laporan praktikum semester 2

30
PRAKTIKUM 1 1. JUDUL : ”Pembiasan Cahaya” 2.TUJUAN: a. Menyelidiki sifat pembiasan cahaya b. Menyelidiki hubungan antara sudut datang dengan sudut bias 3. ALAT DAN BAHAN: a. Balok kaca b. Jarum pentul enam buah c. Kertas HVS / kertas grafik 4 lembar d. Busur derat e. Mistar f. Papan lunak / kertas kardus g. Daftar sinus / kalkulator 4. LANDASAN TEORI: Pembiasan cahaya pada antarmuka antara dua medium dengan indeks bias berbeda, dengan n 2 > n 1 .

Upload: ike-trymas-ayulanda

Post on 05-Aug-2015

381 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Semester 2

PRAKTIKUM 1

1. JUDUL :

”Pembiasan Cahaya”

2. TUJUAN:

a. Menyelidiki sifat pembiasan cahaya

b. Menyelidiki hubungan antara sudut datang dengan sudut bias

3. ALAT DAN BAHAN:

a. Balok kaca

b. Jarum pentul enam buah

c. Kertas HVS / kertas grafik 4 lembar

d. Busur derat

e. Mistar

f. Papan lunak / kertas kardus

g. Daftar sinus / kalkulator

4. LANDASAN TEORI:

Pembiasan cahaya pada antarmuka

antara dua medium dengan indeks bias

berbeda, dengan n2 > n1. Karena

kecepatan cahaya lebih rendah di

medium kedua (v2 < v1), sudut bias θ2

lebih kecil dari sudut datang θ1; dengan

kata lain, berkas di medium berindeks

lebih tinggi lebih dekat ke garis normal.

Hukum Snellius adalah rumus

matematika yang memberikan

Page 2: Laporan Praktikum Semester 2

hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang

lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara

dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda Willebrord

Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal

sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.

Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan sudut

bias adalah konstan, yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang

ekivalen adalah nisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan nisbah

kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan nisbah

indeks bias.

Perumusan matematis hukum Snellius adalah

5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:

a. Persiapan

1. Merangkai alat

2. Tentukan variabel

3. Buatkan tabel data

b. Pelaksanaan

1. Letakkan kertas HVS dipapan dan buatlah sumbu X dan Y

2. Letakkan balok kaca dengan satu sisinya berhimpit dengan sumbu X

3. Tancapkan jarum pentul P1 dan P2 seperti gambar

4. Lihat dari arah E melalui balok sehingga jarum P1 dan P2 terlihat satu

garis

5. Tancapkan jarum pentul P3 dan P4 sehingga jarum P1, P2, P3 dan P4

kelihatan segaris

6. Ambil balok kaca, lalu tarik garis P2 dan P3

7. Ukur besar sudut datang i dan sudut bias r

8. Ulangi langkah 1 sampai 7 untuk garis dengan sudut yang berbeda

Page 3: Laporan Praktikum Semester 2

c. Hasil Percobaan

Sinar Sudut Datang (i) Sudut Bias (r) Sin i Sin r Sin i / Sin r

1 30° 20° 0,5 0,34 0,5 / 0,34 = 1,47

2 45° 27° 0,7 0,45 0,7 / 0,45 = 1,56

3 60° 35° 0,87 0.57 0,87 / 0,57 = 1,53

6. ANALISA DATA ( JAWABAN DAN PERTANYAAN )

1. Hitung harga indeks bias kaca dari setiap hasil percobaan

Jawab:

a. Sinar 1

Diket: Sin i = 30° = 0,5

Sin r = 20° = 0,34

n (udara) = 1

Penyelesaian:

Sin i / Sin r = n / n (udara)

Sin 30° / 20° = n / 1

n = Sin 30° / 20° = 0,5 / 0,34 = 1,47

b. Sinar 2

Diket: Sin i = 45° = 0,7

Sin r = 27° = 0,45

n (udara) = 1

Penyelesaian:

Sin i / Sin r = n / n (udara)

Page 4: Laporan Praktikum Semester 2

Sin 45° / 27° = n / 1

n = Sin 45° / 27° = 0,7 / 0,45 = 1,56

c. Sinar 3

Diket: Sin i = 60° = 0,87

Sin r = 35° = 0,57

n (udara) = 1

Penyelesaian:

Sin i / Sin r = n / n (udara)

Sin 60° / 35° = n / 1

n = Sin 60° / 35° = 0,87 / 0,57 = 1,53

2. Hitung harga rata-rata hasil bagi Sin i dengan Sin r

Jawab:

∆n = ∑n / 3

= (1,47 + 1,56 + 1,53) / 3

= 4,56 / 3 = 1,52

3. Buat kesimpulan mengenai Hukum Snellius tentang pembiasan

Jawab:

Nama hukum Snellius diambil dari matematikawan Belanda Willebrord

Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal

sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.

