lapsus bronchopneumonia 46.docx

40
BAB I IDENTITAS KASUS I.1. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : M. FA No. Rekam Medis : 676592 Perawatan Bagian : Lontara IV Atas Belakang RSWS Alamat : Jl. Sukadamai Block 45 Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Tanggal lahir : 27 November 2013 Umur : 1 tahun 2 bulan No. Tlp : 085399793563 I.2. ANAMNESA Keluhan Utama : Buang Air Besar Encer Anamnesis Terpimpin Dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi lebih dari 5 kali, ada ampas, ada 1

Upload: phan-ad-rah

Post on 12-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

BAB I

IDENTITAS KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : M. FA

No. Rekam Medis : 676592

Perawatan Bagian : Lontara IV Atas Belakang RSWS

Alamat : Jl. Sukadamai Block 45

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal lahir : 27 November 2013

Umur : 1 tahun 2 bulan

No. Tlp : 085399793563

I.2. ANAMNESA

Keluhan Utama : Buang Air Besar Encer

Anamnesis Terpimpin

Dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi

lebih dari 5 kali, ada ampas, ada lendir, tidak ada darah. Muntah tidak ada.

Riwayat muntah ada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam ada sejak

masuk rumah sakit, kejang tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada.

Anak mau makan dan minum.

Riwayat pernah dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

pada bulan Oktober dengan diagnosa Global Development Delayed dan

1

Page 2: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Community Acquired Pneumonia. Riwayat hasil CT-Scan kepala pada

bulan Oktober 2014 menunjukkan Hipoplasia Cerebri.

BAK : Lancar warna kuning

BAB : Encer beramapas

I.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang, gizi baik

Kesadaran : GCS 15

Tanda Vital :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernapasan : 28 x/menit

Suhu : 37,6oC

Status Generalis :

Mata : Pucat (-), ikterus (-), Isokor diameter 2,5 mm

THT : Epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-)

Tonsil T1 – T1, hiperemis (-), Faring (-), lidah kotor (-)

Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)

Thorax : Simetris kiri sama dengan kanan, bunyi tambahan ronkhi

(-/-) , wheezing (-/-)

Cor : BJ I/II murni, reguler, murmur (-)

Abdomen : Peristaltik ada kesan meningkat, distended (-), Ascites (-),

Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Deformitas (-), hematoma (-), edema (-), nyeri (-)

Lingkar Lengan Atas :17,5 cm

Lingkar Kepala :41,5 cm

Lingkar Dada :48 cm

Lingkar perut :47,5 cm

2

Page 3: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

I.4.1. DARAH LENGKAP

Parameter Jam 14:31 Nilai Rujukan

RBC 4.42 x

106/mm3

4.00-6.00 x

106/mm3

HGB 10.9 g/dL 12-16 g/dL

HCT 31.7 % 37-48 %

MCV 71.7 µm3 80-97 µm3

MCH 24.7 pg 26.5-33.5 pg

MCHC 34.4 g/dL 31.5-35 g/dL

RDW-SD 43.0 % 37-54 %

PLT227 x

103/mm3

150-400 x

103/mm3

MPV 9.6 µm3

6.5-11 µm3

PCT 0.22 % 0.15-0.50 %

PDW 11.6% 10-18 %

WBC 11.72x

106/mm3

4-10 x 106/mm3

3

Page 4: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

1.4.2. RADIOLOGI

Foto Thoraks AP

Hasil pemeriksaan:

Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup

Bercak Infiltrat pada kedua lapangan paru

Tidak tampak pemadatan hilus

Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal

Kedua sinus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

Kesan:

Bronchopneumonia bilateral

4

Page 5: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

I.5. DIAGNOSA KERJA

Diagnosa kerja menurut bagian anak : Diare Akut Dehidrasi Ringan

Sedang

Bronchopneumonia

I.6. TERAPI

Ambroxol 5 mg/ 8 jam/ oral

Infus Asering 3 tetes/kgBB/menit

Zinc 20 mg/ 24 jam/ oral

Luminal 40 mg/ 12 jam/oral

Makanan Biasa :

Energi 1000 kkal, protein 38 gram

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI

Paru-paru terletak di dalam rongga dada, dilindungi oleh struktur tulang

selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma.

Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-

pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Selaput yang

membungkus paru-paru disebut pleura.1

Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga

lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan paru-paru

kiri terdiri atas dua lobus yaitu lobus superior dan gelambir bawah (lobus

inferior). Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.

5

Page 6: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus

superior, dan lima buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai

sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen

pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior.2

Gambar 1. Anatomi pulmo dextra dan pulmo sinistra

6

Page 7: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Gambar 2. Segmen – segmen pada pulmo dextra dan sinistra ( dikutip dari

kepustakaan 3)

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih

pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan

kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Cabang utama brokus kanan

dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus

segmentalis. Percabangan ini berjalan terus mejadi bronkilous terminalis, yaitu

saluran udara yang tidak mengandung alveoli. Setelah bronkus terminalis

terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran

gas. Asinus terdiri dari (1) brokiolus respiratorius, yang terkdang memiliki

7

Page 8: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

kantong udara yang kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) dukus alveolaris,

seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis, yaitu akhir

dari paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobules primer memiliki garis

tengah kira-kira 0,5-1 cm. terdapat 23 kali percabangan dari trakea sampai sakus

alveolaris terminalis. Alveolus dalam kelompok sakus menyerupai kelompok

anggur, yang membentuk sakus terminalis dipisahkan oleh alveolus sekitarnya

dengan dinding tipis yang disebut septum. Lubang kecil pada dinding ini

dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran

udara antar sakus alveolaris terminalis.4

Gambar 3. saluran pernapasan

FISIOLOGI

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi

paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam

alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah,

(3) transport oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan

dari sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi respirasi lainnya.6

Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1)

gerakan turun dan naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga

8

Page 9: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

dada dan (2) elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan

diameter anteroposterior rongga dada.6

Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang

untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang,

tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini

menempati volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-

alveolus menurun 1mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus

sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru

mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. 6,7

Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat

pengembangan toraks. Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi

selama inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi rongga toraks

yang mengembang.6 Sebaliknya selama ekspirasi normal, tekanan intra-alveolar

meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran udara keluar

melalui saluran pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis

tertutup, tekanan intar-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg

pada pria sehat dan kuat selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang

menjadi serendah -80 mmHg.7

2.2. DEFENISI

Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus

dan jaringan interstisial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme,

namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga

meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau

pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di

bronkiolus dengan pola bercak – bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut

bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering

dijumpai pada anak – anak.

9

Page 10: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Proses infeksi pneumonia dapat diklasifikasikan berdasar anatomisnya,

yakni pneumonia lobaris dan pneumonia lobularis (bronkopneumonia).

Pneumonia lobaris konsolidasinya mengenai seluruh lobus, sedangkan pada

bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya

menyebar dan membentuk bercak-bercak infiltrat berdiameter 3-4cm yang

berlokasi di alveoli paru dan juga dapat melibatkan bronki.Penyakit ini lebih

sering menyerang bayi dan anak kecil, hal ini dikarenakan respon imunitas

mereka yang masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai

penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilus influenza.

2.3. EPIDEMIOLOGI

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan

yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum

berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di

dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nasokomial/PN atau pneumonia

di pusat perawatan/ PPP) pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran

napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20 %.9

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang

jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan

sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi

pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), payah jantung,

penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, dan

penyakit hati kronik. 9

10

Page 11: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

2.4. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang

diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,

sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif

sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-

akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri

yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah

bakteri Gram negatif.8

2.5. KLASIFIKASI PNEUMONIA

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) :

pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh

kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram

negatif ( Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.

b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia

yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering

disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan

jarang oleh pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.

c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain

makanan dan asam lambung

d. Pneumonia pada penderita immunocompramised

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal

b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan

Clamydia

c. Pneumonia virus

11

Page 12: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan

predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (

immunocompromised )

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

b. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisial

2.6. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru antara lain, mekanisme

pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier

aparatus dan mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon

inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,

makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,

maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme

untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi

mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol

yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulomonal. Dari

ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius adalah dua cara

tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen

lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme

atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0

mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung,

orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi

mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi

12

Page 13: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur

( 50% ) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut

mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10 /mL, sehingga aspirasi dari

sebagian kecil sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri

yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya

masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di

saluran napas bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada

beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.

