lapsus 2 tonsilitis kronis

33
LAPORAN KASUS TONSILITIS KRONIK Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Stase Komprehensif Di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Pekajangan Disusun oleh : Erni Hastirini H2A009018 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: nonie-zaskia

Post on 18-Jan-2016

81 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bhbhb

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIK

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Stase Komprehensif

Di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Pekajangan

Disusun oleh :

Erni Hastirini H2A009018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015

Page 2: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS STASE KOMPREHENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Stase Komprehensif

Di RSI Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Oleh:

Erni Hastirini H2A009018

Pembimbing :

dr. H. Budi S, SpTHT

Page 3: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : An. MM

Umur : 14 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Ambokembang 3

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal masuk: 20 Januari 2015

B. Anamnesis

Autoanamnesa dan alloanamnesa dilakukan di poliklinik THT RSI

Muhammadiyah Pekajangan pada hari Selasa, 20 Januari 2015 pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama : nyeri telan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RSI Muhammadiyah Pekajangan dengan

keluhan nyeri menelan yang muncul sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan

timbul setelah pasien mengkonsumsi makanan berminyak. Pasien mengeluh

seperti ada yang mengganjal di tenggorokan sehingga pasien menjadi susah

menelan dan terasa sakit. Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh pasien sejak 1

tahun yang lalu, dan setelah itu keluhan sering hilang timbul. Dalam 1 tahun

terakhir ini pasien mengaku setiap bulan mengalami keluhan nyeri menelan yang

biasanya diikuti batuk, pilek, dan demam. Riwayat menelan benda asing (-),

riwayat tertusuk duri ikan (-), suara serak (-), mual (-), muntah (-), mendengkur

saat tidur (-).. Pasien juga mengeluhkan mulut agak berbau, nyeri kepala (+) dan

nafsu makan menurun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien menyangkal adanya batuk atau pilek saat datang memeriksakan diri.

Keluhan demam, nyeri pada telinga, telinga terasa mendengung, sakit gigi, dan

telinga terasa penuh disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering

Page 4: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

mengkonsumsi minuman dingin, makanan berminyak, serta jajanan dan makanan

yang pedas.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengeluhkan penyakit serupa sejak 1 tahun lalu yang dirasakan hilang

timbul. Riwayat rhinitis (+), sinusitis (-), otitis (-), asma (-), riwayat trauma pada

tenggorokan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Alergi

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, riwayat

meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin (+).

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku mengkonsumsi amoksisilin, obat batuk, dan obat demam

pada saat serangan-serangan sebelumnya. Obat tersebut diperoleh dari dokter.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalisata

- Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

- Vital Sign

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 88 kali/mnt

RR : 20 kali/mnt

Suhu : 36,4 0C

- Kepala

- Rambut : rambut hitam, hematom (-), jejas (-)

- Mata : sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/- , pupil

isokor, reflek cahaya (+/+)

- Hidung : sekret (-), epistaksis (-)

- Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-)

- Telinga : discharge (-), luka (-)

Page 5: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

- Leher : simetris, pembesaran tiroid atau kelenjar getah

bening (-), deviasi trakea (-)

- Thoraks

Pulmo: I : normochest, dinding dada simetris

P : taktil fremitus kanan = kiri, ekspansi dada simetris

P : sonor di kedua lapang paru

A : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor: Gallop (-/-), murmur (-/-)

- Abdomen

Inspeksi : perut rata, warna kulit seperti sekitar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba

membesar, nyeri ketok CVA (-/-)

Perkusi : timpani

- Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin

Oedem

Sianosis

Gerak

Refleks fisiologis

Refleks patologis

-

-

-

aktif

t.d.l

t.d.l

-

-

-

aktif

t.d.l

t.d.l

2. Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan Telinga Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Page 6: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-)

membran timpani intak,

furunkel (-), edema (-),

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat

(-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa pucat

(-), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-), massa

berwara putih mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih mengkilat

(-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus Deviasi (-), perdarahan (-),

