laporan proyek fishe pengaruh hormon progesteron terhadap siklus estrus tikus ok

46
PENGARUH HORMON PROGESTERON TERHADAP SIKLUS ESTRUS TIKUS (Rattus norvegicus) Laporan Penelitian Diajukan Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan Disusun Oleh: Ana Nur Farihah 4401411070 Fadilah Nur Sugiyanto 4401411081 Umi Hanum 4401411082 Susanti Dwi Wardani 4401411104 Rombel 4 Pendidikan Biologi

Upload: umi-hanum

Post on 02-Jan-2016

334 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

PENGARUH HORMON PROGESTERON TERHADAP SIKLUS ESTRUS

TIKUS (Rattus norvegicus)

Laporan Penelitian

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan

Disusun Oleh:

Ana Nur Farihah 4401411070

Fadilah Nur Sugiyanto 4401411081

Umi Hanum 4401411082

Susanti Dwi Wardani 4401411104

Rombel 4

Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

A. Judul

PENGARUH HORMON PROGESTERON TERHADAP SIKLUS

ESTRUS TIKUS (Rattus norvegicus)

B. Latar Belakang

Rattus norvegicus merupakan tikus albino dengan mata berwarna merah

dan rambut berwarna putih yang menutupi seluruh tubuhnya. Masa hidup

tikus adalah 2-3 tahun, dan masa produktif untuk berkembangbiak sampai 1

tahun. Tikus mencapai dewasa saat berusia 2 bulan, berat badan tikus betina

dewasa berkisar antara 150-300 gram. Sedangkan tikus jantan dewasa antara

120-400 gram. Tikus tersebut dihasilkan dari perkawinan sedarah brown rat

(Sophia, 2003).

Tikus merupakan salah satu hewan yang sering mengtganggu pertanian .

Semakin banyak tikus yang berkembangbiak tidak di imbangi dengan

pengendalian tikus ini sehingga populasi tikus semakin meledak mengalami

pembengkakan. Faktor penyebab kurang berhasilnya pengendalian

perkembangan tikus belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan besar

disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan atau kurang informasi tentang pola

biologi reproduksi tikus ini.

Pengetahuan tentang siklus estrus pada tikus betina terutama lama

periode estrus dan waktu ovulasi merupakan informasi yang sangat penting

dalam menentukan tingkat keberhasilan perkawinan. Pada hewan betina,

penentuan siklus estrus dapat dilakukan melalui pengamatan tingkah laku,

namun tidak cukup dapat dipercaya dalam penentuan status reproduksi.

Adanya perbedaan kemunculan perubahan perilaku seksual pada stiap spesies

yang berbeda mengakibatkan pengamatan perubahan perilaku seksual saja

tidak cukup untuk menentukan waktu yang tepat untuk kawin. Metode lain

dalam pengamatan biologi reproduksi diantaranya dengan mempelajari

gambaran perubahan sel epitel atau sitologi vagina (Wiliams, et al., 1992;

Mohle, et al., 2002)

Pengaturan estrus dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang kemudian

mempengaruhi produksi hormon esterogen dan progesteron berdasarkan

aktivirtas ovarium. Estradiol yang diproduksi dari aktivitas gelombang

Page 3: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

volikel ovarium selama fase luteal siklus estrus. Efek esterogen pada poros

hipotalamus-hipofisa dalam ketidakhadiran progesteron meningkatkan sekresi

LH kedalam peredaran darah meyebabkan ovulasi (Gordon, 1994). Hormon

progesteron mulai meningkat setelah ovulasi dengan terbentuknya korpus

luteum dimana hal tersebut menandakan bahwa hewan berada dalam fase

luteal.

Fluktuasi hormon akan berpengaruh terhadap gambaran sel epitel vagina

pada fase luteal (pengaruh hormon progesteron), hewan yang tidak

mengalami masa estrus terdapat sel parabasal sedangkan hewan yang

memasuki fase estrus (pengaruh hormon esterogen) sel epitel berubah

menjadi sel superfisial dan kornifikasi yang menandakan hewan dalam

keadaan puncak estrus (Boume, 1990). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh hormon progesteron terhadap siklus estrus tikus dan

lama periode estrus tikus melalui pengamatan sitologi sel-sel epitel vagina.

Reproduksi pada hewan merupakan suatu kemampuan fungsi tubuh yang

harus dimiliki oleh setiap individu. Reproduksi ini sangat penting untuk

kelanjutan suatu jenis atau bangsa hewan, karena jika reproduksi tidak terjadi

maka hewan atau jenis hewan tersebut akan mengalami kepunahan.

Kemampuan ini hanya dimiliki oleh hewan-hewan yang telah mencapai

pubertas dan secara reproduktif bersifat fertil. Namun, pada tikus, tingkat

reproduksinya sangat mudah sehingga menyebabkan popuasi tikus sangat

banyak dan sulit untuk dikendalikan.

Proses dalam reproduksi melibatkan hormon-hormon reproduksi antara

lain progesteron. Progesteron berfungsi dalam persiapan endometrium untuk

implantasi dan untuk mempertahankan kebuntingan. Aktivitas progesteron

berkesinambungan dengan esterogen untuk merangsang siklus birahi (Hafez,

1993).

