laporan praktikum semester 2
TRANSCRIPT
PRAKTIKUM 1
1. JUDUL :
”Pembiasan Cahaya”
2. TUJUAN:
a. Menyelidiki sifat pembiasan cahaya
b. Menyelidiki hubungan antara sudut datang dengan sudut bias
3. ALAT DAN BAHAN:
a. Balok kaca
b. Jarum pentul enam buah
c. Kertas HVS / kertas grafik 4 lembar
d. Busur derat
e. Mistar
f. Papan lunak / kertas kardus
g. Daftar sinus / kalkulator
4. LANDASAN TEORI:
Pembiasan cahaya pada antarmuka
antara dua medium dengan indeks bias
berbeda, dengan n2 > n1. Karena
kecepatan cahaya lebih rendah di
medium kedua (v2 < v1), sudut bias θ2
lebih kecil dari sudut datang θ1; dengan
kata lain, berkas di medium berindeks
lebih tinggi lebih dekat ke garis normal.
Hukum Snellius adalah rumus
matematika yang memberikan
hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang
lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara
dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda Willebrord
Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal
sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.
Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan sudut
bias adalah konstan, yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang
ekivalen adalah nisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan nisbah
kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan nisbah
indeks bias.
Perumusan matematis hukum Snellius adalah
5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:
a. Persiapan
1. Merangkai alat
2. Tentukan variabel
3. Buatkan tabel data
b. Pelaksanaan
1. Letakkan kertas HVS dipapan dan buatlah sumbu X dan Y
2. Letakkan balok kaca dengan satu sisinya berhimpit dengan sumbu X
3. Tancapkan jarum pentul P1 dan P2 seperti gambar
4. Lihat dari arah E melalui balok sehingga jarum P1 dan P2 terlihat satu
garis
5. Tancapkan jarum pentul P3 dan P4 sehingga jarum P1, P2, P3 dan P4
kelihatan segaris
6. Ambil balok kaca, lalu tarik garis P2 dan P3
7. Ukur besar sudut datang i dan sudut bias r
8. Ulangi langkah 1 sampai 7 untuk garis dengan sudut yang berbeda
c. Hasil Percobaan
Sinar Sudut Datang (i) Sudut Bias (r) Sin i Sin r Sin i / Sin r
1 30° 20° 0,5 0,34 0,5 / 0,34 = 1,47
2 45° 27° 0,7 0,45 0,7 / 0,45 = 1,56
3 60° 35° 0,87 0.57 0,87 / 0,57 = 1,53
6. ANALISA DATA ( JAWABAN DAN PERTANYAAN )
1. Hitung harga indeks bias kaca dari setiap hasil percobaan
Jawab:
a. Sinar 1
Diket: Sin i = 30° = 0,5
Sin r = 20° = 0,34
n (udara) = 1
Penyelesaian:
Sin i / Sin r = n / n (udara)
Sin 30° / 20° = n / 1
n = Sin 30° / 20° = 0,5 / 0,34 = 1,47
b. Sinar 2
Diket: Sin i = 45° = 0,7
Sin r = 27° = 0,45
n (udara) = 1
Penyelesaian:
Sin i / Sin r = n / n (udara)
Sin 45° / 27° = n / 1
n = Sin 45° / 27° = 0,7 / 0,45 = 1,56
c. Sinar 3
Diket: Sin i = 60° = 0,87
Sin r = 35° = 0,57
n (udara) = 1
Penyelesaian:
Sin i / Sin r = n / n (udara)
Sin 60° / 35° = n / 1
n = Sin 60° / 35° = 0,87 / 0,57 = 1,53
2. Hitung harga rata-rata hasil bagi Sin i dengan Sin r
Jawab:
∆n = ∑n / 3
= (1,47 + 1,56 + 1,53) / 3
= 4,56 / 3 = 1,52
3. Buat kesimpulan mengenai Hukum Snellius tentang pembiasan
Jawab:
Nama hukum Snellius diambil dari matematikawan Belanda Willebrord
Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal
sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.
