laporan tetap praktikum refrigerasi
DESCRIPTION
Laporan Tetap Praktikum Refrigerasi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas SriwijayaTRANSCRIPT
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENANGANAN HASIL PERIKANAN
Pendinginan Ikan Dengan Alat Pendingin Mekanik
(Refrigerator)
Yuslita Rinika05061181520022
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luas laut Indonesia mencakup 2/3 dari seluruh luas wilayah Indonesia, yaitu 5,8
juta km2. Di dalam laut tersebut, tersimpan kekayaan alam yang luar biasa
besarnya. Potensi sumber daya laut Indonesia salah satu nya adalah potensi ikan.
Ikan merupakan hasil perairan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena
beberapa kelebihannya yakni merupakan sumber protein hewan yang sangat
potensial karena daging ikan banyak dijumpai senyawa yang sangat penting bagi
manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garaman mineral dan vitamin.
Sumber daya ikan adalah sumber daya yang dapat pulih.Tapi dalam penangkapan
ikan kita harus memperhatikan batas pemulihan sumber daya ikan. Karena
pemulihan sumber daya perikanan itu terbatas, jadi bila melampaui batas alaminya
maka akan terjadi penyusutan dan punahnya sumber daya ikan. Hal ini juga
berlaku bagi sumber daya lainnya. Sumber daya perikanan juga tidak dapat
dihasilkan setiap saat karena memiliki musim – musimnya. Tapi kebutuhan
konsumen akan sumberdaya perikanan tidak terbatas karena setiap hari
dibutuhkan.Lagi-lagi hal ini membuktikan betapa pentingnya peranan penanganan
hasil perikanan.Ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami
pembusukan sehingga upaya pengolahan dan pengawetan hasil perikanan mutlak
diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar sampai ditangan konsumen dalam
keadaan baik dan layak dikonsumsi sebagai makanan.Karena Ikan merupakan
komoditas yang mudah dan cepat membusuk, sehingga ikan memerlukan
penanganan yang cepat dan cermat dalam upaya mempertahankan mutunya sejak
ikan diangkat dari air. Pendinginan merupakan perlakuan yang paling umum
dalam mempertahankan mutu hasil perikanan terutama dalam tahap penanganan.
Dalam penanganan ikan segar diupayakan suhu selalu rendah mendekati 0 0C dan
dijaga pula jangan sampai suhu naik akibat terkena sinar matahari. Penanganan
ikan harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kemunduran mutu ikan
sehingga diperlukan bahan dan media pendinginan yang sangat cepat dalam
menurunkan suhu ikan pada pusat thermal ikan. Suhu merupakan salah satu faktor
Universitas Sriwijaya
yang mempengaruhi tingkat kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan akan
semakin cepat menurun atau ikan akan mudah menjadi busuk pada suhu tinggi
dan sebaliknya pembusukan dapat dihambat pada suhu rendah.Salah satunya
menggunakan alat mekanik sebagai media pendinginan .Upaya untuk
memperpanjang daya tahan simpan ikan segar adalah melalui penyimpanan
dalam lemari pendingin yang mampu menghambat aktivitas mikroba atau enzim.
Setiap penurunan suhu 8°C menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme
berkurang menjadi kira-kira setengahnyaSelama ini usaha memperendah suhu
ikan dengan menerapkan teknik pendinginan hasil perikanan sudah terbukti
berhasil dalam mengawetkan ikan Usaha untuk membuat ikan tetap selalu segar
ataupun meningkatkan kesegarannya adalah tidak mungkin, walau begitu
kesegaran ikan masih bisa dipertahankan. Melalui penanganan yang baik dan
benar, penghambatan proses pembusukan daging ikan sangat memungkinkan
untuk dilakukan. Hingga saat ini penanganan yang dianggap baik adalah dengan
penerapan rantai dingin, yaitu mengusahakan agar ikan tetap dingin (suhu
rendah). Proses kerusakan ikan adalah berlangsung lebih cepat di daerah tropis
karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Salah satunya adalah penggunaan
suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat
mempertahankan kesegaran ikan.Penanganan ikan basah harus dimulai segera
setelah ikan diangakat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rata
rendah dan memperhatikan faktor kesehatan dan kebersihan.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum mengenai pendinginan ikan dengan alat pendingin mekanik
(refrigerator) adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui laju penurunan suhu ikan dengan perlakuan
penyimpanan pada refrigerator .
