lapsus anak jejaring praya arjaq sudah edit follow up fix

121
LAPORAN KASUS Bayi Kurang Bulan (BKB)-Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Sesuai Masa Kehamilan (SMK) + Respiratory Distress e.c Hialin Membrane Disease (HMD) + (SNAD) + Hipotermia + Suspect Sepsis Neonatus Awitan Dini + Riwayat Asfiksia Berat Oleh I Nyoman Ardi Widiatmika (H1A010042) Ida Ayu Arie Krisnayanti (H1A010038) Sumantara Raharja Wa’as ( H1A008021) Pembimbing dr.I Ketut Adi Wirawan, Sp.A

Upload: arja-waas

Post on 10-Dec-2015

271 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lapsus Anak

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

LAPORAN KASUSBayi Kurang Bulan (BKB)-Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR)

Sesuai Masa Kehamilan (SMK) + Respiratory Distress e.c Hialin Membrane Disease (HMD) + (SNAD) + Hipotermia + Suspect Sepsis

Neonatus Awitan Dini + Riwayat Asfiksia Berat

OlehI Nyoman Ardi Widiatmika (H1A010042)Ida Ayu Arie Krisnayanti (H1A010038)

Sumantara Raharja Wa’as ( H1A008021)

Pembimbingdr.I Ketut Adi Wirawan, Sp.A

Page 2: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

I. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Bayi Ny “R”

• Tanggal Lahir : 7 September 2015 (17.00 WITA)

• Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2015 (18.00 WITA)

• Jenis Kelamin : Perempuan

• Cara Persalinan : Spontan, Manual aid

• BBL : 1100 gram

• A – S : 1-3

• No. RM : 065003

• Diagnosis masuk: BBLSR dan Asfiksia berat

Page 3: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Identitas Keluarga

  Ibu Ayah

Nama Ny.R Tn. S

Umur 25 Th 31 Th

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan IRT Swasta

Alamat Janapria Janapria

Page 4: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Keluhan Utama :

•BBLSR, asfiksia berat, dan hipotermia.

•Riwayat Penyakit SekarangBayi perempuan lahir di Poned IGD RSUD Praya

pada hari senin, 7 September 2015 pukul 07.00 WITA. Bayi dilahirkan secara manual aid indikasi sungsang dengan A-S 1-3. Bayi masuk NICU post resusitasi dengan terbungkus plastik keadaan umum lemah, merintih, tampak sesak, tubuh kemerahan ekstremitas biru dan teraba dingin serta tidak bergerak aktif.

Page 5: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Keluhan Utama :

• HPHT  18-02-2015,  HTP  25-11-2015, UK 28-29 minggu. 

• USG (-) • ANC 6x puskesmas/polindes. Tidak 

ada masalah selama kehamilannya, tidak pernah mengalami sakit 

• Minum pil penambah darah dan vitamin, karena anemia. 

• 2 kali imunisasi TT.• Riw. keputihan serta nyeri BAK • Riw. Perdarahan sebelum 

melahirkan• KPD (-)• Riw Trauma (-)

Page 6: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Riwayat Penyakit Ibu

• Riwayat Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), hepatitis B (-), TB (-), penyakit jantung (-), asma (-).

Page 7: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Riwayat Persalinan

• Ibu pasien mengalami perdarahan saat sedang mencuci, yaitu pada hari senin tanggal 7 September 2015 jam 10.00 WITA. Ibu mengaku perdarahan sedikit-sedikit sampai 1 kain, riwayat ketuban pecah (-). Kemudian ibu dibawa ke puskesmas, oleh bidan puskesmas ibu disarankan pulang beristirahat dan apabila perdarahan lagi atau dirasakan nyeri perut yang menjalar ke pinggang ibu segera kembali ke puskesmas. Pada pukul 14.30 ibu merasakan sakit perut menjalar ke pinggang semakin hebat kemudian ibu ke Puskesmas, dari puskesmas ibu dirujuk ke RSUD Praya. Bayi lahir pukul 17.00 secara manual aid, diikuti placenta langsung keluar tanpa melalui MAK III, air ketuban jernih. Bayi tidak langsung menangis, kebiruan, berat bayi ketika lahir 1100 gram, panjang badan 38 cm LK:26 , anus (+), Apgar skor 1-3 ; 3-5 riwayat pemberian dexametason (-)

Page 8: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Ke Puskesmas (KIE bila perdarahan/nyeri perut 

kembali ke PKM

perdarahan saat sedang mencuci sedikit-sedikit sampai 1 kain (10.00) 

(14.30) ibu merasakan sakit perut menjalar ke 

pinggang semakin hebat

puskesmas ibu dirujuk ke RSUD

Bayi tidak langsung menangis, kebiruan, 

BBL: 1100 gram, PB 38 cm LK:26cm  , anus 

(+),Apgar skor 1-3 ;3-5 riwayat pemberian 

dexametason (-)

diikuti placenta langsung keluar tanpa 

melalui MAK III, air ketuban jernih

Bayi lahir pukul 17.00 secara manual aid

Page 9: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Diagnosis Ibu

•G1P0A0H0 UK 28-29 Minggu T/H/IU dengan Antepartum Bleeding (APB) susp. Solutio Placenta

Page 10: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

IX.Faktor Resiko Infeksi

mayor

•Demam (-), •KPD > 24 jam (-), •korioamnionitis(-), •fetal distress(-), •DJJ >160x/menit (-), •ketuban hijau (-).

minor• asfiksia (+) (AS 1-3; 4-5),• keputihan (+), dan suspek ISK (+). • KPD > 12 jam (-),• BBLSR (+), • UK < 37 minggu (+ ; UK 28-29 

minggu), • gemelli (-), • ibu demam > 37,5°C (-)

Page 11: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan Fisik• Status Present (terpasang CPAP)

• KU : Letargi• ATR : Hipotonik• Tangis : merintih• Suhu : 360 C• DJ : 140 x/menit• Respirasi : 62 x/menit dengan CPAP

• Tekanan Darah : Tidak dievaluasi• Sp02 : 91%• CRT : < 3 detik

Page 12: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Menilai Pertumbuhan

•Berat Badan : 1100 gram •Panjang Badan : 38 cm•Lingkar Kepala : 26 cm

Page 13: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Status Generalis

• Kepala-LeherBentuk : normochepali, UUB & UUK terbuka datar, suturam, sefal hematom (-), caput succedaneum (-).

• Mata • Palpebra kanan dan

kiri tampak normal• Konjungtiva anemis

(-)• Sklera ikterik (-)• Pupil kanan dan kiri

isokor• Kornea tampak

jernih

Page 14: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Telinga • Bentuk: telinga kanan dan 

kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas, konsistensi lunak, recoil kurang.

• Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri

Leher • Massa (-), Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan parotideal (-), pembesaran KGB Supraklavikula (-)

Page 15: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Mulut• Bibir: mukosa bibir 

berwarna kemerahan,  sianosis (-), stomatitis angularis (-)

• Lidah : atrofi papil lidah (-)

• Hidung • Bentuk : hidung 

tampak simetris• Pernafasan cuping

hidung: (+)

Page 16: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

ThoraxPulmo

• I: pergerakan simetris, tampak retraksi subcostal (+) retraksi intercosta (+), areola mama agak menonjol bantalan 1-2 mm

• Palpasi: pergerakan simetris, tidak ada ketertinggalan, 

• Perkusi: Sulit di evaluasi• A : bronkovesikuler (+/+), 

rhonki basah halus (+/+), wheezing (-/-)

Cor• Inspeksi: Pulsasi iktus kordis 

tampak• Palpasi: Sulit di evaluasi• Perkusi: Sulit di evaluasi• Auskultasi Cor : S1 dan S2 tunggal, 

Murmur (-), Gallop (-)

Page 17: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Abdomen

•Inspeksi: distensi (-), massa (-), hernia umbilikalis (-), omfalochele (-)

•Auskultasi: Bising usus normal•Perkusi: Timpani di semua kuadran•Palpasi: massa (-), turgor normal, hepar lien dan ren tidak teraba

Page 18: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Ekstremitas

Tungkai Atas Tungkai Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat - - - -

Edema - - - -

Pucat - - - -

Sianosis - - - -

Ikterus - - - -

Permukaan Plantar - - Garis kaki pada satu per tiga bagian anterior

Garis kaki pada satu per tiga bagian anterior

Page 19: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

•Tali pusat : segar (+), tampak basah (+)•Kulit: Merah halus tampak gambaran vena, Pucat (-), pustula (-), ruam (-), kulit tampak kering (-), lanugo (+) halus minimal pada daerah punggung bagian atas

•Urogenitalia: labia minora belum ditutupi labia mayora.

•Anal perianal: Anus (+) •Pemeriksaan neurologis : kaku kuduk(-), reflex moro(-)

Page 20: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Resume

UK 28-29minggu, riwayat perdarahan (+), lahir spontan manual aid, placenta langsung lahir tanpa MAK 3. Faktor risiko infeksi mayor (-), infeksi minor : asfiksia (+) (AS 1-3; 3-5), keputihan (+), dan suspek ISK (+), BBLSR (+), UK < 37 minggu

lahir tidak menangis, sianosis,  A-S : 1-3;3-5 BBL; 1100 g, PB: 38 cm LK: 26 dan hipotermi, Riw. pemberian dexametason (-). Bayi masuk NICU post resusitasi dengan terbungkus plastik keadaan umum lemah, merintih, tampak sesak, tubuh kemerahan dan teraba dingin serta tidak bergerak aktif. 

Pada pemeriksaan fisik di ruanga didapatkan letargi, hipotermia (360C), RR 62 x/menit, CRT< 3 detik, normochepali, nafas cuping hidung (+), mukosa bibir sianosis (-), merintih (+), retraksi subcostal dan intracostal (+), rhonki basah halus (+/+). 

Page 21: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Diagnosis Kerja

•BKB-BBLSR-SMK•Respiratory distress ec HMD •suspect SNAD•Hipotermia•Riwayat Asfiksia berat

Page 22: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Planing

• Terapi (Tindakan dan Medikamentosa)• Indikasi CPAP (Fio2 40, PEEP 7) sebelum dipasang

beri O2 nasal kanul 1 lpm• Inkubator Suhu 350C• IVFD D10 4 tpm • Inj. Ampicillin 2 x 50 mg (iv)• Inj. Gentamisin 1 x 5 mg (iv)

• Diagnostik: DL, rontgen thorax, septic marker (IT ratio, CRP ), AGD

• Monitoring : STABLE, Pertahankan SpO2 88-92%

Page 23: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Follow upHari/ tgl S O A P

II08/09/2

015 BB1100g

ATR hipotonus Menangis

(+)lemah merintih(+)

Refleks hisap (-)

GDS: 61mg/dl T : 36°C RR: 52 x/m Retraksi (+) Sianosis (-) SpO2 90% N: 123 x/m CRT: <3 detik

Lab (8/9/2015)HB : 16,9 GDS : 188 RBC : 4,70HCT : 45,3WBC : 17,7PLT : 293

BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Hipotermi Riw. Asfiksia Berat

P. Tatalaksana Hangatkan dengan

inkubator CPAP Fio2 30; PEEP 7 cm

H2O D10% 4 ttsµ/m B.Nut 10cc Sonde 0,5cc @6jam Ampi inj 2x50mg Genta inj 1x5mg

Page 24: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

III09/09/2015

BB

1000g

ATR hipotonus Menangis

(+)lemah merintih(+)

Refleks hisap (-)

Muntah (-)

