laporan praktikum fisiologi mata sistem saraf dan indera universitas jenderal soedirman purwokerto

Upload: abamvc-muhammad-akbar

Post on 09-Oct-2015

589 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    1/22

    LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

    BLOK NEUROLOGY AND SPECIF IC SENSE SYSTEM

    PEMERIKSAAN REFRAKSI, LAPANG PANDANG, DAN BUTA WARNA

    Asisten :

    Indah Permata Sari

    G1A009092

    Disusun oleh :

    Dessriya Ambar R. G1A010086

    Vici Muhammad Akbar G1A010091

    Ulfah Izdihar G1A010092

    Tiara Gian Puspi G1A010096

    Pradani Eva A. G1A010097

    Hayin Naila N. G1A010102

    Intan Puspita H. G1A010109

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    JURUSAN KEDOKTERAN

    PURWOKERTO

    2013

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    2/22

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Judul Praktikum

    Pemeriksaan Mata.

    B. Waktu dan Tanggal Praktikum

    Selasa, 26 Maret 2013

    C.

    Tujuan Praktikum

    1. Tujuan instruksional umum

    Setelah praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi

    refraksi pada seseorang serta mengoreksi kelainan yang ditemukan,

    memeriksa luas lapang pandang, beberapa macam warna dengan

    menggunakan kampimeter serta melakukan pemeriksaan tes buta warna.

    2. Tujuan instruksional khusus

    Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa dapat:

    a. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotipe snellen

    b. Mengetahui kelainan refraksi

    c. Mengoreksi kelainan refraksi yang ditemukan

    d. Memeriksa kemungkinan adanya astigmatis pada seseorang dengan

    menggunakan gambar kipas lancasater regan dan keratoscop placido.

    e. Mengetahui fungsi retina sebagai reseptor cahaya mempunyai

    kepekaan terhadap warna tertentu.f. Dapat melakukan pemeriksaan tes buta warna

    D. Dasar Teori

    1.

    Fisiologi Penglihatan

    Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan berkas cahar dari

    lingkungan ke sel-sel abang dan kerucut, sel fotoreseptor retina.

    Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    3/22

    untuk disalurkan ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Fotoreseptor terdiri dari

    tiga bagian (Sherwood, 2011) :

    a.

    Sebuah segmen luar, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata,

    menghadap ke koroid, dan mendeteksi rangsangan cahaya,

    b. Buah segmen dalam, yang terletak di pertengahan panjang

    fotoreseptor dan mengandung perangkat metabolik sel, dan

    c. Sebuah terminal sinaps yang terletak paling dekat dengan interior

    mata, menghadap ke neuron bipolar, dan menyalurkan sinyal yang

    dihasilkan di fotoreseptor setelah mendapatkan rangsangan cahaya ke

    sel-sel berikutnya ada jalur penglihatan.

    Segmen luar, yang berbentuk seperti batang pada sel-sel batang dan

    seperti kerucut pada sel-sel kerucut, terdiri dari tumpukan lempeng-

    lempeng membranosa pipih yang banyak mengandung molekul-molekul

    fotopigmen. Lebih dari sejuta molekul fotopigmen mungkin terdapat di

    bagian luar setiap fotoreseptor. Foto pigmen mengalami perubahan

    kimiawi apabila diaktifkan oleh cahaya. Suatu fotopigmen terdiri dari

    protein enzimatik yang disebut opsin yang berkaitan dengan retinen, suatu

    turunan vitamin A. Rodopsin, foto pigmen sel batang, tidak dapat

    membedakan berbagai panjang gelombang spektrum cahaya tampak,

    pigmen ini menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak.

    Fotopigmen di tiga jenis sel kerucut, sel kerucut merah, hijau, dan biru,

    berespons secara selektif terhadap berbagai panjang gelombang, sehingga

    penglihatan warna dapat terjadi (Sherwood, 2011).

    Pemutihan rodopsin dari ungu menjadi merah muda terjadi saat

    cahaya masuk ke retina. Cahaya menyebabkan 11-cis-retinal yangberikatan dengan opsi berubah bentuk menjadi bentuk all-trans, sehingga

    bentuk tersebut terlepas dari opsin. Pemisahan opsi dan retina memicu

    potensial saraf dalam sel batang (reseptor), yang menyebabkan stimulasi

    sel-sel bipolar dan ganglion retina. Stimulasi ini ditransmisi ke otak

    melalui saraf optik (Ethel, 2004).

