laporan praktikum kimia fisika binary liquid zandhika alfi pratama
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Laboratorium Kimia Fisika 2013TRANSCRIPT
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : BINARY LIQUID Kelompok : X A
Nama : 1. Davi Khoirun Najib NRP. 2313 030 009 2. Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035 3. Rizuana Nadhifatul M. NRP. 2313 030 043 4. Thea Prastiwi Soedarmodjo NRP. 2313 030 095
Tanggal Percobaan : 7 Oktober 2013
Tanggal Penyerahan : 6 November 2013
Dosen Pembimbing : Nurlaili Humaidah S.T. M.T
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah mengetahui cara menentukan titik azeotrop
pada campuran kloroform dan aseton serta mengetahui titik azeotropnya, dan menghasilkan
komposisi yang sama antara fasa uap dan fasa cairnya.
Praktikum ini dimulai dari pemasangan peralatan distilasi lengkap. Setelah itu
menyiapkan 20 buah botol parfum 10 ml untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L
hingga 10L untuk tempat residu (liquid) dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat (vapor).
Volume sampel yang diambil sebanyak 2 ml. Lalu masukkan jumlah aseton dan kloroform
sesuai petunjuk. Lalu amati suhunya, tiap pergantian suhu mendapat perlakuan yang
berbeda. Ambil sampel destilat dan residu apabila suhu telah mencapai petunjuk yang
ditentukan. Hal tersebut dilakukan hingga 10 kali, sehingga didapatkan 10 sampel destilat
dan 10 sampel residu. Setiap pengambilan sampel tersebut lakukan pengukuran indeks bias
secara teliti.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah dalam menentukan titik azeotrop kita
menggunakan indeks bias yang kita cari dari sampel-sampel yang terdapat pada percobaan.
Keakuratan dalam penentuan indeks bias terdapat pada kejelian mata kita sendiri. Indeks
bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat terjadi karena
terdapat cairan yang menguap lebih cepat pada saat proses distilasi. Titik azeotrop
campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 56,2 °C. Komposisi campuran
azeotrop pada percobaan kami adalah 62% kloroform dan 38% aseton. Pada percobaan
tersebut diperoleh indeks bias tertinggi yaitu pada botol liquid 7L dan 7V saat suhu 56,5 o
C.
Pada destilat didapatkan indeks bias sebesar 1,436 dan pada residu sebesar 1,441.
Sedangkan untuk indeks bias terendah pada destilat yaitu 1,344 pada botol vapor 6V dan
10V dengan suhu masing-masing 63 o
C dan 64 o
C. Sedangkan pada residu yaitu 1,341 pada
botol liquid 10L dengan suhu 64 oC.
Kata Kunci : titik azeotrop, distilasi, indeks bias
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................iii
DAFTARTABEL............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang....................................................................................................I-1
I.2 Rumusan Masalah...............................................................................................I-1
I.3 Tujuan Percobaan................................................................................................I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ................................................................................................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ...................................................................................... III-1
III.2 Alat yang digunakan .................................................................................... III-1
III.3 Bahan Percobaan ......................................................................................... III-1
III.4 Prosedur Percobaan ...................................................................................... III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan ............................................................................... III-3
III.6 Gambar Alat Percobaan ............................................................................... III-6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan ........................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan ................................................................................................. IV-1
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. V-1
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... v
DAFTAR NOTASI ......................................................................................................... vi
APPENDIKS .................................................................................................................. vii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
Literatur
Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Alat Destilasi Sederhana ......................................................................... II-3
Gambar II.2 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid ........................................... II-5
Gambar II.3 Kurva Kesetimbangan ............................................................................ II-6
Gambar II.4 Destilator ............................................................................................... II-9
iii
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Indeks bias residu (L) dan Fraksi Mol pada campuran aseton-kloroform ....... IV-3
Tabel IV.2 Indeks bias destilat (V) dan Fraksi Mol pada campuran aseton-kloroform ..... II-5
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini konsep pembelajaran kimia dan fisika sangat berguna bagi kehidupan kita
sehari-hari. Oleh karenanya, pemahaman akan kimia dan fisika begitu penting mengingat
segala hal terjadi berkaitan dengan konsep dan hukum kimia fisika. Banyak manfaat yang
dapat diperoleh. Penting halnya melakukan praktikum ini karena dalam dunia industri, hampir
semua hal mengaplikasikan konsep praktikum kimia fisika.
