darah ke seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis
(arteri yang membawa darah ke paru-paru). 1,7
.
Pada PDA bagian yang terbebani adalah atrium kiri, ventrikel kiri, serta akibat dari
tahanan paru yang meningkat dapat terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan hipertrofi atrium
kanan.
Manifestasi Klinis1,2,7
Riwayat
Asimtomatis bila duktus kecil
Pada shunt yang besar sering terjadi ISPA bawah, atelektasis, dan gagal jantung
kongestif (disertai takipneu dan gagal tumbuh)
12

Pemeriksaan fisik
Takikardi dan dispneu saat beraktivitas pada anak DAP dengan pirau besar.
Bila terjadi PVOD dapat terjadi pirau dari kanan ke kiri >>> sianosis terjadi pada
tubuh bagian bawah.
Inspeksi
Prekordium hiperaktivitas
Sistolik thrill di linea parasternal kiri bagian atas
Pulsus celer (peningkatan tekanan sistolik dan penurunan tekana diastolik)
Auskultasi
P2 normal atau meningkat intensitasnya
Bising kontinyu gr 4/6-6/6 di linea parasternal kiri daerah subclavicula kiri
Dapat terdengar bising di apeks bila pirau besar.
Gagal Jantung
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim atau sindrom dengan disfungsi pompa
ventrkel kiri, biasanya bersifat progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis dan
kontrktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal jantung makin diperluas bukan hanya
sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur – jalur yang mengakibatkan perfoma
jantung menjadi abnormal. sindrom klinis yang tampak erupakan manifestasi dari
patofisiologi gagal jantung yang meliputi interaksi yang kompleks antara sirkulasi,
neurohormonal, dan kelianan molekuler.4,5
Altman dkk menyatakan gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung dan system
neurohormonal untuk menjamin kecukupan curah jantung untuk mempertahankan kebutuhan
13

metabolic. saat ini diketahui adanya peranan yang kompleks antara factor genetic,
neurohormonal, inflamasi, dan perubahan – perubahan biokimia yang bekerrja pada miosit
jantung, interstisial jantung atau keduanya. Sedangkan Auslander gagal jantung terdiri dari
komponen keidaksembangan aktivitas saraf otonom jantung, peningkatan aktifitas
neurohormonal, dan gangguan kapasitas aktivitas. 1,4
Berdasarkan ekstrapolarisasi dari prinsip – prinsip umum megenai gagal jantung di
atas, dibuat definisi gagal jantung yaitu suatu sindrom klinis yang diakibatkan oleh kelainan
kardiovaskular dan non kardiovaskular yang memberikan gejala dan tanda edema, distress
pernafasan, gangguan pertumbuhan, keterbatasan aktifitas fisik, disertai dengan gangguan
sirkulasi, neurohormonal dan molecular. 2,4
Klasifikasi Gagal Jantung 4
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasifikasi gagal jantung yaitu:
fungsi miokardium, kapasitas fungsional (kemampuan untuk mempertahankan aktifitas harian
dan kapasits latihan maksimal), outcome fungsional (mortaitas,kebutuhan untuk
transplantasi), dan derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)
14

Total :
Tanpa gagal jantung : 0 – 2 poin
Gagal jantung ringan : 3 – 6 poin
Gagal jantung sedang : 7 – 9 poin
Gagal jantung berat : 10 – 12 poin
Pemeriksaan Penunjang1,2,4,5
- Darah : darah lengkap
- EKG : sinus takikardia, hipertrofi atrium dan ventrikel, tetapi tidak dapat
menentukan adanya gagal jantung.
- Rontgen : kardiomegali, edema paru, atelektasis regional, dan mungkin adanya
15

penyakit penyerta seperti gambaran pneumonia
- AGD : asidosis metabolic
- Ekokardiografi
- Pemeriksaan lainnya : ASTO, CRP (jika dicurigai demam rematik), SGOT, SGPT, LDH,
CPK 1,4
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung dimulai dengan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, elektrokardiografi, ekhokardiografi, analisa gas
darah, dan melihat petanda biologis gagaal jantung.4,5
Obat yang sering digunakan pada penyakit jantung5,8.
16

LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. Amelia Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun
Agama/Suku : Islam / Sasak
Alamat : Ds. Baru giela Lombok timur
Tanggal MRS : 29/11/2013
No RM : 03251427
Identitas Orang Tua
1. Ayah
Nama : Tn. Kamarudin
Usia : 30 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : TKI di Malaisia
2. Ibu
Nama : Ny. Aspini
Usia : 28 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh di pabrik tembakau
17

ANAMNESIS
Heteroanamnesis oleh Ibu Kandung Pasien
1. Keluhan Utama :
Sesak sejak 2 minggu yang lalu yang semakin memburuk sejak 1 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit dr. R. Soedjono Selong
dengan keluhan sesak napas, sesak napas dirasakan sejak lebih kurang 2 minggu yang
lalu yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh batuk pilek sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu dan memiliki riwayat
demam 1 minggu yang lalu, Mual muntah (-), BAB (+) lancar, warnanya kuning,
konsistensinya lunak. BAK (+) lancar warna kuning jernih.
Sebelum-sebelumnya pasien sudah sering mengeluh sesak. Sesak dirasakan
ketika pasien melakukan aktivitas dan berkeringat banyak pada seluruh badannya,
apalagi saat main kejar-kejaran dengan temannya. Sesak berkurang ketika pasien
beristirahat, timbulnya sesak tidak diakibatkan oleh debu, cuaca ataupun makanan.
Pasien juga mengeluhkan dadanya berdebar-debar saat sesak. Tidak ada nyeri dada
yang dirasakan saat sesak, selain itu pasien juga merasa sering merasa capek dengan
aktivitas yang tidak teralu berat. Aktifitas pasien sangat terbatas karena gampang
sesak, pasien juga merasakan sangat lemah. Menurut keterangan ibunya, pasien dari
bayi sering berobat dengan keluhan sakit batuk pilek dan sesak. Menurut ibunya juga
pertumbuhan badan pasien sangat kurang di banding teman-temannya yang lain dan
juga nafsu makannya kurang. Riwayat sianosis dari bayi sampai sekarang (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dari kecil sudah di diagnosis oleh dokter mengalami Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) dan ISPA.
4. Riwayat Pengobatan
Pasien sering mengkonsumsi obat anti biotik dan obat untuk jantungnya yang di
peroleh dari dokter tempat pasien berobat
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada orang tua atau kerabat dekat yang mengalami penyakit seperti pasien.
18

6. Riwayat Kehamilan Ibu
ANC rutin di bidan jarang karena ibu sibuk bekerja.
Pada waktu usia kehamilan kurang lebih 1-3 bulan, ibu pasien sibuk bekerja di
perusahaan tembakau dan tidak sadar kalau dirinya sedang hamil. kemudian
terjadi perdarahan baru ibu pasien kontrol di puskesmas dan dinyatakan sedang
hamil. sejak saat itu ibu pasien mengurangi waktu kerjanya.
Ibu pasien mengaku selama mengandung pasien sering sakit-sakita seperti
batuk pilek dan demam.
Riwayat minum jamu (+), obat-obatan (+), mengkonsumsi alcohol (-),
merokok(-).
Riwayat penyakit diabetes mellitus (-), penyakit asma (-), Hipertensi (-).
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3200 gram, dengan panjang
badan lahir 48 cm pada tanggal 10 Maret 2009, pasien lahir langsung menangis, pasien
tidak biru. Pasien lahir cukup bulan (saat usia kehamilan 40 minggu), warna kulit
kemerahan Tidak didapatkan kelainan pada saat lahir.
8. Riwayat Imunisasi
Menurut Ibu telah mendapatkan: BCG (suntik di lengan), Hepatitis B (suntik di
paha), Polio (tetes di mulut). Tampak scar BCG. Namun, ibu tidak membawa KMS
sehingga status imunisasi tidak jelas.
9. Riwayat Perkembangan
Usia 3 bulan : Pasien bisa mengangkat kepala sendiri, mengikuti obyek yang
bergerak, bereaksi terhadap suara, tertawa.
Usia 5 bulan : Pasien bisa tengkurap sendiri
Usia 12 bulan : Pasien bisa duduk tanpa berpegangan, memindahkan benda,
mengekspresikan suka atau tidak suka, dan tertawa jika diajak main.
Pasien bisa mengatakan kata “Ibu, Nenek”.
Usia 18 bulan : Pasien tidak bisa merangkak namun langsung berdiri sendiri, dan bisa
berjalan sendiri.
Usia 24 bulan : pasien bisa menyanyi.
19

