laporan praktikum kimia fisik ii andriana (3).docx

38
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II VOLUME MOLAL PARSIAL Nama : Andriana Nur Aini NIM : 131810301010 Kelompok : 5 Fakultas / Jurusan : MIPA / Kimia Asisten : Cinde Puspita

Upload: andriananuraini

Post on 02-Feb-2016

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

VOLUME MOLAL PARSIAL

Nama : Andriana Nur AiniNIM : 131810301010Kelompok : 5Fakultas / Jurusan : MIPA / KimiaAsisten : Cinde Puspita

LABORATORIUM KIMIA FISIKJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Volume larutan ideal adalah jumlah volum komponen-

komponennya. Banyak hal yang berhubungan dengan volume molal

parsial hanya saja tidak menyadarinya. Contoh yang paling sederhana

yaitu sirup dan air dimana keduanya berinteraksi. Campuran ini juga

merupakan larutan biner yang mempunyai komposisi tertentu.

Campuran dapat dibedakan menjadi campuran homogen dan

campuran heterogen secara molekulernya (Dogra, 1990).

Campuran cair-cair atau larutan-larutan tentunya juga memiliki

sifat-sifat parsial seperti halnya yang terjadi pada campuran gas. Sifat-

sifat ini yang membantu dalam menjelaskan bagaimana nantinya

komposisi dari suatu campuran dan dapat digunakan untuk

menganalisis sifat-sifatnya. Sifat parsial lain yang paling mudah

digambarkan adalah volume molar gas. Mempelajari volume molar

parsial, dapat membantu kita menentukan seberapa banyak zat A atau

zat B yang ada dalam suatu campuran (Dogra, 1990).

1.2 Tujuan

Menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan

\

Page 3: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet

2.1.1.NaCl

Natrium klorida mempunyai wujud cairan pada suhu ruang,

mempunyai bau yang khas. Garam ini mempunyai berat molekul

sebesar 119.38 g/mol serta tidak berwarna. Titik didih dan titik lelehnya

berturut – turut yaitu 1413° C atau setara dengan 2575,4° F dan 801° C

yang setara dengan 1473,8 °F. Zat ini juga mempunyai suhu kritis

sebesar 263.33° C (506° F). Gravitasi spesifik bahan ini yaitu 1.484

serta tekanan uapnya sebesar 21.1 kPa pada suhu 20° C. Garam ini

sangat larut dalam air dingin. Kasus terjadi kontak , segera basuh mata

dengan banyak air selama setidaknya 15 menit. Kasus kontak kulit

harus segera siram kulit dengan banyak air (Anonim, 2015).

2.1.2 Akuades

Akuades merupakan H2O murni yang terbentuk dari distilasi air.

Akuades merupakan cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Derajat

keasaman (pH) dari akuades adalah netral yaitu 7,0. Titik didih dan titik

lebur dari akuades berturut-turut adalah 100oC dan 0oC. Tekanan uap

dari akuades pada suhu 20oC adalah 17,5 mmHg. Massa jenis dari

akuades adalah 1,00 gram/cm3. Rumus formula akuades adalah H2O

dengan berat molekul 18,0134 gram/mol (Anonim, 2015).

Akuades yang mengenai mata, kulit, tertelan, atau juga terhisap

tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Iritasi terjadi,

segera dibawa ke pihak medis. Air pada umumnya akuades tidak mudah

terbakar. Penyimpanan sebaiknya di wadah tertutup rapat (Anonim,

2015).

2.1.2.NH4Cl

NH4Cl atau ammonium klorida adalah bahan kimia yang berwujud

padat berbentuk bubuk. Padatannya berwarna putih. Ammonium klorida

tidak berbau dan dingin bila tersentuh tangan. Berat molekul senyawa

Page 4: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

ini adalah 53,49 g/mol dengan pH sekitar 5,5. Titik didihnya adalah

520ºC, sedangkan akan terdekomposisi ketika mencapai titik lelehnya

yaitu pada suhu 338ºC. massa jenis senyawa ini adalah 1,53 (Anonim,

2015).

