laporan praktikum respirasi · tumbuhan. pada respirasi tingkat rendah, proses respirasi...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
i
LAPORAN PRAKTIKUM
RESPIRASI
Oleh :
Golongan F/Kelompok 1C
1. Sulam (161510501013)
2. Pungky Pramesta M. (161510501018)
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
-
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Respirasi merupakan suau proses pemecahan molekul-molekul gula
menjadi senyawa anorganik, dimana respirasi terjadi di dalam sel-sel makhluk
hidup. Respirasi dapat disebut juga proses pernafasan, tetapi jika pernafasan
menggunakan oksigen sebagai pemecah lain halnya dengan respirasi, proses dari
respirasi tidaknselalu melibatkan oksigen dalam prosesnya. Pemecahan molekul
gula maupun asam lemak dibantu dengan enzim beserta molekul-molekul
sederhana lainya. Reaksi dari respirasi yaitu berupa melepaskan energi, kemudian
di tangkap NADP yang kemudian membentuk ATP atau juga NADPH. Proses
respirasi dibagi menjadi 2 yaitu, Respirasi yang menggunakan oksigen sebagai
oksidatornya dinamakan respirasi aerob, sedangkan untuk respirasi yang tidak
menggunakan oksigen dinamakan respirasi anaerob.
Respirasi aerob merupakan suatu pemecahan molekul glukosa
dengan bantuan oksigen guna menghasilkan energi (ATP) yang digunakan
tumbuhan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan suatu energi. Proses
respirasi aerob pada tumbuhan yaitu merubah glukosa menjadi senyawa sederhana
dengan melepas energi, proses tersebut dinamakan katabolisme. Proses respirasi
secara aerob dibagi menjadi 4 tahap yaitu, glikolisis, dekarboksilasi oksidatif,
siklus krebs, dan transfer elektron, pada tahap glikolisi terjadi di sitoplasma,
sedangkan tahap lainya terjadi di mitokondria, organel inilah yang dinamakan
organel penghasil energi. Proses repirasi aerob banyak dilakukan oleh tumbuhan
tingkat tinggi yang memiliki anatomi lengkap, berupa daun, batang maupun akar.
Proses respirasi aerob sangat kompleks sehingga sangat diperlukan pla oleh
tumbuhan tingkat tinggi mengingat anatomi pada tumbuhan tingkat tinggi yang
lengkap mengharuskan tanaman memakan energi yang banyak dalam melakukan
aktifitas.
Proses respirasi anaerob merupakan suatu proses respirasi yang
unik dimana dalam prosesnya tidak menggunakan oksigen. Respirasi anaerob
merupakan suatu respirasi atau fermentasi dimana fermentasi glukosa merupakan
-
2
substrat awal pada tahap respirasi. Pada tahap respirasi anaerob glukosa dipecah
menjadi asam piruvat , NADH, dan ATP. Proses fermentasi tidak bisa melakukan
pemecahan glukosa secara sempurna menjadi air dan karbon dioksida, alhasil
ATP yang dihasilkan tidak terlalu banyak seperti respirasi aerob. Proses
fermentasi dibagi mejadi 2 yaitu, proses fermentasi alkohol yang dilakukan oleh
jamur, dan proses fermentasi asam laktat yang dilakukan oleh hewan dan
manusia.