GDS: 124mg/dl T : 35,2°C RR: 50 x/m Retraksi (+) Sianosis (-) SpO2 96% N: 140 x/m

CRT: <3 detik

BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Hipotermi Riw. Asfiksia Berat

P. Tatalaksana Hangatkan dengan

inkubator CPAP Fio2 20; PEEP

5 cm H2O Benutrion 10 cc Sonde 0,5cc @6jam D10% 4 ttsµ/m Ampicillin iv 2x50

mg Genta inj 1x5mg

Page 25: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

IV10/09/2015

BB900

ATR hipotonus

Menangis (+)lemah merintih(+)

Refleks hisap (-)

Muntah (-) Kuning (+)

GDS: 111mg/dl T : 37,5°C RR: 40 x/m Retraksi (+) Sianosis (-) SpO2 97% N: 173 x/m CRT: <3 detik

BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Riw. Asfiksia Berat + Ikterus kremer 4

P. Tatalaksana Fototerapi Benutrion 10 cc Sonde 0,5cc

@6jam D10% 5 ttsµ/m Ampicillin iv 2x50

mg Genta inj 1x5mg

Page 26: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

V11/09/2015

BB900

ATR hipotonus

Menangis (+)lemah merintih (+)

Refleks hisap (-)

Muntah (-) Ikterik (+)

GDS: 162mg/dl T : 37,4°C RR: 46 x/m Retraksi (+) Sianosis (-) SpO2 96% N: 180 x/m CRT: <3 detik

BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Riw. Asfiksia Berat + ikterus kremer 3

P. Tatalaksana Fototerapi Benutrion 10 cc Sonde 1-2 cc

@6jam D10% 5 ttsµ/m Ampicillin iv 2x50

mgGenta inj 1x5mg

Page 27: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

VI12/09/2015

BB950

ATR hipotonus Menangis

(+)lemah merintih (+)

Refleks hisap (-) Muntah (-) Ikterik (+)

GDS: 135mg/dl T : 36,4°C RR: 52 x/m Retraksi (+) Sianosis (-) SpO2 97% N: 168 x/m CRT: <3 detik

Lab (12/9/2015)HB : 15,2 RBC : 4,68HCT : 44,3WBC : 11,7PLT : 295Bi. Tot : 11,8Direct : 0,693

BKB-BBLSR-SMK dengan RDS + susp SNAD + Riw. Asfiksia Berat + ikterus kremer 2

P. Tatalaksana Benutrion 10 cc Sonde 1-2 cc @6jam D10% 5 ttsµ/m Ampicillin iv 2x50 mgGenta inj 1x5mgCek DL Bilirubin

Page 28: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Page 29: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Daftar Masalah

• UK : 28-29 minggu, BBLSR 1100 gr• Sesak, riwayat lahir tidak langsung menangis, sianosis, (AS : 1-3;3-5)• Faktor risiko minor : keputihan, nyeri BAK susp. ISK, BBLSR, UK < 37 minggu• Pada pemeriksaan fisik : letargi, hipotermia, merintih, (terpasang CPAP), retraksi

subcostal dan intracostal (+), rhonki basah halus (+/+)•  Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah neonatus dengan berat badan

lahir pada saat kelahiran kurang dari 1500 gr tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Bayi baru lahir ditimbang segera setelah badannya dikeringkan dari air ketuban atau paling lambat sampai berumur 1 hari (Hassan, 1985). Pada kasus, berat lahir pasien adalah 1100 gram, dari pengertian diatas, pasien termasuk bayi BBLSR. Jika dilihat dari masa gestasinya, pasien termasuk kedalam bayi BBLSR tipe prematuritas murni hal ini dikarenakan usia kehamilan yaitu 28-29 minggu. Berdasarkan usia kehamilan dan berat lahir tersebut, dikonfirmasi dengan kurva Lubchenco, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien merupakan bayi kurang bulan berat badan lahir sangat rendah sesuai masa kehamilan (BKB- BBLSR-SMK).

Page 30: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 31: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Bayi lahir prematur yang sesuai dengan umur kehamilan pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Winkjosastro, 2008). Pada kasus ini, faktor resiko yang kemungkinan menyebabkan yaitu dari faktor ibu dimana pada ibu mengalami APB oleh karena kecurigaan solusio plasenta, hal ini didukung dengan lahirnya plasenta tanpa management aktif kala III .

Page 32: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain: hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hiperbilirubinemia, asfiksia, paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan intraventrikuler, Apnea of Prematurity, dan anemia. Pada kasus diatas, komplikasi yang menyertai BKB SMK BBLSR yaitu asfiksia berat dimana pasien ketika lahir memiliki A-S 1-3 pada 5 menit pertama. Hal ini masuk dalam salah satu kriteria asfiksia perinatal menurut AAG dan ACOG sebagai berikut :

• Asidemia metabolik atau campuran ( metabolik dan respiratorik) pH < 7 pada sampel darah yang diambil dari vena umbilikus

• Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5• Manifestsi neurologi pada BBL segera termasuk kejang, hipotonia, koma

atau ensefalopati hipoksik iskemik• Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL

Page 33: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Asfiksia perinatal dapat disebabkan oleh :

•Faktor Ibu •Faktor Plasenta•Faktor Fetus•Faktor Neonatus

Page 34: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Faktor risiko yang paling besar dapat menyebabkan asfiksia perinatal pada kasus ini yaitu factor neonatus pada bayi ini lahir preterm. Hal ini mengarah pada keadaan Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang Dimana organ-organ tubuh bayi belum siap untuk melakukan fungsinya secara mandiri, salah satunya yang paling dapat menyebabkan asfiksia yairu pengembangan paru akibat belum terbentuknya surfaktan oleh pneumosit alveolar tipe II pada usia kehamilan 28-29 minggu. Akibat defisiensi sintesis atau pelepasan surfaktan akan terjadi atelektasis, mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tetapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan kelenturan paru, volume tidal yang kecil, kenaikan kerja pernafasan dan ventilasi alveoler yang tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia. Kombinasi antara hiperkrbia, hipoksia dan asidosis menghasilkan vasokonstriksi arteri pulmonalis dengan peningkatan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktur arteriosus, dan dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Skor Down 7 yang didapatkan pada bayi termasuk dalam keadaan gawat napas. Dimana pada bayi juga didapatkan tonus otot buruk, sianosis berat,hipotermi dan refleks iritabilitas tidak ada.

Page 35: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Down Score pada Neonatus0 1 2

Frekuensi Napas < 60/menit 60 – 80/menit > 80/menit 

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap walaupun diberi O2

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi beratAir Entry Udara masuk

bilateral baikPenurunan ringan udara 

masukTidak ada udara masuk

 

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

Keterangan:

0-4          :   Distress Napas Ringan; membutuhkan O2 nasal atau headbox

4-7          :   Gawat napas; membutuhkan Nasal CPAP>7           :   Ancaman Gagal Napas; membutuhkan Intubasi (perlu diperiksa Analisa Gas Darah/AGD

Page 36: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Apgar score 1-3 pada 5 menit pertama menunjukkan bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali. Langkah awal resusitasi yang telah dilakukan pada pasien ini yaitu memberikan kehangatan (normotermia 36,5°-37,5°C), memposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas, mengeringkan, dan stimulasi. Kemudian dilakukan penilaian dan didapatkan adanya kesulitan nafas dan sianosis sehingga pasien dipertimbangkan untuk dilakukan monitoring saturasi oksigen dan pemasangan CPAP.

Page 37: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Penyulit lain BBLSR pada pasien ini yaitu hipotermi. Hipotermi adalah keadaan dimana suhu tubuh kurang dari 36,50C ( pengukuran melalui axila selama 3-5 menit). Pada pasien ini (BBLR) disebabkan karena pusat pengaturan suhu tubuh belum sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan memproduksi dan menyimpan panas terbatas, kegagalan untuk menghasilkan panas yang adekuat karena tidak adanya brown fat & ketidakmampuan untuk menggigil, suhu tubuh rendah disebabkan oleh karena terpapar dengan suhu lingkungan yang dingin.

Page 38: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Didapatkannya beberapa faktor risiko minor infeksi pada bayi yaitu : keputihan (+), nyeri BAK susp. ISK (+), BBLSR (+), UK < 37 minggu (+). Serta pada pemeriksaan fisik didapatkan : letargi, hipotermia, merintih, DS 7, retraksi subcostal (+) minimal, rhonki basah halus (+/+), sianosis perifer,setelah pemasangan CPAP. Dengan adanya faktor resiko dan manifestasi klinis tersebut dicurigai bayi mengarah pada keadaan Sepsis Neonatal Awitan Dini (SNAD) dimana timbul dalam 3 hari pertama, dengang gejala pernapasan yang menonjol. Terapi yang diberikan yaitu antibiotik dengan ampisilin dan gentamisin. Bila organisme penyebab tidak dapat dibuktikan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sefotaksim, sedangkan gentamisin tetap dilanjutkan. Dosis ampisilin 50 mg/kgBB/12 jam (iv/im), sedangkan gentamisin BB < 2 kg 3 mg/kgBB/hari, BB > 2 kg yaitu 5 mg/kgBB/hari (iv/im). Lama pemberian antibiotika pada sepsis ialah 10-14 hari.

Page 39: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

TINJAUAN PUSTAKA

Page 40: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

•Definisi• Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan 

berat  lahir  kurang  dari  2500  gram  tanpa memandang  usia  gestasi.  Berat  lahir  adalah  berat bayi  yang  ditimbang  dalam  1  (satu)  jam  setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37  minggu)  atau  pada  bayi  cukup  bulan (intrauterine growth restriction/IUGR) (Hassan,1985).

Page 41: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Epidemiologi

• Sampai  saat  ini  BBLR  masih  merupakan  masalah  di  seluruh dunia, karena menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan  kematian  pada  masa  neonatal.  Prevalens  BBLR  masih cukup  tinggi  terutama  di  Negara-negara  dengan  sosio-ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh  kelahiran  adalah  BBLR,  90%  kejadian  BBLR didapatkan  di  Negara  berkembang  dan  angka  kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir > 2500 gram. Angka kejadian di  Indonesia sangat bervariasi antara  satu  dengan  daerah  yang  lain,  yang  berkisar  9-30% (Rohsiswatmo, 2010).

Page 42: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Klasifikasi

• Berat badan lahir• Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), dengan 

berat lahir <1000 gram. • Bayi  berat  lahir  sangat  rendah  (BBLSR),  dengan  berat 

lahir 1001-1500 gram. • Bayi  berat  lahir  rendah  (BBLR),  dengan  berat  badan 

1501-2499 gram.• Prematuritas murni• Dismaturitas

Page 43: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Klasifikasi

• Usia kehamilan • Bayi  prematur  adalah  bayi  yang  lahir  dengan  usia  kehamilan  belum 

mencapai 38 minggu (BKB).• Bayi  cukup bulan adalah bayi yang  lahir dengan usia kehamilan 38-42 

minggu (BCB).• Bayi  lebih  bulan  adalah  bayi  yang  lahir  dengan  usia  kehamilan    lebih 

dari 42 minggu (BLB). • Usia kehamilan dan berat badan lahir

• Masa  kehamilan  kurang  dari  38  minggu  dengan  berat  yang  sesuai dengan  berat  badan  untuk  usia  kehamilan  (sesuai  untuk  masa kehamilan=SMK)

• Bayi  yang  beratnya  kurang  dari  berat  semestinya  menurut  masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan=KMK)

Page 44: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Etiologi

• Prematuritas Murni • Faktor ibu

• Penyakit• Usia• Keadaan sosial ekonomi

• Faktor janin• Hidramnion,  gawat  janin,  kehamilan  ganda, 

eritroblastosis umumnya akan mengakibatkan BBLR.• Dismaturitas 

Page 45: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Patogenesis

• Terdapat banyak penyebab gangguan pertumbuhan intrauterin, efek gangguan pertumbuhan pada tiap organ  tidak  sama.  Jika  gangguan  pertumbuhan  terjadi  pada  akhir  kehamilan,  pertumbuhan  jantung, otak, dan tulang rangka tampak paling sedikit  terpengaruh, sedangkan ukuran hati,  limpa, dan timus sangat  berkurang.  Hal  ini  disebut  gangguan  pertumbuhan asimetri.  Sebaliknya,  jika gangguan  terjadi pada  awal  kehamilan  tampak  pertumbuhan  otak  dan  tulang  rangka  terganggu  disebut  sebagai gangguan pertumbuhan simetri(Winkjosastro, 2008).