10. Riwayat Makan dan Minum
Pasien mendapatkan ASI sampai usia >6 bulan.
Setelah usia 6 bulan, ASI dilanjutkan dengan Bubur Instan (Sun) yang diseduh
dengan susu formula.
Usia 9 bulan pasien minum susu formula.
Pasien juga suka makan-makanan biskuit bayi dan juga pisang.
Kualitas dan kuantitas dinilai cukup oleh ibu kandung pasien.
11. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak satu-satunya. Pasien dekat dengan ibu tapi jarang
ketemu dengan ayahnya karena kerja di malaisia sebagai TKI, pasien sering akrab
bermain dengan teman dan sepupunya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Composmentis, GCS E4V5M6
2. Tanda Vital
Laju pernapasan : 40 x/menit, reguler, spontan
Laju denyut nadi : 132 x/menit, reguler, kuat angkat
Suhu aksiler : 37,8ºC
TD : 100/70 mmHg
3. Status Antropometri:
Panjang badan : 94,5 cm
Berat badan : 13 kg
Lila : 3,4 cm
Lingkar kepala : 46 cm
Lingkar perut : 47 cm
Status Gizi : BB/U = 68,75% dan BB/TB= 78,6%
( Status Gizi berdasarkan CDC = Gizi Kuranga)
4. Kepala
Bentuk : Normosefali, benjolan massa (–).
Ukuran : mesosefal.
Rambut : Rambut hitam, rambut tidak mudah dicabut.
Wajah : simetris, bundar, deformitas (-), rash(-), sianosis (-).
Mata : konjungtiva : anemis (-/-),
sklera : ikterik (-/-)
20

palpebra : edema (-/-)
reflek cahaya (+/+), pupil bulat isokor 3 mm/3mm;
Telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (–).
Hidung : sekret (–), pernafasan cuping hidung (-), perdarahan (–),
hiperemi (–), deviasi septum nasi (-).
Mulut : mukosa bibir basah, mukosa sianosis (–), hiperemis faring (-),
tonsil T1/T1, hiperemis tonsil (-).
Lidah : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
5. Leher
Inspeksi : Simetris, massa (– / –)
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe regional (– / –), trakea di tengah,
Kaku kuduk (-)
6. Thoraks
Inspeksi Umum : bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (+/+)
epigastrial minimal deformitas (-), jaringan parut (-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS VIII.
Palpasi : Apeks teraba, lokasi di ICS IX Linea Midaxilla sinister,
terdapat thrill ICS VIII .
Perkusi : Kardiomegali, batas kanan pada ICS VII Linea Midclavicula
dekstra, batas kiri pada ICS IX Linea midaxillaris sinistra,
batas atas pada ICS III Linea Parasternal dektra.
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, takikardi, irama irregular,
terdengar mur-mur (+) dan irama gallop (+).
Paru:
Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi ada, terdapat dispnea,
pernafasan simetris kanan-kiri
Palpasi : fremitus fokal normal simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, terdapat ronchi basah halus dan tidak
ada wheezing.
21