NH4Cl larut dalam air dingin, air panas, dan metanol. NH4Cl tidak

larut dalam dietil ter dan aseton. Ammonium klorida dapat terionisasi

menjadi ammonia dan asam klorida. Senyawa ini dapat menyebabkan

iritasi pada kulit, mata, dan pernapasan. NH4Cl yang terkena kulit dan

mata langsung dicuci atau disiram dengan air mengalir. Senyawa ini

bersifat higroskopis sehingga wadah harus dalam keadaan tertutup

(Anonim, 2015).

2.2. Dasar Teori

Molalitas atau molal dapat di definisikan sebagai jumlah mol

solute per kg solven. Berarti merupakan perbandingan antara jumlah

mol solute dengan massa solven dalam kilogram

molal=mol zat terlarutmassa pelarut

Larutan 1,00 molal maka larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat

terlarut dalam 1,00 kg pelarut (Brady, 1990).

Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum dari satu

komponen dalam sampel terhadap volum total. Volum molar parsial

komponen suatu campuran berubah – ubah tergantung pada komposisi,

karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya

berubah dari murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan

perubahan gaya yang bekerja antara molekul inilah yang menghasilkan

variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah

(Atkins,1993).

Termodinamika terdapat 2 macam larutan yaitu larutan ideal dan

larutan tidak ideal. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut

mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem tersebut.

Untuk larutan tidak ideal di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Besaran molal parsial misalnya volume molal parsial dan entalpi

2. Aktivitas dan koefisien aktivitas

Secara matematis sifat molal parsial di definisikan sebagai berikut

Page 5: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

J 1= J−n 1 J 1n 1

Dimana J1 adalah sifat molal parsial dari komponen ke –i. Secara fisik J

– n1J1 berarti kenaikan dalam besaran termodinamik J yang di amati

bila satu mol senyawa I ditambahkan ke suatu sistem yang besar

sehingga komposisinya tetap konstan (Dogra,1990).

Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai

( ∂ V∂ n i

)T , p ,n j

=V i

dimana V i adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik

V i berarti kenaikan dalam besaran termodinamik V yang diamati bila

satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem yang besar, sehingga

komposisinya tetap konstan (Dogra, 1990).

Temperatur dan tekanan konstan, persamaan di atas dapat ditulis

sebagai

dV =∑i

V i d ni , dan dapat diintegrasikan menjadi

V=∑i

V in i

Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang

komposisinya tetap, suatu komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut,

sehingga komposisi relatif dari tiap-tiap jenis tetap konstan. Karenanya

besaran molal ini tetap sama dan integrasi diambil pada banyaknya mol

(Dogra, 1990).

Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat,

salah satunya piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang terbuat

dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Jadi,

piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai

massa jenis atau densitas fluida. Beberapa macam ukuran piknometer,

tetapi umumnya volume piknometer yang banyak digunakan adalah 10

ml dan 25 ml, dimana nilai volume ini valid pada temperatureyang

tertera pada piknometer tersebut. Piknometer terdiri dari 3 bagian,

yaitu:

Tutup pikno : bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran

kecil.

Page 6: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Termometer : mengamati bahwa zat yang diukur memiliki suhu yang

tetap.

Labu dari gelas: tempat meletakkan zat yang akan di ukur massa

jenisnya.

Penerapan atau aplikasi penentuan volume molal parsial yakni

berfungsi dalam volume molar parsial protein, analisis dekomposisi

volume, Perubahan volume pada transisi struktural protein, dan

perubahan volume pada ligan mengikat protein (Imai, 2007).

Page 7: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Piknometer

Erlenmeyer

Labu ukur

Gelas beaker

Gelas ukur

3.1.2 Bahan

NaCl 3,0 M

Akuades

3.2 Cara Kerja

diambil 200 ml kemudian diencerkan larutan dengan konsentrasi ½;

¼; 1/6; 1/8 dari konsentrasi semula.

ditimbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh

dengan aquades (W0),

ditimbang piknometer yang berisi larutan NaCl (W) dan dicatat

massa masing-masing

dicatat temperatur di dalam piknometer serta densitas larutan

Larutan NaCl 3,0 M

Hasil

Page 8: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 NaCl

KonsentrasiMassa

rata-ratad (g/mL)

m

(molal)