Tikus sangat dihindari oleh para petani dan manusia, karena tikus bersifat

sangat merugikan. Jika populasi tikus yang sangat cepat tidak di imbangi

dengan pengendalian, maka dikhawatirkan populasi tikus akan meningkat.

Agar proses estrus tikus berjalan dengan semestinya maka kita harus

mengetahui beberapa faktor penyebab proses estrus tikus, salah satunya

Page 4: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

adalah hormon progesteron. Hormon progesteron merupakan hormon yang

dapat mempengaruhi proses estrus tikus, yaitu dapat memperlama proses

estrusnya.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis merumuskan masalah yang

menarik untuk dikaji, dengan melakukan penelitian yang berjudul

PENGARUH HORMON PROGESTERON TERHADAP SIKLUS ESTRUS

TIKUS (Rattus norvegicus).

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah hormon progesteron berpengaruh terhadap siklus estrus tikus?

2. Bagaimana pengaruh hormon progesteron terhadap siklus estrus tikus?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh hormon progesteron terhadap siklus estrus

tikus.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hormon progesteron terhadap

siklus estrus tikus

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi dan

masukan terhadap disiplin ilmu dibidang Biologi khususnya Fisiologi

Hewan. Selain itu juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi

peneliti lain yang akan meneliti dengan tema yang sama.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran detail tahap siklus

estrus yang terjadi pada tikus sehingga dapat memberikan informasi kapan

sebaiknya tikus dikembangbiakkan sebagai hewan percobaan dan juga

Page 5: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

menunjang penelitian-penelitian lanjutan yang berhubungan dengan siklus

estrus tikus.

F. Landasan Teori

1. Mamalia

Mamalia adalah kelompok hewan yang menduduki tempat tertinggi

didalam sejarah perkembangan hewan serta merupakan vertebrata yang

benar-benar paling sesuai dengan kehidupan darat. Semua mamalia berambut

meskipun pada kelompok kelompok tertentu rambut-rambut itu hanya

tumbuh di bagian tubuh tertentu. Mamalia dapat mempertahankan suhu

tubuhnya relatif tetap sehingga disebut homoioterm.

Mamalia mempunyai kelenjar susu atau mamae yang menghasilkan

cairan sebagai bahan makan bagi anak-anaknya. Beraneka ragam mamalia

menempati habitat yang berbeda-beda mulai dari daerah kutub sampai ke

khatulistiwa, mulai dari laut sampai ke hutan-hutan dan padang pasir. Banyak

diantaranya yang aktif di waktu malam (nocturnal) sehingga hampir tidak

pernah terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Jenis-jenis tertentu dijadikan hewan buruan untuk diambil dagingnya

atau kulitnya yang berambut halus seperti beludru. Beberap anggota rodentia

atau karnivora dapat menimbulkan kerugian bagi manusia karena dapat

merusak tanaman atau memangsa ternak.

Karakteristik yang dimiliki mamalia yaitu mempunyai kelenjar susu,

memiliki rambut, hewan homoioterm, jantungnya memiliki 4 ruang, rongga

dada sudah terspesialisasi, eritrosit tanpa inti dan bikonkaf, mempunyai 3

tulang pendengaran, otak relatif besar, mempunyai tonjolan ganda dibelakang

tengkorak, hidung dengan lubang tunggal di tengkorak, dan berjalan tegak

(erectus).

Page 6: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

2. Ordo Rodentia

Salah satu hewan yang termasuk mamalia adalah Rodentia. Klasifikasi

tikus putih (R. norvegicus) menurut Myres & Armittage (2004) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Rodentia termasuk ke dalam kelas mamalia yang mempunyai ciri umum

antara lain :

a) Tubuh kecil

b) Tungkai-tungkai berji-jari 5 masing-masing bercakar

c) Gigi seri pada rahang atas hanya sepasang berbentuk seperti pahat

d) Tetstis abdominal

e) Plasenta discoidal

3. Morfologi Rattus norvegicus

Tikus putih (R. norvegicus) yang memiliki nama lain Norway Rat,

termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri

galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus

Page 7: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna

merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot

badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram

sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup

berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar

antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois, 2005).

Tikus dapat mendengar hingga suara ultrasonik dengan rentang

pendengaran 70 dB yaitu 250 Hz-70 kHz dan rentang yang paling sensitif

berkisar antara 8-32 kHz. Suara ultrasonik sangat penting sebagai alat

berkomunikasi antara induk dengan anaknya. Galur ini memiliki

pertumbuhan yang cepat, tempramen yang baik dan kemampuan laktasi

yang tinggi (Robinson, 1979). Tikus putih (R. norvegicus) tersebar luas di

beberapa tipe habitat, namun tikus putih lebih sering terlihat pada

beberapa tempat yang merupakan habitat alami dari tikus putih, yaitu area

pertanian, hutan alami maupun buatan, pesisir pantai dan tempat-tempat

yang lembab (Pagad, 2011).