7. Abdomen
Inspeksi : tampak datar
kulit abdomen : jaringan parut (–), dilatasi vena(-),rash (-).
Palpasi : hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 cm di bawah
proc xiphoideus, lien, ginjal dan massa tidak teraba.
Perkusi : Timpani, tidak ada asites
Auskultasi : bising usus normal.
8. Ekstremitas
Ekstremitas atas : akral hangat, edema tidak ada, dan clubbing finger tidak ada.
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema tidak ada, dan clubbing finger tidak ada.
Tonus otot : normal
Susunan saraf : dalam batas normal
Genetalia : tidak terdapat kelainan
Anus : ada
22

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DILAKUKAN :
Pemeriksaan Laboratorium :
23

Pemeriksaan EKG :
EKG :
- Irama : Sinus rhytm
- HR : 88x/ menit
- Ritme : Interval P-P : reguler
- Interval R-R : reguler
- Gelombang P pulmonal (-)
- Interval PR 0,3 detik
- Membentuk Axis : Lead I (+)
- AVF (+) sumbu normal tidak ada defiasi
- Durasi kompleks QRS < 0,10 detik ( tak ada gangguan konduksi )
- Tinggi gelombang R di V5 = 19 V6= 10
- Ekstremitas : AVL = ≥ 11
AVF= 13
Kesan : Dari gambarannya tidak menunjukkan kelainan yang bermakna.
24

Photo Thorax :
Cor : Kardiomegali (CTR = 64 %)
Paru : Corakan vaskuler meningkat, sudut kostofrenikus tajam
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik yang harus dilakukan :
Pemeriksan penunjang yang harus dilakukan untuk penunjang diagnostik pasti dimana
letak kelainan jantung pada pasien ini adalah Ekokardiogram. Ekokardiogram memberikan
gambaran yang jelas dimana letak kelainan pada Antung pasien.
DAFTAR MASALAH :25

- Sesak nafas
- Jantung berdebar debar
- Batuk pilek + demam
- Pertumbuhan berat badan kurang
DIAGNOSIS :
- Pneumonia
- Gagal Jantung ( DC )
- Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Asianotik dengan pirau
- Susp. Ventrikel Septum Defek (VSD)
PENATALAKSANAAN :
1. Nonfarmakologis :
Bed rest
2. Farmakologis :
IVFD RL 20 tpm
O2 1 L/menit
inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV
inj. Gentamicin 2x40 mg/IV
Furosemid tab 2x10 mg
Spironolacton tab 2x 6,25 mg
Ambroxol syr 3 x ½ cth
Paracetamol syr 3x ½ cth
Follow up
26

Tanggal S O A P
29/11/2013 Sesak nafas
(+)
Nyeri dada (-)
Jantung
berdebar debar
(+)
Batuk pilek
(+)
Demam (+)
T: 100/70 mmHg
N: 132x/menit
S: 37,8 C
RR: 40 x/menit
Thorax:
P: Rhonki (+),
Wheezing (-).
C: S1S2 reguler,
murmur (+),
gallop (+)
Pneumonia
PJB asianotik
Susp. VSD
IVFD RL 20 tpm O2 1 L/menit inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV inj. Gentamicin 2x40 mg/IV Furosemid tab 2x10 mg Spironolacton tab 2x 6,25 mg Ambroxol syr 3 x ½ cth Paracetamol syr 3x ½ cth
30/11/2013 Sesak nafas
(+) berkurang.
Nyeri dada (-)
Jantung
berdebar debar
(+)
Batuk pilek
(+) berkurang
Demam (-)
T: 110/60 mmHg
N: 122x/menit
S: 36,6 C
RR: 35 x/menit
Thorax:
P: Rhonki (+),
Wheezing (-).
C: S1S2 reguler,
murmur (+),
gallop (+)
Pneumonia
PJB asianotik
Susp. VSD
IVFD RL 20 tpm O2 1 L/menit inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV inj. Gentamicin 2x40 mg/IV Furosemid tab 2x10 mg Spironolacton tab 2x 6,25 mg Ambroxol syr 3 x ½ cth Paracetamol syr 3x ½ cth
1/12/2013 Sesak nafas (-)
Nyeri dada (-)
Jantung
berdebar debar
(+)
Batuk pilek
(+) berkurang
Demam (-)
T: 100/80 mmHg
N: 125x/menit
S: 36,8 C
RR: 30 x/menit
Thorax:
P: Rhonki (+)
berkurang,
Wheezing (-).
C: S1S2 reguler,
m (+), gallop (+)
Pneumonia
PJB asianotik
Susp. VSD
IVFD RL 20 tpm O2 1 L/menit inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV inj. Gentamicin 2x40 mg/IV Furosemid tab 2x10 mg Spironolacton tab 2x 6,25 mg Ambroxol syr 3 x ½ cth
2/12/2013 Sesak nafas (-) T: 90/60 mmHg Pneumonia IVFD RL 20 tpm O2 1 L/menit
27