• Bayi  lahir  prematur  yang  BBLR-nya  sesuai  dengan  umur  kehamilan  pretermnya  biasanya dihubungkan  dengan  keadaan  medis  dimana  terdapat  ketidakmampuan  uterus  untuk mempertahankan  janin  (incompetent cervix/premature dilatation),  gangguan  pada  perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Winkjosastro, 2008).

• Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi  ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya  dengan  beberapa  kelahiran  preterm  yang  menandakan  perlunya  persalinan  cepat  karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan (Kosim, 2010 & Winkjosastro, 2008).

Page 46: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Gejala Klinis Pramaturitas Murni

• Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang dari 37 minggu. 

• Kepala  relatif  lebih  besar  daripada  badannya,  kulitnya  tipis,  transparan,  lenugo  banyak,  lemak subkutan  kurang,  osifikasi  tengkorak  sedikit,  ubun-ubun  dan  sutura  lebar,  rambut  tipis,  rambut halus.

• Genetalia  imatur,  desensus  testikulorum  biasanya    belum  sempurna  dan  labia  minor  belum tertutup labia mayor.

• Pembuluh darah kulit terlihat• Motilitas usus dapat terlihat• Tulang rawan dan daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun telinga kurang• Jaringan mamae belum sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik.• Posisinya biasanya posisi fetal (dekubitus lateral), pergerakan kurang dan lemah,bayi lebih banyak 

tidur  daripada  bangun,  tangis  lemah  dan  pernapasan  belum  teratur,  otot  masih  hipotonik sehingga  sikap  selalu  dalam  keadaan  kedua  tungkai  abduksi,  sendi  lutut  dan  kaki  dalam  fleksi, kepala menghadap ke satu jurusan (Kosim, 2010)

Page 47: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penilaian

• Teknik penilaian umur kehamilan antenatal• Yang pertama dengan menggunakan teknik Hari Pertama Haid Terakhir  (HPHT), 

gerakan janin, munculnya suara jantung janin, tinggi fundus. HPHT biasanya tidak jelas, dan kejadian-kejadian selama kehamilan biasanya tidak tercatat bila pasien tidak  melakukan  perawatan  antenatal.  Metode  yang  paling  banyak  digunakan adalah  ukuran  McDonald  yaitu  menggunakan  tinggi  fundus  dalam  sentimeter dari simfisis pubis. Selain itu dapat pula menggunakan pemeriksaan USG

• Teknik penilaian umur kehamilan pasca persalinan• Penilaian umur kehamilan berdasarkan ciri fisik luar• Evaluasi neurologis• Sistem  nilai  yang  menggabungkan  ciri  fisik  luar  dan  evaluasi  neurologis 

(Winkjosastro, 2008).

Page 48: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Diagnosis

• Bayi  berat  lahir  rendah  didiagnosis  bila  termasuk  dalam golongan:

• Prematuritas murni• Masa  gestasinya  kurang  dari  37  minggu  dan  berat  badannnya 

sesuai  dengan  berat  badan  untuk  masa  gestasi  itu  atau  biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (BKB-SMK).

• Dismaturitas• Bayi  lahir  dengan  berat  badan  kurang  dari  berat  badan 

seharusnya  untuk  masa  gestasi  itu,  berarti  bayi  mengalami retardasi  pertumbuhan  intrauterin  dan  merupakan  bayi  yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) (Hassan,1985).

Page 49: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penatalaksanaan

•Medikamentosa• Pemberian vitamin K1

• Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau• Per  oral  2  mg  sekali  pemberian  atau  1  mg  3  kali 

pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)

•Pengaturan Suhu•Diatetik 

Page 50: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut:• a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

• Bayi Sehat• Bayi Sakit

• b. Berat lahir 1500-1749 gram• Bayi Sehat• Bayi Sakit

• c. Berat lahir 1250-1499 gram• Bayi Sehat• Bayi Sakit

• d. Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)• menyusui langsung

Page 51: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Suportif

• Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:• Gunakan  salah  satu  cara  menghangatkan  dan  mempertahankan  suhu  tubuh  bayi,  seperti 

kontak  kulit  ke  kulit,  kangaroo mother care,  pemancar  panas,  inkubator  atau  ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin• Ukur suhu tubuh dengan berkala• Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :• Jaga dan pantau patensi jalan nafas• Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit• Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan 

nafas, hiperbilirubinemia)• Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya• Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung 

setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Page 52: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemantauan (Monitoring)

• Pemantauan saat dirawat• Terapi• Tumbuh kembang

• Pemantauan setelah pulang• Diperlukan  pemantauan  setelah  pulang  untuk  mengetahui 

perkembangan  bayi  dan  mencegah/  mengurangi  kemungkinan  untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut :

• Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.• Hitung umur koreksi.• Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.• Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).• Awasi adanya kelainan bawaan.

Page 53: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

kriteria Pemulangan

• Ada  empat  kriteria  BBLR  sudah  bisa  dirawat  di rumahsetelah keluar dari incubator yaitu:

• berat  sudah  kembali  ke  berat  lahir  dan  lebih  dari  1500 gram

• berat  bayi  cenderung  naik  dan  suhu  tubuh  stabil  selama tiga hari berturut-turut

• bayi sudah mampu mengisap dan menelan• ibu  sudah  di  KIE  cara  merawat  dan  memberi  minum  bai 

yang benar (WHO 2010).

Page 54: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

komplikasi

• Komplikasi prematuritas• Sindrom gangguan 

pernapasan idiopatik• Pneumonia aspirasi• Perdarahan 

intraventrikuler• Fibroplasias retrolental• Hiperbilirubinemia• Infeksi

• Komplikasi dismaturitas• Sindrom aspirasi 

mekonium• Hipoglikemia 

simptomatik• Asfiksia neonatorum• Penyakit membran 

hialin• Hiperbilirubinemia

Page 55: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Prognosis

• Prognosis  BBLR  ini  tergantung  dari  berat  ringannya  masa perinatal,  misalnya  masa  gestasi  (makin  muda  masa gestasi/makin  rendah  berat  badan,  makin  tingggi  angka kematian),  asfiksia  atau  iskemia  otak,  sindroma  gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, fibroplasias retrolental, infeksi,  gangguan  metabolik.  Prognosis  ini  juga  tergantung  dari keadaan  sosial  ekonomi,  pendidikan  orang  tua  dan  perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan,  resusitasi,  makanan,  pencegahan  infeksi,  mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain)(Kosim, 2010 & Winkjosastro, 2008)

Page 56: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

ASFIKSIA

• Definisi• Menurut  AAG  dan  ACOG  (2004),  asfiksia  perinatal  pada 

seorang bayi menunjukkan karakteristik sebagai berikut : • Asidemia  metabolik  atau  campuran  (  metabolik  dan 

respiratorik)  pH  <  7  pada  sampel  darah  yang  diambil  dari vena umbilikus 

• Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5• Manifestsi  neurologi  pada  BBL  segera  termasuk  kejang, 

hipotonia, koma atau ensefalopati hipoksik iskemik• Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL

Page 57: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Epidemiologi

• Diperkirakan  bahwa  sekitar  23%  seluruh  angka kematian neonatus diseluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)  menyebutkan  bahwa  sejak  tahun  2000-2003 asfiksia  menempati  urutan  ke-6,  yaitu  sebanyak  8%, sebagai  penyebab  kematian  anak  diseluruh  dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran premature (Kosim, 2010)

Page 58: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

 Etiologi

•• Faktor Ibu

• Faktor Plasenta

• Faktor Fetus

• Faktor Neonatus

Page 59: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Faktor RisikoAntepatum Intrapartum

- Diabetes pada ibu- Hipertensi dalam kehamilan- Hipertensi kronik- Anemia janin atau isoimunisasi- Riwayat kematian janin atau neonatus- Perdarahan pada trimester dua dan tiga- Infeksi ibu- Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid atau

kelainan neurologi- Polihodramnion- Oligohidramnion- Ketuban pecah dini- Hidrops fetalis- Kehamilan lewat waktu- Kehamilan ganda- Berat janin tidak sesuai masa kehamilan- Terapi obat seperti kalsium bikarbonat dan beta blocker- Ibu pengguna obat bius- Malformasi atau anomali janin- Berkurangnya gerakan janin- Tanpa pemeriksaan antenatal- Usia ibu <16 atau >35 tahun

- Seksio sesaria darurat- Kelahiran dengan ekstraksi vakum atau forcep- Letak sungsang atau presentasi abnormal- Kelahiran kurang bulan- Partus presipitatus- Korioamnitis- Ketuban pecah lama > 18 jam sebelum persalinan- Partus lama >24 jam- Kala 2 lama lebih dari 2 jam- Makrosomia- Bradikardi janin persisten- Frekuensi jantung janin yang tidak berarturan- Penggunaan anestesi umum- Hiperstimulus uterus- Penggunaan obat narkotika pada ibu 4 jam sebelum persalinan- Air ketuban bercampur mekonium- Prolaps tali pusat- Solutio plasenta- Plasenta previa Perdarahan intrapartum

Page 60: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Patofisiologi

• Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta (Hasan, 1985).

• Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli (Kosim, 2010).

• Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang (Hasan, 1985).

• Keadaan  relaksasi  tersebut  dan  peningkatan  tekanan  darah  sistemik,  menyebabkan  tekanan  pada  arteri  pulmonalis  lebih  rendah  dibandingkan  tekanan  sistemik sehingga  aliran  darah  paru  meningkat  sedangkan  aliran  pada  duktus  arteriosus  menurun.  Oksigen  yang  diabsorbsi  di  alveoli  oleh  pembuluh  darah  divena  pulmonalis  dan darah  yang  banyak  mengandung  oksigen  kembali  ke  bagian  jantung  kiri,  kemudian  dipompakan  ke  seluruh  tubuh  bayi  baru  lahir.  Pada  kebanyakan  keadaan,  udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh (Hasan, 1985).

• Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dantarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayiakan berubah dari abu-abu atau biru menjadi kemerahan (Hasan, 1985).

• Bila terdapat gangguaan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selamakehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akanmempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkankematian. Kerusakan dan gangguan fungsi  ini dapat reversibel atau tidak tergantungkepada berat dan  lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatuperiode apnu (primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantungselanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas initidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah (Kosim, 2010).