Page 8: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

4. Siklus Estrus pada Tikus

Siklus reproduksi merupakan proses berulang yang terjadi pada

sistem reproduksi hewan betina dewasa yang memperlihatkan perubahan

organ-organ reproduksi tertentu. Organ-organ tersebut adalah organ-organ

reproduksi seperti ovarium, oviduk, uterus dan vagina. Siklus reproduksi

pada mamalia (primata) disebut dengan siklus menstruasi, sedangkan

siklus reproduksi pada non-primata (tikus) disebut siklus estus (Champbell

et al, 2004).

Siklus estrus adalah proses berulang yang menggambarkan

perubahan kadar hormon reproduksi yang disebabkan oleh aktivitas

ovarium di bawah pengaruh hormon pituitari. Perubahan kadar hormon

reproduksi selanjutnya menyebabkan perubahan struktur pada jaringan

penyusun saluran reproduksi. Siklus estrus ditandai dengan adanya birahi

pada hewan betina, sehingga akan bersifat reseptif terhadap hewan jantan

pada saat estrus. Hal tersebut dikarenakan, di dalam ovarium terjadi

pematangan sel telur dan uterus berada pada fase yang tepat untuk

implantasi. Panjang siklus estrus pada tikus adalah 4-5 hari (Marcondes et

al, 2002).

1. Fase proestrus

Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan

pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel tumbuh

dengan cepat. Proestrus berlangsung selama 12 jam. Pada fase

kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung banyak

pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami

hipertrofi. Fase proestrus adalah tingkat perkembangan folikel sampai

pertumbuhan maksimal yang dipengaruhi oleh hormon FSH dan

esterogen (Binkley, 1995). Pada fase ini kadar FSH dan esterogen

mulai meningkat, dan saluran mukosa vagina mulai mendapatkan

peningkatan aliran darah (vaskularisasi) yang lebih intensif, sehingga

sel-sel epitel saluran reproduksi mulai berproliferasi (Toelihere, 1981).

Page 9: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

2. Fase estrus

Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan

keadaaan tikus tidak tenang, keluar lendir dari dalam vulva, pada fase

ini pertumbuhan folikel meningkat dengan cepat, uterus mengalami

vaskularisasi dengan maksimal, ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-

sel epitelnya mengalami akhir perkembangan/terjadi dengan cepat.

Berlangsung selama 12 jam. Fase estrus merupakan saat terjadinya

pematangan folikel (folikel de graff) hingga menunggu ovulasi. Pada

fase ini hewan betina siap menerima hewan jantan untuk melakukan

perkawinan. Menjelang fase estrus kadar esterogen sangat tinggi,

sehingga terjadi penghambatan terhadap sekresi FSH dan merangsang

sekresi LH (Hafez, 2000). Dibawah pengaruh esterogen, FSH dan LH

folikel de Graaf mengalami ovulasi (Baker et al, 1980). Pada fase

estrus kadar esterogen tinggi dan suplai darah ke vagina bertambah,

sehingga epitel vagina mengalami kornifikasi dengan cepat dan lendir

disekresikan (Toelihere 1981).

3. Fase metestrus

Metaestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi

dengan pecahnya folikel, rongga folikel secara berangsur-ansur

mengecil dan pengeluaran lendir terhenti. Selain itu terjadi

penurunan pada ukuran dan vaskularitas. Berlangsung selama 6

jam. Fase metestrus, ditandai dengan terbentuknya korpus luteum

yaitu badan kuning yang terdiri atas sel-sel teka dan sel-sel

granulosa yang mengalami proliferasi, hipertrofi, dan diferensiasi,

karena adanya pengaruh LH. Korpus luteum berfungsi

menghasilkan hormon progesteron, yang dibutuhkan untuk

memelihara kebuntingan apabila terjadi fertilisasi (Partodihardjo,

1982). Menurut Baker et al. (1980). Pada fase metestrus, kadar

esterogen menurun dan vaskularisasi berkurang, sehingga terjadi

pelepasan sel-sel epitel vagina dan infiltrasi leukosit.

Page 10: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

4. Fase diestrus

Selanjutnya apabila tidak terjadi fertilisasi dan kebuntingan,

maka tingkatan seksual disebut fase diestrus (fase istirahat). Pada fase

ini kadar esterogen pada level rendah, mukosa vagina tipis dan

leukosit bertambah jumlahnya.

Diestrus adalah periode terakhir dari estrus, pada fase ini

corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang

dihasilkan dari progesteron (hormon yang dihasilkan dari corpus

luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus serta folikel-folikel

kecil dengan korpora lutea pada vagina lebih besar dari ovulasi

sebelumnya. Berlangsung selama 2-2.5 hari.

Siklus estrus dibedakan dalam 2 fase, yaitu fase folikular dan

fase luteal. Fase folikular adalah pembentukan folikel sampai masak,

sedangkan fase luteal adalah fase setelah ovulasi, kemudian

terbentuknya korpus luteum dan sampai mulainya siklus. Siklus estrus

terdiri dari 4 fase, yaitu prosestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.

Setiap fase dalam siklus ditentukan berdasarkan bentuk sel epitel pada

pengamatan sitologi vagina. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1

(Spornitz et al, 1999).