Nyeri dada (-)
Jantung
berdebar debar
(-)
Batuk pilek (-)
Demam (-)
N: 120x/menit
S: 37,8 C
RR: 40 x/menit
Thorax:
P: Rhonki (-),
Wheezing (-).
C: S1S2 reguler,
murmur (+),
gallop (+)
berkurang
PJB asianotik
Susp. VSD
inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV inj. Gentamicin 2x40 mg/IV Furosemid tab 2x10 mg Spironolacton tab 2x 6,25 mg Ambroxol syr 3 x ½ cth
3/12/2013 Sesak nafas (-)
Nyeri dada (-)
Jantung
berdebar debar
(-)
Batuk pilek (-)
Demam (-)
T: 110/70 mmHg
N: 124x/menit
S: 36,5 C
RR: 31 x/menit
Thorax:
P: Rhonki (-),
Wheezing (-).
C: S1S2 reguler,
murmur (+),
gallop (+) kurang
Pneumonia
PJB asianotik
Susp. VSD
IVFD RL 20 tpm O2 1 L/menit inj. Amoxicilin 3x500 mg/IV inj. Gentamicin 2x40 mg/IV Furosemid tab 2x10 mg Spironolacton tab 2x 6,25 mg
PEMBAHASAN KASUS
1. PNEUMONIA
Kasus
Pada pasien ini didiagnosis pneumonia, karena menunjukan keluhan seperti : batuk,
sesak napas, demam, takipnea, retraksi dada, dan juga nafsu makan menurun.
pada pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan tanda klinik pada auskultasi di
dengarkan sura ronki basah halus dan dari pemeriksaan radiologis ditemukan corak
bronkovaskular. Dari tanda-tanda ini dapat ditegakkan diagnosis pneumonia pada pasien ini
Definisi
Pneumonia adalah Penyakit peradangan / inflamasi yang mengenai parenkim
paru.yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau
28

bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidak seimbangan
ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch)10,11.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak tergantung berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut10 :
Gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang
ditemuakan gejala gangguan ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, nafas
cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.
Patologi dan Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. mula mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli. stadium ini di sebut stadium hepatisasi merah. Selajutnya, diposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat
di alveoli, sel akan mengalami degenerasi fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. system bronkopulmoner jaringan paru yang tidak
terkena akan tetap normal10.
Tatalaksana
Pengguanaan anti biotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan
pada pneumonia. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang
diduga disebabkan oleh bakteri10.
2. PENYAKIT JANTUNG JANTUNG
Kasus
Pada pasien ini dari hasil anamnesis didapatkan anak sering mengeluh mudah lelah
terutama saat berakifitas, pasien tidak pernah dikeluhkan biru pada badannya dari bayi sampai
sekarang, kenaikan berat badan yang sulit dan sering mengalami infeksi paru berulang, sering
berkeringat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipnea, ronki pada kedua lapang
paru, murmur, gallop, dan hepatomegali. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan dari foto
29