    Tidak seperti membran sel saraf lainnya, saluran Na+pada membran

    sel batang akan terbuka jika tidak ada stimulasi (cahaya). Dengan

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    4/22

    demikian, dalam gelap, aliran masuk Na+akan mengakibatkan depolarisasi

    dan pelepasan transmiter inhibitorik. Neuron bipolar dan sel ganglion tidak

    terstimulasi. Jika sel batang distimulasi cahaya, pelepasan Ca++dari dalam

    sel batang menyebabkan saluran Na+menutup. Aren konduksi Na+

    menurun, maka bagian dalam sel menjadi semakin negatif, atau

    hiperpolarisasi. Pelepasan transmiter inhibitorik berkurang dan sel-sel

    bipolar berdepolarisasi. Potensial aksi terjadi akibat hiperpolarisasi

    membran bukan akibat depolarisasi membran (Ethel, 2004).

    Resintesis rodopsin terjadi dalam gelap yaitu saat semua alk-trans

    retina diubah kembali menjadi 11-cis-retinal dan berikatan dengan opsi.

    Reaksi ini membutuhkan energi dari enzim. Sel batang berfungsi dalam

    intensitas cahaya rendah karena pemutihan hanya membutuhkan sedikit

    cahaya (Ethel, 2004).

    Adaptasi terhadap gelap dan terang adalah penyesuaian penglihatan

    secara otomatis terhadap intensitas cahaya yang memasuki retina saat

    bergerak dari tempat gelap ke tempat terang atau sebaliknya. Waktu yang

    dibutuhkan untuk adaptasi terhadap kegelapan (kemampuan melihat dalam

    cahaya redup) sebagian ditentukan dari waktu yang dibutuhkan untuk

    meresintesis dan mengumpulkan cadangan rodopsin (Ethel, 2004).

    Dalam cahaya terang, semua rodopsin Yana da akan terurai dengan

    cepat dan hanya tersisa sedikit untuk membentuk potensial aksi dalam sel

    batang, mata disebut beradaptasi terhadap terang. Waktu yang dibutuhkan

    untuk adaptasi terang dari cahaya remang adalah sekitar 20 menit (Ethel,

    2004).

    Sintesis rodopsin dan iodopsin (pigmen pada sel kerucut)membutuhkan vitamin A, suatu prekursor untuk retina. Kekurangan

    asupan vitamin A, dapat menyebabkan abnormalitas penglihatan akibat

    regenerasi sel batang dan kerucut. Adaptasi terhadap gelap dan erang juga

    melibatkan refleks pupilaris, untuk menentukan banyak sedikitnya cahaya

    yang masuk bagian interior mata (Ethel, 2004).

    Setiap mata mengandung 6 sampai 7 juta sel kerucut bipolar yang

    bertanggung jawab untuk kejelasan pandangan dan penglihatan warna. Sel

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    5/22

    kerucut mengandung iodopsin, yaitu retina yang terikat pada opsin yang

    berbeda dengan opsin dalam sel batang. Iodopsin ini bisa saja bersifat

    sensitif-biru, sensitif-merah, atau sensitif-hijau, sehingga setiap sel kerucut

    memiliki sensitivitas selektif untuk membedakan warna. Proses

    dekomposisi pigmen dalam sel batang untuk membentuk potensial aksi

    juga terjadi salam sel kerucut. Karena pigmen iodopsin tidak merespons

    dalam cahaya yang redup, maka sel kerucut hanya dapat berfungsi dalam

    cahaya yang terang (Ethel, 2004).