Ø

(mL/mol)

V1

(mL/mol)

V2

(mL/mol)

0,375 M 41,632 g 1,001 0,383 94,14 92,65 82,51

0,500 M 41,792 g 1,008 0,511 91,71 89,42 78,28

0,750 M 41,699 g 1,016 0,772 90,21 85,96 73,72

1,500 M 42,071 g 1,043 1,570 89,45 73,42 62,20

4.1.2 NH4Cl

KonsentrasiMassa

rata-ratad (g/mL) m (molal)

Ø

(mL/mol)

V1

(mL/mol)

V2

(mL/mol)

0,125 M 41,514 g 0,990 0,127 69,40 69,23 69,30

0,160 M 41,531 g 0,991 0,162 68,50 68,25 68,40

0,250 M 41,537 g 0,992 0,255 67,90 67,42 67,80

0,500 M 42,575 g 0,995 0,516 66,50 65,12 66,30

4.2 Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan volume molal parsial

komponen suatu larutan. Volume molal parsial merupakan kontribusi

pada volume dari suatu komponen dalam sampel terhadap volume

total. Percobaan menggunakan larutan NaCl, larutan NH4Cl dan

akuades. Alasan penggunaan NaCl dikarenakan NaCl merupakan larutan

elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan

mampu menyerap air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan,

sehingga disebut dengan volume molal parsial semu.

Percobaan diawali dengan menimbang berat piknometer kosong

dan berat piknometer yang berisi akuades. Tujuan mengukur berat

piknometer disini karena hasil berat piknometer kosong dan berat

piknometer berisi akuades akan digunakan dalam proses penghitungan

volume piknometer nantinya, dimana berat piknometer kosong

diasumsikan sebagai We dan berat piknometer berisi akuades

diasumsikan sebagai Wo.

Page 9: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Langkah pertama yaitu menegencerkan larutan NaCl 3 M menjadi

0,375 M; 0,500 M; 0,750 M; 1,500 M dari konsentrasi semula.

Selanjutnya yaitu menimbang 10 mL dari masing-masing larutan

menggunakan piknometer. Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali.

Proses penimbangan piknometer yang berisi larutan dimulai dari

konsentrasi larutan rendah ke konsentrasi tinggi, sehingga saat selesai

ditimbang piknometer tidak perlu dicuci terlebih dahulu hingga benar-

benar bersih. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak akan

mempengaruhi banyaknya zat atau pengaruhnya diabaikan karena

terlalu kecil. Konsentrasi larutan yang besar dapat mempengaruhi

konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan menambah

konsentrasi menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar.

Penimbangan dilakukan triplo sehingga menghasilkan nilai massa rata-rata

piknometer dan zat pada konsentrasi 0,375 M; 0,500 M; 0,750 M; 1,500 M masing-

masing adalah 41,632 g; 41,792 g; 42,699 g dan 42,071 g. Dari hasil data yang diperoleh

dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin berat pula

piknometer. Hal ini dapat terjadi karena penyusun dari larutan NaCl yang memiliki

konsentrasi besar lebih banyak mengandung zat NaCl daripada air sehingga beratnya

menjadi lebih besar. Massa molekul NaCl juga lebih besar daripada massa molekul H2O,

sehingga jika zat NaCl lebih banyak daripada air, maka massa yang dihasilkan juga

semakin besar.

Massa yang diperoleh ini tentunya akan mempengaruhi berat

jenis larutan, dimana berat jenis dapat diperoleh dari proses

penghitungan pembagian antara berat larutan dengan volume larutan.

Perbedaan konsentrasi larutan NaCl juga pasti akan menghasilkan

densitas yang berbeda-beda pula, dimana semakin tinggi konsentrasi

larutan maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan

karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah

partikel dalam larutan tersebut semakin banyak. Pernyataan tersebut

dibuktikan dengan hasil percobaan yang menyatakan bahwa saat

konsentrasi larutan NaCl tertinggi yaitu 1,5 M, larutan memiliki nilai

densitas 1,043 g/ml. Konsentrasi 0,75 M densitas yang diperoleh

sebesar 1,016 g/ml, pada konsentrasi 0,500 M densitasnya 1,008 g/ml,

dan pada konsentrasi terendah yakni 0,375 M densitasnya 1,001 g/ml.