Page 11: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

No. Fase Sel epitel Bentuk sel Leukosit

1. Pro estrus Sel

intermediet

Bulat,

terdapat inti

dan berbentuk

oval dan

berada di

tengah sel.

Ada

2. Estrus Sel supefisial Poligonal,

pipih,

sitoplasma

luas, tidak

berinti,

pinggiran sel

melipat.

Tidak ada

3. Metestrus Sel parabasal Bulat, inti

relatif besar

dibandingkan

sitoplasma

Ada

4. Diestrus Sel parabasal Ada

(Bowen 1998; Nadjamudin et al, 2010; Nalley et al, 2011)

Page 12: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

5. Hormon Progesteron

Progesteron adalah hormon steroid yang memiliki 21 atom C

dengan struktur dasar inti pregnan (Turner dan Bagnara, 1976). Menurut

Guyton (1994) progesteron merupakan steroid hormon yang memiliki

struktur kimia yang mirip dengan kolesterol. Struktur progesteron dapat

dilihat pada Gambar 1.

Progesteron merupakan progesteron alamiah terpenting yang

disekresikan oleh sel-sel lutein korpus luteum. Sejumlah besar

progesteron telah disintesis seperti 17-α-19-nortestosteron, 17-αethynil-

19-nontestosteron, 17-α-OH-progesteron caproat dan 6-α-methyl-17α-

acetoxyprogesteron (Toelihere, 1981).

Gambar 1. Struktur Progesteron (Guyton, 1994)

Progesteron dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta. Kadar

progesteron meningkat selama kebuntingan (McDonald, 1980; Coutinho

dan Fuchs, 1974). Progesteron terdapat didalam ovarium, testis, korteks

adrenal, dan plasenta. Progesteron juga berperan sebagai zat antara dalam

biosintesis hormon-hormon steriod lain (Turner dan Bagnara, 1976).

Sekresi progesteron terutama distimulasi oleh LH (Hafez, 1993). Semakin

banyak korpus luteum yang terbentuk, maka sekresi progesteron akan

semakin meningkat.

Sebagaimana steriod-steroid lainnya, progesteron tidak disimpan

didalam tubuh. Progesteron dipakai secara cepat atau diekskrasikan,

sehingga didalam jaringan tubuh hanya terdapat dalam kadar yang rendah.

Biosintesis progesteron dimulai dengan asetat atau kholesterol dan

berakhir dengan pregnadiol glukoronida yang inaktif. Pregnadiol

glukoronida merupakan hasil degradasi progesteron yang akan

Page 13: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

disekresikan melalui urin. Hal ini terjadi di dalam hati (Turner dan

Bagnara, 1976).

Progesteron berfungsi untuk mempersiapkan endometrium pada

proses implantasi dan menjaga kebuntingan (Hafez, 1993;

Hardjopranjoto, 1995). Dalam hal tertentu aktivitas progesteron

berkesinambungan dengan esterogen yaitu untuk merangsang siklus

birahi, tapi kadar progesteron yang tinggi akan menghambat birahi.

Menurut (Hardjopranjoto, 1995) berkesinambungan tersebut artinya

progesteron akan melanjutkan proliferasi dari tenunan yang semula telah

mengalami perubahan-perubahan oleh estrogen.

Seperti halnya estradiol sekresi progesteron juga dibawah pengaruh

hormon gonadotropin. Progesteron mempunyai mekanisme umpan balik

negatif pada hipofisa. Kadar progesteron rendah akan merangsang

pelepasan LH dan LTH untuk kemudian membentuk korpus luteum

sehingga kadar progesteron meningkat. Apabila progesteron tinggi maka

akan bekerja balik terhadap hipofisa yaitu menghambat pelepasan LH dan

LTH sehingga terjadi penurunan progesteron.

Page 14: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

Gambar 2. Diagram skematik peranan hormon-hormon reproduksi primer

pada hewan betina. Garis putus-putus menunjukkan “mekanisme umpan

balik negatif” (Toelihere, 1981).

Page 15: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

G. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah eksperimen kualitatif.

b. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini adalah penelitian korelasi sebab-akibat untuk

mengetahui pengaruh keadaan pertama terhadap keadaan kedua. Pada

penelitian ini desain penelitian korelasi sebab-akibat untuk mengetahui

pengaruh hormon progesteronn terhadap siklus estrus Rattus

norvegicus.

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang bervariasi. Gejala adalah objek

penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi

(Sutrisno Hadi dalam Arikunto, 2006).

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas

Hormon Progesteron

b. Variabel terikat

Gambaran sitologi apusan vagina pada tikus putih (Rattus norvegicus).

Dalam penelitian ini juga diadakan kelompok kontrol yaitu Rattus

norvegicus yang tidak diberi hormon progesteron dan kelompok

eksperimen yaitu Rattus norvegicus yang diberi hormon progesteron.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan sebuah penelitian sangat memerlukan adanya data

untuk memperkuat hasil penelitian tersebut. Metode pengumpulan data

yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan melakukan eksperimen,

yaitu memberikan perlakuan yang bervariasi terhadap objek penelitian.