2. Mahasiswa memahami perubahan karakteristik mutu ikan segar (sensoris dan
kimia) selama proses penyimpanan dengan refrigerator .
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika Ikan
Berdasarkan kedudukan di dalam taksonomi, ikan Betok (Anabas
testudineus) digolongkan ke dalam :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Labyrinthici
Famili : Anabantidae
Genus : Anabas
Spesies : Anabas testudineus
NamaUmum : Walking fish atau Clambing Perch
Nama daerah : Betik (Jawa dan Sunda), Papuyu (Banjarmasin), Puyu
(Malaya), Puyo – puyo (Bintan), Geteh – geteh (Manado), Kusang
(Danau Matuna).
Sedangkan ciri-ciri dari ikan betok secara morfologi yaitu rangka terdiri dari
tulang sejati, dapat mengambil O2 dari luar air (mempunyai alat labirin), memiliki
sirip punggung dan sirip dubur dengan jari-jari keras, sirip perut memiliki jari-jari
lemah dan satu jari-jari keras (Saanin, 2008).
Bentuk ikan ini lonjong dengan kepala besar dan memipih ke belakang. Tubuh
ditutupi sisik berwarna hijau pada punggung dan putih mengkilat pada bagian
perut. Tempat hidup adalah sungai, danau, rawa, genangan air dapat juga
memakan udang renik, ikan kecil dan hewan kecil .Ikan betok mempunyai sirip
punggung yang panjang, mulai dari kuduk sampai di depan pangkal sirip ekor,
bagian depan disokong oleh 16 – 19 jari-jari keras yang runcing-runcing seperti
duri: bagian belakang lebih pendek daripada bagian depan; disokong oleh 7 – 10
Universitas Sriwijaya
jari-jari lunak. Sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung, sebelah
depannya disokong oleh 9 – 11 jari-jari keras yang tajam-tajam dan bagian
belakangnya disokong oleh 8 – 11 jari-jari lunak. sirip dada tidak mempunyai jari-
jari keras, disokong oleh 14 – 16 jari-jari lunak; letaknya lebih ke bawah pada
badan di belakang tutup insang. Sirip perut letaknya letaknya didepan, di bawah
sirip dada, disokong oleh satu jari-jari keras yang berujung runcing dan 5 jari-jari
lunak. Jari-jari keras dari sirip perut dapat digerakkan dan dapat dipergunakan
untuk bergerak pada permukaan lumpur yang kering. Pangkal-pangkal dari sirip
dada, sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur yang berjari-jari lunak, semuanya
mengandung otot dan ditutupi dengan sisik yang kecil-kecil ( Radiansyah,2006)
2.2.1 Indikator pH
Indikator asam-basa merupakan senyawa halokromik yang ditambahkan
dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan
memberikan warna sesuai dengan kondisi (pH) larutan tersebut. Pada temperatur
25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. (bersifat sebagai Asam
Lewis) (Afrianto, 2009).
pH elektroda adalah suatu instrumen elektronik yang digunakan untuk
pengukuran pH (kadar keasaman) suatu larutan meskipun bisa juga digunakan
untuk pengukuran pH unsur semi-solid).Kadar keasaman suatu larutan dikatakan
netral apabila bernilai 7. Selain pH meter, alat lain yang digunakan untuk
mengukur kadar pH antara lain fenolptali dan pH strip (Hadiwiyoto, 2003).
Suhu Penyimpanan Ikan Suhu rendah proses penguraian menjadi lambat,
dimana ikan ditempatkan dalam wadah atau ruangan yang bersuhu dingin.