• Pada  tingkat  pertama  hanya  menimbulkan  asidoris  respiratorik,  bila  berlanjut  maka  dalam  tubuh  bayi  akan  terjadi  metabolisme  anaerobik  yang  berupaglikolisis  glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung danhati akan berkuang.Asamorganik terjadi akibat metabolisme ini akanmenyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada  tingkat  selanjutnya  akanterjadi  perubahan  kardiovaskuler  yang  disebabkan  oleh  beberapa  keadaandiantaranya  hilangnya  sumber  glikogen  dalam  jantung  akan mempengaruhi fungsi  jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel  jaringan termasuk otot  jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung danpengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginyaresistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistemtubuh lain  akan  mengalami  gangguan.  Asidosis  dan  gangguan  kardiovaskuleryang  terjadi  dalam  tubuh  berakibat  buruk  terhadap  sel  otak.  Kerusakan  sel  otak  yang  terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayiselanjutnya (Kosim, 2010).

Page 61: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 62: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 63: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Manifestasi Klinis

• Bayi  baru  lahir  kurang  bulan  yang  menunjukkan  kesukaran  bernafas yang terjadi beberapa  saat  setelah  lahir  (4-6  jam  post  natal),  yakni   pernapasan    cuping  hidung,    tipe    pernapasan    dispnea   (40-60x/menit)  atau  takipnea  (>60x/menit), retraksi  dinding  dada  (interkostal,    subkostal,    suprasternal),    retraksi    epigastrik,  grunting   ekspirasi    (merintih)    disertai    sianosis    pada    udara    kamar    yang menetap  atau  menjadi  progresif  setelah  48-96  jam  pertama kehidupan. 

• Pada  perjalanan  klinis  neonatus  mengalami  hipotensi,  hipotermia, edema perifer,  edema  paru. Pada  auskultasi  terdengar  ronkhi  halus   inspiratoir.  Dalam  perjalanan  klinis  dapat  timbul  infeksi  dan  pirau PDA.

Page 64: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan Penunjang

• Foto thoraks : gambaran khas adanya  retikulogranular yang uniform dan air bronkhogram

• Laboratorium • Tes Pematangan Paru• Pemeriksaan darah

• Darah tepi  : kadar hemoglobin, hematokrit, gambaran darah  tepi  tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

• Analisis gas darah (AGD) : Menunjukkan adanya hipoksemia (PaO2 < 50 mmHg), asidemia  (pH < 7,25), ketoasidosis metabolik,  respiratorik atau kombinasi.

• Kultur darah : streptokokus negatif.

Page 65: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Diagnosis

•Anamnesis• Pada  anamnesis  didapatkan gangguan atau kesulitan bernapas waktu lahir  dan  lahir  tidak  bernafas  atau menangis.  Pada  anamnesis  juga diarahkan untuk mencari faktor resiko5.

Page 66: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan Fisis

Klinis 0 1 2Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah, 

ekstremitas biruMerah seluruh tubuh

Frekuensi jantung Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit

Rangsangan refleks Tidak ada Gerakan sedikit Batuk atau bersinTonus otot Lunglai Fleksi ekstremitas Gerakan aktifPernafasan Tidak ada Menangis lemah 

atau merintih atau mendengkur

Menangis kuat

Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya asfiksia(Kosim, 2010)

Page 67: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalahkemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung,  sirkulasi  darah  danrefleks-refleks  primitif  seperti mengisap dan mencari puting susu,  salah satu caramenetapkan vitalitas bayi yaitu dengan nilai apgar

• Skor apgar 7-10 (Vigorous Baby)• Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

• Skor apgar 4-6 ( Mild-moderate asphyxia)• Asfiksia sedang. Padapemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit,tonus otot kurang 

baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.• Skor apgar 0-3 (Severeasphyxia)

• Pada  pemeriksaan  fisis  akan  terlihat  frekuensi  jantung  kurang  dari  100/menit,  tonus  otot  buruk,  sianosis berat,dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang postpartum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.

• Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bilanilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian  dilanjutkan  tiap  5  menit  sampaiskor  menjadi  7.  Nilai  apgar  berguna  untuk  menilai  keberhasilan resusitasi  barulahir  dan  menentukan  prognosis,  bukan  untuk  memulai  resusitasi  karena  resusitasidimulai  30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis(Kosim, 2010).

Page 68: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan Penunjang

• Foto Polos dada•Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah• Pada pemeriksaan analisa gas darah, 

menunjukkan hasil :• Pa O2 < 50 mm H2O• PaCO2> 55 mm H2O• pH < 7,30 (Kosim, 2010).

Page 69: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penatalaksanaan

• Tujuan  utama  mengatasi  asfiksia  adalah mempertahankan  kelangsungan  hidup  bayi dan  membatasi  gejala  sisa  (sekuele)  yang mungkin  timbul  dikemudian  hari.  Tindakan yang  dikerjakan  pada  bayi,  lazim  disebut resusitasi  bayi  baru  lahir.  Algoritma  resusitasi pada  bayi  baru  lahir  dapat  dilihat  pada  tabel berikut ini :

Page 70: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 71: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penilaian Awal

• Penilaian  pada  bayi  yang  terkait  dengan  penatalaksanaan  resusitasi,  dibuat  berdasarkan keadaan  klinis.  Penilaian  awal  harus  dilakukan  pada  semua  BBL.  Penatalaksanaan selanjutnya  dilakukan  menurut  hasil  penilaian  tersebut.  Penilaian  berkala  setelah  setelah setiap  langkah  resusitasi  harus  dilakukan  setiap  30  detik.  Penatalaksanaan  dilakukan  terus menerus  berkesinambungan  menurut  siklus  menilai,  menentukan  tindakan,  melakukan tindakan,  kemudian  menilai  kembali.  Penilaian  awal  dilakukan  pada  setiap  BBL  untuk menentukan apakah tindakan  resusitasi perlu  segera dilakukan, dengan cara bertanya dan menjawab dalam waktu singkat :• Apakah bayi lahir cukup bulan?• Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?• Apakah tonus otot baik?

• Bila semua jawaban diatas “ya” berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi  ini segera dilakukan asuhan bayi normal. Bila salah satu pertanyaan jawabannya “tidak” bayi memerlukan resusitasi segera dimulai dengan langkah awal resusitasi. 

•  

Page 72: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Bayi yang memerlukan resusitasi

• Bila salah satu atau  lebih dari 3 penilaian awal dijawab “tidak”, bayi memerlukan tindakan resusitasi

• Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan untuk lebih memerlukan resusitasi karena beberapa hal berikut. Bayi kurang bulan mudah mengalami hipotermia karena rasio luas  permukaan  dan  masa  tubuhnya  relatif  besar,  lemak  subkutan  sedikit,  dan  imaturitas pusat pengatur suhu. 

• Bayi yang lahir dengan air ketuban bercampur mekoneum dan tidak bugar ( ditandai dengan depresi pernapasan,  frekuensi  jantung kurang dari 100x/menit, dan  tonus ototnya buruk), mungkin  memerlukan  penghisapan  trakea  setelah  seluruh  tubuh  lahir.  Pengisapan intrapartum  saat  kepala  lahir  sebelum  bahu  dilahirkan,  tidak  direkomendasikan  sebagai tindakan rutin.

• Setelah  penilaian  awal  dan  tindakan  yang  perlu  sudah  dilakukan,  penilaian  bayi  dilakukan secara  berkala  selama  proses  resusitasi.  Penilaian  berkala  selama  proses  resusitasi didasarkan pada pernapasan, frekuensi denyut jantung, tonus otot, dan warna. 

•  

Page 73: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Langkah awal resusitasi

• Memberikan kehangatan• Memberikan kehangatan untuk menghindari hipotermia dilakukan dengan cara meletakkan bayi diatas meja resusitasi di bawah pemancar panas. Tempat ini 

harus  sudah  dihangatkan  sebelumnya.  Setelah  membuka  jalan  napas  dengan  menghisap  lendir,  upaya  mencegah  kehilangan  panas  dilanjutkan  dengan mengeringkan bayi lalu menyingkirkan kain yang basah dan membungkus bayi dengan kain/selimut yang hangat. Dalam melaksanakan pencegahan terhadap hipotermia, harus dihindari agar bayi tidak menjadi hipertermia. Bayi harus dalam keadaan normotermia 36,5°-37,5°C.

• Memposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas• BBL harus diletakkan  terlentang dengan kepala pada posisi menghidu atau sedikit   ekstensi. Bila usaha pernapasan ada  tetapi tidak menghasilkan ventilasi 

efektif  (frekuensi  denyut  jantung  tidak  meningkat  lebih  dari  100x/menit),  jalan  napas  mungkin  tersumbat  dan  posisi  kepala  harus  diperbaiki.  Bila  terdapat sekresi yang menyumbat jalan napas, sekret dapat dibersihkan dengan kateter penghisap dengan lubang besar (no 10-12F). Walaupun demikian, penghisapan faring dapat menyebabkan spasme faring, trauma pada jaringan lunak, bradikardia dan tertundanya pernapasan spontan. Oleh karena itu setiap penghisapan faring  harus  dilakukan  secara  hati-hati.  Bila  penghisapan  dilakukan  pada  BCB,  lama  penghisapan  harus  dibatasi  dalam  5  detik  dan  tidak  lebih  dari  5cm dalamnya dari bibir bayi. 

• Mengeringkan sambil merangsang • Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal mempertahankan napas spontan dan efektif dengan 

meningkatkan  frekuensi  denyut  jantung  lebih  dari  100x/menit,  ventilasi  tekanan  positif  perlu  dilakukan.  Rangsangan  taktil  dapat  pula  dilakukan  dengan menepuk/menjentikkan telapak kaki dengan hati-hati, menggosok punggung atau perut. Merangsang taktil pada bayi apnea terus-menerus adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Bila bayi tetap tidak bernapas, bantuan ventilasi harus segera dimulai. 

• Memposisikan kembali • Menilai bayi 

• Setelah  langkah  awal  selesai  dilakukan  dan  bayi  sudah  diposisikan  kembali,  dilakukan  penilaian  apakah  bayi  bugar  atau  tidak  bugar.  Tidak  bugar  ditandai dengan depresi pernapasan dan atau tonus otot kurang baik dan atau frekuensi jantung < 100 kali/menit. Jika bayi bugar, tindakan bersihkan jalan napas sama sepertidi atas, tetapi jika bayi tidak bugar lakukan pengisapan dari mulut dan trakea terlebih dahulu. Jika ketuban tercampur mekonium, diperlukan tindakan tambahan dalam membersihkan jalan napas. Bila pernapasan dan frekuensi  jantung bayi memadai tetapi bayi masih sianosis sentral, berikan oksigen aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan cara meletakkan sungkup oksigen melekat pada wajah bayi dengan pipa oksigen diletakkan didekat wajah bayi, atau dengan sungkup balon tidak mengembang sendiri diletakkan di dekat wajah 

Page 74: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

• VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal didapatkan salah satu keadaan berikut:• Apnu• Frekuensi jantung < 100 kali/menit• Tetap sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas.• Posisi kepala yang benar untuk membuka saluran napas• Sebelum  VTP diberikan  pastikan  posisi  kepala  dalam  keadaan  setengah  tengadah.  Pilihlah 

ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran 0 untuk bayi berat lahir rendah (BBLR). Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata dan tidak menggantung di dagu.

• Tekan  sungkup  dengan  jari  tangan.  Jika  terdengar  udara  keluar  dari  sungkup,  perbaiki  perlekatan sungkup.Kebocoran yang paling umum adalah antara hidung dan pipi (lihat gambar).

• VTP menggunakan balon sungkup diberikan selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali/menit ~ 20-30 kali/30 detik.

