lapsus hirschsprung

25
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : MAA Umur : 2 tahun 4 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja No. RM : 617610 Alamat : Dusun Apa Bone Bajeng Gowa Ruangan : Lontara II Kamar 12 Bed 6 Tanggal MRS : 16 Juli 2013 II. ANAMNESIS : Alloanamnesis (Ibu penderita) Keluhan Utama : Perut kembung Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak usia 3 hari setelah kelahiran. Anak tidak segera buang air besar setelah lahir. Anak hanya buang air besar setelah 3 hari setelah kelahiran. Dalam tempoh 3 hari tersebut, ibu penderita membawa penderita ke Rumah Sakit Labuang Baji dan penderita dapat buang air besar setelah diberi pencahar. Anak sering dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama. Keluhan perut kembung juga kadang disertai dengan muntah. Muntah tidak menyemprot dan anak minum susu dengan biasa. Riwayat demam tidak ada. 1

Upload: nurul-rezki-fitriani-azis

Post on 29-Nov-2015

150 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

lapsus bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Hirschsprung

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : MAA

Umur : 2 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tidak bekerja

No. RM : 617610

Alamat : Dusun Apa Bone Bajeng Gowa

Ruangan : Lontara II Kamar 12 Bed 6

Tanggal MRS : 16 Juli 2013

II. ANAMNESIS : Alloanamnesis (Ibu penderita)

Keluhan Utama : Perut kembung

Anamnesis Terpimpin :

Dialami sejak usia 3 hari setelah kelahiran. Anak tidak segera buang air

besar setelah lahir. Anak hanya buang air besar setelah 3 hari setelah

kelahiran. Dalam tempoh 3 hari tersebut, ibu penderita membawa

penderita ke Rumah Sakit Labuang Baji dan penderita dapat buang air

besar setelah diberi pencahar. Anak sering dirawat di rumah sakit dengan

keluhan yang sama. Keluhan perut kembung juga kadang disertai dengan

muntah. Muntah tidak menyemprot dan anak minum susu dengan biasa.

Riwayat demam tidak ada.

Riwayat kehamilan: Bayi lahir spontan, pervaginam, segera melahir

setelah dilahirkan, berat badan lahir 3,5 kg. Ibu tidak pernah

mengkonsumsi jamu dan hanya minum vitamin yang diresepkan dokter

selama kehamilan.

Buang air besar: peranal, sulit dikeluarkan.

Buang air kecil: lancar, warna kuning.

1

Page 2: Lapsus Hirschsprung

III. PEMERIKSAAN FISIK :

Status present : Sakit sedang / Gizi cukup / Compos mentis

Tanda vital :

◦ Tekanan darah : 100/60 mmHg

◦ Nadi : 100x/ menit

◦ Pernapasan : 24x/menit

◦ Suhu : 36,90 C

Kepala :

Konjungtiva : Anemis (-), injeksio (-)

Sklera : Ikterus (-)

Bibir : Tidak ada sianosis

Gusi : Perdarahan (-)

Leher :

Kelenjar getah bening : Tidak terdapat pembesaran

DVS : R-2 cmH20

Tidak didapatkan massa tumor.

Tidak ada nyeri tekan.

Abdomen :

Inspeksi : Tampak kembung, ikut gerak napas, darm contour

(-), darm steifung (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Hipertimpani

Thoraks :

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-

IV. DIAGNOSIS

Hirschsprung Disease.

2

Page 3: Lapsus Hirschsprung

V. PENATALAKSANAAN AWAL

- Cefadroxil 2x2 cth

- B-comp C syrup 1x1

- Rencana colocstomy

VI. HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan Colon in Loop (05/07/2013)

Kesan:

- Kontras dimasukkan sebanyak 100 cc per anus, tanpa tahanan mengisi

colon sigmoid dan 1/3 distal colon descendens

- Tampak penyempitan di daerah proximal colon sigmoid disertai

dilatasi pada bagian distal colon descendens

VII. RESUME

3

Jenis pemeriksaan 20/07/2013

DARAH RUTIN

WBC 4.3x103/Ul

RBC 4.38x106/uL

HGB 10.2 g/dL

PLT 295x103

HCT 32.9 %

KIMIA DARAH

SGOT 83 u/l

SGPT 25 u/l

Ureum 15 mg/dl

Kreatinin 0.2 mg/dl

Albumin 3.6 gr/dl

Elektrolit

Na 141 mmol/L

K 3.9 mmol/L

Cl 106 mmol/L

Page 4: Lapsus Hirschsprung

Seorang anak laki-laki, 2 tahun 4 bulan, masuk rumah sakit dengan

keluhan perut kembung yang dialami sejak usia 3 hari setelah kelahiran.