Page 10: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Langkah selanjutnya yaitu menghitung molalitas larutan untuk

mengetahui nilai molalitas yang dapat diketahui menggunakan rumus

M= 1dM

−Mr1000

Hasil dari pehitungan molalitas larutan NaCl dengan variasi konsentrasi 0,188 M ; 0,375

M ; 0,75 M dan 1,5 M adalah 0,188 mol.g-1; 0,379 mol.g-1; 0,765 mol.g-1 dan 1,60 mol.g-1.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka molalitasnya

juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol

zat terlarut yang terdapat dalam larutan semakin banyak sehingga berpengaruh pada

kenaikan molalitasnya.

Perhitungan berikutnya yaitu perhitungan nilai Φ yaitu volume

molal semu. Pengertian volume molal semu adalah volume yang

digunakan untuk menentukan volume molal komponen larutan. Volume

molal semu yang didapatkan dari yang kecil hingga besar berturut –

turut 94,14 cm-3/mol; 89,42 cm-3/mol; 90,21 cm-3/mol; dan 89,45 cm-

3/mol. Hasilnya kemudian diplotkan pada grafik. Grafik yang diperoleh

yaitu:

0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.380

82

84

86

88

90

92

94

96

f(x) = − 12.5248397941579 x + 101.299642471689R² = 0.979144688614087

Grafik √m terhadap Φ

ϕLinear (ϕ)

Φ

√m

Grafik 1. hubungan antara Φ dengan konsentrasi

Persamaan yang diperoleh yaitu y = -12,525x + 101,3 dan nilai

R2 = 0,9791. Nilai R2 ini menunjukkan tingkat keakuratan dan kebenaran

dari suatu percobaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa

hasil dari percobaan tersebut mendekati yang sempurna. Nilai R yang

didapatkan yaitu mendekati satu sehingga data yang dihasilkan

Page 11: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

mendekati kebenaran. Nilai d∅

d √m (slope) yang didapatkan sebesar -

12,525. Nilai ini kemudian digunakan untuk mencari nilai volume molal

parsial V1 dan V2. Grafik molal parsial yang diperoleh yaitu:

70 75 80 85 90 950

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

f(x) = − 0.0631563372179254 x + 6.20018283576516R² = 0.996518617910765

grafik V1 terhadap m

mLinear (m)

m

V1

Gambar 2. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molaritas

60 65 70 75 80 850

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

f(x) = − 0.0603230862318947 x + 5.28361572896637R² = 0.983449876310227

grafik V2 terhadap m

M Linear (M)

m

V2

Gambar 3. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan

molaritas

Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan molalitas

yaitu menghasilkan sebuah persamaan y = -38,28 + 104,3 dan R2 =

0.936. Grafik ini menjelaskan bahwa molalitas berbanding terbalik

dengan volume molal suatu zat. Sedangkan grafik hubungan antara

volume molal zat terlarut dengan molalitas y = -41,18x + 69,11 dan R2

= 0.919. Grafik ini menjelaskan bahwa molalitas berbanding terbalik

dengan volume molal suatu zat. Hal ini tidak sesuai dengan literatur

dimana semakin besar konsentrasinya maka semakin besar pula volume

molal zat terlarutnya.

Page 12: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Hubungan antara suhu dengan dengan volume molal menurut

literatur yaitu semakin tinggi suhu maka kelarutan zat dalam larutan

tersebut juga semakin besar. Maka semakin tinggi suhu volume molal

parsialnya juga akan semakin besar. Hal ini bisa dibuktikan jika

kelarutan suatu zat akan bertambah jika suhu dinaikkan dimana

menyebabkan konsentrasinya juga bertambah (Atkins, 1994).

Percobaan kali ini tidak menghitung pengaruh suhu terhadap volume

molalitas, hanya data berupa suhu sampel pada saat ditimbang dimana

suhu yang didapatkan hampir sama pada setiap konsentrasi. Hal ini

menyebabkan pengaruh terhadap suhu tidak dapat diketahui.