Diantara beberapa bab-bab kimia fisika terdapat bab tertentu yang harus dibahas dan
dipelajari, salah satunya adalah distilasi biner. Distilasi biner begitu penting karena agar kita
dapat mengetahui dan menentukan titik azeotrop pada sistem biner antara kloroform dan
aseton.
Secara pengertian distilasi sendiri. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volalitas) suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat didihkan hingga menguap dan uap
ini kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Distilasi biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran kloroform
dan aseton dengan komposisi yang variasi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton?
1.3. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Macam-macam Metode Pemisahan
Proses pemisahan dapat diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis atau
kimiawi. Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi yang
dihadapi. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya
operasinya lebih murah dari pemisahan secara kimiawi. Untuk campuran yang tidak dapat
dipisahkan melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), proses
pemisahan kimiawi harus dilakukan (Sinaga, 2010).
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode
pemisahan yang dipilih bergantung pada fase komponen penyusun campuran. Suatu campuran
dapat berupa campuran homogen (satu fase) atau campuran heterogen (lebih dari satu fase).
Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fase: padat-padat, padat-cair,
padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Di berbagai
kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil
pemisahan yang diinginkan (Sinaga, 2010).
Untuk proses pemisahan suatu campuran heterogen, terdapat beberapa prinsip utama
proses pemisahan, yaitu:
1. Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh
air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di
tepi pantai adalah pengendapan dari material - material yang diangkut oleh angin.
2. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada
medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Range
filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks.
Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah padatnyalah yang
harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di dalam industri, kandungan
padatan suatu umpan mempunyai range dari hanya sekedar jejak sampai persentase yang
besar. Seringkali umpan dimodifikasi melalui beberapa pengolahan awal untuk
II-2 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
meningkatkan laju filtrasi, misalnya dengan pemanasan, kristalisasi, atau memasang
peralatan tambahan pada penyaring seperti selulosa atau tanah diatom.
(Education, 2011)
Proses pemisahan suatu campuran homogen, prinsipnya merupakan pemisahan
dari terbentuknya suatu fase baru sehingga campuran menjadi suatu campuran heterogen
yang mudah dipisahkan. Fasa baru terjadi / terbentuk dari adanya perbedaan sifat fisik
dan kimiawi masing-masing komponen. Berbagai tujuh metode digunakan untuk
terjadinya suatu fase baru sehingga campuran homogen dapat dipisahkan, diantaranya :
a. Absorpsi atau penyerapan,dalam kimia,adalah suatu fenomena fisik atau suatu
proses sewaktu atom, molekul, atau ion yang memasuki suatu fase limbah (bulk) lain
yang bisa berupa gas, cairan, ataupun padatan. Proses ini berbeda dengan adsorbsi
karena pengikatan molekul dilakukan melalui volume dan bukan permukaan.
b. Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida,
cairan maupun gas yang terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penjerap,
adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (adsorbat) pada
permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
c. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola
pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa
molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan
melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat
dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang
berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan
berdasarkan pergerakan pada kolom.
d. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam
penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian
didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap lebih dulu.
e. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang
lainnya pelarut organik.
Proses ekstraksi dapat berlangsung pada:
II-3 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
1. Ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi.
2. Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis
ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium maupun
skala industri.
3. Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan
suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan.
f. Sublimasi memiliki beberapa arti, diantaranya :
Sublimasi (kimia), perubahan dari benda padat ke gas, tanpa berubah dahulu menjadi
cair. Sublimasi (psikologi), transformasi emosi. Sublimasi warna, pemindahan gambar
cetakan menjadi substrat sintetis dengan aplikasi panas.
(Wikipedia, 2013)
II.1.2 Pengertian Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan (Wikipedia, 2013) .
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan perbedaan titik
didik atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses
destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat
peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin (Gambar II.2).
Gambar II.1 Alat destilasi sederhana
(Chemist, 2011)
II-4 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Pada operasi destilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran zat cair dalam keadaan setimbang dengan uapnya, maka fasa uapnya akan lebih
banyak mengandung komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan faksi cairanya akan
mengandung lebih sdikit komponen yang mudah menguap. Apabila uap tersebut kemudian
dikondensasikan, maka akan didapatkan cairan yang berbeda komposisinya dari cairan yang
pertama. Cairan yang didapatkan dari kondensasi tersebut mengandung lebih banyak
komponen yang lebih mudah menguap (volatile) dibandingkan dengan cairan yang tidak
teruapkan. (Perry, 1988).