Anak tidak segera buang air besar setelah lahir dan hanya buang air besar

3 hari setelah kelahiran. Dalam tempoh 3 hari tersebut, ibu penderita

membawa penderita ke Rumah Sakit Labuang Baji dan penderita dapat

buang air besar setelah diberi pencahar. Anak sering dirawat di rumah

sakit dengan keluhan yang sama. Keluhan perut kembung juga kadang

disertai dengan muntah. Muntah tidak menyemprot dan anak minum susu

dengan biasa. Riwayat demam tidak ada.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: sakit sedang / gizi

cukup / compos mentis. Tanda vital: TD = 100/60 mmHg, nadi:

100x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 36,9 0C.. Pada regio abdomen

inspeksi kembung, ikut gerak napas, darm contour (-), darm steifung (-).

Auskultasi didapatkan peristaltik (+) kesan meningkat, palpasi massa

tumor (-), nyeri tekan (-). Lien tidak teraba. Perkusi hipertimpani. Pada

pemeriksaan thoraks dalam batas normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin

didapatkan kadar hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun.

Pemeriksaan kimia darah yang lain menunjukkan batas normal. Pada

pemeriksaan radiologi yaitu Colon in Loop didapatkan penyempitan di

daerah proximal colon sigmoid disertai dilatasi pada bagian distal colon

descendens.

VIII. DISKUSI

Pasien tidak diberhentikan oral intake karena kasus ini bukan merupakan

kasus gawat, dan pasien masih dapat mengeluarkan feses. Pada pasien ini

diberikan antibiotik sebagai profilaksis untuk mengelakkan infeksi dan

vitamin untuk menambah daya tahan tubuh.

TINJAUAN PUSTAKA

4

Page 5: Lapsus Hirschsprung

HIRSCHSPRUNG DISEASE

A. PENDAHULUAN

Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana

tidak dijumpai pleksus Auerbach dan pleksus Meissner pada kolon.

Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat

mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois

(TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada

gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi

hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.

Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh

Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan

adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital

pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak

diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan

menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini

disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi

ganglion.1

HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Insidensi penyakit

Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200

juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan

lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40

pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN

Cipto Mangunkusomo Jakarta.

Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa dekade ini dapat

dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif

neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD

dengan enterokolitis.

B. INSIDENSI

5

Page 6: Lapsus Hirschsprung

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko

tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang

mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien

penderita Down Syndrome.2 Rectosigmoid paling sering terkena sekitar

75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.2

Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko

terjadinya penyakit hirschsprung.3 Laporan insidensi tersebut bervariasi

sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan

360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih

sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh

ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis

total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan

menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena

yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.

C. ETIOLOGI

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-

sel saraf parasimpatis myenterikus dari cefalo ke caudal. Sehingga sel

ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya

bervariasi ke proksimal.2,3

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI COLON

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan

terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan

relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum

dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran

anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu

masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani

(eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke

dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan

depan.

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf

simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

6

Page 7: Lapsus Hirschsprung

saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.

Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan

muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus

pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf

simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol

oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya

dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf

parasimpatis).1,4

Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal.

2. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.

3. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada

ketiga pleksus tersebut.1,4

E. PATOGENESIS

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada

distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka

dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian

distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian

proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal

rectum.1,2,5

F. TIPE PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

Penyakit hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak

colon yang terkena. Tipe penyakit hirschsprung meliputi:5

7

Page 8: Lapsus Hirschsprung

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil

dari rectum.

Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari

colon.

Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum

dan kadang sebagian usus kecil.

Gambar 1: Bagian colon yang mengalami agangliosis

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Diagnosis penyakit ini dapat dibut berdasarkan adanya konstipasi pada

neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya

mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi

gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang

biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor

feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia

lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang

harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada

neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai

adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan

8

Page 9: Lapsus Hirschsprung

sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik

adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan

barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan

tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal

kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung

klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal

intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.1,2,3

2. Gejala klinik

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam

pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan

bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama

kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini.

Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan

adanya enterocolitis.1,2,5

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami

kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat

konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain

seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia

dan peritonitis.1,5

3. Pemeriksaan penunjang

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan

pemeriksaan:

A. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal

rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika

dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi

dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung.1 Segmen aganglion

biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai

ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat

9

Page 10: Lapsus Hirschsprung

zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin

dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis

konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil

dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit hirschsprung yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah

zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat

dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam

dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik.

Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos

abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang

berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding

intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema.

Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel

ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang

tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi

sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen, sering seluruh

colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon

mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang

paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus

dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal

sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua

neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil

atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.2,5

B. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit

hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter

ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini

adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena

tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada

pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus.5

C. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit

hirschprung.2,5 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan

morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy

10

Page 11: Lapsus Hirschsprung

rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea

dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal

ganglion hingga yang aganglionik.2

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan

dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Obstruksi mekanik

Meconium ileus

o Simple

o Complicated (with meconium cyst or peritonitis)

Meconium plug syndrome

Neonatal small left colon syndrome

Malrotation with volvulus

Incarcerated hernia

Jejunoileal atresia

Colonic atresia

Intestinal duplication

Intussusception

NEC

Obstruksi fungsional

Sepsis

Intracranial hemorrhage

Hypothyroidism

11

Page 12: Lapsus Hirschsprung

Maternal drug ingestion or addiction

Adrenal hemorrhage

Hypermagnesemia

Hypokalemia

I. TATALAKSANA

Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung

dari diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk

melakukan pull trough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi

anak dan respon dari terapi awal.. Dekompresi kolon dengan pipa besar,

diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum

harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi

hemodinamik dengan cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang

buruk, perlu dilakukan colostomy.

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus

membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat

multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi

pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3

pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari

pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi

antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik

dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau

bantalan mukosa rektum.

Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat

dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini

mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat

melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter

bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara

12

Page 13: Lapsus Hirschsprung

ini terutama banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan

visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang

signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi

menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through.

Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim,

kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi

sebelum dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak

ada batas umur pada prosedur pull-through.2

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit

Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini

rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon

ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada

prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang

retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di

atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior

dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun

kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya

kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum.

Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi

seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa

muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan

dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari

bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana

terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa

anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion

terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang

berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya

pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di

pull-through pada zona transisi akan membutuhkan reoperasi.2

13

Page 14: Lapsus Hirschsprung

Gambar 2: Teknik operasi Swenson

Gambar 3: Teknik operasi Duhamel

14

Page 15: Lapsus Hirschsprung

Gambar 4: Teknik operasi Soave

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis

post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3

prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani

oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada

aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang di

pull-through.2,5

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit

hirschsprung:

Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen

kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan

biopsy seromuskuler.

Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3

metode:

o Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas

sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada

perineum

15

Page 16: Lapsus Hirschsprung

o Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan

bagian yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung

daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui

anus.

o Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian

distal aganglioner.

Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung

biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar.

Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.2,5

16

Page 17: Lapsus Hirschsprung

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee S.L. Hirschsprung Disease. 2012, January 5th. [cited 2013, July 30th].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview

2. Puri P. Chapter 26: Hirschsprung’s Disease. In: Puri P., Hollwarth M.E.,

editors. Pediatric Surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg;

2006. Hal. 275 - 288

3. Arensman R.M. Chapter 61: Hirschsprung’s Disease. In: Arensman R.M.,

Bambini D.A., Almond P.S., editors. Pediatric Surgery. U.S.A.: Landes

Bioscience; 2000. Hal. 272 – 275.

4. Debas H.T. Gastrointestinal Surgery: Pathophysiology and Management.

U.S.A.: Springer-Verlag New York Inc.; 2004. Hal. 240 – 244.

5. Hayman P., Langer J.C., Anastas A.M., Robinstein K. What I need to

know about Hirschsprung Disease. 2013, July 10th. [cited 2013, july 30th].

Available from:

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/

17