Bahan selanjutnya yaitu NH4Cl. Langkah prcobaan yang dilakukan

sama dengan langkah pada NaCl. Grafik volume molal semu yang

diperoleh yaitu:

0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.7565

65.566

66.567

67.568

68.569

69.570

f(x) = − 7.41132483097628 x + 71.7417529601255R² = 0.960389383521619

Grafik √m terhadap Φ

ΦLinear (Φ)

√m

Φ

Gambar 4. Grafik hubungan antara Φ dengan konsentrasi

Volume molal yang dihasilkan juga dapat diketahui dari grafik yang

diperoleh. Grafik tersebut yaitu:

Page 13: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

64.5 65 65.5 66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

f(x) = − 0.0989117828768386 x + 6.94203990310099R² = 0.973153995514118

Grafik V1 terhadap m

MLinear (M)

m

V1

Gambar 5. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan

molaritas

66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

f(x) = − 0.135283018867925 x + 9.45748113207547R² = 0.941179162898333

Grafik V2 terhadap m

mLinear (m)

m

V2

Gambar 6. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan

molaritas

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa besarnya konsentrasi zat

maka massa yang diperoleh semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh

molekul yang terkandung didalam suatu senyawa.

Page 14: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu volume molal parsial

merupakan suatu konstribusi volume suatu komponen dalam sampel

terhadap volume total pada tekanan, dan temperatur tetap. Semakin

besar konsentrasi maka semakin besar pula berat jenis dan

molalitasnya. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar juga

volum molal parsial zat terlarut dan berbanding terbalik dengan volume

molal zat pelarut. Volume molal parsial yang didapatkan untuk zat

terlarut NaCl dari konsentrasi besar ke kecil yaitu 1,570 molal; 0,772

nolal; 0,511 molal; 0,383 molal. Sedangkan pada NH4Cl dari konsentrasi

besar ke kecil yaitu 1,516 molal; 0,255 nolal; 0,162 molal; 0,127 molal.

5.2 Saran

Adapun saran dari praktikum ini yaitu penambahan prosedur

untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang memepengaruhi volume

molalitas.

Page 15: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. MSDS Akuades [serial online].

http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9924576. [diakses

pada tanggal 28 oktober 2015].

Anonim. 2015. MSDS NaCl [serial online].

http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9923450. [diakses

pada tanggal 28 oktober 2015].

Anonim. 2015. MSDS NH4Cl [serial online].

http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9924576. [diakses

pada tanggal 28 oktober 2015].

Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.

Brady, Tony.1993. Kimia Untuk Universitas.Jakarta: Universitas

Indonesia.

Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal – soal.Jakarta:Universitas Indonesia.

Page 16: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Imai, T. 2007. Molecular Theory Of Partial Molar Volume and Its

Applications To Biomolecular Systems. Journal Of Condensed Matter

Physics. Vol. 10, No 3(51). Hal 343-361.

LAMPIRAN

A. Larutan NaCl 3,0 M

1. Pengenceran

a. Konsentrasi 1,5

M1 x V1 = M2 x V2

1,5 M x 50 mL = 3 M x V2

V2 = 75 mL

3=25 mL

b. Konsentrasi 0,75

M1 x V1 = M2 x V2

0,75 M x 50 mL = 3 M x V2

Page 17: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

V2 = 37,5 mL

3=12,5 mL

c. Konsentrasi 0,50

M1 x V1 = M2 x V2

0,50 M x 50 mL = 3 M x V

V2 = 25 mL

3=8,3 mL

d. Konsentrasi 0,375

M1 x V1 = M2 x V2

0,375 M x 50 mL = 3 M x V2

V2 = 18,75 mL

3=6,25 mL

1. Berat jenis larutan

a. Konsentrasi 1,5

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(42,071 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 1,043

gmL

b. Konsentrasi 0,75

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,792 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 1,016

gmL

c. Konsentrasi 0,50

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,699 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 1,008

gmL

d. Konsentrasi 0,375

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,632 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g)= 1,001