Hukum Snellius I
Adapun bunyi Hukum Snellius I adalah :
“Jika suatu cahaya melalui perbatasan dua jenis zat cair, maka garis
semula tersebut adalah garis sesudah sinar itu membias dan garis normal
dititik biasnya, ketiga garis tersebut terletak dalam satu bidang datar.”
Hukum Snellius II
Adapun bunyi Hukum Snellius II adalah :
“Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias selalu konstan.
Nilai konstanta dinamakan indeks bias(n).”
4. Buat kesimpulan tentang hubungan sudut datang dengan sudut pantul
dalam persamaan matematika
Jawab:
Hukum Pemantulan:
1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik
dan terletak pada satu bidang datar.
2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r).
Secara matematis ditulis bahwa:
Өi = Өr
5. Hitung besar pergeseran sinar dari setiap hasil percobaan
Jawab:
a. Sinar 1
t = d sin (i-r) / cos r
= 6 sin (30° - 20°) / cos 20°
= 6 sin 10° / cos 20°
= 6 . 0,17 / 0,9
= 1,13 cm
b. Sinar 2
t = d sin (i-r) / cos r
= 6 sin (45° - 27°) / cos 27°
= 6 sin 18° / cos 27°
= 6 . 0,31 / 0,89
= 2 cm
c. Sinar 3
t = d sin (i-r) / cos r
= 6 sin (60° - 35°) / cos 35°
= 6 sin 25° / cos 35°
= 6 . 0,42 / 0,82
= 3 cm
PRAKTIKUM 2
1. JUDUL :
”Deviasi Cahaya 1”
2. TUJUAN:
”Menentukan sudut deviasi cahaya oleh prisma”
3. ALAT DAN BAHAN:
a. Prisma
b. Jarum pentul enam buah
c. Kertas HVS / kertas grafik 4 lembar
d. Busur derat
e. Mistar
f. Papan lunak / kertas kardus
g. Daftar sinus / kalkulator
4. LANDASAN TEORI:
Prismaadalah benda bening (transparan) yang terbuat dari bahan gelas yang
dibatasi oleh dua bidang permukaanyang membentuk sudut tertentu.
Kita dapatkan persamaan sudut puncak prisma,
β = sudut puncak atau sudut pembias prisma
r1 = sudut bias saat berkas sinar memasuki bidang batas udara-prisma
i2 = sudut datang saat berkas sinar memasuki bidang batas prisma-udara
secara otomatis persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari besarnya i2
bila besar sudut pembias prisma diketahui....
Persamaan sudut deviasi prisma :
Keterangan :
D = sudut deviasi
i1 = sudut datang pada bidang batas pertama
r2 = sudut bias pada bidang batas kedua berkas sinar keluar dari prisma
β = sudut puncak atau sudut pembias prisma
Hasilnya disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara sudut deviasi (D) dan
sudut datang pertama i1 :
Dalam grafik terlihat devisiasi
minimum terjadi saat i1 = r2
5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:
1. Susunlah alat seperti gambar
2 Tentukan arah sinar datang dengan memasang dua jarum.
3. Tentukan arah sinar keluar dari prisma dengan cara mengamati dari sisi
prisma yang lain dan menancapkan dua jarum. Atur agar bila dilihat
melalui kaca keempat jarum segaris.
4. Buatlah arah-arah sinar yang terbentuk pada pembiasan tersebut.
5. Ukur besar sudut datang dan sudut bias pada tiap bidang batas.
6. HASIL PENGAMATAN:
Nomor Sudut datang (α1) Sudut bias (α2) Sudut deviasi (D)
1 45° 45° 30°
2 60° 60° 60°
3 90° 90° 120°
7. Kesimpulan:
a. Sebutkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besar sudut deviasi,
jelaskan?
Penyelesaian:
D = i1 + r2 - β
Keterangan :
D = sudut deviasi.
i1 = sudut datang pada prisma.
r2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma.