Hukum Snellius I

Adapun bunyi Hukum Snellius I adalah :

“Jika suatu cahaya melalui perbatasan dua jenis zat cair, maka garis

semula tersebut adalah garis sesudah sinar itu membias dan garis normal

dititik biasnya, ketiga garis tersebut terletak dalam satu bidang datar.”

Page 5: Laporan Praktikum Semester 2

Hukum Snellius II

Adapun bunyi Hukum Snellius II adalah :

“Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias selalu konstan.

Nilai konstanta dinamakan indeks bias(n).”

4. Buat kesimpulan tentang hubungan sudut datang dengan sudut pantul

dalam persamaan matematika

Jawab:

Hukum Pemantulan:

1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik

dan terletak pada satu bidang datar.

2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r).

Secara matematis ditulis bahwa:

Өi = Өr

5. Hitung besar pergeseran sinar dari setiap hasil percobaan

Page 6: Laporan Praktikum Semester 2

Jawab:

a. Sinar 1

t = d sin (i-r) / cos r

= 6 sin (30° - 20°) / cos 20°

= 6 sin 10° / cos 20°

= 6 . 0,17 / 0,9

= 1,13 cm

b. Sinar 2

t = d sin (i-r) / cos r

= 6 sin (45° - 27°) / cos 27°

= 6 sin 18° / cos 27°

= 6 . 0,31 / 0,89

= 2 cm

c. Sinar 3

t = d sin (i-r) / cos r

= 6 sin (60° - 35°) / cos 35°

= 6 sin 25° / cos 35°

= 6 . 0,42 / 0,82

= 3 cm

PRAKTIKUM 2

Page 7: Laporan Praktikum Semester 2

1. JUDUL :

”Deviasi Cahaya 1”

2. TUJUAN:

”Menentukan sudut deviasi cahaya oleh prisma”

3. ALAT DAN BAHAN:

a. Prisma

b. Jarum pentul enam buah

c. Kertas HVS / kertas grafik 4 lembar

d. Busur derat

e. Mistar

f. Papan lunak / kertas kardus

g. Daftar sinus / kalkulator

4. LANDASAN TEORI:

Prismaadalah benda bening (transparan) yang terbuat dari bahan gelas yang

dibatasi oleh dua bidang permukaanyang membentuk sudut tertentu.

Kita dapatkan persamaan sudut puncak prisma,

Page 8: Laporan Praktikum Semester 2

β = sudut puncak atau sudut pembias prisma

r1 = sudut bias saat berkas sinar memasuki bidang batas udara-prisma

i2 = sudut datang saat berkas sinar memasuki bidang batas prisma-udara

secara otomatis persamaan di atas dapat digunakan untuk mencari besarnya i2

bila besar sudut pembias prisma diketahui....

Persamaan sudut deviasi prisma :

Keterangan :

D = sudut deviasi

i1 = sudut datang pada bidang batas pertama

r2 = sudut bias pada bidang batas kedua berkas sinar keluar dari prisma

β = sudut puncak atau sudut pembias prisma

Hasilnya disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara sudut deviasi (D) dan

sudut datang pertama i1 :

 

Dalam grafik terlihat devisiasi

minimum terjadi saat i1 = r2

Page 9: Laporan Praktikum Semester 2

5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:

1. Susunlah alat seperti gambar

2 Tentukan arah sinar datang dengan memasang dua jarum.

3. Tentukan arah sinar keluar dari prisma dengan cara mengamati dari sisi

prisma yang lain dan menancapkan dua jarum. Atur agar bila dilihat

melalui kaca keempat jarum segaris.