gmL

2. Molalitas larutan

a. Konsentrasi 1,5

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

1,043g

mL1,5 M

−58,5

gmol

1000

=¿ 1,570 molal

Page 18: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

b. Konsentrasi 0,75

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

1,016g

mL0,75 M

−58,5

gmol

1000

=¿ 0,772 molal

c. Konsentrasi 0,50

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

1,008g

mL0,50 M

−58,5

gmol

1000

=¿ 0,511 molal

d. Konsentrasi 0,375

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

1,001g

mL0,375 M

−58,5

gmol

1000

=¿ 0,383 molal

3. Volume molal semu zat terlarut

a. Konsentrasi 1,5

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10001,570 molal )( (42 , 071 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))1,043

gmL

= 89,45

b. Konsentrasi 0,75

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,772 molal )( (41,792 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))1,016

gmL

= 90,21

c. Konsentrasi 0,50

Page 19: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,511molal )( (41,699 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873g))1,008

gmL

= 91,71

d. Konsentrasi 0,375

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,383 molal )( (41,632g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))1,001

gmL

= 94,14

5. Grafik√ m vs ϕ

√ m ϕ

1,253 85,7

4

0,878 90,2

1

0,715 91,7

1

0,619 94,1

4

Page 20: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.380

82

84

86

88

90

92

94

96

f(x) = − 12.5248397941579 x + 101.299642471689R² = 0.979144688614087

Grafik √m terhadap Φ

ϕLinear (ϕ)

Φ

√m

6. Mencari nilai V1

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

a. Konsentrasi 1,5

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 85,74 + ( 1,570 molal

2×1,253) (-12,52)

V1 = 73,42

b. Konsentrasi 0,75

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 90,21+ ( 0,772

2× 0,878) (-12,52)

V1 = 85,96

c. Konsentrasi 0,5

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 91,71+ ( 0,511

2× 0,715) (-12,52)

V1 =89,42

d. Konsentrasi 0,375

Page 21: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 94,14+ ( 0,383

2× 0,619) (-12,52)

V1 = 92,65

4. Grafik V1vs m

V1 m

7

3

,

4

2

1,

5

7

85,

9

6

0,7

7

2

89,

4

2

0,5

1

1

92,

6

5

0,3

8

3

70 75 80 85 90 950

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

f(x) = − 0.0631563372179254 x + 6.20018283576516R² = 0.996518617910765

grafik V1 terhadap m

mLinear (m)

m

V1

5. Mencari nilai V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

Page 22: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

a. Konsentrasi 1,5

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 85,74+ ( 32

×1,253) (-12,52)

V2 =62,20

b. Konsentrasi 0,75

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 90,21+ ( 32

× 0,878) (-12,52)

V2 =73,72

c. Konsentrasi 0,50

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 91,71+ ( 32

× 0,715) (-12,52)

V2 =78,28

d. Konsentrasi 0,375

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 94,14+ ( 32

× 0,619) (-12,52)

V2 =82,51

6. Grafik V2 vs m

v2 M

62,

2

0

1,

5

7

0

73,

7

2

0,

7

7

2

78, 0,5

Page 23: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

2

8

1

1

82,

5

1

0,3

8

3

60 65 70 75 80 850

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

f(x) = − 0.0603230862318947 x + 5.28361572896637R² = 0.983449876310227

grafik V2 terhadap m

MLinear (M)

m

V2

B. Larutan NH4Cl 1,0 M

1. Pengenceran

a. Konsentrasi 0,5

M1 x V1 = M2 x V2

0,5 M x 50 mL = 1 M x V2

V2 = 25 mL

1=25 mL

b. Konsentrasi 0,25

M1 x V1 = M2 x V2

0,25 M x 50 mL = 1 M x V2

V2 = 12,5 mL

1=12,5mL

c. Konsentrasi 0,16

M1 x V1 = M2 x V2

0,16 M x 50 mL = 1 M x V

Page 24: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

V2 = 8 mL

1=8 mL

d. Konsentrasi 0,125

M1 x V1 = M2 x V2

0,125 M x 50 mL = 1 M x V2

V2 = 6,25 mL

1=6,25mL

2. Berat jenis larutan

a. a Konsentrasi 0,5

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,575 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 0,995

gmL

b. Konsentrasi 0,25

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,537 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 0,992

gmL

c. Konsentrasi 0,16

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,531 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g) = 0,991

gmL

d. Konsentrasi 0,125

d = d0(W −W e)(W 0−W e)