• Pastikanlah bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara simetris.• Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik

Page 75: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

VTP dan Kompresi Dada

• Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi  jantung <  60  detik  maka  lakukan  kompresi  dada  yang  terkoordinasi dengan ventilasi  selama 30 detik dengankecepatan kompresi  : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari tengah telunjuk/tengamanis. Lokasi kompresi ditentukan dengan  menggerakkan  jari  sepanjang  tepi  iga  terbawah menyusuri  ke  atas  sampai  mendapatkan  sifoid,  letakkan  ibu  jari atau  jari-jari  pada  tulang  dada  sedikit  di  atas  sifoid.  Berikan topangan  pada  bagian  belakang  bayi.  Tekan  sedalam  1/3 diameter anteroposterior dada (WHO, 2009)

Page 76: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemberian obat-obatan

• Epinefrin • Pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 

detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung.Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03mg/kgBB) intravena. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.

• Volume Ekspander• Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada 

respondengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kgBB IV perlahan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

• Bikarbonat • Indikasi  penggunaan  bikarbonat  adalah  asidosis  metabolik  pada  bayi  baru  lahir  yang  mendapatkan  resusitasi.  Diberikan  bila  ventilasi  dan 

sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2%. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4% maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit1.

• Nalokson hidroklorida • Diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. 

Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil.  Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang  ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian  intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml(Hasan, 1985).

Page 77: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Komplikasi

• Asfiksia  neonatorum  dapat  menyebabkan  berbagai  macam gangguan organ. Pada sistem saraf dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik-iskemik,  infark,perdarahan  intrakranial,  kejang-kejang, edema  otak,  hipotonia,  hipertonia.  Pada  kardiovaskular  dapat menyebabkan  iskemia  miokardium,  kontraktilitas  jelek,  bising jantung, insufisiensi trikuspidalis, hipotensi pulmonal, sirkulasi janin persisten, perdarahan paru,  sindrom kegawatan pernapasan. Ginjal dapat  meneyebabkan  nekrosis  tubular  akut  atau  korteks  adrenal, perdarahan  adrenal.  Saluran  cerna  dapat  berakibat  perforasi, ulserasi, nekrosis(Hasan, 1985).

•  

Page 78: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Prognosis

• Hasil  akhir  asfiksia  perinatal  bergantung  pada  apakah komplikasimetabolik  dan  kardiopulmonalnya  (hipoksia, hipoglikemia,  syok)  dapat  diobati,pada  umur  kehamilan  bayi (hasil  akhir  paling  jelek  jika  bayi  preterm),  dan  padatingkat keparahan  ensefalopati  hipoksik-iskemik.  Prognosis  tergantung pada  kekurangan  O2  dan  luasnya  perdarahan  dalamotak.  Bayi yang  dalam  keadaan  asfiksia  dan  pulih  kembali  harus dipikirkankemungkinannya  menderita  cacat  mental  seperti epilepsi  dan  penurunan  prestasi  belajar  pada masamendatang(Rohsiswatmo, 2010).

Page 79: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

SEPSIS NEONATORUM

• Definisi• Sepsis  Neonatorum  adalah  sindrom  klinis  yang  timbul  akibat 

invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan  pertama  kehidupan.  Sepsis  pada  neonatus  dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun protozoa (Kosim, 2010).

Page 80: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Epidemiologi

• Insidens  sepsis  di  negara  berkembang  masih  cukup  tinggi  yaitu  1,8  – 18  /  1000  dibandingkan  denga  negara  maju  yaitu  1  –  5  pasien  /  1000 kelahiran.  Asia  Tenggara  berkisar  2,4  -16  per  1000  kelahiran  hidup,  di Amerika  Serikat  1-8  per  1000  kelahiran  hidup.  Kejadian  sepsis meningkat  pada  BKB  (bayi  kurang  bulan)  dan  BBLR  (berat  badan  lahir rendah).  Pada  bayi  berat  lahir  amat  rendah  (<1000  gr)  kejadian  sepsis terjadi pada 26 per seribu kelahiran, sedangkan pada berat lahir 1000 – 2000 gr angka kejadiannya antara 8 – 9 per seribu kelahiran. Di Amerika serikat, kejadian sepsis  terutama meningkat menjadi 13 – 27 per 1000 kelahiran  hidup  pada  bayi  dengan  berat  <1500  gram.  Angka  kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini (Kosim, 2010).

Page 81: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Klasifikasi

• Sepsis neonatorum umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu :• Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD)

• Terjadi pada usia ≤ 72 jam berupa gangguan multisystem dengan gejala pernapasan yang  menonjol.  Gejala  ditandai  dengan    awitan  yang  tiba-tiba  dan  cepat berkembang menjadi syok septik. SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan

• Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL)• Terjadi  pada  usia  >  72  jam,  lebih  sering  diatas  1  minggu.  Pada  sepsis  tipe  awitan 

lambat  biasanya  ditemukan  fokus  infeksi  dan  disertai  dengan  meningitis.  SNAL Dapat  disebabkan  oleh  mikroorganisme  yang  didapat  selama  proses  persalinan tetapi manisfestasinya  lambat  (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang  dirawat  di  rumah  sakit  (infeksi  nosokomial).  Perjalanan  penyakit  SNAD biasanya lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian (Kosim, 2010).

Page 82: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Etiologi

• Bakteri  penyebab  SNAD  umumnya  berasal  dari  traktus  genitalia maternal.  Berbagai  jenis  bakteri  dapat  ditemukan  di  dalam traktus  genitalia  maternal,  namun  hanya  beberapa  yang  sering menyebabkan  infeksi  pada  neonatus,  sedangkan  pada  ibu  tidak menyebabkan  penyakit.  Bakteri  penyebab  SNAL  umumnya merupakan  bakteri  yang  berasal  dari  rumah  sakit  (nosokomial) seperti  Staphylococcus  coagulase-negatif,  Enterococcus  dan Staphylococcus  aureus.  Namun  demikian  Streptococcus  grup  B, E.coli  dan  Listeria  monocytogenes  juga  dapat  menyebabkan SNAL.

Page 83: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penelitian mengenai kuman penyebab sepsis di beberapa rumah sakit di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut (Kosim, 2010) :

Peneliti Tempat Mikroorganisme

Suarca (2004) RSSanglah, Denpasar Staphylococcus coagulated-negative, Enterobacter sp, Klebsiella sp

Siswanto (2004) NICU RS Harapan Kita, Jakarta

Serratia sp, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter aerogenes, Klebsiela sp, P aeroginosa

Rohsiwatmo (2005)

RSCM, Jakarta Acinetobacter calciatecius, Enterobacter sp, Staphylococcuc sp

Yuliana (2006) RS Hasan Sadikin, Bandung

Staphylococcus epidermidis, Burkholderia cepacia, Klebsiella pneumoniae

Sofiah F (2006) RS Moh. Husein, Palembang

Acinetobacter calcoacetius, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus viridans.

Rahmah (2006) RS Sutomo, Surabaya Staphylococcus coagulated-negative,Acitenobacter,Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae.

Page 84: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Patogenesis

• Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: • Pada masa antenatal atau sebelum lahir 

• Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma

• Pada masa intranatal atau saat persalinan • Infeksi  saat  persalinan  terjadi  karena  kuman  yang  ada  pada  vagina  dan  serviks  naik  mencapai  korion  dan  amnion.  Akibatnya  terjadi  amnionitis  dan 

korionitis,  selanjutnya  kuman  melalui  umbilikus  masuk  ketubuh  bayi.  Cara  lain  yaitu  pada  saat  persalinan,  kemudian  menyebabkan  infeksi  pada  janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea)

• Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan • Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui 

alat-alat penghisap  lendir,  selang endotrakea,  infus,  selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi  lain yang  ikut menangani bayi, dapat  menyebabkan  terjadinya  infeksi  nasokomial.  Infeksi  juga  dapat  melalui  luka  umbilikus.Demikian  pula  bila  ibu  mengalami  infeksi  segera  setelah melahirkan dengan suhu > 37,80C, maka sekitar 9,2 – 38,2% di antara bayi yang dilahirkan akan menderita sepsis neonatorum

• Bila bakteremia tidak mampu diatasi oleh kekebalan tubuh maka akan terjadi respons sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome/SIRS). SIRS dapat disebabkan oleh infeksi maupun noninfeksi, dan bila disebabkan oleh infeksi maka SIRS dianggap identik dengan sepsis. Endotoksin bakteri maupun komponen-komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan ke sirkulasi akan mengaktivasi berbagai sitokin yang berperan sebagai mediator proinflamasi, sehingga timbul respon fisiologis tubuh yaitu :  (1) aktivasi sistem komplemen, (2) aktivasi sistem koagulasi, (3)sekresi ACTH  dan -endorfin, (4) stimulasi neutrofil polimorfonuklear dan (5) stimulasi sistem kinin-kalikrein.Akibat aktivasi berbagai sistem tersebut permeabilitas vaskular akan meningkat, tonus vaskular menurun dan terjadi ketidakseimbangan perfusi dengan kebutuhan jaringan yang meningkat.

• Mediator-mediator  proinflamasi  yang  dihasilkan  pada  keadaan  ini  akan  mencetuskan  lepasnya  mediator-mediator  antiinflamasi  sebagai  upaya  tubuh untuk  menghambat  reaksi  inflamasi  yang  terjadi,  sehingga  tercapai  keseimbangan  atau  homeostasis  (Compensatory Anti-inflammatory Respons Syndrome/CARS).  Bila  terdapat  dominasi  salah  satu    reaksi  inflamasi  atau  antiinflamasi,  homeostasis  tidak  dapat  tercapai.  Bila  reaksi  inflamasi  lebih dominan akan terjadi renjatan dan disfungsi organ. Sebaliknya bila reaksi antiinflamasi berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem imun. Bila keadaan makin berat akan terjadi renjatan  akibat menurunnya perfusi dan transport oksigen ke jaringan dan berakhir dengan kematian (Hagedorn, 2002).

Page 85: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus secara bertahap adalah (Kosim, 2010) :

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan: Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan desaturasi oksigen(O2) Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC) Waktu pengisian kapiler > 3 detik Hitung leukosit <4000x109/L atau >34000x109/L CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8 >70pg/ml

SIRS

Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS disertai dengan gejala klinis infeksi antara lain hipertermi atau hipotermi, aktivitas lemah, malas menyusu, berat badan menurun, takipneu, merintih, mengorok, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan iritabilitas.

SEPSIS

Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal SEPSIS BERATSepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik

SYOK SEPSIS

Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan optimal

SINDROM  DISFUNGSI MULTIORGAN

Disfungsi multi organ yang berkelanjutan KEMATIAN

Page 86: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

 Sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi(Kosim, 2010).

Usia neonatus

Suhu Laju nadi / menit

Laju napas/menit

Jumlah leukosit 103/mm

Usia 0-7 hari

>38,5ºC atau <36ºC

>180 atau <100

>50 >34 

Usia 7-30 hari

>38,5ºC atau <36ºC

>180 atau <100

>40 >19,5 atau <5

Page 87: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Gambaran Klinis

• Tanda  klinis  sepsis  neonatorum  tidak  spesifik  dan  berhubungan  dengan  karakteristik kuman  penyebab  dan  respon  tubuh  terhadap  masuknya  kuman,  seperti(Kosim,  2010  & Hagedorn, 2002) : 

• Pemeriksaan umum: • Iregularitas tempratur dapat berupa hipertermi atau hipotermi, namun lebih sering hipotermi.• Perubahan prilaku seperti letargi, iritabel. Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik

• Gastrointestinal:• Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali. 