Bila cairan yang berasal dari kondensasi diuapkan lagi sebagian, maka akan
didapatkan uap dengan komponen volatile yang lebih tinggi. Keberhasilan suatu operasi
destilasi tergantung pada keadaan setimbang yang terjadi antara fasa uap dan fasa cair dari
suatu campuran biner yang terdiri dari komponen volatile dan non-volatile (Perry, 1988).
II.1.3. Titik Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik
didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan hasil destilasi
menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrop tetap konstan dalam pemberian atau
penambahan tekanan. Akan tetapi ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan
komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai akibatnya, azeotrop bukanlah komponen tetap,
yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi lebih ke
campuran yang dihasilkan dari saling memengaruhi dalam kekuatan intramolekuler dalam
larutan (Wikipedia, 2013).
Azeotrop dapat didestilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu,
misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air. Air dan pelarut akan
ditangkap oleh penangkap Dean-Stark. Air akan tetap tinggal di dasar penangkap dan
pelarut akan kembali ke campuran dan memisahkan air lagi. Campuran azeotrop
merupakan penyimpangan dari hukum Raoult (Wikipedia, 2013). Untuk lebih jelasnya,
perhatikan ilustrasi berikut :
II-5 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.2 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid
(Segalaada, 2011)
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada kondisi sebelum
mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem
kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ).
Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop.
Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu
tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid (Wikipedia, 2013).
Dalam pemisahan campuran propanol-athyl acetate, digunakan metode pressure swing
distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda,
komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom
distilasi kedua. Produk bawah kolom pertama menghasilkan ethyl acetate murni sedangkan
produk atasnya ialah campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati
komposisi azeotropnya. Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi kembali
pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk bawah kolom kedua
menghasilkan propanol murni sedangkan produk atasnya merupakan campuran propanol-
ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi azeotropnya. Berikut ini gambar kurva
kesetimbangan uap cair campuran propanol-ethyl acetate pada tekanan tinggi dan rendah.
(Wikipedia, 2013)
II-6 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.3 Kurva Kesetimbangan
(Segalaada, 2011)
Dari gambar pertama dapat dilihat bahwa feed masuk kolom pada temperatur 108,2 C
dengan komposisi propanol 0,33. Pada kolom pertama (P=2,8 atm), komposisi azeotrop yaitu
sebesar 0,5 sehingga distilat yang diperoleh berkisar pada nilai tersebut sedangkan bottom
yang diperoleh berupa ethyl acetate murni (Segalaada, 2011)
Untuk memperoleh propanol murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada kolom
kedua (P=1,25 atm). Distilat ini memasuki kolom kedua pada temperatur 82,6 C. Komposisi
azeotrop pada kolom kedua yaitu 0,38 sehingga kandungan propanol pada distilat berkisar
pada nilai tersebut (Segalaada, 2011).
II.1.4 Macam-macam Destilasi
Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam –
macam destilasi, yaitu :
1. Destilasi sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan
maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain
perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi
distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.
2. Destilasi bertingkat ( fraksional )
Distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua atau
lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja
II-7 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini
digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen
dalam minyak mentah.
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom
fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang
berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk
pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin
tidak volatil cairannya.
3. Destilasi uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik
didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-
senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan
menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah
dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran
yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air.
Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti
minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk
ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
4. Destilasi vakum
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300 mmHg
absolut). Distilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya karena
beberapa alasan yaitu :
a. Sifat penguapan relatif antar komponen biasanya meningkat seiring dengan
menurunnya boiling temperature. Sifat penguapan relatif yang meningkat
memudahkan terjadinya proses separasi sehingga jumlah stage teoritis yang
dibutuhkan berkurang. Jika jumlah stage teoritis konstan, rasio refluks yang
diperlukan untuk proses separasi yang sama dapat dikurangi. Jika kedua
variabel di atas konstan maka kemurnian produk yang dihasilkan akan
meningkat.
b. Distilasi pada temperatur rendah dilakukan ketika mengolah produk yang
sensitif terhadap variabel temperatur. Temperatur bagian bawah yang rendah
II-8 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
menghasilkan beberapa reaksi yang tidak diinginkan seperti dekomposisi
produk, polimerisasi, dan penghilangan warna.
c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap yang
sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada titik
didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi
dengan harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air
panas.