4. Buatlah arah-arah sinar yang terbentuk pada pembiasan tersebut.

5. Ukur besar sudut datang dan sudut bias pada tiap bidang batas.

6. HASIL PENGAMATAN:

Nomor Sudut datang (α1) Sudut bias (α2) Sudut deviasi (D)

1 45° 45° 30°

2 60° 60° 60°

3 90° 90° 120°

7. Kesimpulan:

a. Sebutkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besar sudut deviasi,

jelaskan?

Penyelesaian:

D = i1 + r2 - β

Keterangan :

D = sudut deviasi.

i1 = sudut datang pada prisma.

r2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma.

Page 10: Laporan Praktikum Semester 2

β = sudut pembias prisma.

Jadi yang mempengaruhi besarnya sudut deviasi adalah:

1. Sudut datang pada prisma. Semakin besar sudut datang pada

prisma maka semakin besar sudut deviasinya.

2. Sudut bias. Semakin besar sudut bias pada prisma maka semakin

besar sudut deviasi

3. Sudut pembias prisma. Semakin besar sudut pembias pada prisma

maka semakin besar sudut deviasi

Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan

semakin kecil.

b. Kapan tercapai D minimum dan tentukan D minimum dari data tersebut.

Penyelesaian:

Deviasi terkecil atau deviasi minimum (Dm) terjadi pada saat sinar masuk

simetris dengan sinar yang keluar dari prisma atau sinar yang di dalam prisma

membagi prisma menjadi segitiga sama kaki sehingga sudut datang Ө1 sama

dengan sudut bias terakhir Ө4. dengan demikian, syarat agar terjadi deviasi

minimum adalah:

Ө1 = Ө4 atau Ө2 = Ө3

Dengan demikian Persamaan dapat ditulis kembali sebagai berikut:

Dm = 2 Ө1 - β

Menentukan D minimum berdasarkan data diatas:

1. Dm = 2 Ө1 – β

= 2. (45°) - 60°

= 30°

Page 11: Laporan Praktikum Semester 2

2. Dm = 2 Ө1 – β

= 2. (60°) - 60°

= 60°

3. Dm = 2 Ө1 – β

= 2. (90°) - 60°

= 120°

8. TINDAK LANJUT:

Prisma biasanya dipakai pada alat teleskop, apakah fungsi prisma pada alat

tersebut? Jelaskan.

Penyelesaian:

Penggunaan lensa pembalik untuk menghasilkan bayangan akhir yang tegak

mengakibatkan teropong bumi menjadi relatif panjang. Untuk menghindarinya

maka lensa pembalik diganti dengan penggunaan dua prisma siku-siku sama

kaki yang disisipkan di antara lensa objektif dan lensa okuler. Prisma-prisma

tersebut digunakan untuk membalikkan bayangan dengan pemantulan

sempurna.

Page 12: Laporan Praktikum Semester 2

PRAKTIKUM 3

1. JUDUL :

”Hukum ohm”

2. TUJUAN:

”Menghitung hambatan listrik”

3. ALAT DAN BAHAN:

a. Ampere meter

b. Volt meter

c. Lampu

d. Catu daya

e. Kabel

4. LANDASAN TEORI:

Ampere meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur kuat

arus listrik. Pada saat digunakan Ampere meter dipasang secara seri terhadap

hambata. Volt meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur

tegangan listrik. Pada saat digunakan Volt meter dipasangkan secara paralel

terhadap hambatan.

Dengan diketahui besarnya kuat arus dan tegangan listrik maka dapat

dihitung nilai hambatan listrik dari komponen pasif. Hambatan sebuah

komponen listrik dapat dihitung dengan persamaan R = V / I

Page 13: Laporan Praktikum Semester 2

5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:

Volt meter dan ohm meter

1. Rangkailah alat seperti gambar

1 = Lampu

2 = Ampere meter

3 = Volt meter / ohm meter

4 = Catu daya

2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu

3. Baca skala pada Volt meter

4. Baca skala pada Ampere meter

5. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda

6. DATA PERCOBAAN:

Data

Nomor V (sumber) Kuat Arus listrik (A) Tegangan listrik

(Volt)

1 3 V 0,24 A 2,3 Volt

2 6 V 0,35 A 4,5 Volt

3 9 V 0,47 A 8,2 Volt

7. Kesimpulan:

Dari percobaan pertama tegangan sumber 3 V, jarum pada voltmeter

menunjukkan tegangan sebesar 2,3 Volt, sedangkan kuat arus sebesar 0,24

Ampere.