• Kelainan pada kulit • Perfusi perifir buruk, sianosis, mottling, pucat, petikie, rash, ikterus, sklerema.

• Masalah kardiopulmoner • Takipnea,  takikardia, hipotensi, distres pernafasan  (sesak,  retraksi, grunting,  sianosis  sentral, nafas 

cuping hidung)• Masalah metabolik• Hipoglikemia, hiperglikemia, metabolik asidosis

• Masalah neurologis : • Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningiti

Page 88: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

•Diagnosis •Faktor resiko•Gambaran klinik•Pemeriksaan penunjang 

Page 89: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Tabel faktor risiko sepsis neonatorum

Faktor risiko mayor Faktor risiko minor Ketuban pecah > 24 jam Ibu demam saat intrapartum

suhu > 38 C Korioamnionitis Denyut jantung janin menetap

> 160x/menit Ketuban berbau

Ketuban pecah > 12 jam  Ibu demam saat  intrapartum suhu 

> 37,5 C Nilai Apgar rendah ( menit ke-1 < 5 

, menit ke-5 < 7 ) Bayi  berat  lahir  sangat  rendah 

( BBLSR ) < 1500 gram Usia gestasi < 37 minggu Kehamilan ganda Keputihan yang tidak diobati Infeksi  Saluran  Kemih  (ISK)  / 

tersangka ISK yang tidak diobati

Page 90: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pada tabel berikut terlihat berbagai gambaran klinis dan laboratoris yang bisa terlihat pada disfungsi multiorgan pada bayi :

Gangguan Organ Gambaran KlinisKardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg

Denyut jantung < 50 atau >220/menit Terjadi henti jantung pH darah <7,2 pada PaCO2 nomal kebutuhan akan ionotropik untuk mempertahankan tekanan darah normal

Saluran nafas frekuensi nafas >90 x/menit PaCO2 > 65 mmHG PaO2 < 40 mmHg Memerlukan ventilasi mekanik FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik

Sistem hematologik Hb < 5 g/dl WBC <3000 sel/mmkubic Trombosit < 20.000 D-dimer > 0,5 ug/ml pada PTT >20 detik atau waktu tromboplastin > 60 detik

SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil Gangguan Ginjal Ureum > 100 mg/dl

Creatinin > 20 mg/dLGastoenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb>2 g%, hipotensi, perlu diberikan tranfusi darah 

Hepar Bilirubin total > 3 mg%

Page 91: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan Penunjang

• Septic Marker• Hitung leukosit (N 5000/uL - 30.000/uL). Adanya leukositosis atau leukopenia• IT rasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total) : (N < 0,2)

• Hitung  trombosit  (N > 150.000/uL).  Trombositopenia ditemukan pada 10-60%.  Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan

• CRP  (N  1,0  mg/dL  atau  10  mg/L).  CRP  timbul  pada  fase  akut  kerusakan  jaringan, menigkat  pada  50-90%  pasien  sepsis  neonatal.peningkatan  kadar  CRP  terjadi  pada  24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi (Hansen, 1998).

Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulanIT Ratio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12

Page 92: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Pemeriksaan Urin• Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila(Hansen, 1998):• didapatkan > 2 lekosit pada LPK• didapatkan > 1 bakteri pada pemeriksaan dengan oil emersion

• Cairan serebrospinal• Diduga adanya meningitis bila terdapat (Hansen, 1998) :• sel darah putih > 20/mm3 (usia <7 hari) atau > 10/mm3 (usia >7 hari)• peningkatan kadar protein• kadar glukosa < 20 mg% • adanya kuman pada pengecatan gram

• Foto thorax• Dikerjakan jika terdapat tanda distres pernapasan. Pada foto thoraks mungkin didapatkan(Hansen, 1998) : • Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura• Pneumonia  karena  infeksi  intrapartum  berupa  infiltrasi  dan  destruksi  jaringan  bronkopulmoner,  atelektasis,  segmental 

atau lobaris, gambaran retikuloglanural difus, dan efusi pleura.• Pada pneumonia karena infeksi pascanatal gambarannya sesuai dengan kuman setempat.

• Kultur• Darah, cairan serebrospinal, urine dan feses

Page 93: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemeriksaan penunjang lain

• Pemeriksaan IL-6• Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel dalam tubuh dan 

berperan  dalam  respons  imunologik  terhadap  infeksi.  Satu  penelitian menunjukkan  pada  SNAD  kadar  interleukin-6  meningkat  >  100  pg/mL  bila diperiksa pada usia 0-12 jam pertama, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 89%. Namun demikian teknik pemeriksaan sulit dan perlu biaya tinggi sehingga masih memerlukan penelitian lebih lanjut

• Latex Particle Agglutination (LPA) dan Countercurrent immunoelectrophoresis (CIE)

• Metode ini dilakukan untuk pemeriksaan terhadap Streptococcus grup B dan E. coli.  Pemeriksaan  ini  biasanya  dilakukan  bila  hasil  kultur  negatif  atau dikhawatirkan  negatif  karena  pemberian  antibiotika  maternal  intrapartum (Hansen, 1998 & Barnett, 2001).

Page 94: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Tatalaksana

• Pemilihan  antibiotika  untuk  terapi  inisial  mengacu  pada  jenis kuman penyebab tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing  pusat  kesehatan.  Antibiotik  awal  yang  sering  digunakan adalah  ampicilin  dan  gentamisin.  Bila  mikroorganisme  tidak dapat  ditemukan  dan  bayi  tidak  menunjukkan  perbaikan  dalam waktu  48  jam  maka  ampicilin  diganti  dengan  cefotaxime  dan gentamisin  tetap  dilanjutkan.  Dosis  antibiotik  yang  digunakan dalam pengobatan sepsis dapat dilihat pada tabel

Page 95: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Tabel dosis antibiotik untuk sepsis dan meningitis (WHO, 2009)whoAntibiotik Cara

pemberianDosis

Ampisilin IV, IM 50 mg/kgBB/12 jam

Ampisilin (menigitis) IV 100 mg/kgBB/12 jam

Sefotaksim IV < 7 hari 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis> 7 hari 150 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis

Sefotaksim (meningitis)

IV 50 mg/kgBB/6 jam

Gentamisin IV, IM < 2 kg 3 mg/kgBB/hari> 2 kg 5 mg/kgBB/hari

Page 96: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• segera  setelah  didapatkan  hasil  kultur  darah  maka  jenis  antibiotika  disesuaikan  dengan  kuman penyebab dan pola resistensinya(Hansen, 1998). 

• Lama pemberian antibiotika :• sepsis adalah 10-14 hari• meningitis adalah 21 hari• Untuk infeksi jamur dapat dipakai :• Amphotericin B ( Liposomal )• Dosis = 1 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perharinya sampai dengan maksimal 3mg/kg/hari• Bila no. 1 sulit didapat, dapat diganti amphotericin  B dosis   0,25mg/kg/hari sampai dengan maksimal 

1mg/kg/hari.• Pilihan lain adalah Fluconazole dosis inisial 6mg/kg; lalu 3mg/kg. • Usia < 1 minggu   setiap 72 jam• Usia 2 – 4 minggu = 48 jam• Usia > 4 minggu    = 24 jam

Page 97: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Tatalaksana non-konvensional

• Imunoglobulin intravena• Pemberian Imunoglobulin intravena untuk profilaksis maupun terapi SNAD diharapkan dapat meningkatkan antiodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. 

Namun saat  ini belum dianjurkan untuk diberikan secara rutin. Beberapa efek samping dan komplikasi  telah dilaporkan seperti    infeksi, hemolisis dan supresi kekebalan tubuh pada pemberian imunoglobulin hiperimun. Pada kondisi-kondisi tertentu seperti sepsis yang berat atau infeksi berulang pada neonatus kurang bulan, dosis immunoglobulin intravena yang dianjurkan adalah dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap dua minggu.

• Transfusi FFP ( Fresh Frozen Plasma )• FFP mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein dan fibronectin. Antibodi bayi baru lahir terbatas pada spesifikasi yang dihasilkan oleh ibunya,  tidak 

termasuk antibodi protektif terhadap patogen tertentu. FFP mengandung antibodi protektif, namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi.

• Transfusi sel darah putih.• Transfusi  sel darah putih sebagai  terapi ajuvan pada SNAD dan  infeksi neonatal umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya.Hanya beberapa pusat 

kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk sediaan transfusi. Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi seperti infeksi dan reaksi transfusi, di samping biaya tinggi dan teknik pembuatan yang sulit.

• Transfusi tukar• Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar pada sepsis neonatorum bertujuan untuk:

• mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis 

• memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah

• memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

• Transfusi  tukar  juga mempunyai beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik pelaksanaan, potensial  infeksi dan reaksi  transfusi. Belum ada penelitian berskala besar untuk menguji efikasi dan keamanannya sehingga transfusi tukar tidak dianjurkan sebagai terapi sepsis secara umum maupun SNAD.

• Pemberian G-CSF dan GM-CSF• Colony-stimulating factor adalah protein spesifik yang penting untuk proliferasi dan differensiasi sel progenitor granulosit serta mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini terdapat 2 jenis protein tersebut yang banyak diteliti berkaitan dengan infeksi pada neonatus, yakni granulocyte

stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Suatu penelitian melaporkan peningkatan jumlah neutrofil absolut, eosinofil, monosit,limfosit dan trombosit dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus yang sepsis. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektivitas terapi ini.

• Kortikosteroid • kortikosteroid intravena terhadap sepsis masih kontroversial. Walaupun kortikosteroid pernah digunakan untuk terapi sepsis tetapi kemanjurannya masih diragukan, mungkin karena pemberiannya terlambat yaitu setelah kaskade mediator inflamasi dimulai(Hansen, 1998 & Smith, 1993).

Page 98: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Prognosis

• Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang berkepanjangan; namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang berpotensial menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan kematian dapat meningkat. Gejala sisa neurologis timbul pada 15-30% neonatus dengan meningitis. Komplikasi yang biasanya terjadi adalah gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa neurologis seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, dan kelainan tigkah laku

Page 99: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

HIPOTERMIA

• Definisi• Hipotermi  pada  BBL  adalah  suhu  dibawah  35,50C  yang  terbagi 

atas : hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5 0C hipotermia  sedang  yaitu  suhu  antara  32-36  0C  dan  hipotermia berat yaitu suhu tubuh < 32 0C (Kosim, 2010)

Page 100: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Etiologi• Bayi  baru  lahir  dapat  mengalami  hipotermi  melalui  beberapa  mekanisme,  yang  berkaitan  dengan  kemampuan  tubuh  untuk  menjaga  keseimbangan  antara  produksi  panas  dan 

kehilangan panas (Kosim, 2010) :

• a. Penurunan produksi panas

• Hal  ini  dapat  disebabkan  kegagalan  dalam  system  endokrin  dan  terjadi  penurunan  basal  metabolisme  tubuh,  sehungga  timbul  proses  penurunan  produksi  panas,  misalnya  pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria

• b.  Peningkatan panas yang hilang

• Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkunan sekitar, dan tubuh kehilangan panas, adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara : 

•  

• Konduksi

• Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak  langsung antara kulit bayi baru  lahir dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.

•  

• Konveksi

• Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : incubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi bayi baru lahirke rumah sakit.

• .  Radiasi

• Yaitu perpindahan suhu dari suatu obyek panas ke obyek yang dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkunagan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu incubator yang dingin.