5. Refluks / destruksi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam –macam destilasi walau pada
prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan
jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana pada
umumnya reaksi- y w l h “l b ” c p
perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik
pereaksi maupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya dapat
cepat, dengan jalan pemanasan tetap jumlahnya tetap reaksinya dilakukan secara
refluks.
6. Destilasi kering
Prinsipnya memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya.
Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.
(Ayumustika, 2012)
Senyawa – senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat
mencapai titik didih masing – masing.
II-9 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.4 Destilator
(Ayumustika, 2012)
Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari
thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat.
Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama
proses destilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar
dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu
didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi.
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin
( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran
uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air
yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama
mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh
lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi
tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel
listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator (kimiamagic, 2010).
II.1.5 Destilasi Biner
Distilasi biner campuran azeotrop propanol-ethyl acetate dengan metode Pressure
Swing Distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu pada tekanan yang berbeda,
II-10 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
komposisi azeotrop suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom
distilasi kedua (Addien, 2008).
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan
Hukum Dalton. Distilasi campuran biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran
alcohol dan aseton dengan komposisi yang variasi (Addien, 2008).
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut memiliki titik didih
minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran azeotrop tergantung dari tekanan yang
dipakai untuk membuat larutan- larutan dengan konsentrasi tertentu. Azeotrop merupakan
campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak
bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap
yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini
sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika
campuran tersebut dididihkan (Addien, 2008).
II.1.6. Hukum-hukum pada destilasi
Hukum-hukum yang mendasari dari proses destilasi adalah Hukum Raoult dan Hukum
Dalton.
Hukum Raoult dapat didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan
yang sama dengan hasil kali dari fungsitasnya dalam keadaan murni pada temperatur
dan tekanan yang sama, serta fraksi molnya dalam larutan tersebut.
Hukum ini mengasumsikan bahwa komponen memberikan kontribusi terhadap total
tekanan uap campuran dalam sebanding dengan persentase campuran dan tekanan uap
ketika murni, atau dengan ringkas: tekanan parsial sama dengan fraksi mol dikalikan
dengan tekanan uap ketika murni. Jika salah satu perubahan komponen komponen lain
yang tekanan uap, atau jika volatilitas komponen tergantung pada persentase dalam
campuran, hukum akan gagal.
Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan uap total adalah jumlah dari tekanan uap
masing-masing komponen dalam campuran. Ketika multi-komponen cair dipanaskan,
tekanan uap setiap komponen akan meningkat, sehingga menyebabkan tekanan uap
II-11 Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
total meningkat. Ketika tekanan uap total mencapai tekanan yang mengelilingi cair,
mendidih terjadi dan berubah ke gas cair di seluruh sebagian besar cairan. Perhatikan
bahwa campuran dengan komposisi tertentu memiliki satu titik didih pada tekanan
tertentu, ketika komponen saling larut (Addien, 2008).
Keterangan :
: Fraksi mol A
: Fraksi mol B
: Tekanan uap A murni
: Tekanan uap B murni
III-1
BAB III
METODOLOGI
III.1. Variabel Percobaan
1. Variabel bebas
Suhu : 56,5 oC; 58
oC; 60
oC; 65
oC; 63
oC; 63
oC; 56,5
oC; 62
oC; 64
oC; 64
oC
2. Variabel terikat
Indeks Bias
3. Variabel kontrol
Volume kloroform
Volume aseton
III.2. Alat yang digunakan
1) Gelas ukur 100 ml
2) Pipet volume 25 ml
3) Pipet tetes
4) Thermometer
5) Tabung reaksi (20 buah)
6) Refraktometer
7) Labu destilat
III.3. Bahan Percobaan
1) Kloroform
2) Aseton
III.4. Prosedur Percobaan
1) Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
2) Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L
hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Volume
sampel yang di ambilsebanyak 2 ml.
3) Memasukkan 50 ml aseton murni ke dalam labu, mendidihkannya, dan mencatat titik
didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V.
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
4) Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan sisa
destilasi tahap c ke dalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai proses
destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya
telah mencapai 58 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 2L dan 2V.