    Gambar 1. Bagan Fisiologi Penglihatan (Sherwood, 2011)

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    6/22

    2. Pemeriksaan Visus

    Visus atau ketajaman penglihatan ialah kemampuan mata untuk

    melihat dengan jelas dan tegas. Secara fisiologis hal ini ditentukan oleh

    daya pembiasan mata. Mata normal dapat melihat secara jelas dan tegas

    dua garis atau titik dengan sudut penglihatan 1 menit. Titik jauh dasar

    bervariasi diantara mata individu normal tergantung bentuk bola mata dan

    korneanya. Mata emetrop secara alami memiliki fokus yang optimal

    untuk penglihatan jauh, sedangkan untuk mata ametrop (miopia, hiperopia

    atau stigmat) memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk

    melihat jauh. Secara praktis sangat sulit untuk mengukur sudut

    penglihatan suatu mata. Tahun 1876, Van Snellen menciptakan cara

    sederhana untuk membandingkan visus seseorang dengan visus orang

    normal, berdasarkan sudut penglihatan 1 menit. Kartu uji snellen

    menggunakkan huruf-huruf kapital dengan jenis huruf sans serif.

    Seiring bertambah baiknya model optotype penguji, dikembangkan kartu-

    kartu yang paling cocok untuk menguji ketajaman penglihatan jauh,

    misalnya kartu ETDRS. Menggunakkan 10 huruf kapital dengan tingkat

    kesulitan sama (D, K,R, H, V, C,N,Z, S dan O) yang ditemukan oleh

    Louise L. Sloan (Whitcher, 2010).

    Penurunan ketajaman penglihatan dapat dibagi menjadi dua yaitu

    penurunan ketajaman visual sentral dan perifer. Penurunan ketajaman

    penglihatan sentral dan perifer seringkali disebabkan oleh perubahan

    sirkulasi pada suatu lokasi di sepanjang jaras visual neurologik mulai dari

    retina hingga korteks oksipital. Pemeriksaan untuk penurunan ketajaman

    bisa digunakkan tes optotype snelen, jarak yang digunakan untukmengetes ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh yaitu 6 m

    atau 20 kaki dan jarak dekat 14 inci. Ketajaman penglihatan diberi skor

    dengan dua angka, angka normal untuk ketaman penglihatan adalah 6/6.

    Angka pembilang adalah jarak kartu dengan pasien, sedangkan angka

    penyebut adalah jarak yang dapat dibaca oleh orang normal (Whitcher,

    2010).

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    7/22

    Pasien yang tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu (mis.,

    huruf pada 20/200), harus lebih mendekati kartu sampai huruf itu dapat

    dibaca. Jarak ke kartu kemudian dicatat sebagai angka pertama.

    Ketajaman visual 5/200 artinya pasien baru dapat mengenali huruf yang

    paling besar pada jarak 5 kaki. Mata yang tidak dapat membaca satu huruf

    pun, diuji dengan cara menghitung jari. Jika tidak bisa menghitung jari,

    mata tersebut mungkin masih dapat mendeteksi tangan yang digerakkan

    secara vertical atau horizontal. Tingkat penglihatan yang lebih rendah lagi

    adalah kesanggupan mempersepsi cahaya. Mata yang tidak dapat

    mempersepsi cahaya dianggap buta total (Whitcher, 2010).

    Refraksi adalah pembelokan berkas cahaya dari satu medium ke

    medium yang lain yang berbeda. Cahaya melewati dua medium dengan

    densitas berbeda. Kelainan pembiasan adalah suatu keadaan dimana pada

    mata yang melihat jauh tak terhingga, berkas cahaya sejajar masuk ke

    mata, dibiaskan tidak tepat jatuh di retina, sehingga tidak dapat melihat

    secara jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena indeks bias sistem lensa

    mata atau sumbu mata dari lensa. Kelainan ini bisa timbul disepanjang

    jaras optik dan jaras visual neurologik (Whitcher, 2010).

    Refraksi adalah prosedur untuk menentukan dan mengukur setiap

    kelainan optik. Pemeriksaan refraksi sering diperlukan untuk

    membedakan pandangan kabur akibat kelainan refraksi dari pandangan

    kabur akibat kelainan medis pada system penglihatan. Jadi, selain menjadi

    dasar untuk penulisan resep kacamata atau lensa kontak koreksi, prosedur

    ini juga memiliki fungsi diagnostic (Whitcher, 2010).

    3. Pemeriksaan Lapang Pandang

    Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas

    perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata

    difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk

    tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat

    melihat 90100 dari titik fiksasi, ke medial 60, ke atas 5060 dan

    ke bawah 6075 (Rohmah, 2011).