Respirasi pada tumbuhan terjadi di stomata dengan cara menyerap
oksigen, yang nantinya menjadi bahan oksidator dalam proses reaksi. Pada
tumbuhan tingkat tinggi, menggunakan proses respirasi aerob dengan cara
melepaskan energi dari makanan yang telah di oksidasi dalam sel tubuh
tumbuhan. Pada respirasi tingkat rendah, proses respirasi berlangsung secara
anaerob, anaerob sendiri dapat dikatakan fermentasi dikarenakan dapat mengubah
suatu senyawa menjadi senyawa lanjutan dengan bantuan suatu enzim, dalam
respirasi anaerob dapat ditemukan adanya kandungan alkohol maupun asam laktat
pada senyawa lanjutan hasil pemecahan atau perubahan molekul. Respirasi pada
tumbuhan terjadi dsetiap bagian dari tumbuhan, mulai dari akar, batang, dan daun,
hal ini terjadi pada respirasi tanaman tingkat tinggi. Tumbuhan melakukan proses
respirasi untuk bertahan hidup dimana hasil dari respirasi menghasilkan suatu
energi yang digunakan untuk pertumbuhan, pembentukan protein, pengangkutan
mineral dan lain sebagainya. Respirasi pada tumbuhan sangat bergantung pada
beberapa faktor yang sangat berpengaruh bagi proses respirasi itu sendiri, yaitu,
ketersediaan substrat yang mempengaruhi laju reaksi respirasi, ketersediaan
oksigen yang dapat mempengaruhi laju rekasi namun tiap spesies tumbuhan
berbeda, tipe dan umur tumbuhan juga berpengaruh, dan suhu yang dapat
mengatur laju rekasi respirasi. Proses respirasi pada tumbuhan memiliki memiliki
perbedaan dengan fotosintesis, bila repirasi merupakan proses pembongkaran
yang dapat berlangsung optimal di malam hari (katabolisme) sebaliknya,
fotosintesis merupakan proses pembentukan atau penyusunan (anabolisme),
fotosintesis paling optimal dilakukan di siang hari. Proses respirasi sangat penting
-
3
bagi tumbuhan karena dengan melakukan respirasi, tumbuhan tetap hidup dan
dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
1.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui volume O2 dan CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi
serta membukikan bahwa suhu berpengaruh pada proses respirasi.
-
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Respirasi merupakan suatu proses kebalikan dari fotosinstesis, dimana
dalam proses respirasi terjadi perombakan energi yang semula disimpan melalui
reaksi katabolisme dan asimilasi. Respirasi terdiri atas 2 (dua) macam yaitu
respirasi aerob dan anaerob. Kedua proses tersebut memiliki perbedaan yang
terletak pada bahan yang diperlukan. Respirasi aerob memerlukan bahan berupa
oksigen yang berasal dari udara, sedangkan respirasi anaerob tidak memerlukan
itu. Respirasi menimbulkan perbandingan seberapa banyak oksigen yang
dibutuhkan dalam menjalankan proses dengan karbondioksida yang diproduksi.
Perbandingan tersebut biasa dijuluki dengan kosien respirasi (K.R) yang didalam
proses tersebut menghasilkan air-air yang dilepaskan dan biasa dikenal dengan air
metabolisme (Dwidjoseputro, 1978).
Menurut Haryanti dan Budihastuti (2015), respirasi yang memerlukan
oksigen sangat dipengaruhi oleh tingkat tinggi rendahnya suatu kadar oksigen
tersebut. Oksigen yang terlalu rendah mampu menghambat proses respirasi yang
berlangsung, dimana pada proses tersebut energi yang diperlukan untuk enzim
dalam merombak karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana akan
melambat. Melambatnya perombakan tersebut akan berdampak pada ATP yng
dihasilkan ikut melambat pula. Proses respirasi pada dasarnya membutuhkan
oksigen dalam kondisi yang optimum sehigga tidak mempengaruhi ATP yang
dihasilkan pula.
Menurut Puspitanigrum dkk. (2012), resprasi juga dipengaruhi oleh suhu
di lingkungan sekitar suatu tanaman. Tingkat kecepatan atau laju respirasi
dianggap sebagai ukuran dalam mengkur laju metabolisme yang terjadi pada suatu
tanaman. Laju respirasi yang tergolong cepat berpengaruh terhadap konsumsi
oksigen yang dibutuhkan pada suhu ertentu. Suhu yang meningkat pada suatu
tanaman akan meningkatkan konsentrasi oksigen yang dibutuhkan dalam proses
respirasi. Laju respirasi berkorelasi negatif dengan umur tanaman ketika
disimpan. Artinya, tanaman yang memiliki laju respirasi tinggi akan membuat
tanaman tersebut berumur lebih pendek, alasannya adalah tanaman tersebut
-
5
mengeluarkan energi yang besar sehingga energi cepat habis da tanaman akan
mengalami kemunduran lebih cepat. Apabila dibandingkan dengan tanaman yang
berlaju respirasi rendah maka tanaman tersebut memiliki masa simpan yang relatif
lebih lama (Hermawan dkk., 2016).
