lapsus gnaps

55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Insiden terjadinya gromerulonefritis kebanyakan anak laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1 , Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%. Usia >6 tahun sebanyak 76.4%). Terdapat di daerah tropik dan golongan sosio-ekonomi rendah (68.9%), Golongan pendidikan rendah ( 82% ). Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal terutama disaluran nafas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolitikus grup A. Tipe radang dari saluran 1

Upload: panduapw

Post on 20-Feb-2016

76 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

gromerulonefritis

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Gnaps

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi

dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan

mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan

mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus

glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus

beta hemolitikus grup A.

Insiden terjadinya gromerulonefritis kebanyakan anak laki daripada

perempuan dengan perbandingan 2 : 1 , Penyakit ini terutama menyerang

kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari

5%. Usia >6 tahun sebanyak 76.4%). Terdapat di daerah tropik dan golongan

sosio-ekonomi rendah (68.9%), Golongan pendidikan rendah ( 82% ). Timbulnya

GNA didahului infeksi ekstrarenal terutama disaluran nafas dan kulit oleh kuman

streptococcus beta hemolitikus grup A. Tipe radang dari saluran nafas atas M 1,4,

12, 25. Tipe kulit M 2, 42, 49, 56, 57 , 60.

Mekanisme terjadinya gromerulonefritis :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada

membrane basalis gromerulus dan kemudian merusaknya

Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam

tubuh menimbulkan pembentukan kompleks autoimun yang

merusak gromerulus.

Streptococcus nefrinogen dan membrane basal gromerulus

mempunyai komponen antigen yang sama sehigga

dibentuk antibodi langsung merusak membrane basal ginjal.

1

Page 2: Lapsus Gnaps

Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom

nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau

glomerulonefritis progresif cepat.2Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan

gejala klinis akibat penurunan secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan

disertai retensi air dan garam, pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit

dan albumin. Meskipun penyebab umum (80%) dari sindrom nefris akut adalah

GNAPS, tetapi karena penyebabnya beragam,maka perlu difikirkan diagnosa

diferensial yang lain. Manifestasi lain biasanya ditandai dengan adanya

hematuria, oliguria, edeme ringan terbatas disekitar mata atau seluruh tubuh, dan

hipertensi. Dapat juga timbul akibat gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak

nafsu makan, konstipasi, dan diare. Bila terdapat ensefalopati hipertensi dapat

timbul sakit kepala, kejang, dan kesadaran menurun.

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis

GNAPS antara lain umur saat serangan,derajat berat penyakit, galur streptokukus

tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal

dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik

disbanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada

dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus

1.2 Rumusan masalah

Penulis merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apakah definisi gromerulonefritis ?

2. Bagaimana insiden gromerulonefritis?

3. Apakah etiologi gromerulonefritis ?

4. Bagaimana patogenesis gromerulonefritis?

5. Apakah manifestasi klinis gromerulonefritis?

6. Bagaimana cara diagnosis gromerulonefritis ?

7. Bagaimana penatalaksanaan gromerulonefritis?

2

Page 3: Lapsus Gnaps

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini antara lain:

1. Untuk mengetahui definisi gromerulonefritis

2. Untuk mengetahui insiden gromerulonefritis

3. Untuk mengetahui etiologi gromerulonefritis

4. Untuk mengetahui patogenesis gromerulonefritis

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis gromerulonefritis

6. Untuk mengetahui cara diagnosis gromerulonefritis

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gromerulonefritis

3

Page 4: Lapsus Gnaps

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk

menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan

inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis.Istilah glomerulonefritis

akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari dari glomerulonefritis akut

sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca

infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi

antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen

dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ

pada membrane basalis glomerulus.

2.2 Insiden

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya

kasus terjadi pada kelompok sosio ekonomi rendah, berkaitan dengan higiene

yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan.2-4 Risiko terjadinya

nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang

menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit

(pioderma),sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-

15%. Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit

ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun

kejadiannya kurang dari 5%.

Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun

pada negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang,

penurunan kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan

infeksi streptokokus lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang

kompeten.Di beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus

4

Page 5: Lapsus Gnaps

tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui. Attack rate

dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu sekitar setiap 10

tahun.