= 0,99

gmL

(41,514 g−31,0873 g)

(41,5126 g−31,0873 g)= 0,990

gmL

3. Molalitas larutan

a. Konsentrasi 0,5

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

0,995g

mL0,5 M

−53,5

gmol

1000

=¿ 0,516 molal

b. Konsentrasi 0,25

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

0,992g

mL0,25 M

−53,5

gmol

1000

=¿ 0,255 molal

c. Konsentrasi 0,16

Page 25: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

0,991g

mL0,16 M

−53,5

gmol

1000

=¿ 0,162 molal

d. Konsentrasi 0,125

m = 1

dM

−M 2

1000 =

1

0,990g

mL0,125 M

−53,5

gmol

1000

=¿ 0,127 molal

4. Volume molal semu zat terlarut

a. Φ = Konsentrasi 0,5

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,516 molal )( (41,575 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))0,995

gmL

= 66,5

b. Konsentrasi 0,25

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,255 molal )( (41,537 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))0,992

gmL

= 67,9

c. Konsentrasi 0,16

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,162 molal )( (41,531g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))0,991

gmL

= 68,5

d. Konsentrasi 0,125

Page 26: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

Φ = M2−(M 2−

1000m )( W −W 0

W 0−W e)

d

=

58,5g

mol−(58,5

gmol

− 10000,127 molal )( (41,514 g−41,5126 g)

(41,5126 g−31,0873 g))0,990

gmL

= 69,4

5. Grafik√ m vs ϕ

√ m Φ

0,718 66,5

0,503 67,9

0,402 68,5

0,356 69,4

0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.7565

65.566

66.567

67.568

68.569

69.570

f(x) = − 7.41132483097628 x + 71.7417529601255R² = 0.960389383521619

Grafik √m terhadap Φ

ΦLinear (Φ)

√m

Φ

6. Mencari nilai V1

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

a. Konsentrasi 0,5

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 66,5+ ( 0,516 molal

2× 0,718) (-7,411)

Page 27: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

V1 =65,12

b. Konsentrasi 0,25

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 67,9+ ( 0,255

2× 0,503) (-7,411)

V1 =67,42

c. Konsentrasi 0,16

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 68,5+ ( 0,162

2× 0,402) (-7,411)

V1 =68,25

d. Konsentrasi 0,125

V1= Φ + ( m2

×√ m) ( d Φ

d √ m )

V1 = 69,4+ ( 0,127

2× 0,356) (-7,411)

V1 =69,23

7. Grafik V1vs m

V1 M

6

5

,

1

2

0,5

1

6

67,

4

2

0,2

5

5

68,

2

5

0,1

6

2

69,

2

3

0,1

2

7

Page 28: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

64.5 65 65.5 66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

f(x) = − 0.0989117828768386 x + 6.94203990310099R² = 0.973153995514118

Grafik V1 terhadap m

MLinear (M)

m

V1

8. Mencari nilai V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

a. Konsentrasi 0,5

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 66,5+ ( 32

× 0,718) (-0,098)

V2 =66,3

b. Konsentrasi 0,25

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 67,9+ ( 32

× 0,504) (-0,098)

V2 =67,8

c. Konsentrasi 0,16

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

V2 = 68,5+ ( 32

× 0,402) (-0,098)

V2 =68,4

d. Konsentrasi 0,125

V2= Φ + ( 32

× √ m) ( d Φ

d √ m )

Page 29: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx

V2 = 69,4+ ( 32

× 0,356) (-0,098)

V2 =69,3

9. Grafik V2 vs m

v2 m

66, 0,51

6

67, 0,2

5

5

68, 0,16

2

69, 0,12

7

66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

f(x) = − 0.135283018867925 x + 9.45748113207547R² = 0.941179162898333

Grafik V2 terhadap m

mLinear (m)

m

V2

Page 30: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx
Page 31: Laporan PRAKTIKUM KIMIA FISIK II Andriana (3).docx