Proses respirasi terjadi di sitoplasma dan mitokondria, dimana pada
kedua organel sel tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam melepas
energi potensial. Respirasi mengalami perluasan rantai hingga ke permukaan sel
yang berguna dalam mengurangi akseptor-akseptor elektron yang berasal dari luar
sel seperti halnya besi, besi oksida, dan mangan yang semakin lama semakin
banyak terungkap pada beberapa tahun terakhir. Perjalanan elektron dalam proses
respirasi dari membran sitoplasma berjalan melalui periplasma dan kemungkinan
pula terjadi pada membran luar (Ritcher et al., 2017).
Respirasi pada suatu tanaman merupakan fluks karbon besar yang
dikeluarkan oleh tanaman ke atmosfer, dimana yang menjadi kontrol utamanya
adalah evolusi pada siklus karbon global. Hal tersebut mendukung tingkat
perubahan iklim yang semakin pesat utamanya dalam hal kebutuhan bahan bakar
yang dibutuhkan oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil. Pelepasan atau
penyimpanan karbon harus diperkirakan dan memprediksi laju respirasi yang
berfungsi untuk mengetahui ketergantungan suhu yang dibutuhkan ketika respirasi
serta kontrol yang berlaku secara universal yangterjadi pada metabolisme suatu
tanaman (Heskel et al., 2016).
Tahap dalam respirasi salah satunya adalah siklus calvin. Siklus calvin
mengandung beberapa enzim yang berperan aktif di dalamnya. Aktivitas enzim
yang terjadi pada siklus calvin sering kali membatasi tingkat fiksasi pada
kabondioksida yang dibutuhkan oleh tanaman serta menentukan ukuran yang akan
dibentuk oleh tanaman tersebut (Okegawa and Motohashi, 2015).
-
6
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Agrobiosains dengan judul acara “Respirasi” dilaksanakan
pada hari sabtu, 13 oktober 2017 pukul 15.30 sampai 17.00 di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Erlenmeyer 250 cc
2. Kertas saring
3. Respirometer
4. Beaker glass
5. Neraca
6. Botol semprot
7. Alat suntikan
3.2.1 Bahan
1. Kecambah kacang hijau
2. Larutan CaCl2 0,2 N
3. Larutan NaOH 0,2 N
4. Larutan HCL 0,05 N
5. Indikator pp
6. Aquadest
7. Biuret
8. Vaseline
9. Tinta
3.3 Cara kerja
1. Memasukkan sedikit NaOH (1 atau 2 gram) ke dalam repirometer dan
memasukkan pula kassa ke dalam tabung objek. Menutup tabung objek
dengan tabung pengumpul.
2. Memasukkan kecambah, kacang hijau ke dalam tabung objek.
3. Mengisi alat suntik dengan sedikit air dengan menyedotnya.
4. Menyuntik air satu tetes kecil ke ujung atas pipa ukur dan tabung pengmpul
(sebaiknya tetes air tersebut berada pada angka yang mudah terbaca).
5. Melihat perubahan tetes air (menurun) dalam waktu beberapa lama pada pipa
ukur. Mengetahui volume oksigen yang terpakai oleh kecambah setelah
selang waktu tertentu.
-
7
6. Menghitung volume oksigen yang terpakai dengan rumus: V= 3,14 x 0,75 x
0,75 x (perubahan posisi tetes air). Mengetahui hubungan antara berat sample,
waktu dan oksigen yang terpakai dari hasil tersebut.
3.4 Variabel Pengamatan
1. Volume oksigen yang diperlukan
2. Volume karbondioksida yang dihasilkan
3. Koesien Respirasi
3.5 Analisis data
Pada praktikum acara “Respirasi” menggunakan analisis data berupa
analisis kuantitatif.