2.3 Etiologi

Faktor –faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi

kelompok infeksi dan non infeksi.

Kelompok infeksi

Penyebab yang paling sering GNA adalah oleh infeksi spesies

streptococcus beta hemoliticus group A. Dua jenis telah dijelaskan, yang

melibatkan serotip yang berbeda :

Serotype M 1, 4, 12, 18, 25 – nefritis post streptococcus akibat infeksi

saluran pernafasan atas, yang terutama di musim dingin.

Serotype M 2, 42, 49, 56, 57 , 60 – nefritis post streptococcus karena

infeksi kulit , biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di

daerah selatan amerika.

GNA pasca infeksi streptococcus ( GNAPS ) biasanya berkembang 1-

3 minggu setelah infeksi akut dengan strain nephritgenic spesifik group A

streptococcus beta hemolitik. Insiden GNA tersering adalah sekitar 5-10 % pada

orang dengan faringitis dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit.

GNA pasca infeksi non streptococcus mungkin juga hasil dari infeksi

oleh bakteri lain, virus, parasite, atau jamur. Bakteri selain streptococcus group A

yang dapat menyebabkan GNA termasuk diplococcic, steptoccocus lain , dan

mikrobakteri, salmonella typhosa, brucella suis, treponema palidum ,

corynebacterium bovis, dan antinobacilli juga telah didentifikasi.

Kelompok non infeksi :

Penyebab non infeksi dari GNA dibagi menjadi penyakit ginjal primer,

penyakit sistemik, dan kondisi Lain-lain atau agen.

Penyakit sistemik multisystem yang dapat menyebabkan GNA meliputi :

5

Page 6: Lapsus Gnaps

Vasculitis (misalnya wegener granulomatosis ) ini menyebabkan

gromerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa

atas dan bawah

Penyakit kolagen-vaskular ( misalnya SLE ) ini menyebabkan

gromerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal

Vasculitis hipersensitivitas – ini mencakup sekelompok heterogen

pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.

Cryoglobulinemia

Polyrtheritis nodosa – ini menyebabkan nefritis dari vasculitis

melibatkan arteri ginjal.

Henoch schlein purpura – ini menyebabkan vasculitis umum

mengakibatkan gromerulonefritis.

Penyebab non infeksi lainnya dari GNA meliputi :

Sindrom guillain barre

Iradiasi sindrom wilms

Serum sicknes

2.5 Patogenesis

Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada

GNAPS sampai sekarang belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat

sejumlah faktor host dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam

terjadinya GNAPS.

2.5.1 Faktor host

Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain

nefritogenik, hanya 10-15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini

demikian masih belum dapat diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut

berperan.3 GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-

15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4

tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi.Anak

6

Page 7: Lapsus Gnaps

laki-laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-

laki dibanding anak wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1.6 GNAPS lebih sering

dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan

ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari keluaga sosial ekonomi rendah

dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan lingkungan yang padat,

higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan

faktor risiko untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi

dinegara maju. Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4,

HLA-DPA1 dan HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS.

2.5.2 Faktor kuman streptokokus

Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen

masuk kedalam tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon

dengan membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat

antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan

penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein,

endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein

dan streptokinase.3Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam

proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan

akibat antigen M protein dan streptokinase.

Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat

sebagai rambut rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah

strain kuman tersebut bersifat

rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang

berkaitandengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49,

56, 57, 60).

Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman

streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena

mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase

7

Page 8: Lapsus Gnaps

merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS. Saat ini penelitian lebih

menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada streptokokus sebagai tipe

nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus. Selain itu

penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu

nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal

glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal

pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi

nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan

menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada

pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi

daripada deposit NAPlr

2.5.3 Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-

antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme

terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh

proses sebagai berikut:

1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh

streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.

2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya

kedalam glomerulus.

3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan

molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag

Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat

autoantigen).

Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah ini:

8

Page 9: Lapsus Gnaps

Gambar . Mekanisme imunopatogenik GNAPS

Sumber: Smith dkk

9

Page 10: Lapsus Gnaps

Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja

apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus.

Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan

C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi

komplemen melalui jalur alternatif.11 Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya

yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler

glomerulus, membran basal atau terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap

dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil.

Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis

eksudatif. Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus.

Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi

oleh mitogen lokal.

Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS.

Infiltrasi glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui

berperan dalam menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion

molecules seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di

glomerulus dan tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan

inflamasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang

dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga

terbentuk autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop

elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau

gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan

miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan

molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen

komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-

endapan ini.

Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS

menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab,

diantaranya sebagai berikut:

10

Page 11: Lapsus Gnaps

1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang

kemudian akan

merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh

menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak

membrana basalis glomerulus.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah

kompleks yang dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal,

atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial

dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta

menghambat fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di

subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonephritis

difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek

imun di subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata,

dan membran basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya

kompleks-kompleks ke dalam membran basalis glomerulus.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi

deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,

walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu

determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus membran

basalis kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler

di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedangtidak

sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangium.

2.6 Manifestasi klinis

Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 7–14 hari setelah infeksi

saluran nafas (faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi).

11

Page 12: Lapsus Gnaps

Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau

tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin ditemukan secara kebetulan pada

pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah

dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan proteinuria,

hematuria.

Gambar 2 proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan

hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria. Gejala overload

cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia 76.3% kasus menunjukkan

gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru

(14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Urine mungkin tampak kemerah-

merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di

sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria

dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan

laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,

zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.

Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi

12

Page 13: Lapsus Gnaps

hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema

paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma

ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin

berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat

juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada

wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota

bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada

berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif,

dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir semua pasien (di

Indonesia 99.3%). Hematuria gros (di Indonesia 53.6%) terlihat sebagai urin

berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola. Penderita tampak pucat

karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju filtrasi glomerulus biasanya

ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin (45%). Takhipnea

dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering ditemukan

pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama

gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98.5%)

biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi

pada kurang dari 5% pasien.

Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di

Indonesia 61.8%) yang biasanya sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat

hipertensi beragam dan tidak proporsional dengan hebatnya sembab. Bila terdapat

kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa

minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis.

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya

sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau

akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.

Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak

meningkat tinggidengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik >

13

Page 14: Lapsus Gnaps

120 mmHg. Sekitar 5% pasienrawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di

Indonesia 9.2%), dengan keluhan sakit kepalahebat, perubahan mental, koma dan

kejang. Patogenesis hipertensi tidak diketahui, mungkinmultifaktorial dan

berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Ensefalopati hipertensi

meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk

menyelamatkan nyawa pasien. Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi

karena vasculitis serebral, berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan

karena ensefalopati hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan

penurunan fungsi ginjal yang lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis

progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus GNAPS.

Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara spontan

dalam 1-2 minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan

hematuria akan menetap lebih lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau

bahkan lebih lama lagi. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi

sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu

makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA

2.6.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.1.1 Urinalisis

Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun

makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat

hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100 mg/dL).3 Bila ditemukan

proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom nefrotik

dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. Ini

menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin

ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini

merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga

ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin

segar pagi hari.

14

Page 15: Lapsus Gnaps

2.6.1.2 Darah

Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan

tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan

hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hamper semua pasien dalam minggu

pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar

properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi

jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita

GNAPS kadar Antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan

komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan.

Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8

minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka

kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang

menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia

biasanya berupa normokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat

retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan

menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau

sembabnya menghilang.

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan

tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba

sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai

untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO,

antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat

oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.

Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS

dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi

streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen

streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus

menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya

50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat,

15

Page 16: Lapsus Gnaps

hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti

adanya infeksi.

2.6.1.3 Pencitraan

Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik.

Foto toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus,

dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler.

Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura

(di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi

perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites.

Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya

normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya

adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal

pada USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan

echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat

ditemukan pada penyakit ginjal lainnya

2.7 Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada

pasien dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul

mendadak, sembab dan gagal ginjal akut, yang timbul setelah infeksi

streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya

infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3

mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.Beberapa keadaan lain dapat

menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu

nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering

menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran

napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria

makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitis, sementara

pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 7-14 hari setelah

faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang ditemukan pada nefropati-IgA.