5) Melanjutkan proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
dan destilat ketika suhunya telah mencapai60 dan memasukkannya ke dalam
tabungh reaksi berlabel 3L dan 3V.
6) Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
7) Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 , kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan 4V.
8) Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V.
9) Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi berlabel 6L dan 6V.
10) Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5 dan mengambil 2ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V.
11) Mendingikan labu, mengembalikan destilat dari tahap j dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap g, h, dan i. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62 , kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya, kedalam tabung reaksi berlebel 8L dan 8V.
12) Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap e dan f, kemudian meneruskan proses destilasi
hingga suhu 64 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlebel 9L dan 9V.
13) Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel berupa
residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlebel 10L dan 10V.
14) Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
Menyiapkan 20 buah botol parfum 5ml yang telah dibersihkan untuk wadah
sampel dan memberi label yaitu 1L hingga 10L untuk tempat residu dan 1V
sampai 10V untuk tempat destilat kemudian siapkan 2 beker glas dengan
memberi label (E,F) dan label (G,H,I) sebagai tempat hasil campuran
destilat dan residu. Volume sampel yang diambil sebanyak 2 ml.
Memasukkan 50 ml aseton murni kedalam labu, mendidihkannya, dan
mencatat titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 0C pada 760
mmHg. Selanjutnya mengumpulkan sampel sebanyag 2 ml sebagai 1L dan
1V.
MULAI
Menghentikan proses distilasi dan mendinginkan labu, kemudian
mengembalikan sisa distilasi tahap c kedalam labu, menambahkan 20 ml
klorofrom dan memulai proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat ketika suhunya mencapai 58 0C dan memasukkan
kedalam botol berlabel 2L dan 2V
A
III-4
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Melanjutkan Proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu
dan destilat ketika suhunya mencapai 60 0C dan memasukkannya ke
dalam 3L dan 3V. Setelah itu cari indeks bias dari 3L dan 3V.
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 0C, kemudian mengambil
50 ml campuran dari destilat dan residu, serta memasukkannya kedalam
beker glas berlabel (E,F). Mendinginkan labu, lalu menambahkan 15 ml
kloroform dan 25 ml aseton.
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 0C, kemudian mengambil 2
ml sampel berupa residu dan destilat serta memasukkannya kedalam
botol berlabel 4L dan 4V.
Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15ml kloroform dan 25 ml
aseton. Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
ketika suhunya mencapai 63 0C dan memasukkannya kedalam botol
berlabel 5L dan 5V
B
A
Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah,
kemudian mengambil 2 ml sempel berupa reesidu dan destilat lalu
memasukkannya kedalam botol berlabel 6L dan 6V. Sisah residu dan
destilat dimasukkan kedalam beker gelas berlabel (G,H,I)
III-5
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform,
mendidihkannya hingga suhu sekitar 56,5 0Cdan mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam botol berlabel 7L
dan 7V.
Mendinginkan labu, mengembalikan destilat dari tahap J dan menambahkan
20 ml campuran destilat dan residu dari tahap G, H , dan I . melanjutkan
proses destilasi kembali pada suhu 62,5 0C, kemudian mengambil 2 ml
sempel berupa residu dan destilat lalu memasukkan ke dalam botol berlabel
8L dan 8V.
B
Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan
50 ml campuran destilat dan residu dari tahap E dan F, kemudian
meneruskan proses hingga mencapai suhu 64 0C dan mengambil 2 ml
sampel berupa residu dan destilat lalu memasukkan kedalam botol berlabel
9L dan 9V.
Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml
sampel berupa residu dan destilat lalu memasukkannya ke dalam botol
berlabel 10L dan 10V.
Menghitung indeks bias dari masing-masing sampel.