β = sudut pembias prisma.
Jadi yang mempengaruhi besarnya sudut deviasi adalah:
1. Sudut datang pada prisma. Semakin besar sudut datang pada
prisma maka semakin besar sudut deviasinya.
2. Sudut bias. Semakin besar sudut bias pada prisma maka semakin
besar sudut deviasi
3. Sudut pembias prisma. Semakin besar sudut pembias pada prisma
maka semakin besar sudut deviasi
Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan
semakin kecil.
b. Kapan tercapai D minimum dan tentukan D minimum dari data tersebut.
Penyelesaian:
Deviasi terkecil atau deviasi minimum (Dm) terjadi pada saat sinar masuk
simetris dengan sinar yang keluar dari prisma atau sinar yang di dalam prisma
membagi prisma menjadi segitiga sama kaki sehingga sudut datang Ө1 sama
dengan sudut bias terakhir Ө4. dengan demikian, syarat agar terjadi deviasi
minimum adalah:
Ө1 = Ө4 atau Ө2 = Ө3
Dengan demikian Persamaan dapat ditulis kembali sebagai berikut:
Dm = 2 Ө1 - β
Menentukan D minimum berdasarkan data diatas:
1. Dm = 2 Ө1 – β
= 2. (45°) - 60°
= 30°
2. Dm = 2 Ө1 – β
= 2. (60°) - 60°
= 60°
3. Dm = 2 Ө1 – β
= 2. (90°) - 60°
= 120°
8. TINDAK LANJUT:
Prisma biasanya dipakai pada alat teleskop, apakah fungsi prisma pada alat
tersebut? Jelaskan.
Penyelesaian:
Penggunaan lensa pembalik untuk menghasilkan bayangan akhir yang tegak
mengakibatkan teropong bumi menjadi relatif panjang. Untuk menghindarinya
maka lensa pembalik diganti dengan penggunaan dua prisma siku-siku sama
kaki yang disisipkan di antara lensa objektif dan lensa okuler. Prisma-prisma
tersebut digunakan untuk membalikkan bayangan dengan pemantulan
sempurna.
PRAKTIKUM 3
1. JUDUL :
”Hukum ohm”
2. TUJUAN:
”Menghitung hambatan listrik”
3. ALAT DAN BAHAN:
a. Ampere meter
b. Volt meter
c. Lampu
d. Catu daya
e. Kabel
4. LANDASAN TEORI:
Ampere meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur kuat
arus listrik. Pada saat digunakan Ampere meter dipasang secara seri terhadap
hambata. Volt meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur
tegangan listrik. Pada saat digunakan Volt meter dipasangkan secara paralel
terhadap hambatan.
Dengan diketahui besarnya kuat arus dan tegangan listrik maka dapat
dihitung nilai hambatan listrik dari komponen pasif. Hambatan sebuah
komponen listrik dapat dihitung dengan persamaan R = V / I
5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:
Volt meter dan ohm meter
1. Rangkailah alat seperti gambar
1 = Lampu
2 = Ampere meter
3 = Volt meter / ohm meter
4 = Catu daya
2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu
3. Baca skala pada Volt meter
4. Baca skala pada Ampere meter
5. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda
6. DATA PERCOBAAN:
Data
Nomor V (sumber) Kuat Arus listrik (A) Tegangan listrik
(Volt)
1 3 V 0,24 A 2,3 Volt
2 6 V 0,35 A 4,5 Volt
3 9 V 0,47 A 8,2 Volt
7. Kesimpulan:
Dari percobaan pertama tegangan sumber 3 V, jarum pada voltmeter
menunjukkan tegangan sebesar 2,3 Volt, sedangkan kuat arus sebesar 0,24
Ampere.
Percobaan kedua tegangan sumber 6 V, jarum pada voltmeter
menunjukkan tengangan sebesar 4,5 Volt, sedangkan kuat arus sebesar
0,35 Ampere.