16

Page 17: Lapsus Gnaps

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis

berupa hematuria

makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa

glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah

glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis

proliferatif kresentik. Perbedaan dengan GNAPS sulit diketahui pada awal

penyakit.

Pada GNAPS perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi,

sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih. Pola kadar komplemen C3 serum

selama pemantauan merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan

dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali

normal dalam waktu 6-8 minggu pada GNAPS sedangkan pada glomerulonefritis

yang lain tetap rendah dalam waktu yang lama. Eksaserbasi hematuria

makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena

streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis

membranoproliferatif. Pasien GNAPS tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk

menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan

terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi ginjal

merupakan indikasi.

2.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien GNAPS meliputi eradikasi kuman dan

pengobatan terhadap gagal ginjal akut dan akibatnya.

Antibiotik

Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang

menyerang tenggorokan atau kulit sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan

atau beratnya penyakit. Meskipun demikian, pengobatan antibiotik dapat

mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian

GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan

17

Page 18: Lapsus Gnaps

hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak

dianjurkan.

Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman

nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi terhadap

golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis

selama 10 hari. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada

infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan

pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang

meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan

terapi baku emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya

digantikan oleh antibiotik golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama

terapi yang lebih singkat.

Suportif

Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya

merupakan simptomatik. Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring,

mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang

timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai.

Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan

nutrisi dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah

protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan

darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik.

Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload

cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis

akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase

awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan

durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau

prognosis jangka panjang.

2.9 Edukasi penderita

18

Page 19: Lapsus Gnaps

Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai

perjalanan dan prognosis penyakitnya.Keluarga perlu memahami bahwa

meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada

kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk

(5%).

Perlu dijelaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran

tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan

dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan

sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal

untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali normal setelah 8-10

minggu menggambarkan prognosis yang baik.

2.10 KOMPLIKASI

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi

sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi

ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walau oliguria

atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi

maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.Hipertensi ensefalopati,

didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-

kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan

edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki

basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja

disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia

yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

menurun.

2.11 PROGNOSIS

19

Page 20: Lapsus Gnaps

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya

mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan

kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada

hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan

secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,

kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4

minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi

kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun pada sebagian besar pasien. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya

perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa.

Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum

menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada

kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler

dan gagal ginjal kronik.

20

Page 21: Lapsus Gnaps

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

1. Nama : An. D

2. Umur : 12 tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Suku : Jawa

6. Alamat : Jln. Karang Taruna porong

7. Tanggal masuk RS : 13 Juli 2014

Orang tua

Ayah

1. Nama : Tn. S

2. Agama : Islam

3. Suku : Jawa

4. Pekerjaan : Sopir

Ibu

1. Nama : Ny. E

2. Agama : Islam

21

Page 22: Lapsus Gnaps

3. Suku : Jawa

4. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dengan pasien sendiri dan alloananamnesis dengan ibu

dan ayah pasien pada hari Senin tanggal 15 agustus 2014 pada jam 11.00 WIB.

KELUHAN UTAMA : Bengkak di wajah sejak 1 minggu yang lalu

KELUHAN TAMBAHAN :.

Timbul panas naik turun sejak 6 hari yang lalu, disertai batuk pilek, muntah dari 3

hari yang lalu sehari berkisar 3 sampai 4 kali, 4 hari sebelum masuk rumah sakit

kencing warnanya seperti teh.

RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :

Seminggu sebelum masuk rumah sakit ibu mengatakan pasien tiba-tiba bengkak

di wajah pagi hari setelah bangun tidur, keesokan harinya pasien panas. Panas

naik turun. Sakit kepala gliyeng. Disertai dengan batuk berdahak dan pilek.

Sampai susah bernafas. Nafsu makan berkurang. Selama ini makan selalu teratur

4 hari sebelum masuk rumah sakit , pasien mengeluh kencing seperti teh tidak

seperti biasanya. Tidak nyeri.