SELESAI
III-6
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Gelas ukur
Corong kaca
Pipet tetes
Labu destilat
Pipet volume
Termometer
III-7
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Botol Sampel
Refraktometer
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1.Hasil Percobaan
Tabel IV.1 Indeks bias residu (L) dan Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform
No. Botol C) Fraksi mol
Aseton
Fraksi mol
Kloroform Indeks Bias
1. 1L 56,5 1,00 0 1,356
2. 2L 58 0,7611 0,2426 1,395
3. 3L 60 0,798 0,2020 1,349
4. 4L 65 0,8947 0,6513 1,342
5. 5L 63 0,798 0,2020 1,402
6. 6L 63 0,8947 0,6513 1,399
7. 7L 56,5 0,6732 0,3267 1,441
8. 8L 62 0,798 0,2020 1,409
9. 9L 64 0,8947 0,6513 1,411
10. 10L 64 0,798 0,2020 1,341
Tabel IV. 2 Indeks bias destilat (V) dan Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform
No. Botol C) Fraksi mol
Aseton
Fraksi mol
Kloroform Indeks Bias
1. 1V 56,5 1,00 0 1,359
2. 2V 58 0,962 0,038 1,386
3. 3V 60 0,839 0,160 1,395
4. 4V 65 0,820 0,180 1,389
5. 5V 63 0,812 0,189 1,387
6. 6V 63 0,815 0,185 1,344
7. 7V 56,5 0,560 0,440 1,436
8. 8V 62 0,568 0,432 1,411
9. 9V 64 0,570 0,430 1,409
10. 10V 64 0,568 0,432 1,344
IV.2. Pembahasan
Tujuan percobaan untuk mengukur indeks bias suatu larutan menggunakan alat
refraktometer dengan benar serta membuat diagram titik didih terhadap komposisi
berdasarkan data percobaan.
Azeotrop merupakan teori tentang campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui destilasi biasa.
IV-2
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
1. Azeotrop positif
Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan
konstituennya. Contoh: campuran 95,63 % etanol dan 4,37 % air, etanol mendidih
pada suhu 78,4 oC sedangkan air mendidih pada suhu 100
oC , tetapi campurannya
atau azeotropnya mendidih pada suhu 78,2 oC.
2. Azeotrop Negatif
Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah satu
konstituennya, seperti campuran asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan 79,8 % air.
Dan pada pratikum yang kami lakukan titik azeotrop mendidih pada suhu 56,2 oC.
Dimana titik didih aseton sebesar 56,53 oC dan titik didih kloroform sebesar 76
oC. Dapat
diartikan jika titik didihnya termasuk azeotrop positif dikarenakan titik didih campuran
kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, yaitu aseton dan kloroform. Dalam hal
ini titik azeotrop ditentukan dari indeks bias tertinggi kedua campuran.
Pada praktikum kali ini zat yang digunakan yaitu aseton dan kloroform. Campuran zat
tersebut memiliki titik didih yang hampir berdekatan, sehingga biasa disebut campuran
azeotrop. Campuran azeotrop merupakan campuran dua atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Oleh
karena itu, pemisahan dilakukan dengan cara kolom fraksionasi. Distilasi fraksionasi
merupakan suatu metode pemisahan zat berdasarkan perbedan titik didih yang bedekatan.
Adapun prinsip kerja dari pemisahan dengan distilasi fraksionasi yaitu pemisahan suatu
campuran dimana komponen- komponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat.
Karena zat yang dianalisa merupakan 2 buah campuran zat dengan variasi konsentrasi tertentu
dengan titik didih aseton sebesar 56,53 oC dan kloroform memilki titik didih sebesar 76
oC
sehingga campuran tersebut sering disebut azeotrop.
Pada proses distilasi campuran biner yang pertama keluar sebagai distilat adalah aseton.
Hal ini disebabkan karena aseton memiliki titik didih yang lebih rendah yaitu sebesar 56,53oC
dibandingkan dengan kloroform yaitu 76 oC, sehingga aseton menguap terlebih dahulu. Pada
penentuan titik didih campuran, titik didih dilihat pada saat terjadinya tetesan pertama, Hal ini
menunjukkan telah tercapainya titik didih campuran.
Fraksi mol kloroform terhadap titik didih menunjukkan bahwa semakin kecil fraksi mol
zat dengan titik didih lebih rendah menyebabkan titik didih campuran menjadi lebih besar. Ini
dapat dijelaskan dengan Hukum Raoult.
IV-3
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Indeks Bias
Suhu (oC)
Grafik IV.1 Grafik titik azeotrop residu-destilat
Berdasarkan Grafik IV.1 dapat dilihat bahwa titik azeotrop dari percobaan ini adalah
56,2 dan komposisi aseton diatas menunjukkan sebesar 38%. Padahal suhu standartnya
56,5 °C, dan jauh mencapai 62% untuk menjadi 100%. Dari gambar dapat dilihat bahwa
kolom pada temperatur 56,2 oC dengan komposisi kloroform 0,62. Untuk memperoleh
kloroform murni, distilat kemudian didistilasi lagi pada kolom kedua (P=1,25 atm). Hal itu
tidak sesuai dengan pernyataan bahwa bahwa semakin besar fraksi mol menyababkan titik
didih larutan menjadi lebih rendah.