• Evaporasi

• Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa bayi baru lahir yang basah setelah lahir. Atau pada waktu dimandikan.

•  

• 3. Kegagalan Termoregulasi

• Kegagalan  termoregulasi  secara  umum  disebabkan  kegagalan  hipotalamus  dalam  menjalankan  fungsinya  dikarenakan  berbagai  penyebab.  Keadaan  hipoksia  intrauterine/saat persalianan/post partum, defek neurologic bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.

•  

Page 101: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• 3. Patofisiologi• Suhu  tubuh  diatur  dengan  menimbangi  produksi  panas  terhadap  kehilangan  panas.  Bila  kehilangan  panas  dalam 

tubuh lebih besar dari pada laju pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh.  Gangguan salah satu atau  lebih  unsure-unsur  termoregulasi  akan  mengakibatkan  suhu  tubuh  berubah,  menjadi  tidak  normal.  Apabila terjadi  paparan  dingin  secara  fisiologis  tubuh  akan  memberikan  respon  untuk  menghasilkan  panas  berupa  (Kosim, 2010) :

• Shivering Thermoregulation/ST• Merupakan  mekanisme  tubuh  berupa  menggigil  atau  gemetar  secara  involunter  akibat  dari  kontraksi  otot  untuk 

menghasilkan panas•  • Non-shivering Thermoregulation/NST• Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi system saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolic 

dengan  melakukan  oksidasi  terhadap  jaringan  lemak  coklat.  Peningkatan  metabolisme  jaringan  lemak  coklat  akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.

•  • Vasokonstriksi Perifer• Mekanisme  ini  juga distimulasi oleh system saraf simpatis, kemudian system saraf perifer akan memicu otot sekitas 

arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan nin efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit untuk mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

Page 102: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Diagnosis• Tanda dan gejala• Hipotermi  ditandai  dengan  akral  dingin,  bayi  tidak  mau  minum,  kurang  aktif,  kutis 

marmorata,  pucat,  takipnue  atau  takikardia.  Sedangkan  hipotermia  yang berkepanjangan  akan  menyebabkan  terjadinya  peningkatan  konsumsi  oksigen, distress respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.

• Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi.  Pengukuran  suhu  ini  sangat  bermanfaat  sebagai  salah  satu  petunjuk  penting untuk  deteksi  awal  adanya  suatu  penyakit,  dan  pengukurannya  dapat  dilakukan melalui aksila, rectal atau kulit. Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan oleh kaena mudah, sederhana dan aman (Kosim, 2010).

Page 103: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Klasifikasi dan Manajemen hipotermiaTemuan

Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

Bayi terpapar suhu lingkungan

Waktu timbulnya kurang dari 2 hari

Suhu tubuh 32-36,4 0C Gangguan napas Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit Malas minum Letargi

Hipotermia sedang

Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah

Waktu timbulnya kurang dari 2 hari

Suhu tubuh < 32 0C Tanda hipotermia sedang Kulit teraba keras Napas pelan dan dalam

Hipotermia berat

Page 104: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Hipotermia Berat

• Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan incubator atau ruangan hangat, bila perlu

• Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat• Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah• Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), 

lakukan manajemen gangguan napas• Pasang  jalur  IV  dan  beri  cairan  IV  sesuai  dengan  dosis  rumatan,  dan  infuse  tetap  terpasang  di  bawah  pemancar  panas,  untuk 

menghangatkan cairan• Periksa kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tangani hipoglikemia• Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar) setiap jam dan nilai  juga kemampuan minum 

setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal• Ambil sample darah dan beri antibiotic sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis• Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:

• Bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum• Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35 C

• Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,4 C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil. Kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.

• Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam setelah suhu tubuh bayi normal:• Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi• Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam

• Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan  tidak  ada  masalah  lain  yang  memerlukan  perawatan  rumah  sakit,  bayi  dapat  dipulangkan  dan  nasehati  ibu  bagaimana  cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah (Kosim, 2010).

Page 105: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Hipotermia sedang

• Ganti pakaian yang dingin dengan pakaina ynag hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat• Bila  ada  ibu/pengganti  ibu,  anjurkan  menghangatkan  bayi  dengan  melakukan  kontak  kulit  dengan  kulit 

atau perawatan bayi lekat (PMK : perawatan Metode Kangguru• Bila ibu tidak ada :

• Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan incubator dan ruangan hangat bila perlu• Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu• Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah

• Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatifcara pemberian minum

• Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafasnya)• Periksa  suhu  tubuh  bayi  setiap  jam,  bila  suhu  naik  minimal  0,5  C/jam,  berarti  uaha  menghangatkan 

berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam• Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5C/jam. Cari tanda sepsis• Setelah suhu tubuh normal:

• Lakukan perawatan lanjutan• Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

• bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di  rumah sakit, bayi dapat dipulangan. Nasihati  ibu cara menghangatkan bayi di rumah (Kosim, 2010).

Page 106: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

• Menurut  Petty  dan  Asbaugh  (1971),  definisi  dan  kriteria  RDS bila  didapatkan  sesak  napas  berat  (dyspnea ),  frekuensi  napas  meningkat (tachypnea ),  sianosis  yang  menetap  dengan  terapi  oksigen,  penurunan  daya  pengembangan  paru,  adanya  gambaran  infiltrat  alveolar  yang merata  pada  foto  thorak  dan  adanya  atelektasis,  kongesti  vascular,  perdarahan,  edema  paru,  dan  adanya  hyaline  membran  pada  saat otopsi.Sedangkan  menurut  Murray  et.al  (1988)  disebut  RDS bila  ditemukan  adanya  kerusakan  paru  secara  langsung  dan  tidak  langsung, kerusakan  paru  ringan  sampai  sedang  atau  kerusakan  yang  berat  dan  adanya  disfungsi  organ  non  pulmonar.Definisi  menurut  Bernard  et.al (1994) bila onset akut, ada  infiltrat bilateral pada  foto  thorak,  tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS .

• Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS)  disebut  juga  Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan  pada  10%  bayi  prematur,  yang  disebabkan  defisiensi surfaktan  pada  bayi  yang  lahir  dengan  masa  gestasi  kurang.  Surfaktan  biasanya  didapatkan  pada  paru  yang  matur.  Fungsi  surfaktan  untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

• Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan• sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul 

yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. 

• Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu  : Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram  udara,  Stadium  2.  Bercak  retikulogranular  homogen  pada  kedua  lapangan  paru  dan  gambaran  airbronchogram  udara  terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung  sehingga  kedua  lapangan  paru  terlihat  lebih  opaque  dan  bayangan  jantung  hampir  tak  terlihat,  bronchogram  udara  lebih  luas. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Page 107: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome

• Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil  sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang  sempurna karena dinding  thorax masih  lemah, produksi  surfaktan kurang  sempurna.  Kekurangan  surfaktan  mengakibatkan  kolaps  pada  alveolus  sehingga  paru-paru  menjadi kaku.  Hal  tersebut  menyebabkan  perubahan  fisiologi  paru  sehingga  daya  pengembangan  paru  (compliance) menurun  25  %  dari  normal,  pernafasan  menjadi  berat,  shunting intrapulmonal  meningkat  dan  terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik..

• Telah  diketahui  bahwa  surfaktan  mengandung  90%  fosfolipid  dan  10%  protein,  lipoprotein  ini  berfungsi menurunkan  tegangan permukaan  dan menjaga agar alveoli  tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara  bagian  distal  menyebabkan  edem  interstisial  dan  kongesti  dinding  alveoli  sehingga  menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi  surfaktan  ini.  Dengan  adanya  atelektasis  yang  progresif  dengan  barotrauma  atau  volutrauma  dan toksisitas  oksigen,  menyebabkan  kerusakan  pada  endothelial  dan  epithelial  sel  jalan  napas  bagian  distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72  jam  setelah  lahir.  Proses  penyembuhan  ini  adalah  komplek;  pada  bayi  yang  immatur  dan  mengalami sakit  yang  berat  dan  bayi  yang  dilahirkan  dari  ibu  dengan  chorioamnionitis  sering  berlanjut  menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

Page 108: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Gambaran  radiologi  tampak  adanya  retikulogranular karena  atelektasis,dan airbronchogram. Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah :

• - Takipnea diatas 60x/menit• - Grunting ekspiratoar• - Subcostal dan interkostal retraksi• - Cyanosis• - Nasal flaring• Pada  bayi  extremely  premature  (  berat  badan  lahir  sangat  rendah)  mungkin  dapat 

berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan  tampak  kembali  dalam  paru  pada  umur  36-48  jam.  Gejala  dapat  memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

Page 109: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Komplikasi

•Komplikasi  jangka  pendek  (  akut  )  dapat terjadi :

• Ruptur  alveoli  :  Bila  dicurigai  terjadi  kebocoran  udara  (  pneumothorak,  pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

• Dapat  timbul  infeksi  yang  terjadi  karena  keadaan  penderita  yang  memburuk  dan  adanya perubahan  jumlah  leukosit  dan  thrombositopeni.  Infeksi  dapat  timbul  karena  tindakan  invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.

• Perdarahan  intrakranial  dan  leukomalacia  periventrikular  :  perdarahan  intraventrikuler  terjadi pada  20-40%  bayi  prematur  dengan  frekuensi  terbanyak  pada  bayi  RDS dengan  ventilasi mekanik.

• PDA  dengan  peningkatan  shunting  dari  kiri  ke  kanan  merupakan  komplikasi  bayi  dengan  RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Page 110: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE (CPAP)

• Continuos  Positive  Airway  Pressure  (CPAP)  merupakan  suatu  alat  untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk tatalaksana respiratory  distress  pada  neonatus.  Penggunaan  CPAP  yang  benar  terbukti  dapat menurunkan  kesulitan  bernafas,  mengurangi  ketergantungan  terhadap  oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia,  dan  episode  sianotik,  serta  mengurangi  kebutuhan  untuk  dirawat  di Ruangan intensif. Beberapa efek fisiologis dari CPAP antara lain :

• Mencegah kolapsnya alveoli paru dan atelektasis• Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan kapasitas residu fungsional• Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan menurunkan pirau intra pulmonar

• Mempertahankan surfaktan• Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya• Mempertahankan diafragma.