Pada percobaan ketiga tegangan sumber 9 V, jarum pada voltmeter
menunjukkan tegangan sebesar 8,2 Volt sedangkan kuat arus sebesar 0,47
Ampere.
Jadi dapat disimpulkan semakin besar sumber tegangan maka
semakin kuat arus yang dihasilkan dan semakin terang nyala lampunya.
PRAKTIKUM 4
1. JUDUL :
”Alat Ukur Listrik”
2. TUJUAN:
”Mempelajari cara pemakaian multi meter untuk mengukur kuat arus listrik,
dan tegangan listrik”
3. ALAT DAN BAHAN:
a. Ampere meter
b. Volt meter
c. Lampu
d. Catu daya
e. Kabel
4. LANDASAN TEORI:
Ampere meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur kuat
arus listrik. Pada saat digunakan Ampere meter dipasang secara seri terhadap
hambata. Volt meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur
tegangan listrik. Pada saat digunakan Volt meter dipasangkan secara paralel
terhadap hambatan.
Dengan diketahui besarnya kuat arus dan tegangan listrik maka dapat
dihitung nilai hambatan listrik dari komponen pasif. Hambatan sebuah
komponen listrik dapat dihitung dengan persamaan R = V / I
5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:
a. Amper meter:
1. Rangkailah alat seperti gambar
1 = Amper meter
2 = Catu daya
2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu
3. Baca skala pada Volt meter
4. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda
b. Volt meter dan ohm meter:
1. Rangkailah alat seperti gambar
1 = Volt meter / ohm meter
2 = Catu daya
2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu
3. Baca skala pada Volt meter
4. Matikan catu daya dan bacalah skala pada ohm meter
5. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda
5. DATA PERCOBAAN:
Data 1
Nomor V (sumber) Kuat Arus listrik (A)
1 3 V 0,24 A
2 6 V 0,35 A
3 9 V 0,47 A
Data 2
Nomor V (sumber) Tegangan (Volt)
1 3 V 2,3 Volt
2 6 V 4,5 Volt
3 9 V 8,2 Volt
6. ANALISA DATA ( JAWABAN DAN PERTANYAAN )
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara membaca skala pada ohm meter, Volt meter, dan Amper
meter. Jelaskan.
a. Ohm meter
Ohmmeter adalah alat ukur hambatan listrik. Satuan hambatan listrik
dalam satuan SI adalah ohm atau diberi simbol Ω. Pada pengukuran suatu
hambatan listrik dilakukan dengan menghubungkan sebuah sumber tegangan
yang sudah diketahui tegangannya secara seri dengan sebuah amperemeter dan
hambatan yang akan diukur, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.20.
Pengukuran hambatan listrik dengan
menggunakan sebuah amperemeter. Hasil
nilai ukur hambatan dapat dihitung dan nilai
tegangan sumber ε dan arus yang terbaca
pada amperemeter, hasil alat ukur ini
dikalibrasi sehingga pembacaannya
menunjukkan hasil dalam ohm meskipun sesungguhnya
yang diukur adalah arus. Suatu metode pengukuran
suatu hambatan listrik yang sangat teliti telah ditemukan
oleh seorang fisikawan Inggris Charles Wheatstone pada
tahun 1843. Metode ini menggunakan suatu rangkaian
yang disebut sebagai metode Jembatan Wheatstone,
seperti ditunjukkan pada Gambar 5.21.
Rangkaian pada Gambar 5.21 menunjukkan rangkaian jembatan
Wheatstone yang terdiri atas hambatan R1, R2 dan RS yang diketahui nilai
hambatannya dan hambatan yang akan diukur RX, sebuah galvanometer G dan
sumber tegangan. Pada pengukuran ini R1 dan R2 dibuat tetap, sedang
hambatan RS dapat divariasi nilai hambatannya. Pada saat pengukuran, nilai RS
diatur sedemikian sehingga galvanometer menunjukkan angka nol. Pada
kondisi arus galvanometer menunjuk nol disebut jembatan dalam keadaan
seimbang atau potensial di titik P sama dengan potensial di titik Q sehingga
diperoleh:
I1.R1 = I2.RS dan I1 R2 = I2.Rx
atau: Rx = (R2/R1) Rs
b. Voltmeter
Voltmeter adalah alat ukur tegangan listrik. Voltmeter sering dicirikan
dengan simbol V pada setiap rangkaian listrik. Voltmeter harus dipasang
paralel dengan ujung-ujung hambatan yang akan diukur beda potensialnya.