Pendinginan ini hanya bersifat menghambat pertumbuhan bukan untuk
membunuh atau menghentikan mikroorganisme sama sekali. Hampir semua
bakteri pathogen hanya mampu memperbanyak diri dengan laju yang lambat pada
suhu dibawah 100C, oleh karena itu makanan yang disimpan di dalam lemari es
cukup aman. Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang
disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0 - 7,2 (pH netral). Setelah ikan mati,
nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam
laktat. Penurunan nilai pH pada otot ikan yang sehat dan ditangani dengan baik
Universitas Sriwijaya
sebelum ikan mati akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0 -
7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 - 5,7
dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5 -
5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai
pada otot setelah ikan mati (kematian). Nilai pH ikan tidak akan pernah mencapai
nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena ada nilai pH di bawah 5,3 enzim-
enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja (Sutrawan,2011).
2.2. Termokopel
Termokopel adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau
mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada
ujungnya sehingga menimbulkan efek “Thermo-electric”. Efek Thermo-electric
pada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas
Johann Seebeck pada Tahun 1821, dimana sebuah logam konduktor yang diberi
perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan tegangan listrik. Perbedaan
Tegangan listrik diantara dua persimpangan (junction) ini dinamakan dengan Efek
“Seeback”. Termokopel merupakan salah satu jenis sensor suhu yang paling
populer dan sering digunakan dalam berbagai rangkaian ataupun peralatan listrik
dan Elektronika yang berkaitan dengan Suhu (Temperature). Beberapa kelebihan
Termokopel yang membuatnya menjadi populer adalah responnya yang cepat
terhadap perubahaan suhu dan juga rentang suhu operasionalnya yang luas yaitu
berkisar diantara -200˚C hingga 2000˚C. Selain respon yang cepat dan rentang
suhu yang luas, Termokopel juga tahan terhadap goncangan/getaran dan mudah
digunakan.(Buckle,2010).
Termokopel adalah sensor temperatur yang paling banyak digunakan dalam
industri disebabkan Ke sederhanaan dan kehandalannya. Termokopel terdiri dari
dua konduktor atau ”termoelemen” yang berbeda, dihubungkan menjadi satu
rangkaian. Dua termoelemen A dan B di Hubungkan (junction) dan jika
temperatur antara junction pertama (cold junction) dan kedua (hot junction)
berbeda maka akan timbul arus akibat gaya gerak listrik (EMF) (Abdelaziz ,
2009)
Termokopel adalah perangkat pengukur suhu yang terdiri dari dua konduktor
Universitas Sriwijaya
berbeda yang saling berhubungan pada satu atau lebih tempat. Ini menghasilkan
tegangan ketika suhu salah satu tempat berbeda dari suhu referensi pada bagian
lain dari sirkuit. Termokopel adalah jenis banyak digunakan sensor suhu untuk
pengukuran dan kontrol, dan dapat juga mengkonversi gradien suhu menjadi
listrik .Termokopel komersial yang murah, dipertukarkan, dipasok dengan
konektor standar,dan dapat mengukur berbagai suhu. Berbeda dengan kebanyakan
metode lain pengukuran suhu, termokopel adalah diri didukung dan tidak
memerlukan bentuk eksternal eksitasi. Keterbatasan utama dengan termokopel
adalah akurasi, kesalahan sistem kurang dari satu derajat Celsius 1°C bisa sulit
untuk mencapai Setiap persimpangan logam berbeda akan menghasilkan
potensial listrik yang berhubungan dengan suhu. Termokopel untuk pengukuran
temperatur praktis adalah persimpangan paduan khusus yang memiliki hubungan
diprediksi dan berulang antara temperatur dan tegangan . Paduan yang berbeda
digunakan untuk rentang suhu yang berbeda . Sifat seperti ketahanan terhadap
korosi juga mungkin penting ketika memilih jenis termokopel. Dimana titik
pengukuran jauh dari alat ukur, koneksi menengah dapat dilakukan dengan kabel
ekstensi yang lebih murah daripada bahan yang digunakan untuk membuat sensor.