2.7. PATOLOGI

Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen

etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan eksudat

intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang

masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang

berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran

kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu terjadi

sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke

permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis

sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.

Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium

hepatisasi, dan stadium resolusi. Pada stadium prodromal, yaitu 4 – 12 jam

pertama, alveolus – alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang

berdilatasi dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang

berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan bergranulasi,

seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel

PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman, yang disebut dengan stadium

hepatisasi merah. Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam

13

Page 14: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

alveoli akibat deposit fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut

dengan hepatisasi kelabu.

Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat

menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping

itu, pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung

dengan panas yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis

yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian akan timbul pula rasa nyeri

setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga

faktor ini akan menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena tak

ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7

sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah makrofag mingingkat di alveoli,

sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang,

dan isi alveolus akan melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan

dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur

semulanya.

Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi,

dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh lobus dan

pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan

diameter 3 – 4 cm yang mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau

Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan peradangan

interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun

rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. 1,6,7,8

2.8. DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau

serologis merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri

penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium menunjang yang

14

Page 15: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

memadai. Oleh karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan

gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran

radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan

lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping

hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan

untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk

masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi:

napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke

rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit

penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi

epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak

dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan

tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,

kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut

adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5

Tahun.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat

bila ada sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

bila tidak ada sesak napas

ada napas cepat dengan laju napas

o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun

o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun

15

Page 16: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih

bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1

Bayi di bawah 2 bulan

Pneumonia

bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas

harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia

dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:

1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat

napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:

a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

16

Page 17: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal

salah satu hal berikut ini:

a. kepala terangguk – angguk

b. pernapasan cuping hidung

c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas,

konsolidasi, dll. )

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

a. Napas cepat :

anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit

anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit

anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit

anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit

b. Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda

c. Pada auskultasi terdengar :

crackles ( ronki )

suara pernapasan menurun

suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau

memuntahkan semuanya

kejang, letargi, atau tidak sadar

sianosis

distress pernapasan berat

2.9. TATALAKSANA

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis,

distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang

17

Page 18: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi

kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar

tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam

dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan

kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan

pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena

identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan

antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris yang didasarkan pada

kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan

klinis pasien serta faktor epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini

pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol

4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari

selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat

digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk pengobatan inisial

pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.

pneumoniae dan bakteri atipik.

Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu

untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan

anak memburuk atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila

pernapasannya membaik ( melambat ), demam berkurang, nafsu makan

membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi

pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke

antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada

tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai

pedoman pneumonia berat.

18

Page 19: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

2. Pneumonia Rawat Inap

Terapi Antibiotik

Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan

beta – laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif

terhadap beta – laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik

seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk

etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari pada

pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil,

terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh

karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,

antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti

kombinasi betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau

sefalosporin generasi ketiga.

WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50

mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama

72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan

selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit

dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari

berikutnya.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang

direkomendasikan adalah antibiotik beta – laktam dengan/tanpa

klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta – laktam/klavulanat

dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin

generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,

antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat

keadaan yang berat maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV

atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat

19

Page 20: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin –

kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif, beri

seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak

membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan

gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM

atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali

pemberian. Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau

diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai

3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila

tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen

( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil.

Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian

oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Terapi Penunjang

Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres,

beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri

bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang

tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara

perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang

sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan

pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa

nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering.

Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik

untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia

aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik,

pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

20

Page 21: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

2.10. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

purulenta, pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis

purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada

pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam

persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila

masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,

gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada ).

Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.

Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan

sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal

jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh

karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk

melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan

pemeriksaan enzim.

2.11. PENCEGAHAN

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat

dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai

penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan

teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi

antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela

yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin

influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas vaksin

21

Page 22: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H.

influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau

tempat penitipan anak.

2.12. PROGNOSIS

Pneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas kurang dari 1 %.

Mortalitas dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan

malnutrisi energi – protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi

sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat

memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat

gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif

pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua – duanya bekerja sinergis, maka

malnutrisi bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih

besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila

berdiri sendiri. Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.

2.13. DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia lobaris

Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan

kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 – 40 oC dan biasanya

tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar

hidung dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang

terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau

beberapa lobus.