Page 14: Laporan Praktikum Semester 2

Percobaan kedua tegangan sumber 6 V, jarum pada voltmeter

menunjukkan tengangan sebesar 4,5 Volt, sedangkan kuat arus sebesar

0,35 Ampere.

Pada percobaan ketiga tegangan sumber 9 V, jarum pada voltmeter

menunjukkan tegangan sebesar 8,2 Volt sedangkan kuat arus sebesar 0,47

Ampere.    

Jadi dapat disimpulkan semakin besar sumber tegangan maka

semakin kuat arus yang dihasilkan dan semakin terang nyala lampunya.

Page 15: Laporan Praktikum Semester 2

PRAKTIKUM 4

1. JUDUL :

”Alat Ukur Listrik”

2. TUJUAN:

”Mempelajari cara pemakaian multi meter untuk mengukur kuat arus listrik,

dan tegangan listrik”

3. ALAT DAN BAHAN:

a. Ampere meter

b. Volt meter

c. Lampu

d. Catu daya

e. Kabel

4. LANDASAN TEORI:

Ampere meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur kuat

arus listrik. Pada saat digunakan Ampere meter dipasang secara seri terhadap

hambata. Volt meter adalah alat listrik yang berfungsi untuk mengukur

tegangan listrik. Pada saat digunakan Volt meter dipasangkan secara paralel

terhadap hambatan.

Dengan diketahui besarnya kuat arus dan tegangan listrik maka dapat

dihitung nilai hambatan listrik dari komponen pasif. Hambatan sebuah

komponen listrik dapat dihitung dengan persamaan R = V / I

5. LANGKAH KERJA/PETUNJUK KERJA:

a. Amper meter:

1. Rangkailah alat seperti gambar

1 = Amper meter

Page 16: Laporan Praktikum Semester 2

2 = Catu daya

2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu

3. Baca skala pada Volt meter

4. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda

b. Volt meter dan ohm meter:

1. Rangkailah alat seperti gambar

1 = Volt meter / ohm meter

2 = Catu daya

2. Pasanglah catu daya pada tegangan tertentu

3. Baca skala pada Volt meter

4. Matikan catu daya dan bacalah skala pada ohm meter

5. Ulangi langkah 2-4 untuk tegangan sumber yang berbeda

5. DATA PERCOBAAN:

Data 1

Nomor V (sumber) Kuat Arus listrik (A)

1 3 V 0,24 A

2 6 V 0,35 A

3 9 V 0,47 A

Data 2

Page 17: Laporan Praktikum Semester 2

Nomor V (sumber) Tegangan (Volt)

1 3 V 2,3 Volt

2 6 V 4,5 Volt

3 9 V 8,2 Volt

6. ANALISA DATA ( JAWABAN DAN PERTANYAAN )

Pertanyaan:

1. Bagaimana cara membaca skala pada ohm meter, Volt meter, dan Amper

meter. Jelaskan.

a. Ohm meter

Ohmmeter adalah alat ukur hambatan listrik. Satuan hambatan listrik

dalam satuan SI adalah ohm atau diberi simbol Ω. Pada pengukuran suatu

hambatan listrik dilakukan dengan menghubungkan sebuah sumber tegangan

yang sudah diketahui tegangannya secara seri dengan sebuah amperemeter dan

hambatan yang akan diukur, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.20.

Pengukuran hambatan listrik dengan

menggunakan sebuah amperemeter. Hasil

nilai ukur hambatan dapat dihitung dan nilai

tegangan sumber ε dan arus yang terbaca

pada amperemeter, hasil alat ukur ini

dikalibrasi sehingga pembacaannya

menunjukkan hasil dalam ohm meskipun sesungguhnya

yang diukur adalah arus. Suatu metode pengukuran

suatu hambatan listrik yang sangat teliti telah ditemukan

oleh seorang fisikawan Inggris Charles Wheatstone pada

tahun 1843. Metode ini menggunakan suatu rangkaian

yang disebut sebagai metode Jembatan Wheatstone,

seperti ditunjukkan pada Gambar 5.21.