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien pergi periksa ke puskesmas porong,

dokter jaga puskesmas mengatakan pasien terserang penyakit thypus dan infeksi

saluran kencing. Mendapat pengobatan dari puskesmas tapi tidak sembuh. Merasa

khawatir pergi ke poli anak RSUD Bangil keesokan harinya. Dari poli anak

pasien dinyatakan harus rawat inap.

22

Page 23: Lapsus Gnaps

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini.

Pasien sering demam, diare batuk, pilek berobat di puskemas sembuh

Riwayat asma dan alergi makanan disangkal.

RIWAYAT PENGOBATAN :

Sakit yang sekarang ini berobat ke puskesmas tetapi tidak sembuh ,

seringkali pasien sakit berobat ke puskesmas langsung sembuh.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Tidak ada riwayat asma di keluarga

Tidak ada riwayat pengobatan 6 bulan di keluarga.

RIWAYAT SOSIAL

Di tetangga ada yang menderita penyakit TBC dan demam berdarah

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN Perawatan Antenatal Ke puskesmas

KELAHIRAN Tempat Kelahiran Bidan

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan - Spontan

Masa Gestasi Cukup Bulan

23

Page 24: Lapsus Gnaps

Keadaan Bayi - Berat lahir:

2700 gr

- Panjang: tidak

diketahui

- Lingkar

kepala: tidak

diketahui

- Langsung

Menangis

- Kulit warna

merah

Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran : NORMAL

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyaki

t

Penyakit Penyakit

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacinga

n

- Kejang - Ginjal -

Demam

Berdarah

- Kecelakaan - Darah -

Demam

Thypoid

- Diare Radang Paru -

Otitis - Morbili - Tuberkulosis -

24

Page 25: Lapsus Gnaps

Parotitis - Operasi - Demam

RIWAYAT IMUNISASI

Ibu pasien mengatakan ikut program imunisasi lengkap di puskesmas,

tidak mengerti imunisasi apa saja yang diberikan.

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 15 agustus 2014, Pukul 11.00 WIB)

1. Keadaan Umum : Tampak lemas

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign

- Frekuensi Nadi : 137x / menit

- Frekuensi Napas : 54x / menit

- Suhu Tubuh : 37,3 0C

- Tensi : 150/110 mmhg

2. Antropometri

Berat Badan : 41 kg

Tinggi Badan : 150 cm

Lingkar kepala : 55 cm

Lingkar lengan atas : 23 cm

Status Gizi (WHO) :

TB/U : 41 kg

BB/U : Median

BB/TB : Median

BBI : 41

% BBI : 100 %

Kesimpulan : gizi baik

25

Page 26: Lapsus Gnaps

3. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala

- Normocephali

- Rambut hitam distribusi merata dan tidak mudah dicabut

- Oedem di daerah wajah

Mata

- Konjungtiva anemis -/-

- Sclera ikterik -/-

- Pupil bulat isokor

- Mata cekung (-/-)

Telinga

- Sekret -/-

- Serumen -/-

Hidung

- Dypspneu (+)

- Deviasi septum (-)

- Concha hiperemis (-/-)

Mulut

- Lidah tidak kotor

- Bibir kering

Gigi

- Tidak ada karies

Faring : dalam batas normal

Tenggorokan : dalam batas normal

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar

26

Page 27: Lapsus Gnaps

2. Toraks

Jantung

- S1 dan S2 tunggal

- Murmur (-)

- Gallop (-)

Paru

- Suara napas vesikuler

- Ronkhi (-/-)

- Wheezing (-/-)

3. Abdomen

- Supel

- Datar

- Nyeri tekan epigastrium (-)

- Meteorismus (+)

- Hepar dan lien tidak teraba membesar

- Turgor kulit menurun > 2 detik

4. Genitalia

- Kelamin laki-laki

- Nyeri tekan pada pubis (+)

5. Ekstremitas atas :

- Akral hangat

- Oedem (-)

- Capillary refiltime < 2 detik

6. Ekstremitas bawah :

- Akral hangat

- Oedem (-)

7. Tulang Belakang

- Scoliosis (-)

- Lordosis (-)

27

Page 28: Lapsus Gnaps

- Kiposis (-)