Penggunaan voltmeter untuk mengukur beda potensial listrik ditunjukkan pada
Gambar 5.18. Satuan beda potensial listrik dalam satuan SI adalah volt atau
diberi simbol V. Voltmeter sendiri mempunyai hambatan sehingga dengan
disisipkannya voltmeter tersebut menyebabkan arus listrik yang melewati
hambatan R sedikit berkurang. Idealnya, suatu voltmeter harus memiliki
hambatan yang sangat besar agar berkurangnya arus listrik yang melewati
hambatan R juga sangat kecil. Komponen dasar suatu voltmeter adalah
galvanometer. Galvanometer mempunyai hambatan yang sering disebut
sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg. Susunan suatu voltmeter dengan
menggunakan galvanometer ditunjukkan pada Gambar 5.19.
Gambar 5.19. Susunan suatu voltmeter dengan menggunakan galvanometer G
dengan hambatan dalam Rg dan suatu hambatan RS
Voltmeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam
kenyataannya sering kita harus mengukur tegangan listrik yang nilai
tegangannya jauh lebih besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu
voltmeter dengan menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur
tegangan yang lebih besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu
hambatan seri RS terhadap galvanometer (sebagai voltmeter) ditunjukkan pada
Gambar 5.17. Jika tegangan yang akan diukur V = n Vg maka arus yang
melalui hambatan pada galvanometer adalah Ig yang sama. Besar hambatan RS
yang harus dipasang adalah : n Vg= VS + Vg, karena arus sama besar maka:
n Rg = RS + Rg atau RS = (n – 1) Rg …. (5.16)
dengan RS = hambatan seri dan Rg hambatan dalam galvanometer (voltmeter).
Alat ukur listrik Voltmeter
Keterangan:
Batas ukur maks = 10V Hasil ukur = (40/50) x 10V = 8V
c. Amperemeter
Amperemeter adalah alat ukur arus listrik. Amperemeter sering dicirikan
dengan simbol A pada setiap rangkaian listrik. Satuan arus listrik dalam satuan
SI adalah ampere atau diberi simbol A. Amperemeter harus dipasang seri
dalam suatu rangkaian, arus listrik yang melewati hambatan R adalah sama
dengan arus listrik yang melewati amperemeter tersebut. Pada gambar 5.16
amperemeter juga mempunyai hambatan sehingga dengan disisipkannya
ampere-meter tersebut menyebabkan arus listrik dalam rangkaian sedikit
berkurang. Idealnya, suatu amperemeter harus memiliki hambatan yang sangat
kecil agar berkurangnya arus listrik dalam rangkaian juga sangat kecil.
Komponen dasar suatu amperemeter adalah galvanometer, yaitu suatu alat
yang dapat mendeteksi arus kecil yang melaluinya. Galvanometer mempunyai
hambatan yang sering disebut sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg.
Amperemeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam
kenyataannya kita harus mengukur arus listrik yang nilai arusnya jauh lebih
besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu amperemeter dengan
menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur arus yang lebih
besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu hambatan paralel terhadap
galvano-meter (sebagai amperemeter) ditunjukkan pada Gambar 5.17.