Page 7: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

(-) ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (+)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-), edema (-), granul (-), ulkus (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T4 T3

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Januari 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi (darah rutin)

Hemoglobin 12,9 12-16

Lekosit 10.300 4.800-10.800

Hematokrit 37 37 - 47

Trombosit 407.000 150.000 – 450.000

Tonsil Dekstra: Detritus (+), hiperemis (-), kripte melebar (+) T4

Tonsil sinistra: detritus (+), hiperemis (-), kripte melebar (+) T3

Page 8: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

LED 1 Jam 6 0-20

LED 2 Jam 10 0-20

Eosinofil 0 2-4

Basofil 0 0-1

Netrofil Batang 0 2-6

Netrofil Segmen 66 50-70

Limfosit 29 25-40

Monosit 5 2-8

CT/BT

Clooting Time

Blooding Time

4’00’’

2’30’’

1-6

1-3

GDS 108 70-115

Serologi

HbsAg Negatif Negatif

Usulan pemeriksaan penunjang : kultur dan uji sensitifitas dari swab tonsil

E. Assessment

- Diagnosa Kerja : Tonsilitis kronik

- Diagnosa Banding : Tonsilitis difteri

Angina Plaut Vincent

F. Penatalaksanaan

Farmakologi

- Infus RL 20 tpm

- Paracetamol tab 3x500 mg

Non Farmakologi

- Diit lunak

- Obat kumur betadine tiap 4 jam selama ± 30 detik

- Tonsilektomi

Page 9: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

G. Prognosis

Dubia ad bonam

H. Edukasi

Edukasi pasien dan keluarga untuk menghindari makanan yang berminyak,

minuman atau makanan dingin, manis atau yang mengiritasi tenggorokan .

Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.

Anjurkan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempersiapkan

pasien untuk melakukan operasi pengangkatan amandel jelaskan indikasi,

dan komplikasinya.

I. Follow Up

21 Januari 2015

S : nyeri telan dan terasa benjolan di tenggorokan (+), demam (-)

O : Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

TD = 120/80 mmHg RR = 20 kali/menit

HR = 86 kali/menit Suhu = 36,3oC

A : tonsilitis kronik

P : terapi lanjut

pro tonsilektomi

Page 10: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

22 Januari 2015

S : pusing (+)

O : Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

TD = 110/60 mmHg RR = 20 kali/menit

HR = 80 kali/menit Suhu = 36,5oC

A : post tonsilektomi H1

P : amoxicillin 3x500 mg pulv

paracetamol 3x500 mg pulv

(boleh pulang)

Edukasi : tidak banyak berbicara atau meludah, diet cair/lunak, bedrest 2-3 hari,

minum obat secara teratur, hindari makan makanan yang dapat mengiritasi seperti

makanan yang digoreng atau berbumbu tajam.

Page 11: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya

merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.

Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit

tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT.

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun

1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut

(3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997

sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari

seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14

tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5

persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan).1,2

Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif

dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi,

dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan

sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak

berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu

dilakukan. 2

Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat

mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai

tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan

rasional.

Page 12: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

B. Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan lokasinya,

tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, Tonsilla

palatina (tonsil) yang terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan

arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada dinding

dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di

sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada

ileum.2

Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla

pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk

saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin

waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan

makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada

masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan

kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. 2

Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan,

yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari

luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung

secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang

melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi

khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen

yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer

itu semakin besar.2,3

Page 13: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

Gambar 1. Anatomi tonsil

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting

dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di

dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai

origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral

lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada

palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai

ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus

diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu

diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan berpisah dan

memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. 2

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:2

Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

Page 14: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan

lateral tonsila.

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil

mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Di dalam kriptus

biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.2

Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya

dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada

muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan

lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil,

sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. 2

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih

tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi

velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil

tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak

saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3

unsur utama yaitu :

1) Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf

dan limfa.

2) Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3) Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai

stadium.

Tonsil mendapat darah dari a. palatine minor, a. palatine asendens, cabang

tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal. Tonsil lingual

terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di

garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum apeks, yaitu sudut

yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan

penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat bila ada massa

tiroid lingual (lingual thyroid) atau Krista duktus tiroglosus.2

Arteri karotis interna berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek

dalam tonsil; dengan demikian diperlukan ketelitian agar tetap berada pada bidang

Page 15: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari luka pada lokasi pembuluh

darah. Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical and jugular

lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam

perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal

dari n. glosofaringeal dan beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion

sphenopalatina.4

Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan

pada n. IX menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.5

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 %

dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada

tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat

system imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite

dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen

ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel

limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. 1

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan

bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel

limfosit T dengan antigen spesifik. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka

akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith).

Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 6

C. Tonsilitis Kronis

Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Sedangkan Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang

sifatnya menahun. Penyebaran infeksinya melalui udara (air borne droplets), tangan

dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.2

Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada

tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik

dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang. Mikroabses pada tonsilitis kronis maka

Page 16: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ – organ lain, seperti sendi, ginjal,

jantung dan lain – lain.6

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak

mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu

pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan

pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan.

Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang

merupakan infeksi fokal.7

Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh

cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi

kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif. 2

D. Patologi

Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa

jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti

dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.

Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga

menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di

sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembeasran kelenjar limfa

submandibula.2

E. Patogenesis dan patofisiologi

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-

kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung

kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara

foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.6

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang

melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh

makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka

pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya

Page 17: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil

berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu

kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang

menurun.6

Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-

produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat

menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan

tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi

pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat

melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen,

sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik

menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam

darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai

tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam

batas-batas tertentu untuk membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon.

Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara

berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan.6

F. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa

kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan

permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.8

Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi : 1.) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa

tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala

sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri

otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis

folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis),

tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis

dan pembengkakan kelenjar limfe regional.8

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis Tonsilitis Kronis

Page 18: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

Eksaserbasi akut

Hiperemis dan edema Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi

tidak hiperemis

Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar

Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)

Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)

Antibiotika,

analgetika,

obat kumur

Sembuhkan radangnya, Jika perlu

lakukan tonsilektomi 2 – 6

minggu

setelah peradangan tenang

Bila mengganggu lakukan

Tonsilektomi

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Page 19: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang

dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia

dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea

waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui

dalam anamnesis. 6

G. Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana

penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan

sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral).

Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun

berulang. 2,8

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan

mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam

parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang

efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.

Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim

tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan

aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang

menjanjikan.6

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head

and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi

tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck

Surgery:2,9

a) Indikasi absolut:

i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial.

Page 20: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media

supuratif.

iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi.

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan).

b) Indikasi relatif :

i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam

setahun meskipun dengan terapi yang adekuat.

ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis

tidak responsif terhadap terapi media.

iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang

resisten terhadap antibiotik betalaktamase.

iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma.

c) Kontra indikasi :

i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak

mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

v) Celah pada palatum

H. Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa

rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh

terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis,

miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis.2

I. Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita

tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika

Page 21: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan

bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.6

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu

infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat

menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.6

J. Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu

penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah

terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas

minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan

sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan

kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi

berulang. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci

tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.6

Page 22: Lapsus 2 Tonsilitis Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory

Tract. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:

McGraw Hill.

2. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku

Ajar Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human

palatine tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.

4. Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd

Edition, New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).

5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. The Special Senses. Anatomy and Physiology,

Ch.15, 6th Ed. The McGraw−Hill Companies, New York

6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam

Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:

http://repository.usu.ac.id/]

7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,

Cermin Dunia Kedokteran. [Available from :

http://www.cerminduniakedoteran.com]

8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.

9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen

Ed. EMedicine.com.inc.2002 : 1 – 10