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hematologi

Tanggal 15 agustus 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hb 11,4 g/dl 11,3 - 14,1 g/dl

Leukosit 19,1 k/µl 6,0 – 17,5 x 103 /µl

Eritrosit 4,52 4,4 -5,9 x 106 /µl

HCT 35,3 % 35,0-60,0 %

MCV 78,0 Fl 80,0-99,0 Fl

MCH 25,2 pg 26,0-37,0 pg

MCHC 32,3 g/dl 32,0-36,0 g/dl

RDW 11,5 % 11,6-13,7 %

PLT 319 x 103 /µl 150-450 x 103 /µl

28

Page 29: Lapsus Gnaps

Pemeriksaan Kimia Klinik 15 agustus 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

BUN 22 mg/dl 6-20 mg/dl

Kreatinin serum 0,7 mg/dl <1,3 mg/dl

SGOT 18,8 u/l L= < 39 u/l, P= < 31 u/l

SGPT 16,8 u/l L= < 41 u/l, P= < 31 u/l

GDA 68,9 mg/dl

Albumin 3,8 gr/dl 3,8-5,1

Pemeriksaan urine tanggal 15 agustus 2014

Pemeriksaan Hasil

15 agustus 2014

Albumin + 2

Reduksi Negatif

Bilirubin Negatif

Urobilin Negatif

Sedimen :

Eritrosit

Leukosit

12-15 plp

29

Page 30: Lapsus Gnaps

Epitel

Kristal

6-8

2-3

Negatif

Pemeriksaan foto thorax

Kesimpulan : ditemukan infiltrat

Pemeriksaan ASTO tanggal 18 agustus 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan

ASO/ASTO Positif : 200 < 200 IU/ml

30

Page 31: Lapsus Gnaps

RESUME

Seorang pasien An.D , laki-laki berumur 11 tahun dengan berat badan 41 kg datang ke poli Anak RSUD Bangil dengan keluhan Seminggu yang lalu pasien tiba-tiba bengkak di wajah

pagi hari setelah bangun tidur, keesokan harinya pasien panas. Panas naik

turun. Sakit kepala gliyeng. Disertai dengan batuk berdahak dan pilek. Sampai

susah bernafas. Nafsu makan berkurang. Selama ni makan selalu teratur,

pasien mengeluh kencing seperti teh tidak seperti biasanya. Tidak

nyeri.Periksa ke puskesmas porong, dokter jaga puskesmas mengatakan

pasien terserang penyakit thypus dan infeksi saluran kencing. Mendapat

pengobatan dari puskesmas tapi tidak sembuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gizi baik, tampak lemas, kesadaran compos mentis. Berat badan : 41 kg, Frekuensi nadi 137x / menit ,

Frekuensi Napas : 54x / menit, Suhu Tubuh : 37,3 0C, Tensi : 150/110 mmhg

DIAGNOSIS : GNA ( gromerulonefritis akut ) + Hipertensi stage 2

31

Page 32: Lapsus Gnaps

Diagnosis Banding :

Hematuria berulang dengan glomerulonephritis fokal ( IgA Nefropati )

Sindrom nefrotik

DAFTAR MASALAH

Gejala klinis Pemeriksaan fisik + laboratorium

1. Bengkak di wajah

2. Batuk

3. Pilek

4. Panas, sakit kepala ,

muntah

5. Kencing seperti the

1. Hipertensi (150 / 110

mmhg )

2. Hematuria makroskopik

3. ASTO + ( 200 IU/ml )

4. BUN naik ( 22 mg/dl )

5. Proteinuria ( + 2 )

6. Leukositosis ( 19,1 k/ul)

PENATALAKSANAAN

PDx

Darah lengkap

Kultur urin

Pemeriksaan ASTO

Pemeriksaan Kimia Klinik

Meliputi : BUN, kreatinin serum, SGOT, SGPT,GDA

Pemeriksaan penunjang lain

Meliputi: radiologis (rontgen)

PTx

Cefotaxim 1 X 1 gram

Furosemide 2 X 40 mg

32

Page 33: Lapsus Gnaps

Po :

Nifedipin 3 X 4 mg

Extra sublingual bila TTD diastole > 100

Diet rendah garam minum max. 1500 cc

Tensi perjam

PEMBAHASAN KASUS

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi

dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan

mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan

mekanisme yang masih belum jelas.

Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca

infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.Insiden

terjadinya gromerulonefritis kebanyakan anak laki daripada perempuan.

Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal terutama disaluran nafas dan kulit

oleh kuman streptococcus beta hemolitikus grup A. Tipe radang dari saluran nafas

atas M 1,4, 12, 25. Tipe kulit M 2, 42, 49, 56, 57 , 60.

Mekanisme terjadinya gromerulonefritis :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane

basalis gromerulus dan kemudian merusaknya

33

Page 34: Lapsus Gnaps

Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh

menimbulkan pembentukan kompleks autoimun yang merusak

gromerulus.

Streptococcus nefrinogen dan membrane basal gromerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehigga dibentuk antibodi langsung

merusak membrane basal ginjal.

Pada kasus ini di temukan dari gejala pasien yang mengeluh tiba-tiba

bengkak di wajah setelah bangun tidur, sering sakit kepala , demam , batuk pilek

yang sudah berkisar kurang lebih 1 minggu, kemudian mengeluh kencing

kemerahan seperti teh. Merupakan gejala klinis dari gromerulonefritis. Yang pada

awal nya pada penderita gromerulonefritis selalu di tandai dengan saluran infeksi

nafas, ditemukan juga sembab di wajah pada pagi hari. Demam, sakit kepala ,

lemas dapat juga timbul pada penderita GNA.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tensi yang tinggi 150/110 mmgh .

mengatakan pasien hipertensi. Ditemukan juga hematuria makroskopik. Untuk

lebih menunjang di butuhkan pemeriksaan laboratorium .Pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan proteinuria + 2 , BUN naik , karena terbanyak penyebab

disebabkan streptococcus beta hemoliticus group A sehingga dilakukan

pemeriksaan ASTO dengan hasil + 200.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien

ini mengarah diagnosis gromerulonefritis.

34

Page 35: Lapsus Gnaps

BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi

dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan

mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan

mekanisme yang masih belum jelas.

Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling

sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.

Insiden terjadinya gromerulonefritis kebanyakan anak laki daripada

perempuan dengan perbandingan 2 : 1 , Penyakit ini terutama menyerang

kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari

5%. Usia >6 tahun sebanyak 76.4%). Terdapat di daerah tropik dan golongan

sosio-ekonomi rendah (68.9%), Golongan pendidikan rendah ( 82% ). Timbulnya

GNA didahului infeksi ekstrarenal terutama disaluran nafas dan kulit oleh kuman

35

Page 36: Lapsus Gnaps

streptococcus beta hemolitikus grup A. Tipe radang dari saluran nafas atas M 1,4,

12, 25. Tipe kulit M 2, 42, 49, 56, 57 , 60.

Mekanisme terjadinya gromerulonefritis :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada

membrane basalis gromerulus dan kemudian

merusaknya

Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam

tubuh menimbulkan pembentukan kompleks autoimun yang

merusak gromerulus.

Streptococcus nefrinogen dan membrane basal gromerulus

mempunyai komponen antigen yang sama sehigga

dibentuk antibodi langsung merusak membrane basal ginjal.

Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom

nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau

glomerulonefritis progresif cepat.2Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan

gejala klinis akibat penurunan secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan

disertai retensi air dan garam, pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit

dan albumin. Meskipun penyebab umum (80%) dari sindrom nefris akut adalah

GNAPS, tetapi karena penyebabnya beragam,maka perlu difikirkan diagnosa

diferensial yang lain. Manifestasi lain biasanya ditandai dengan adanya

hematuria, oliguria, edeme ringan terbatas disekitar mata atau seluruh tubuh, dan

hipertensi. Dapat juga timbul akibat gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak

nafsu makan, konstipasi, dan diare. Bila terdapat ensefalopati hipertensi dapat

timbul sakit kepala, kejang, dan kesadaran menurun.

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis

GNAPS antara lain umur saat serangan,derajat berat penyakit, galur streptokukus

tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal

dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik

36

Page 37: Lapsus Gnaps

disbanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada

dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus

37