Suhu
(oC)
Fraksi Mol
Grafik IV.1 Grafik Hubungan Antara Suhu dan Fraksi Mol
1.28
1.3
1.32
1.34
1.36
1.38
1.4
1.42
1.44
1.46
56.5 58 60 65 63 63 56.5 62 64 64
Liquid
Vapor
52
54
56
58
60
62
64
66
1 0.962 0.839 0.82 0.812 0.815 0.56 0.568 0.57 0.568
fraksi mol aseton fraksi mol kloroform
IV-4
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Berdasarkan Grafik IV.2 dapat dilihat bahwa pada suhu terendah yaitu 56,5 oC
didapatkan fraksi mol sebesar 1 (untuk aseton) dan 0 (untuk kloroform). Sedangkan pada suhu
tertinggi yaitu 65 oC didapatkan fraksi mol sebesar 0,820 (untuk aseton) dan 0,180 (untuk
kloroform).
Adanya zat terlarut dengan titik didih lebih tinggi di dalam suatu pelarut dapat
menurunkan tekanan uap pelarut. Mengenai besarnya indeks bias, dapat dilihat di tabel
pengamatan bahwa indeks bias residu sebelum dan setelah dipanaskan dengan komposisi
yang sama memiliki hasil yang berbeda. Indeks bias sebelum pemanasan lebih kecil
dibandingkan indeks bias setelah dipanaskan. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan
pemanasan, aseton menguap lebih cepat sehingga yang tersisa dalam residu yaitu sebagian
aseton yang tidak menguap dan kloroform. Sehingga indeks bias menjadi naik, sesuai dengan
indeks bias etanol yang besar. Hubungan indeks bias terhadap kemurnian tidak bisa diukur
dengan kuantitatif, yang dapat dihitung adalah selisih indeks bias antara distilat terhadap zat
murninya. Makin besar selisihnya menunjukkan makin kecil kemurniannya.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
1. Indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat
terjadi karena terdapat cairan yang menguap lebih cepat pada saat proses distilasi.
2. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 56,2 °C yang
dapat diartikan bahwa titik didihnya termasuk azeotrop positif dikarenakan titik
didih campuran kurang dari titik didih salah satu larutan konstituennya, yaitu aseton
dan kloroform.
3. Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 62% kloroform dan 38%
aseton.
4. Indeks bias tertinggi pada botol liquid 7L dan 7V saat suhu 56,5 o
C. Pada destilat
didapatkan indeks bias sebesar 1,436 dan pada residu sebesar 1,441.
5. Indeks bias terendah pada destilat yaitu 1,344 pada botol vapor 6V dan 10V dengan
suhu masing-masing 63 o
C dan 64 o
C. Sedangkan pada residu yaitu 1,341 pada botol
liquid 10L dengan suhu 64 oC.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. Proses pemisahan. Diakses di (id.wikipedia.org/wiki/proses_pemisahan) pada
tanggal 11 Oktober 2013
Chemistry35. 2011. Laporan Pratikum Kimia Macam-macam Destilasi. Diakses di
(chemistry35.blogspot.com/2011/08/pengertian-destilasi.html) pada tanggal 12
Oktober 2013
Segalaada. 2011. Destilasi campuran biner. Diakses di (segalaada-parungkuda.
blogspot.com/2011/04/distilasi-campuran-biner.html) pada tanggal 12 Oktober
2013
Ayumustikawati. 2012. Definisi Destilasi beserta prosesnya. Diakses di
(ayumustikawati.blogspot.com/2012/06/distilasi.html) pada tanggal 12 Oktober
2013
Kimiamagic. 2010. Laporan Pratikum Kimia Destilasi Biner. Diakses di
(kimiamagic.blogspot.com/2010/02/distilasi.html) pada tanggal 12 Oktober 2013
Himkalpolban. 2010. Laporan Pratikum Kimia-Fisika destilasi biner. Diakses di
(himkalpolban.wordpress.com/laporan/kimia-fisika/laporan-destilasibiner) pada
tanggal 12 Oktober 2013
Linchan. 2010. Laporan Pratikum Kimia Macam-macam Destilasi. Diakses di
(lin4ch4n.wordpress.com/2010/03/11/destilasi.html) pada tanggal 13 Oktober
2013
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika I. Jakarta:Rineka Cipta
Maron, H. Samuel and Jerome B. Lando. 1944. Fundamental of Physical Chemistry.