Page 16: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

4. Metode Pelaksanaan

Alat :

a. Sonde

b. Mikroskop

c. Cotton buds

d. Gelas object

e. Gelas penutup

f. Pipet

g. Kamera digital

Bahan :

a. 6 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)

b. Hormon progesteron berupa kemasan tablet pil KB Andalan dengan

kandungan Ethinylestradiol 0.03 mg dan levonogestrel 0,15 mg pada

setiap tablet warna kuning.

c. Alkohol 70%

d. NaCl Fisiologis

e. Zat warna eosin

Cara Kerja :

a. Menyiapkan tikus putih betina dewasa yang memenuhi kriteria

sebanyak 6 ekor.

b. Mengelompokkan tikus (kelompok kontrol dan kelompok perlakuan,

membuat larutan hormon progesteron dari pil KB, dimana dosis yang

digunakan adalah P1 dosis utama dan P2 2 x dosis utama).

Perhitungan Dosis:

Berat 1 tablet obat adalah 0,08 gram. Faktor konversi manusia (dengan berat badan ± 70 kg) ke tikus (dengan berat badan ±200 gr) adalah 0,018 sehingga dosis yang diberikan pada tiap tikus adalah 80 mg x 0,018 = 1,44 mg/tikus/hari. Dosis untuk tikus per hari adalah 2 ml per oral, sehingga 1,44 mg dilarutkan dalam 2 ml aquadest.

Page 17: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

c. Memberikan perlakuan dengan cara memberikan larutan hormon

progesteron pada masing-masing kelompok perlakuan secara berulang

dengan dosis yang telah ditentukkan.

d. Mengambil sampel sitologi setiap hari sesuai dengan masa estrusnya

selama 7 hari. Sampel diperoleh dengan mengambil jaringan epitel

vagina tikus menggunakan apusan vagina.

e. Cara pengambilan sitologi yang pertama adalah hewan dipegang

dengan tangan kiri dengan posisi telentang, cotton bud di basahi

dengan NaCl fisiologis kemudian dimasukkan ke dalam vagina

sedalam 0,5 cm kemudian dikorek perlahan dengan hati-hati,

kemudian ditutup dengan kaca penutup, setelah itu amati di bawah

mikroskop dan mendeskripsikan sel-sel yang terdapat dalam apusan,

menentukan fase siklus estrus.

Page 18: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

5. Alur Penelitian

6. Metode Analisis Data

Pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan suatu

cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca

(readable) dan dapat ditafsirkan (interpretable), (Azwar, 2001).

Kelompok kontrolKe

Kelompokkontrol

Kelompok 1(2 ekor)Larutan Hormon

progesterondosis utama

Kelompok 2(2 ekor)Larutan Hormon

Progesteron2 x dosis utama

Pemeriksaan apus vagina

Pemberian treatmen secara rutin setiap hari selama 7

hari

Kegiatan berulang, dilakukan selama 7 hari

Kelompokkontrol

6 ekor tikus putih

2 ekor tikus putih 4 ekor tikus putih

Pemeriksaan apus vaginaSebelum diberikan

treatmen

Tidak diberikan treatment

Page 19: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

Dalam penelitian ini data yang diperoleh peneliti akan diolah secara

deskriptif melalui hasil apusan vagina karena yang diperoleh adalah data

tentang pengaruh hormon progesteron terhadap siklus estrus tikus betina

dengan metode apus vagina.

7. Jadwal Penelitian

N

OKegiatan

Waktu (Hari ke-)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

1

5

1

6

1

7

1

8

1

9

2

0

2

1

1 Penyusunan Proposal

2 Konsultasi penyusunan proposal

3 Revisi Proposal penelitian

4 Pelaksanaan penelitian

5 Pengumpulan dan pengolahan

data

6 Penyusunan laporan hasil

penelitian

7 Presentasi hasil penelitian

Page 20: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

H. DATA HASIL PENGAMATAN

Terlampir (Lampiran 1)

I. ANALISA DATA

Pada kandang 1 yaitu dengan kadar hormon progesteron 0 atau

kandang yang digunakan sebagai kontrol, tikus yang ditandai kepalanya

mengalami masa estrus 72,5 jam, setelah itu siklus balik ke ke proestrus 22

jam, kemudian metestrus selama 25 jam, kemudian berlanjut ke fase

diestrus selama 24,5 jam. Sedangkan untuk tikus polos mengalami fase

estrus pada awal pemeriksaan selama 60,5 jam, fase metestrus selama 22

jam, kemudian siklus ke diestrus selama 49,5 jam, kemudian fase

proestrus 12,5 jam. Seharusnya tikus kontrol mengalami siklus estrus yang

normal, yaitu proestrus selama 12 jam, estrus 12 jam, metestrus 6 jam, dan

diestrus 60 jam.