-
8
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1. Pengamatan respirasi kacang hijau
No Perlakuan Indikator Perlakuan
Volome O2 Volume CO2 KR
1 Imbibisi 1,47 5,94 4,04
2 24 Jam 0,65 1,55 2,38
3 48 Jam 2,72 2,56 0.94
Gambar 2. Grafik respirasi
Hasil dari pengamatan praktikum acara respirasi di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan menunjukan bahwa, dari perlakuan imbibisi diperoleh
volume O2 yaitu 1,47, volume CO2 yaitu 5,94 dan KR 4,04. Perlakuan 24 jam
diperoleh hasil volume O2 yaitu, 0,65, CO2 sekitar 1,55 dan KR 2,38. Perlakuan
48 jam diperoleh hasil Volume O2 berkisar 2,72, volume CO2 yaitu 2,56 dan KR
0,94. Perlakuan yang dilakukan berupa imbibisi biji yaitu merendam biji kacang
hijau kedalam air, lalu setelah itu biji kacang hijau yang telah di imbibisi diukur
-
9
volume CO2, O2, dan KR dengan bahan dan peralatan yang telah disediakan.
Perlakuan dengan durasi waktu 24 jam yaitu mengkecambahkan biji kacang hijau
di media kapas basah, perlakuan ini dilakukan -24 jam sebelum praktikum
berlangsung setelah itu diukur volume O2 dan CO2. Perlakuan dengan durasi
waktu 48 jam yaitu dengan cara mengkeambahkan biji kacang hijau dengan media
diatas kapas basah, perlakuan ini dilakukan 48 jam sebelum praktikum
berlangsung setelah itu diukur volume O2, CO2, KR.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, ditemukan sejumlah data yang hasilnya
tidak sesuai dengan teori pada umumnya. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
faktor eksternal yang mempengaruhinya baik berupa kontaminasi ataupun
kesalahan dalam melakukan metode praktikum. Pengukuran laju respirasi dapat
dilakukan agar mengertahui seberapa besar jumlah oksigen yang dibutuhkan pada
setiap tumbuhan dalam melakukan respirasi, selain itu juga mengethaui jumlah
karbondioksida yang dihasilkan oleh tanaman yang melakukan respirasi.
Praktikum kali ini, kelompok kami menggunakan biji kacang hijau yang
di imbibisi. Ketika melakukan metode penyuntikan tinta ke ujung pipa ukur
mengalami beberapa masalah sehingga perlu melakukan ulangan sebanyak 3 kali
setelah pada proses pertama dan kedua gagal. Hal tersebut disebabkan karena
beberapa faktor diantaranya adalah masih adanya air yang ada di dalam pipa ukur
sehingga tinta tidak dapat merembes ke bawah sehingga perlu dilakukan
pengulangan dalam metode prakikum. Hal itu dilakukan agar diketahui volume
oksigen yang diperlukan dalam melakukan respirasi dan pada metode tersebut
pada kacang hijau yang diimbisi terjadi penurunan tinta hingga 100 ml, dengan
demikian dapat dihitung volume oksigen yang dibutuhkan kacang hijau pada
kondisi imbisi dalam melakukan respirasi sebesar 1,47 setiap 120 sekon
sedangkan pada kecambah 24 jam 48 jam ditemukan 0,65 dan 2,72.
Volume karbondioksida yang dibutuhkan dapat diketahui melalui
beberapa tahap yaitu NaOH yang dimasukkan ke dalam gelas beaker an
menambahkan larutan CaCl2 sebanyak 25 ml dan selanjutnya disaring sampai
-
10
menimbulkan endapan berupa CaCO3 pada kertas filter. Endapan tersebut
membuktikan bahwa respirasi menghasilkan karbondioksida. Selanjutnya
mencuci kertas saring dengan aquades 100 ml serta menambahkan indikator pp 2
tetes hingga berwarna pink dan dilakukan proses titrasi dengan HCl 0,05 N
sampai larutan pink tersebut berubah menjadi bening seperti air. Kemudian
melihat berapa banyak HCl yang digunakan serta menguranginya dengan volume
awal HCl tersebut sehingga dapat diketahui volume karbondioksida yang
dihasilkan dengan rumus, sehingga diperoleh hasil 5,94; sedangkan pada
kecambah 24 jam dan 48 jam ditemukan sebesar 1,55 dan 2,56.