Page 18: Laporan Praktikum Semester 2

Rangkaian pada Gambar 5.21 menunjukkan rangkaian jembatan

Wheatstone yang terdiri atas hambatan R1, R2 dan RS yang diketahui nilai

hambatannya dan hambatan yang akan diukur RX, sebuah galvanometer G dan

sumber tegangan. Pada pengukuran ini R1 dan R2 dibuat tetap, sedang

hambatan RS dapat divariasi nilai hambatannya. Pada saat pengukuran, nilai RS

diatur sedemikian sehingga galvanometer menunjukkan angka nol. Pada

kondisi arus galvanometer menunjuk nol disebut jembatan dalam keadaan

seimbang atau potensial di titik P sama dengan potensial di titik Q sehingga

diperoleh:

I1.R1 = I2.RS dan I1 R2 = I2.Rx

atau: Rx = (R2/R1) Rs

b. Voltmeter

Voltmeter adalah alat ukur tegangan listrik. Voltmeter sering dicirikan

dengan simbol V pada setiap rangkaian listrik. Voltmeter harus dipasang

paralel dengan ujung-ujung hambatan yang akan diukur beda potensialnya.

Penggunaan voltmeter untuk mengukur beda potensial listrik ditunjukkan pada

Gambar 5.18. Satuan beda potensial listrik dalam satuan SI adalah volt atau

diberi simbol V. Voltmeter sendiri mempunyai hambatan sehingga dengan

disisipkannya voltmeter tersebut menyebabkan arus listrik yang melewati

hambatan R sedikit berkurang. Idealnya, suatu voltmeter harus memiliki

hambatan yang sangat besar agar berkurangnya arus listrik yang melewati

hambatan R juga sangat kecil. Komponen dasar suatu voltmeter adalah

galvanometer. Galvanometer mempunyai hambatan yang sering disebut

sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg. Susunan suatu voltmeter dengan

menggunakan galvanometer ditunjukkan pada Gambar 5.19.

Page 19: Laporan Praktikum Semester 2

Gambar 5.19. Susunan suatu voltmeter dengan menggunakan galvanometer G

dengan hambatan dalam Rg dan suatu hambatan RS

Voltmeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam

kenyataannya sering kita harus mengukur tegangan listrik yang nilai

tegangannya jauh lebih besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu

voltmeter dengan menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur

tegangan yang lebih besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu

hambatan seri RS terhadap galvanometer (sebagai voltmeter) ditunjukkan pada

Gambar 5.17. Jika tegangan yang akan diukur V = n Vg maka arus yang

melalui hambatan pada galvanometer adalah Ig yang sama. Besar hambatan RS

yang harus dipasang adalah : n Vg= VS + Vg, karena arus sama besar maka:

n Rg = RS + Rg atau RS = (n – 1) Rg   …. (5.16)

dengan RS = hambatan seri dan Rg hambatan dalam galvanometer (voltmeter).

Alat ukur listrik Voltmeter

Keterangan:

Batas ukur maks = 10V Hasil ukur = (40/50) x 10V = 8V

c. Amperemeter

Amperemeter adalah alat ukur arus listrik. Amperemeter sering dicirikan

dengan simbol A pada setiap rangkaian listrik. Satuan arus listrik dalam satuan

SI adalah ampere atau diberi simbol A. Amperemeter harus dipasang seri

Page 20: Laporan Praktikum Semester 2

dalam suatu rangkaian, arus listrik yang melewati hambatan R adalah sama

dengan arus listrik yang melewati amperemeter tersebut. Pada gambar 5.16

amperemeter juga mempunyai hambatan sehingga dengan disisipkannya

ampere-meter tersebut menyebabkan arus listrik dalam rangkaian sedikit

berkurang. Idealnya, suatu amperemeter harus memiliki hambatan yang sangat

kecil agar berkurangnya arus listrik dalam rangkaian juga sangat kecil.

Komponen dasar suatu amperemeter adalah galvanometer, yaitu suatu alat

yang dapat mendeteksi arus kecil yang melaluinya. Galvanometer mempunyai

hambatan yang sering disebut sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg.

Amperemeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam

kenyataannya kita harus mengukur arus listrik yang nilai arusnya jauh lebih

besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu amperemeter dengan

menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur arus yang lebih

besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu hambatan paralel terhadap

galvano-meter (sebagai amperemeter) ditunjukkan pada Gambar 5.17.