Page 111: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Indikasi Dan Kontra Indikasi• Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang merupakan indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :• Frekuansi nafas > 60 kali permenit• Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah• Retraksi nafas• Saturasi oksigen < 93% (preduktal)• Kebutuhan oksigen > 60%• Sering mengalami apneu• Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan 

CPAP.  Pada  penggunaan  CPAP,  pernapasan  spontan  dengan  tekanan  positif  dipertahankan  selama  siklus  respirasi,  hal  ini  yang  disebut  disebut dengan continuous positive airway pressure. Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang diinhalasi.  Hal  ini  dimungkinkan  oleh  katup  inhalasi  khusus  yang  membuka  bila  tekanan  udara  di  atas  tekanan  atmosfer.  Keistimewaan  CPAP adalah dapat digunakan pada pasien-pasien yang tidak terintubasi. Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress yang dapat diatasi dengan mempergunakan CPAP antara lain :

• Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom• Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)• Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum• Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran kurang bulan• Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis• Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis• Bayi pasca operasi abdomen

Page 112: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Adapun  beberapa  kondisi  respiratory  distress  pada neonatus,  tetapi  merupakan  kontraindikasi  pemasangan CPAP antara lain :• Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support ventilator• Respirasi yang irreguler• Adanya anomali kongenital• Hernia diafragmatika• Atresia choana• Fistula tracheo-oeshophageal• Gastroschisis• Pneumothorax tanpa chest drain• Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan pemasangan nasal prong• Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila memdapatkan support ventilator• Bayi  yang  lahir  besar,  yang  biasanya  tidak  dapat  mentoleransi  penggunaan  CPAP,  sehingga  menimbulkan  kelelahan  bernafas,  dan 

meningkatkan kebutuhan oksigen (Kosim, 2010)

•  

Page 113: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Komplikasi Pemasangan CPAP

• Pemasangan nasal CPAP pada beberapa kasus dapat mengakibatkan komplikasi. Komplikasi• pemasangan CPAP antara lain :• Cedera pada hidung, misalnya erosi pada septal nasi, dan nasal snubbing. Penggunaan• nasal prong atau masker CPAP dapat mengakibatkan erosi pasa septal nasi, sedangkan• penggunaan CPAP dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan snubbing• hidung• Pneumothorak. Kejadian Pneumothorak dapat terjadi karena proses penyakit dari• Respiratory Distress Syndrom ( karena alveolar yang over distensi) , dan angka• kejadian tersebut meningkat dengan penggunaan CPAP.• Impedasi aliran darah paru. Terjadi karena peningkatan resistensi vaskularisasi paru,• dan penurunan cardiac output, yang disebabkan oleh peningkatan tekanan inthorakal• karena penggunaan CPAP yang tidak sesuai.• Distensi abdomen. Pada kebanyakan neonatus tekanan spingkter oeshiphagus bagian• bawah cukup baik untuk dapat menahan distensi abdomen karena tekanan CPAP.• Tetapi distensi abdomen dapat terjadi sebagai komplikasi dari pemaangan CPAP.• Resiko terjadinya distensi abdomen dapat berkurang dengan pemasangan orogastric• tube (OGT)• Nasal prong atau masker pada CPAP dapat menyebabkan ketidaknyamanan bayi,• yang dapat menyebabkan agitasi dan kesulitan tidur pada bayi.

Page 114: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Perlengkapan CPAP

• Sistem CPAP sendiri terdiri dari 3 komponen yaitu (Kosim, 2010) :• Sebuah  sirkuit  yang  mengalirkan  gas  terus  menerus,  untuk  diisap.  Sunber 

oksigen dan udara bertekanan yang menghasilkan gas untuk dihirup. Pencampur oksigen  yang  memungkinkan  gas  dapat  diberikan  sesuai  FiO2  yang  sesuai. Sebuah  flow  meter  yang  mengkontrol  kecepatan  aliran  terus  menerus  dari  gas yang  dihirup  (  biasanya  dipertahankan  pada  kecepatan  5-7  liter  ).  Sebuah humidifier yang melembabkan dan menghangatkan gas yang dihirup.

• Sebuah  alat  untuk  menghubungkan  sirkuit  ke  saluran  nafas  neonatus.  Dalam prosedur ini, nasal prong merupakan metode yang paling banyak digunakan.

• Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada alat sirkuit. Tekanan positif dalam  sirkuit  dapat  dicapai  dengan  memasukkan  pipa  ekspirasi  bagian  distal dalam  larutan  asam  asetat  0,25%  sampai  kedalaman  yang  diharapkan  (  5cm) atau katup CPAP

Page 115: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 116: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Gambar bagian-bagian CPAP

• Suatu sistem CPAP yang baik mempunyai karakteristik sebagai berikut :• Pipanya fleksibel dan ringan sehingga pasien bisa mengubah posisi dengan mudah• Mudah dilepas dan ditempel• Resistensinya rendah, sehingga pasien bisa bernafas dengan spontan• Relatif tidak invasif• Sederhana dan mudah dipahami, oleh semua pemakai• Aman dan efektif dari segi biaya.• Sirkuit  CPAP  lengkap  harus  dirangkai  dan  siap  digunakan  setiap  saat.  Jika 

memerlukan CPAP, seharusnya kita hanya tinggal memnyambungkan CPAP ke nasal prong yang sesuai dan tepat ukurannya, menyalakan alat pengatur kehangatan dan mengisi tabung botol outlet

• dengan air steril

Page 117: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Penggunaan CPAP

• CPAP adalah salah satu alat yang digunakan sebagai tatalaksana respiratory distres nafas pada neonatus. Seperti penggunaan alat kesehatan lainnya penggunaan CPAP juga harus memperhatikan standard kebersihan dan keamanan. Menjaga kebersiha jalan nafas bayimerupakan kunci keberhasilan tatalaksana paru yang baik. Mencuci tangan yang benar sebelum menyantuh prong atau pipa CPAP, adalah suatu keharusan. Ujung selalng yang lain yang tidak digunakan juga harus bersih., dan harus dijauhkan dari lantai atau tempat yang tidak bersih lainnya.

• Cara pemasangan CPAP adalah sebagai berikut :• Tempelkan selang oksigen dan udara ke pencampur dan flow meter,  lalu hubungkan ke alat pengatur kelembapan. Pasang floe meter antara 5-10 

liter• Tempelkan satu selang ringan  ,  lemas dan berkerut ke alat pengatur kelembapan. Hubungkan probe kelembapan, dan suhu ke selang kerut yang 

masuk ke bayi. Pastikan probe suhu tetap diluar inkubator atau tidak di dekat sumber panas dari penghangat.• Siapkan satu botol air steril di dekat alat pengatur kelembapan• Jaga kebersihan ujung selang • Untuk menghubungkan sistem ini ke bayi, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :• Posisikan bayi dan naikkan kepala tempat tidur 30• Hisap lendir dari mulut, hidung, dan faring. Pastikan bayi tidak mengalami atresia choana• Letakkan gulungan kain dibawah bahu bayi, sehingga leher bayi dalam posisi ekstensi untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka.• Lembabkan prong dengan air steril atau Nacl 0,9% sebelum memasukkannya kedalam hidung bayi. Masukkan dengan posisi lengkungan kebawah. 

Sesuaikan sudut prong dan kemudian sesuaikan selang kerut dengan posisi yang sesuai.• Masukkan pipa Orogastrik (OGT) dan lakukan aspirasi isi perut, kita boleh membiarkan pipa lambung tetap ditempatnya untuk mencegah distensi 

lambung• Pergunakan topi untuk menjaga kehangatan bayi• Setelah bayi nyaman dan stabil dengan CPAP, barulah kita melakukan fiksasi agar nasal prong tidak bergeser dari tempatnya.

Page 118: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix
Page 119: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

• Selama  penggunaan  CPAP  hendaknya  kita  mengevaluasi  tanda  vital  bayi  ,  sistem  kardiovaskuler (  perfusi  sentral,  perifer,  tekanan  darah),  respon  neurologis  (  tonus  otot,  kesadaran  dan  respon terhadap  stimulasi),  gastrointestinal  (  distensi  abdomen,  visible  loops  dan  bising  usus).  Hisap  lendir harus  selalu  dilakukan  dari  rongga  hidung,  mulut,  faring  dan  perut  setiap  2-4  jam,  sesuai  dengan kebutuhan. Meningkatnya upaya nafas, kebutuhan oksigen, dan insiden apneu atau bradikardi, dapat disebabkan karena adanya lendir berlebih. Untuk melunakkan konsistemsi lendir dapat digunakan NaCl 0,9%. Selama penggunaan CPAP kita harus selalu memantau apakah alat selalu berfungsi dengan baik, dan  tidak  terjadi  perburukan  pada  kondisi  bayi  yang  mengharuskan  kita  menghentikan  penggunaan CPAP.  Berikut  adalah  kondisi-kondisi  yang  mengindikasikan  kegagalan  penggunaan  CPAP  dan memerlukan ventilasi mekanis :• FiO2 > 60 %• PaCO2 > 60mmHG• Asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8• Terlihat retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan menunjukkan kelelahan pada bayi• Sering mengalami apneu dan bradikardia• Pernafasan yang irreguler• Apabila  terjadi  kondisi  tersebut,  maka  kita  harus  mempertimbangkan  untuk  melakukan  intubasi  dan  support 

ventilasi mekanik (Kosim, 2010).

Page 120: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

Pemberian Minum Selama Penggunaan CPAP• Pemberian  minum  dapat  diberikan  selama  penggunaan  CPAP  nasal.  Sebelum  memberikan  makanan  harus 

dilakukan  aspirasi  terlebih  dahulu  untuk  menghindari  udara  yang  berlebihan  di  lambung  akibat  penggunaan CPAP. Jika kondisinya stabil, bayi dapat minum personde.

Menghentikan pemakaian CPAP• Setelah  bayi  bernapas  dengan  mudah  dan  terlihat  penurunan  frekuensi  napas  dan  retraksi.  FiO2  diturunkan 

secara  bertahap  2-5%  sampai  menjadi  25%  atau  udara  ruangan  dengan  dipandu  “pulse oxymetry”  atau  hasil analisa gas darah

• Jika bayi sudah nyaman bernapas dengan CPAP dan FiO2 21%, dicoba melepas CPAP. Prong nasal harus dilepas dari  corrugate tubing saat  selang  masih  di  tempatnya.  Bayi  dinilai  selama  percobaan  ini  apakah  mengalami takipnea, retraksi, desaturasi oksigen, atau apnea. Jika tanda tersebut timbul, percobaan dianggap gagal. CPAP harus segera dipasang lagi pada bayi paling sedikit satu hari sebelum dicoba lagi di hari berikutnya. 

• Jika  bayi  terus  menggunakan  CPAP  dengan  FiO2  >  21%,  ulangi  percobaan  dengan  menggunakan  tambahan oksigen melalui kanula nasal

• Tidak perlu mengubah tekanan saat proses penyapihan. Bayi menggunakan CPAP 5 cm atau sama sekali  lepas dari CPAP

• Jika ada keraguan terganggunya pernapasan selama proses penyapihan,  jangan disapih. Lebih baik diantisipasi sebelumnya dan mencegah kolaps paru daripada menatalaksana paru yang kolaps (Kosim, 2010)

Page 121: Lapsus Anak Jejaring Praya Arjaq Sudah Edit Follow Up Fix

DAFTAR PUSTAKA

• Barnett ED, Klein JO. Bacterial ionfections of the respiratory tract. Dalam: Remington JS, Klein JO, ed. Infectious diseases of the fetus and newborn infant, edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Company, 2001.h.999-1018.

• Behrman,  RE,  Kliegman  RM.  The  Fetus  and  the  Neonatal  Infant,  In  :  Nelson  Textbook  of  pediatrics;  17  th  ed.  California: Saunders. 2004; 550-8..

• Hagedorn MIE, Gardner SL, Abman SH. Respiratory diseases. Dalam: Merenstein GB, Gardner SL, Ed. Handbook of neonatal intensive care, edisi ke-5. St Louis: Mosby, 2002.h.485-575.

• Hansen T, Corbet A. Neonatal pnemonias. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, ed. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Company, 1998.h.648-660.

• Hassan R, et al. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Info Medika Jakarta: Jakarta. • KemenKes.  2010.  Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. 

Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.• Kosim MS, et al. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Badan Penerbit IDAI: Jakarta.• Richard E, et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. WB Saunders Company: Philadelpia. • Smith JB. Bacterial and fungal infection of the neonate. Dalam : Pomerance JJ, Richardson CJ, penyunting. Neonatology for 

the clinician. Connecticut : Appleton & Lange, 1993.h.185-200• Suraatmaja, Sudrajat, dr,SpA(K). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Sanglah, Denpasar. • WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. • Winkjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo: Jakarta.