Gambar 5.17. Susunan suatu amperemeter dengan menggunakan
galvanometer G dengan hambatan dalam Rg dan suatu hambatan Rp
Jika arus yang akan diukur I = nIG maka arus yang melalui hambatan
pada galvanometer adalah IG, sedang arus melalui hambatan yang dipasang
paralel adalah (n – 1) IG. Dengan menggunakan Hukum I Kirchhoff maka
diperoleh:
I = IG (n-1)IG
Pada hubungan paralel maka beda potensial sama, maka:
IG.Rg = (n – 1) Ig .Rp
Sehingga:
Rp = (Rg) / (n – 1)
dengan RP adalah hambatan paralel, dan RG adalah hambatan dalam
galvanometer (amperemeter).
Sebelum Anda mempraktikkan penggunaan amperemeter dan voltmeter,
perhatikan contoh membaca hasil ukur dengan amperemeter dan voltmeter
berikut.
Alat ukur listrik Amperemeter
Keterangan:
Batas ukur maks = 1A
Hasil ukur = (12/50) x 1A = 0,24 A
2. Bagaimana hubungan antara tegangan sumber dengan kuat arus yang
melalui lampu
Penyelesaian:
Aliran arus listrik dalam suatu rangkaian tidak berakhir pada alat listrik.
tetapi melingkar kernbali ke sumber arus. Pada dasarnya alat listrik bersifat
menghambat arus listrik. Hubungan antara arus listrik, tegangan, dan
hambatan dapat diibaratkan seperti air yang mengalir pada suatu saluran.
Orang yang pertama kali meneliti hubungan antara arus listrik, tegangan. dan
hambatan adalah Georg Simon Ohm (1787-1854) seorang ahli fisika Jerman.
Hubungan tersebut lebih dikenal dengan sebutan hukum Ohm. Setiap arus
yang mengalir melalui suatu penghantar selalu mengalami hambatan. Jika
hambatan listrik dilambangkan dengan R. beda potensial V, dan kuat arus I,
hubungan antara R, V, dan I secara matematis dapat ditulis:
3. Bagaimana nilai hambatan sebuah lampu
Penyelesaian:
Rangkaian Seri
Berdasarkan hukum Ohm: V = IR, pada hambatan R1 terdapat
teganganV1 =IR1 dan pada hambatan R2 terdapat tegangan V2 = IR 2. Karena
arus listrik mengalir melalui hambatan R1 dan hambatan R2, tegangan totalnya
adalah VAC = IR1 + IR2.
Mengingat VAC merupakan tegangan total dan kuat arus listrik yang mengalir
pada rangkaian seperti di atas (rangkaian tak bercabang) di setiap titik sama
maka
VAC = IR1 + IR2
I R1 = I(R1 + R2)
R1 = R1 + R2 ; R1 = hambatan total
Rangkaian seperti di atas disebut rangkaian seri. Selanjutnya, R1 ditulis
Rs (R seri) sehingga Rs = R1 + R2 +...+Rn, dengan n = jumlah resistor. Jadi, jika
beberapa buah hambatan dirangkai secara seri, nilai hambatannya bertambah
besar. Akibatnya, kuat arus yang mengalir makin kecil. Hal inilah yang
menyebabkan nyala lampu menjadi kurang terang (agak redup) jika dirangkai
secara seri. Makin banyak lampu yang dirangkai secara seri, nyalanya makin
redup. Jika satu lampu mati (putus), lampu yang lain padam.
Rangakaian Paralel
Mengingat hukum Ohm: I = V/R dan I = I1+ I2, maka
Pada rangkaian seperti di atas (rangkaian bercabang), V AB =V1 = V2 = V.
Dengan demikian, diperoleh persamaan
Rangkaian yang menghasilkan persamaan seperti di atas disebut rangkaian
paralel. Oleh karena itu, selanjutnya Rt ditulis Rp (Rp = R paralel).
Dengan demikian diperoleh persamaan
Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
rangkaian paralel, nilai hambatan total (Rp) lebih kecil dari pada nilai masing-
masing hambatan penyusunnya (R1 dan R2). Oleh karena itu, beberapa lampu
yang disusun secara paralel sama terangnya dengan lampu pada intensitas
normal (tidak mengalami penurunan). Jika salah satu lampu mati (putus),
lampu yang lain tetap menyala.