Jumlah oksigen dan oksigen yang telah diketahui selanjutnya dlakukan
penghitungan KR (Kosien Respirasi) yakni dengan membandingan jumlah
volume CO2 dengan O2. Koesien ketiga perlakuan pada imbibisi, kecambah 24 jam
dan 48 jam, ditemukan KR masing-masing sebesar 4,04; 2,38; dan 0,94. Menurut
Dwidjoseputro (1980), KR yang paling bagus pada respirasi tanaman adalah 1,
sehingga diantara ketiga perlakuan tersebut yang memiliki tingkat respirasi baik
adalah pada perlakuan 48 jam yaitu sebesar 0,94, dimana oksigen yang
dibutuhkan hampir seimbang dengan karbondioksida yang dihasilkan seimbang.
Penyimpangan pada KR dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
adalah macam substrat yang menyusun, temperatur, kadar oksigen pada udara,
konsentrasi karbondioksida di udara, persediaan ai, luka, serta pengaruh bahan
kimia lain yang bersifat toksin. Macam substart yang dioksidasi tanaman dalam
respirasi sangat berpengaruh dalam koesien respirasi dimana pada heksosa
menghasilkan KR 1 karena jumlah C = 0, sedangkan pada tanaman yang
megandung substrat lain yang ikut teroksidasi maka KR yang dihasilkan akan
kurang dari 1 bahkan melebihi 1. Temperatur yang digunakan dalam respirasi
berpengaruh dalam KR yang dihasilkan, dimana pada temperatur 0◦ maka
karbondioksida yang dihasilkan sedikit, pada 30-40 ◦C respirasi dapat berjalan
optimal, apabila temperatur di atas 30◦ secara terus menerus maka respirasi juga
mengalami penurunan.
Konsentrasi oksigen dan karbondioksida di udara juga berpengaruh
terhadap proses respirasi sehingga pada kondisi tertentu akan menghasilkan KR
-
11
yang berbeda-beda. Selain itu ketersediaan air dan cahaya juga mempengaruhi
jalannya proses respirasi. Adapun faktor dari kondisi aringan tanaman yang juga
mempengaruhi jumlah KR yang dihasilkan. Pada tanaman yang terluka maka
respirasi akan berlangsung dengan cepat karena sel-sel parenkim akan berusaha
menutup luka tersebut, sehingga karbondioksida yang dihasilkan juga semakin
banyak. Penyimpangan KR juga dapat dipengaruhi adanya kontaminasi dari
senyawa lain yang bersifat toksin sehingga hasil perbandingan antara jumlah
oksigen yang dibutuhkan dengan karbondioksida yang dihasilkan menyimpang
terlalu sedikit maupun melebihi KR yang paling baik.
-
12
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum acara respirasi dapat disimpulkan bahwa:
1. Respirasi merupakan suatu proses perombakan energi kimia untuk
menggerakkan proses metabolisme yang menghasilkan energi dalam bentuk
ATP
2. Respirasi terdiri atas dua macam yaitu respirasi aerob (membutuhkan
oksigen) dan anaerob (tidak membutuhkan oksigen).
3. Pada proses respirasi dapat diukur besar volume oksigen yang dibutuhkan
dan besar volume karbondioksida yang dibutuhkan, serta koesien respirasi.
4. Respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya macam substrat,
temperatur, konsentari oksigen dan karbondioksida di udara, ketersediaan
air, luka jaringan, dan kontaminasi senyawa lain (toksin).
5. Pada ketiga perlakuan pada pengamatan, KR yang diketahui mendekati
benar adalah KR pada perlakuan kecambah 48 jam.
5.2 Saran
Pada praktikum kali ini, yang menghambat berlangsungnya acara adalah
kekurangan alat laboratorium sehingga waktu dalam pelaksanaannya molor
hampir 1 jam dikarenakan harus menunggu giliran alat dari kelompok lain.
Seharusnya asisten dapat meminimalisir agar kemoloran tidak berlangsung lama
khususnya ketka jadwal praktikum golongan telah usai.