Gambar 5.17. Susunan suatu amperemeter dengan menggunakan

galvanometer G dengan hambatan dalam Rg dan suatu hambatan Rp

Jika arus yang akan diukur I = nIG maka arus yang melalui hambatan

pada galvanometer adalah IG, sedang arus melalui hambatan yang dipasang

paralel adalah (n – 1) IG. Dengan menggunakan Hukum I Kirchhoff maka

diperoleh:

I = IG (n-1)IG

Pada hubungan paralel maka beda potensial sama, maka:

Page 21: Laporan Praktikum Semester 2

IG.Rg = (n – 1) Ig  .Rp

Sehingga:

Rp = (Rg) / (n – 1)

dengan RP adalah hambatan paralel, dan RG adalah hambatan dalam

galvanometer (amperemeter).

Sebelum Anda mempraktikkan penggunaan amperemeter dan voltmeter,

perhatikan contoh membaca hasil ukur dengan amperemeter dan voltmeter

berikut.

Alat ukur listrik Amperemeter

Keterangan:

Batas ukur maks = 1A

Hasil ukur = (12/50) x 1A = 0,24 A

2. Bagaimana hubungan antara tegangan sumber dengan kuat arus yang

melalui lampu

Penyelesaian:

Aliran arus listrik dalam suatu rangkaian tidak berakhir pada alat listrik.

tetapi melingkar kernbali ke sumber arus. Pada dasarnya alat listrik bersifat

menghambat arus listrik. Hubungan antara arus listrik, tegangan, dan

hambatan dapat diibaratkan seperti air yang mengalir pada suatu saluran.

Page 22: Laporan Praktikum Semester 2

Orang yang pertama kali meneliti hubungan antara arus listrik, tegangan. dan

hambatan adalah Georg Simon Ohm (1787-1854) seorang ahli fisika Jerman.

Hubungan tersebut lebih dikenal dengan sebutan hukum Ohm. Setiap arus

yang mengalir melalui suatu penghantar selalu mengalami hambatan. Jika

hambatan listrik dilambangkan dengan R. beda potensial V, dan kuat arus I,

hubungan antara R, V, dan I secara matematis dapat ditulis:

3. Bagaimana nilai hambatan sebuah lampu

Penyelesaian:

Rangkaian Seri

Berdasarkan hukum Ohm: V = IR, pada hambatan R1 terdapat

teganganV1 =IR1 dan pada hambatan R2 terdapat tegangan V2 = IR 2. Karena

arus listrik mengalir melalui hambatan R1 dan hambatan R2, tegangan totalnya

adalah VAC = IR1 + IR2.

Mengingat VAC merupakan tegangan total dan kuat arus listrik yang mengalir

pada rangkaian seperti di atas (rangkaian tak bercabang) di setiap titik sama

maka

VAC = IR1 + IR2

I R1 = I(R1 + R2)

R1 = R1 + R2 ; R1 = hambatan total

Rangkaian seperti di atas disebut rangkaian seri. Selanjutnya, R1 ditulis

Rs (R seri) sehingga Rs = R1 + R2 +...+Rn, dengan n = jumlah resistor. Jadi, jika

beberapa buah hambatan dirangkai secara seri, nilai hambatannya bertambah

besar. Akibatnya, kuat arus yang mengalir makin kecil. Hal inilah yang

Page 23: Laporan Praktikum Semester 2

menyebabkan nyala lampu menjadi kurang terang (agak redup) jika dirangkai

secara seri. Makin banyak lampu yang dirangkai secara seri, nyalanya makin

redup. Jika satu lampu mati (putus), lampu yang lain padam.

Rangakaian Paralel

Mengingat hukum Ohm: I = V/R dan I = I1+ I2, maka

Pada rangkaian seperti di atas (rangkaian bercabang), V AB =V1 = V2 = V.

Dengan demikian, diperoleh persamaan

Rangkaian yang menghasilkan persamaan seperti di atas disebut rangkaian

paralel. Oleh karena itu, selanjutnya Rt ditulis Rp (Rp = R paralel).

Dengan demikian diperoleh persamaan

Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam

rangkaian paralel, nilai hambatan total (Rp) lebih kecil dari pada nilai masing-

masing hambatan penyusunnya (R1 dan R2). Oleh karena itu, beberapa lampu

yang disusun secara paralel sama terangnya dengan lampu pada intensitas

normal (tidak mengalami penurunan). Jika salah satu lampu mati (putus),

lampu yang lain tetap menyala.