Pada kandang 2, yaitu perlakuan P1 dengan kadar hormon

progesteron 1,44mg/2ml, tikus yang ditandai ekornya pada awal

pemeriksaan mengalami masa proestrus 12 jam, estrus yang lebih lama

yaitu selama 94,5 jam, masa metestrus 19 jam, dan diestrus pada hari ke 7

selama 18,5 jam. Sedangkan pada tikus yang polos mengalami masa

estrusnya 42,5 jam, karena awalnya tikus sudah dalam keadaan estrus,

masa metestrusnya 44,5 jam, dan diestrusnya 37 jam, dan fase proestrus 20

jam.

Pada kandang 3, yaitu perlakuan P2 dengan kadar hormon Progesteron

2,88/2ml, tikus yang ditandai kaki depannya awalnya tikus sudah dalam

keadaan estrus selama 96,5 jam, fase metestrus berlangsung selama 47,5

jam, pada tikus ini tidak terlihat oleh pengamatan yaitu fase diestrus dan

proestrusnya. Sedangkan pada tikus yang ekor, awalnya juga didapatkan

fase estrus selama 15 jam, kemudian fase metestrusnya berlangsung

selama 25 jam, setelah itu siklus diestrus selama 92 jam dan proestrus 12

jam.

Page 21: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

J. PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini kami melakukan percobaan selama 7 hari,

dengan tujuan mengetahui 1 siklus yang terjadi pada tikus. Berdasarkan

data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa panjang fase siklus estrus

bervariasi sesuai dengan kadar hormon progesteron yang diberikan. Pada

kadar hormon progesteron sebanyak 2,44 mg/2ml. Hal ini terlihat jelas

karena fase estrus tikus mengalami pemanjangan waktu yang signifikan

yaitu 96,5 jam.

Hal ini terjadi karena progesteron menghambat siklus estrus tikus,

karena pada fase proestrus, estrus, dan metestrus mengalami perpanjangan

waktu, sedangkan diestrus mengalami pemendekan waktu. Hormon

esterogen dan progesteron yang di tambahkan melalui perlakuan yang di

berikan kepada tikus menyebabkan kadar hormon progesteron dan

esterogen di dalam tubuh tikus meningkat, sehingga memberikan umpan

balik negatif terhadap hipotalamus untuk tidak mengeluarkan hormon ini

lagi, sehingga siklus tdak akan berjalan/lambat berjalan karena tubuh tikus

telah mengira bahwa hormon tersebut telah dikeluarkan.

Grafik Siklus Estrus Tikus

Page 22: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok
Page 23: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

Dari hasil analisis grafik diatas tampaknya pemanjangan yang

terjadi pada fase siklus ini cenderung dipertahankan bahkan terjadi

peningkatan untuk fase yang berbeda. Kecenderungan pemanjangan ini

terjadi pada ketika siklus estrus yaitu fase proestrus, estrus, dan metestus,

serta terjadinya pengurangan pada lama fase siklus diestrus.

Pertambahan lama fase siklus estrus ini disebabkan oleh masuknya

komponen ethinylestradiol 0,03 mg dan levonorgestrel 0,15 mg yang

terkandung pada pil KB yang digunakan sebagai perlakuan. Komponen ini

bersifat esterogenik terhadap reseptor epitel vagina dapat dilihat dari

aktivitas mitogenik yang berupa proliferasi maupun diferensiasi sel epitel

vagina. Sifat esterogenik steroid ini menyebabkan kadar esterogen dalam

darah menjadi meningkat. Tingginya kadar esterogen dalam darah dapat

menghambat hipofisis dalam mensekresi hormon gonadotropin (FSH)

melalui umpan balik negatif. Menurunnya kadar FSH, mengakibatkan

terhambatnya perkembangan folikel. Dalam hal ini tampaknya pengaruh

pemberian progesteron terhadap siklus estrus tikus berlangsung melalui

pros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang mengakibatkan gangguan pada

mekanisme pengendalian poros tersebut. Mekanisme ini ditandai dengan

penyimpangan lama siklus estrus berupa pertambahan panjang fase

folikuler (proestrus dan estrus) akibat hambatan terhadap sekresi FSH,

tetapi justru pemendekan lama fase luteal (diestrus) kelompok tikus

Page 24: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

perlakuan sebagai akibat rendahnya sekresi LH. Aktivitas ini

menyebabkan lama siklus estrus tikus perlakuan menjadi lebih panjang

dibandingkan dengan tikus kontrol. Namun tikus kontrol pada saat

penelitian tidak menunjukkan hasil siklus estrus yang normal, hal ini

mungkin disebabkan karena tikus tersebut mengalami stress, yang bisa

diakibatkan oleh situasi kandang yang kurang nyaman bagi tikus.

Seharusnya, siklus estrus normalnya selama 3-5 hari,yaitu fase proestrus

12 jam, estrus 12 jam, metestrus 6 jam, dan diestrus 2-2,5 hari (Delman

dan Brown, 1976).

Nalbandov (1990), menyatakan bahwa panjang pendek satu siklus

estrus dikendalikan oleh sistem hormonal reproduksi melalui poros

hipotalamus-hipofisis-ovarium. Jika terjadi penyimpangan pada lama

siklus estrus, hal itu menunjukan telah terjadi gangguan pada mekanisme

pengendalian tersebut. Hal yang sama dikemukakan oleh Ganong (2003)

bahwa penyimpangan lama siklus estrus disebabkan karena penyimpangan

pada mekanisme pengendalian poros hipotalamus-hipofisis-organ target

repoduksi melalui feed back (umpan balik) negatif.