-
13
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
Haryanti, S., dan R. Budihastuti. 2015. Morfoanatomi, Berat Basah Kotiledon dan
Ketebalan Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada
Naungan yang Berbeda. Anatomi dan Fisiologi, 28(1): 47-56.
Hermawan, W., A. Sapei, K. B. Seminar, D. Saputra, B. Purwantana, Y. A.
Purwanto, M. F. Syuaib, Salengke, A. S. Wijaya. 2016. Model Arenius
untuk Pendugaan Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal. Keteknikan
Pertanian, 4(1): 25-30.
Heskel, A. B., O. S. O’Sullivan, P. B. Reich, M. G. Tjoelker, L. K. Weerasinghe,
A. Penillarda, J. J. G. Egertona, D. Creek, K. J. Bloomfield, J. Xiang, F.
Sinca, Z. R. Stangl, A. M. L. Torrej, K. L. Griffink, C. Huntingford, V.
Hurry, P. Meira, M. H. Turnbull, and O. K. Atkin. 2016. Convergence in the
Temperature Response of Leaf Respiration Across Biomes and Plant
Functional Types. PNAS, 113(14): 3832-3837.
Okegawa, Y., and K. Motohashi. 2015. Chloroplastic Thioredoxin M Functions as
a Major Regulator of Calvin Cycle Enzymes during Photosynthesis in Vivo.
Plant, 8(5): 900-913.
Puspaningrum, M., M. Izzati, dan S. Haryanti. 2012. Produksi dan Konsumsi
Oksigen Terlarut oleh beberapa Tumbuhan Air. Anatomi dan Fisiologi,
20(1): 47-55.
Richter, K., M. Schicklberger, and J. Gescher. 2017. Dissimilatory Reduction of
Extracellular Electron Acceptors in Anaerobic Respiration. Applied and
Enviromental Microbiology, 12(1): 913-921.
-
14
LAMPIRAN
Gambar 1.1 ACC Flowchart Pungky P
Gambar 1.2 ACC Flowchart Sulam
-
15
Gambar 2.1 ACC Lembar Kerja Pungky P
Gambar 2.2 ACC Lembar Kerja Sulam
-
16
Gambar 1,1 Mengambil 15 Biji Kacang hijau
Gambar 1.2 Mengolesi Respirometer dengan Vaseline
-
17
Gambar 1.3 Menyuntikkan Tinta kedalam Respirometer
Gambar 1.4 Menyaring dengan kertas saring
-
18
Gambar 1.5 Menambahkan 2 Tetes Indkator PP
Gambar 2.6 Mentitrasi dengan HCl
-
19
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
-
20
Haryanti, S., dan R. Budihastuti. 2015. Morfoanatomi, Berat Basah Kotiledon dan
Ketebalan Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada
Naungan yang Berbeda. Anatomi dan Fisiologi, 28(1): 47-56.
-
21
Heskel, A. B., O. S. O’Sullivan, P. B. Reich, M. G. Tjoelker, L. K. Weerasinghe,
A. Penillarda, J. J. G. Egertona, D. Creek, K. J. Bloomfield, J. Xiang, F.
Sinca, Z. R. Stangl, A. M. L. Torrej, K. L. Griffink, C. Huntingford, V.
Hurry, P. Meira, M. H. Turnbull, and O. K. Atkin. 2016. Convergence in the
Temperature Response of Leaf Respiration Across Biomes and Plant
Functional Types. PNAS, 113(14): 3832-3837.
-
22
Okegawa, Y., dan K. Motohashi. 2015. Chloroplastic Thioredoxin M
Functions as a Major Regulator of Calvin Cycle Enzymes during
Photosynthesis in Vivo. Plant, 8(5): 900-913
-
23
Puspaningrum, M., M. Izzati, dan S. Haryanti. 2012. Produksi dan Konsumsi
Oksigen Terlarut oleh beberapa Tumbuhan Air. Anatomi dan Fisiologi,
20(1): 47-55.
-
24
Richter, K., M. Schicklberger, and J. Gescher. 2017. Dissimilatory Reduction of
Extracellular Electron Acceptors in Anaerobic Respiration. Applied and
Enviromental Microbiology, 12(1): 913-921.