Termokopel biasanya standar terhadap suhu acuan 0 derajat Celcius, instrumen
praktis menggunakan metode elektronik kompensasi persimpangan dingin untuk
menyesuaikan berbagai suhu pada terminal instrumen. Instrumen elektronik juga
dapat mengkompensasi karakteristik berbagai termokopel, dan meningkatkan
ketelitian dan ketepatan pengukuran (Faistel, 2006).
2.3. Kemunduran Mutu Ikan
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali
dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya
pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas
enzim, kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan
merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor),
Universitas Sriwijaya
bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah
terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam
udara akan mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau yang tengik
(rancid) (Astawan,2007).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya
kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan
aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih
sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan
bakteri pada tubuh ikan.Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu
berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan
bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka
harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang
di sebabkan oleh aktifitas enzim dan mikoorganisme setelah ikan
mati.Kemunduran mutu ikan tak dapat dipungkiri sebab ikan merupakan produk
yang high perishable (mudah rusak) sehingga memerlukan penanganan khusus.
Tingkat kemunduran ikan ditentukan sejak penangkapan, pengolahan sampai pada
proses penyajian. Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat di daerah
beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi ditambah dengan proses
penangkapan yang tidak baik yang menyebabkan ikan mengalami kemunduran
mutu sehinggga penanganan yang baik perlu dilakukan yang bertujuan untuk
mengusahakan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan atau kebusukan ikan
dapat ditunda (Astawan, 2007).
Pada tahap awal, mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan,
insang dan saluran pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk melakukan penetrasi dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi
diperkirakan sekitar 3-4 hari. Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan
penyimpangan bau dan flavor. Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang
menyebabkan keracunan pangan karena sebelum toksin terbentuk, pertumbuhan
bakterinya cenderung membuat daging sudah tidak layak lagi untuk dijadikan
sebagai panganan (Fauzioyah,2005).
Pada fase Prerigormortis, ikan berada pada saat akan mati sampai ikan benar-
Universitas Sriwijaya
banar mati. Biasanya pada fase ini ikan masih kenyal, banyak mengeluarkan
lendir dan proses kimiawai masih lambat. Pada fase rigormortis ikan telah
mengalami kejang dan otot memendek (kaku). Proses rigormortis dipengaruhi
oleh cara mati ikan, suhu penyimpanan dan jenis ikan. Pada pasca rigormortis
dimana fase ini daging ikan lunak kembali dan telah mengalami proses
pembusukan, lamanya proses pembusukan tidak tetap (Ditjen Perikanan, 2001).
Pada fase Prerigormortis, ikan berada pada saat akan mati sampai ikan benar-
banar mati. Biasanya pada fase ini ikan masih kenyal, banyak mengeluarkan
lendir dan proses kimiawai masih lambat. Pada fase rigormortis ikan telah
mengalami kejang dan otot memendek (kaku). Proses rigormortis dipengaruhi
oleh cara mati ikan, suhu penyimpanan dan jenis ikan. Pada pasca rigormortis
dimana fase ini daging ikan akan lunak kembali dan telah mengalami proses
pembusukan, lamanya proses pembusukan tidak dapat dipastikan atau bisa
dikatakan tidak tetap (Ditjen Perikanan,2001).
Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan
segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah
sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam
pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk
seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan
pertumbuhan mikroorganisme. ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan
dibandingkan dengan daging mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera
setelah proses rigormortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk
adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih
cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya
jumlah bakteri yang terkandung didalam perutikan. Bakteri proteolitik mudah
tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein
(Djarijah,2001).
Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan
oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan
disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena
penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan
dan ikan menjadi lembek. Hal-hal ini dapat disebabkan karena: Ikan berada dalam
Universitas Sriwijaya
jaring terlalu lama, misal dalam jaring trawl, penarikan trawl terlalu lama. Kondisi
ini dapat menyebabkan kepala atau ekor menjadi luka atau patah. Pemakaian
ganco atau sekop terlalu kasar, sehingga melukai badan ikan dan ikan dapat
mengalami pendarahan.Penyimpanan dalam palka terlalu lama.Penanganan yang
ceroboh sewaktu penyiangan, mengambil ikan dari jaring, sewaktu memasukkan
ikan dalam palka, dan membongkar ikan dari palka.Serta daging ikan juga akan
lebih cepat menjadi lembek, bila kena sinar matahari (Astawan, 2007).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan mengenai Pendinginan
Ikan Dengan Alat Mekanik (Refrigerator) dilaksanakan di Laboratorium
Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya pada hari Selasa 20 Oktober
2015 pada pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai .
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis, kertas pH,
timbangan, termometer, termokopel , kantong plastik, dan kulkas. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah ikan betok (Anabas testudenius).
3.3. Cara Kerja
1. Penurunan suhu pada penyimpanan dingin dalam refrigerator
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing kelompok menyiapkan 0,5 kg ikan
b. Ikan di simpan dengan pendinginan dalam refrigerator selama 3 hari
c. Suhu refrigerator diukur menggunakan termometer dan di catat setiap
hari
d. Amati perubahan suhu ikan (menggunakan termokopel)
2. Karakteristik mutu ikan segar selama proses pendinginan (sensoris dan
kimia)
a. Amati perubahan sensoris (berdasarkan score sheet ikan segar) dan
kimiawi (pH) ikan setiap hari selama 3 hari
b. Masing-masing praktikan membuatl aporan sementara dan
dikumpulkan pada saat selesai praktikum
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dalam pratikum pengamatan mutu kesegaran ikan
betok (Annabas testudenius) secara organoleptik adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Penurunan suhu ikan segar pada pendinginan mekanik (refrigerator)
No IkanPenurunan suhu
to t1 t2 t3
1 Ikan betok (Annabas testudenius) 29,3 20,5 15,2 10,4
2 Ikan betok (Annabas testudenius) 28,9 19,7 15,3 9,8
3 Ikan betok (Annabas testudenius) 29,3 20,1 15,1 9,3
Tabel 2. Karakteristik Mutu Ikan Segar ( Kimia )
No Ikan Perubahan pH (Kimia)
t0 t1 t2 t3
1Ikan betok (Annabas testudenius)
7 7 7 7
2Ikan betok (Annabas testudenius)
7 7 7 7
3Ikan betok (Annabas testudenius)
7 7 7 7
Tabel 3 Karakteristik Mutu Ikan Segar Selama Proses pendinginan dengan Refrigerator
No Ikan Spesifikasi SensoriPengamatan Nilai Sensori
t0 t1 t2 t3
Universitas Sriwijaya
1 I
Mata 8 8 8 8Insang 8 8 8 8Lendir Permukaan Badan 9 9 9 9
Daging(Warna dan Kenampakan) 7 7 7 7
Bau 8 8 8 8Tekstur 8 8 8 8
2 II
Mata 8 8 8 8Insang 8 8 8 8
Lendir Permukaan Badan 8 8 8 8
Daging(Warna dan Kenampakan) 8 8 8 8
Bau 7 7 7 7Tekstur 8 8 8 8
3 III
Mata 8 8 8 8Insang 8 8 8 8Lendir Permukaan Badan 8 8 8 8
Daging(Warna dan Kenampakan) 7 7 7 7
Bau 8 8 8 8Tekstur 8 8 8 8Mata 8 8 8 8Insang 8 8 8 8Lendir Permukaan Badan 8 8 8 8
Daging(Warna dan Kenampakan) 7 7 7 7
Bau 8 8 8 8
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Praktikum penanganan hasil perikanan kali ini mengenai pendinginan ikan
dengan menggunakan alat pendingin mekanik bertujuan untuk mengetahui laju
penurunan suhu ikan dengan perlakuan penyimpanan pada refrigerator serta
memahami perubahan karakteristik mutu ikan segar (sensoris dan kimia) selama