Pada penelitian ini pemberian progesteron secara oral selama 7 hari

telah merubah lama fase siklus estrus tikus. Pemanjangan siklus ini

kemungkinan disebabkan terjadinya hambatan proses perkembangan sel

folikel dalam ovarium. Folikel telur dalam ovarium nasibnya tergantung

pada hormon gonadotropin (FSH dan LH). LH mendorong perkembangan

akhir masaknya sel folikel dan mendorong perkembangan korpus luteum

yang mensekresikan progesteron. Perubahan sekresi gonadotropin yang

membawa dampak pada siklus ovarium diperlihatkan dengan terjadinya

pemanjangan setiap fase estrus (proestrus, estrus, metestrus dan diestrus)

tikus perlakuan. Pemanjangan lama siklus etrus ini disebabkan karena

mekanisme kerja steroid yang terkandung dalam pil KB yakni

ethinylestradiol 0,03 mg dan levonorgestrel 0,15 mg yang menyebabkan

terhambatnya fase folikuler. Terhambatnya fase folikuler ini ditandai

dengan memenjangnya fase proestrus dan estrus. Selain itu juga

menghambat fase luteal ovarium sehingga mengacaukan luteolisis

Page 25: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

ovarium yang ditandai dengan memendeknya fase diestrus. Hal ini berarti

siklus yang satu menjadi indikasi siklus yang lain, sehingga jika terjadi

perubahan pada satu siklus (yakni siklus ovarium), maka akan tergambar

pada siklus yang lain (siklus vagina).

Tabel 2. Ciri Histologis Apusan Vagina, Tampakan Uterus dan

Vagina dan Rentang Waktu untuk Setiap Tahap Utama Siklus Estrus Tikus

Tahap

Siklus

Ciri

Apusan

Vagina

Gambaran

Ovarium dan

Oviduktus

Uterus Vagina Lama

Tahap

Siklus

Proestrus Epitel

berinti,

epitel

menanduk,

leukosit

Folikel besar

(380µm)

dengan cairan

folikel,

mitosis mulai

aktif

Aliran

darah

meningkat,

(hipermia)

dan

hidrasi,

mitosis,

sedikit

leukosit,

kelenjar

mulai

tampak

Proliferasi/mitosis,

leukosit jarang,

vulva terbuka,

berat vagina

maksimal

12

jam

Estrus Epitel

menanduk

lebih

banyak

dari epitel

berinti

Ukuran

folikel

maksimal

(550µm),

ovulasi,

oviduktus

membengkak,

epitel

germinal dan

sel folikel

bermitosis,

Tidak ada

leukosit,

mitosis

dan hidrasi

maksimal,

kelenjar

mulai aktif

Lapisan epitel

berinti bagian luar

digantikan oleh

epitel menanduk,

vulva terbuka

12

jam

Page 26: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

progesteron

maksimal

Metesrus Epitel

berinti dan

menanduk,

leukosit

mulai

tampak

Korpus

luteum

terbentuk,

ovum berada

di oviduktus,

dan

mendekati

uterus,

beberapa

folikel

mengalami

atresia

Hidrasi

dan

distensi

menurun,

leukosit

aktif,

mitosis

jarang,

degenerasi

epitel, dan

dinding

uterus,

kelenjar

kurang

aktif

Leukosit dan

lapisan epitel

berinti mulai

tampak

6 jam

Diestrus Epitel

menanduk

dan berinti

serta

mukus

Folikel mulai

tumbuh cepat

untuk ovulasi

berikutnya

Sekresi

mukus,

kelenjar

dan

dinding

uterus

kolaps,

leukosit

banyak,

regenerasi

Leukosit dan sel

epitel, proliferasi

aktif, berat vagina

minimal

2-2,5

hari

Pil KB oral kombinasi memiliki beberapa aksi, tetapi pengaruh yang

paling penting adalah untuk mencegah ovulasi dengan menekan

hypothalamic gonadotropin-releasing factors. Hal ini mencegah sekresi

pituitari dari follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone

Page 27: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

(LH). Progestin mencegah ovulasi dengan menekan LH dan juga membuat

lendir cervix menebal, sehingga memperlambat perjalanan sperma. Selain

itu, obat ini juga membuat endometrium kurang baik untuk implantasi.

Estrogen mencegah ovulasi dengan menekan pelepasan FSH. Hal ini juga

menstabilkan endometrium, yang mencegah pendarahan intermenstrual-

juga dikenal sebagai pendarahan terobosan (breakthrough/flek).

Efeknya sangat efektif menekan ovulasi, inhibisi migrasi sperma

melalui lendir serviks, dan menciptakan endometrium yang kurang baik

untuk implantasi. Dengan demikian, obat ini hampir mutlak memberikan

perlindungan terhadap konsepsi.

Pil KB kombinasi (Combined Oral Contraceptives = COC)

Mengandung 2 jenis hormon wanita yaitu estrogen dan progesteron.