2. Bronkioloitis

Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas,

nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar

22

Page 23: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium

dalam batas normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik

ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing

Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba,

wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat fokal.

4. Tuberkulosis

Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji

tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ),

demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan

buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan kelenjar limfe

leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi

punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan

menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis

Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru

yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan

cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan

mediastinum akan bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.

BAB III

DISKUSI KASUS

23

Page 24: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi lebih dari 5

kali, ada ampas, ada lendir, tidak ada darah. Muntah tidak ada. Riwayat muntah

ada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam ada sejak masuk rumah sakit,

kejang tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada. Anak mau makan dan minum.

Riwayat pernah dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo pada bulan

Oktober dengan diagnosa Global Development Delayed dan Community

Acquired Pneumonia. Riwayat hasil CT-Scan kepala pada bulan Oktober 2014

menunjukkan Hipoplasia Cerebri.

BAK : Lancar warna kuning

BAB : Encer beramapas

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis, dapat kita arahkan ke penyakit

paru, sehingga kita memerlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

laboratorium dan radiologi. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit

yang meningkat yang menandakan telah terjadi suatu proses infeksi. Pemeriksaan

radiologi yang dilakukan pada pasien ini adalah foto konvensional toraks dengan

posisi AP.

Foto Thoraks AP

24

Page 25: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

Hasil pemeriksaan:

Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup

Bercak Infiltrat pada kedua lapangan paru

Tidak tampak pemadatan hilus

Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal

Kedua sinus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

Kesan:

Bronchopneumonia bilateral

Pada awal bronchopneumonia seringkali dihubungkan dengan adanya

aspirasi sekret dari infeksi saluran napas atas yang kemudian menginfeksi saluran

napas bawah.Gambaran biasanya berupa infiltrat multifokal dan berpusat pada

distal jalan napas. Prosesnya secara heterogen dan terdistribusi sepanjang jalan

napas tersebut. Gambaran radiologis bronchopneumonia dikarakterisikkan dengan

adanya bercak infiltrat yang menyebar, dan dapat diperburuk dengan kondisi

25

Page 26: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

perjalanan penyakit, yang kemudian dapat berkembang menjadi perselubungan

homogen, air bronchogram selalu tidak nampak.3

Pemadatan hilus mungkin saja dikarenakan oleh adanya limfadenopati

kelenjar hilar, Keadaan ini paling sering berhubungan dengan pneumonia ataupun

infeksi kronis, misalnya dalam cystic fibrosis. Ketika didapatkan gambaran

pembesaran maka infiltrasi tumor, TBC dan sarkoidosis harus dipertimbangkan.

Foto lateral jugaberguna untuk mengkonfirmasi sifat pembesaran hilus, yang bisa

saja dikarenakan oleh patologi lain, misalnya konsolidasi paru yang dapat

diproyeksikan melalui hilus pada film frontal dan meniru limfadenopati pada

hilus.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S, MD, PhD. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa

kedokteran. Editor; Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta : EGC

26

Page 27: Lapsus Bronchopneumonia 46.docx

2. Ellis, H. 2011. Clinical Anatomy Applied Anatomy For Students And

Junior Doctors : Blackwell Publishing.

3. Putz, HVR. Pabst, R. 2007. Sobotta Anatomie des Menschen. Munchen :

Elsevier. Pg. 352-359.

4. Wilson LM. Anatomi Saluran Pernapasan. In: Prince SA, Wilson LM.

Patofisiologi. 6th edn. Jakarta: EGC; 2006.

5. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.

6. Lorraine Wilson. Penyakit pernapasan restriktif. In: Sylvia Price. Lorraine

Wilson. Patofisiologi volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC;

2003.p:804-06

7. Zul Dahlan. Pneumonia. In: Aru Sudoyo dkk. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p:2196-200, 2203-

05

8. Allison. Grainger. Diagnostic radiology: A textbook of medical imaging

4th edition. London: Harcourt; 2001.

9. Rosemary. Arthur. Interpretation of the paediatric chest x-ray. In: Current

paediatric. London: Elsevier; 2003. p:439-446

10. Stephen Ellis. Christopher Flower. The WHO manual of diagnostic

imaging: Radiographic anatomy and interpretation of the chest and the

pulmonary system. Singapore: WHO; 2006. p:73-84

27