proses penyimpanan dengan refrigerator yang dilakukan oleh setiap kelompok
dengan jenis ikan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, ikan betok salah satu ikan
yang diamati. kita ketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kemunduran mutu bahan pangan khususnya ikan yaitu kerusakan kimiawi,
kerusakan fisis, dan kerusakan biologis.Bahan yang dipakai adalah tiga ekor ikan
betok berukuran kecil.Hal pertama yang dilakukan adalah mengukur suhu ikan
dengan menggunakan termokopel tanpa adanya proses pencucian dan
pembuangan isi perut serta pembuangan ingsang.Ikan-ikan yang telah diukur
suhunya tadi lalu di ukur pH nya menggunakan kertas pH setelah itu masing-
masing ikan tersebut dibungkus kedalam kantong plastik bening dan diberi tanda
mulai dari ikan satu sampai ikan tiga diluar kantong setelah masing-masing ikan
dibungkus tiga ikan tadi dibungkus lagi kedalam kantong plastik yang bening
yang lain.Ikan lalu dimasukkan kedalam tampa bersama ikan-ikan dari kelompok
lain dan dimasukkan kedalam kulkas.Ikan mendapat perlakuan penyimpanan
dingin dengan menggunakan alat pendingin mekanik berupa kulkas selama tiga
hari.Hari pertama setelah perlakuan penyimpanan dingin dengan menggunakan
kulkas suhu ikan turun rata-rata 10 derajat celcius secara sensoris juga tidak ada
perubahan yang terlalu mencolok pada tubuh ikan dan secara kimiawi pH tubuh
ikan semuanya tetap sama.Pada hari kedua setelah perlakuan penyimpanan dingin
dengan menggunakan alat pendingin mekanik berupa kulkas suhu ikan turun rata-
rata 5 derajat celcius dari suhu ikan pada hari sebelumnya secara sensoris masih
tidak ada perubahan yang menonjol pada tubuh ikan tetapi bau amis ikan mulai
tercium .Pada hari ketiga suhu ikan kembali turun dengan rata-rata suhu yang
turun 5 derajat,sedikit terjadi perubahan bau pada ikan yaitu bau yang keluar
mulai menyengat tetapi tidak terjadi perubahan mencolok pada tubuh ikan pH
ikan tetap sama mulai dari pengukuran pertama sampai pengukuran terakhir.
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita peroleh dari praktikum yang telah dilakukan
yaitu sebagai berikut :
1. Pada umumnya suhu ikan yang disimpan dalam alat pendingin mekanik turun
secara konstan
2. Tidak terlalu banyak perubahan secara sensoris dalam perlakuan pendinginan
dengan alat mekanik
3. Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang mempunyai bentuk maupun sifat
yang hampir sama dengan ikan yang masih hidup di dalam air atau belum
sama sekali mengalami usaha penanganan
4. Ikan tidak mengalami perubahan secara kimiawi
5. Hubungan pH dengan mutu ikan berbanding lurus dengan mutu ikan
5.2. Saran
Diharapkan ada lebih dari satu termokopel yang disediakan agar para praktikan
tidak mengantri terlalu lama dan dapat lebih memaksimalkan waktu pada saat
praktikum
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto et al. 2009. Pendinginan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Azis,Abdel. 2009. Pendinginan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Astrawan .2007. Pengolahan Ikan dan Hasil Laut.Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Jakarta
Buckle,K. 2010. Ilmu Pangan. Gramedia. Jakarta
Ditjen Perikanan. 2011. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Djarijah. 2001. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Gramdia . Jakarta
Faistel.2006.Pengawetan Ikan.Gramedia.Jakarta
Fauzioyah.2005. Analisis Mutu Ikan Selama Lepas Tangkap pada perbedaan
Preparasi dan Waktu Penyimpanan.Gramedia.Jakarta
Hadiwiyoto.2003.Proses Tradisional.Gramedia.Jakarta
Saanin, Budi. 2008. Sistematika dan Struktur Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Sutrawan.2011. Alat Pendingin mekanik. Gramedia.Jakarta
Radiansyah. 2010. Ciri-ciri Ikan Betok . IPB. Bogor.
Universitas Sriwijaya