thorax didapatkan kardiomegali dengan CTR 64%, dari gambaran EKG juga menunjukkan
adanya kelaina, dari skor ross untuk skor klinis gagal jantung pada pasien ini adalah :
Kriteria skor
Riwayat Berkeringat (diaphoresis) 1
Pernapasan 1
Laju napas 2
Laju jantung/menit 2
Hepatomegali 1
skor 9 (Gagal Jantung sedang)
Dari gambaran diatas pada pasien ini dapat di tegakkan diagnosis; Gagal Jantung,
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik dengan Pirau dan Susp. Ventrikel Septum Defek (VSD)
karena untuk diagnostik pasti dimana letak kelainan pada PJB harus dilakukan pemeriksaan
Echo untuk gold standar diagnostik pasti.
GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan ketidak mampuan jantung sebagai pompa darah untuk
memenuhi sejara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh.
Kerangaka Fisiologi
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung, yang dipengaruhi oeh 4 faktor yaitu :
1. Preload, yang setara dengan isi diastolik akhir
2. Afterload, yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrike
3. Kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dan berkontraksi tampa tergantung pada preload.
4. Frekuensi denyut jantung
Diagnosis
Untuk menegagkan diagnosis gagal jantung dimulai dengan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan penunjang meliputi foto dada, UKG, Ekhokardiografi, analisa gas darah dan
melihat petanda biologis gagal jantung.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik :
30

Bayi dengan gagal jantung pada umumnya menunjukkan riwayat sulit minum, takipnea yang
bertambah berat saat minum, berat badan yang sulit naik, dan keringat dingin. Anak yang
lebih besar akan menunjukkan lekas lelah terutama saat aktifitas, sembam pada kelopak mata
dan edema pada tungkai.
Pemeriksaan fisik tampak gejala-gejala sebagai berikut :
1. Akibat kompensasi yaitu takikardi, irama derap, berkeringat;
2. Akibat kongesti vena pulmonalis yaitu takipnea, dispnea, ortopnea, wheezing, dan
ronkhi pada kedua lapang paru;
3. akibat kongesti vena sistemik yaitu hepatomegali, sembam pada kelopak mata,
splenomegali, distensi pada vena leher dan edema tungkai.
Skor Ross
Prinsip Pengobatan
Terdapat tiga aspek yang penting dalam penanggulan gagal jantung yaitu :
1. Pengobatan terhadap gagal jantung
2. Pengobatan terhadap penyajkit yang mendasari
3. Pengobatan terhadap penyakit pencetus ( anemia, infeksi, dan disritmia)
31

DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroasmoro, Sudigdo, et al. Penyakit Jantung Bawaan. Buku Ajar Kardiologi Anak.
Hal 165 – 278. Jakarta : Bina Rupa Aksara.1994.
2. Behrman, Richard E, Victor C. Vaughan. Sistem Kardiovaskuler. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson, Vol 2. hal 695-789. Jakarta, EGC.2000.
3. Usman, Ali. Kelainan Kardiovaskular. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Hal 31-
40. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.
32

4. Sukardi, Rubiana. Penatalaksanaan Terkini Gagal Jantung pada Anak. Management of
Pediatric Heart Disease for Practitioner : From Early Detection to Inervention. Hal : 40 –
63. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2009
5. Pudjiaji, Antonius H. Gagal Jantung. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I Hal : 79 – 83.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010
6. Davey, Patrick. Penyakt Jantung Bawaan. At a Glance Medicine. Hal : 168 – 169.
Jakarta : Penerbit Erlangga. 2006.
7. Pusponegoro, Hardiono D, et al. Kardiologi. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Edisi I. Hal : 129 – 156. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2004.
8. Katzung, Bertran G, et al. Obat – Obat Kardiovaskular – Ginjal. Farmakologi Dasar &
Klinik. Edisi 10. Hal : 161 – 239. Jakarta : EGC. 2012
9. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Gangguan Sistem Kardiovaskular. Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit. Volume 1. Hal : 516 -546. Jakarta : EGC. 2006.
10. Rahajoe, Nastiti N, et al. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Hal 350 – 365.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2008.
11. Setiawati, Landia, et al. Pneumonia. Pedoman Diadnostik dan Terapi. Edisi III. Hal :
51 – 53. Surabaya : Universitas Airlangga. 2008.
33