Mekanisme kerjanya untuk mencegah kehamilan adalah sebagai berikut:

1. Mencegah pematangan dan pelepasan sel telur

2. Mengentalkan lendir leher rahim, sehingga menghalangi penetrasi

sperma

3. Membuat dinding rongga rahim tidak siap untuk menerima dan

menghidupi hasil pembuahan

Pil KB progesteron (Mini pill = Progesterone Only Pill = POP) hanya

berisi progesteron, bekerja dengan mengentalkan cairan leher rahim dan

membuat kondisi rahim tidak menguntungkan bagi hasil pembuahan.

Cara pil kontrasepsi bekerja merupakan ide ilmiah yang cemerlang.

Hormon membuat tubuh “menyangka” bahwa telah terjadi kehamilan, jadi

pembuahan tidak terjadi. 

Pil kontrasepsi bekerja di dua tempat, di otak dan sekeliling rahim,

tuba falopi dan uterus.  Kontrasepsi hormon menghambat dua hormon

kunci penyebab terjadinya pembuahan.

Pil kontrasepsi akan mencegah lepasnya Follicle Stimulating Hormone

(FSH).  Hormon ini berperan dalam pematangan sel telur. Ditambah lagi,

pil mencegah lepasnya Luteinizing Hormone (LH), zat yang normalnya

menyebabkan pembuahan di tengah masa siklus.

Page 28: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

Produksi natural dari kedua hormon tersebut dimulai ketika tingkat

progesteron dan estrogen sedang rendah. Tetapi berhubung kedua zat

tersebut ada dalam pil kontrasepsi, siklus produksi FSH/LH tidak dapat

dimulai. Progestin menghambat matangnya telur dalam rahim, jadi

pembuahan tidak akan terjadi. Disamping itu, lendir di leher uterus

(cervix) menjadi tebal, sehingga sperma tidak bisa menembusnya.

K. KESIMPULAN

Dari tinjauan teoritis dan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan

bahwa pemberian hormon progesteron berpengaruh signifikan dalam

memperpanjang lama siklus estrus tikus, selain itu juga berpengaruh

signifikan terhadap rataan ketiga fasenya yaitu fase proestrus, estrus,

metestrus bertambah panjang, namun memperpendek fase diestrusnya.

Page 29: Laporan Proyek Fishe Pengaruh Hormon Progesteron Terhadap Siklus Estrus Tikus Ok

DAFTAR PUSTAKA

Abiodun, A.A, dkk.2012.”Changes in oestrous cycle of adult female wistar rats treated with artemether”. Journal of Neuroscience and Behavioural Health. 4(3), 15-19

Andria, Yulianti.2012.Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) (L) Urban) Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Kadar Hormon Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina.Tesis pada Program Studi ilmu Biomedik

Fitrianti, Fitra.2001.Hubungan Kadar Estradiol dan Progesteron dengan Panjang Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus sp) yang Disupervulasi.Skripsi Sarjana Kedokteran pada FKH IPB.Bogor

Hernawati.2001.Pengaruh Superovulasi pada Laju Ovulasi, Sekresi Estradiol dan Preogesteron, serta Pertumbuhan dan Perkembangan Uterus dan Kelenjar Susu Tikus Putih (Rattus sp) Selama Siklus Estrus. Tesis Magister Sains pada Program Pascasarjana IPB. Bogor

Mustapha, A.R.2011.”Effects of ethanolic of Rhynchosia sublobata (Schumach) Meikle on estrous cycle in Wistar rats”.Int Journal Medical.Arom.Plants.1, 2 : 122-127

Musahlah, Tasyrifah. 2010. Efek Pemberian Ekstrak Daun Maja (Aegle marmelos Corr.) terhadap Fertilitas Tikus Betina. Tesis Magister Sains pada Program Studi Biologi IPB Bogor.

Najamudin, dkk.2010. Penentuan Siklus Estrus pada Kancil (Tragulus javanicus) Berdasarkan Perubahan Sitologi Vagina.Jurnal Veteriner. 11, 2 : 81-86

Prayoga, Putri KG.2012.Profil Hormon Ovari Sepanjang Siklus Estrus Tikus (Rattus norvegicus) Betina Menggunakan Fourrier Transform Infrared (FTIR). Skrispsi Sarjana Sains pada FMIPA UI.Depok: Departemen Biologi

Sjahfirdi, dkk. 2011.”Estrus Period Determination of Female Rats (Rattus norvegicus) by Fourier Transform Infrared (FTIR) through Identification of Reproductive Hormones Metabolites in Urine Samples”.International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS.11, 03

Suswanto. 2001. Pengaruh Superovulasi pada Bobot Uterus dan Hubungannya dengan Kadar Progesteron dan Estradiol Selama Siklus Estrus pada Tikus Putih (Rattus sp).Skripsi Sarjana Kedokteran pada FKH IPB.Bogor

Zulfiati, Eva. 2003. Gambaran Sitologi Ulas Vagina Mencit (Mus musculus albinus) Selama Siklus Estrus dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi Leukosit. Skripsi Sarjana Kedokteran Hewan pada FKH IPB Bogor.