London: Collier Macmillan Publisher
vi
DAFTAR NOTASI
Lambang Satuan Keterangan
T °C Suhu
v ml Volume
Mr gram/mol Massa relatif
M Mol/liter Molaritas
N grek Normalitas
n mol mol
ρ gram/liter Massa jenis
APENDIKS
Rumus :
Berat Aseton = ρ X V
Mol =
Xₐ (fraksi mol) =
1. Aseton : 50mL, Kloroform : 0mL
Berat Aseton = 0,789 X 50
= 39,5 gr
Mol =
= 0,68
Berat Kloroform = 0,79 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=
= 0
2. Aseton : 48mL, Kloroform : 20mL
Berat Aseton = 0,79 X 48
= 37,92 gr
Mol =
= 0,6538
vii
Berat Kloroform = 0,789 X 20
= 15,78 gr
Mol =
= 0,1326
X aseton =
=
= 0,962
X kloroform =
=
= 0,038
3. Aseton : 46mL, Kloroform : 18mL
Berat Aseton = 0,79 X 46
= 36,34 gr
Mol =
= 0,626
Berat Kloroform = 0,789 X 18
= 14,202 gr
Mol =
= 0,1193
X aseton =
=
= 0,839
X kloroform =
=
= 0,160
4. Aseton : 69mL, Kloroform : 31mL
Berat Aseton = 0,79 X 69
= 54,51 gr
Mol =
= 0,940
Berat Kloroform = 0,789 X 31
= 24,459 gr
Mol =
= 0,206
X aseton =
=
= 0,820
X kloroform =
=
= 0,180
5. Aseton : 92mL, Kloroform :44 mL
Berat Aseton = 0,79 X 92
= 72,68 gr
Mol =
= 1,253
Berat Kloroform = 0,789 X 44
= 34,716 gr
Mol =
= 0,291
X aseton =
=
= 0,812
X kloroform =
=
= 0,189
6. Aseton : 90 ml, kloroform : 42 ml
Berat Aseton = 0,79 X 90
= 71,1 gr
Mol =
= 1,226
Berat Kloroform = 0,789 X 42
= 33,138 gr
Mol =
= 0,278
X aseton =
=
= 0,815
X kloroform =
=
= 0,185
7. Aseton : 88ml, kloroform : 142 ml
Berat Aseton = 0,79 X 88
= 69,52 gr
Mol =
= 1,199
Berat Kloroform = 0,789 X 142
= 112,038 gr
Mol =
= 0,941
X aseton =
=
= 0,560
X kloroform =
=
= 0,440
8. Aseton : 96 ml, kloroform : 150 ml
Berat Aseton = 0,79 X 96
= 75,84 gr
Mol =
= 1,308
Berat Kloroform = 0,789 X 150
= 118,35 gr
Mol =
= 0,995
X aseton =
=
= 0,568
X kloroform =
=
= 0,432
9. Aseton : 98 ml, kloroform : 152 ml
Berat Aseton = 0,79 X 98
= 77,42 gr
Mol =
= 1,335
Berat Kloroform = 0,789 X 152
= 119,928 gr
Mol =
= 1,007
X aseton =
=
= 0,570
X kloroform =
=
= 0,430
10. Aseton : 96 ml, kloroform : 150 ml
Berat Aseton = 0,79 X 96
= 75,84 gr
Mol =
= 1,308
Berat Kloroform = 0,789 X 150
= 118,35 gr
Mol =
= 0,995
X aseton =
=
= 0,568
X kloroform =
=
= 0,432
RESIDU
1. Aseton : 2 ml, kloroform : 0 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=
= 0
2. Aseton : 3 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,7611
X kloroform =
=
= 0,2426
3. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020
4. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
5. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020
6. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
7. Aseton : 1 ml, kloroform : 1 ml
Berat Aseton = 0,79 X 1
= 0,79 gr
Mol =
= 0,0136
Berat Kloroform = 0,789 X 1
= 0,789 gr
Mol =
= 0,0066
X aseton =
=
= 0,6732
X kloroform =
=
= 0,3267
8. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,798
X kloroform =
=
= 0,2020
9. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
10. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3