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    8/22

    Area yang terlihat pada sisi nasal disebut lapang pandang nasalis,

    sedangkan area yang terlihat di daerah lateral disebut lapang pandang

    temporalis. Bentuk lapang pandang adalah sirkular, namun terpotong di

    medial oleh adanya nasal dan di superior oleh adanya atap orbita (Barret et

    al, 2010).

    Gambar 1. Lapang Pandang (Barret et al., 2010)

    Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan

    secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan

    menggunakan kampimeter atau perimeter. Pemeriksaan lapang pandang

    dilakukan dengan perimeter, merupakan alat yang digunakan untuk

    menetukan luas lapang pandang. Alat ini berbentuk setengah bola dengan

    jari jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan

    untuk diperiksa. Batas lapang pandang perifer adalah 90 temporal, 75

    inferior, 60 nasal dan 60 superior. Dapat dilakukan dengan pemeriksaanstatik maupun kinetik. Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis

    pada keluhan penglihatan, melihat progresivitas turunnya lapang pandang,

    merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat, serta

    untuk memeriksa adanya histeria atau malingering (Rohmah, 2011).

    Dikenal 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu: Perimetri kinetik yang

    disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan

    dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    9/22

    terlihat oleh pasien. Perimetri statik atau perimetri profil dimana

    pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan

    menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien (Rohmah, 2011).

    Uji perimeter atau kampimeter, ini merupakan uji lapang pandang

    dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien.

    Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda

    digerakkan dari perifer ke sentral. Bila ia melihat benda atau sumber

    cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas luar lapang

    pandangnya serta dapat ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang

    (Rohmah, 2011).

    Uji konfrontasi, merupakan uji pemeriksaan lapang pandang yang

    paling sederhana. Karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang

    pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Pasien

    dan pemeriksa berdiri berhadapan dengan bertatap mata pada jarak 60 cm.

    Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien ditutup. Mata kiri pemeriksa

    menatap mata kanan pasien. Pemeriksa menggerakkan jari dari arah

    temporalnya dengan jarak yang sama dengan mata pasien kearah sentral.

    Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang pandangnya,

    maka bila lapang pandang pasien normal, pasien juga dapat melihat benda

    tersebut. Bila lapang pandang pasien menyempit, pasien akan melihat

    benda atau jari tersebut bila benda telah berada lebih ke tengah dalam

    lapang pandang pemeriksa. Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang

    pandang pemeriksa dengan lapang pandang pasien pada semua arah

    (Rohmah, 2011).

    Berdasarkan lokasi defek anatomisnya, gangguan lapang pandangdibedakan menjadi (Ginsberg, 2007) :

    a. Lesi pada nervus optikus menyebabkan hilangnya penglihatan

    monocular

    b.

    Lesi pada kiasma optikus umumnya merusak serabut saraf yang

    menyilang dari separuh retina bagian nasal, yang menyebabkan

    hemianopsia bitemporal (cahaya dari setengah lapang pandang bagian

    temporal diterima dan diproses oleh bagian nasal retina)

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    10/22

    c. Lesi pada traktus optikus menyebabkan hemianopsia homonim.

    Serabut serabut dari retina pada bagian temporal akan rusak,

    bersamaan dengan serabut dari bagian nasal retina mata yang lain

    yang bersilangan

    d. Lesi lobus parietal akan merusak serabut superior dari radiasio optikus

    yang menyebabkan kuadroanopsia homonim inferior, sebaliknya bila

    lesi lobus temporal akan menyebabkan kuadroanopsia homonim

    superior

    Gambar 2. Lesi pada Gangguan Lapang Pandang (Ginsberg, 2007).

    Gangguan lapang pandang lain, seperti (Ginsberg, 2007) :

    a.

    Skotoma sentral yaitu hilangnya penglihatan sentral yang umumnya

    berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan danmerupakan karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit makula

    retina

    b. Perluasan bintik buta fisiologis yang terlihat dengan pembengkakan

    diskus optikus (edema papil) yang disebabkan oleh peningkatan

    tekanan intracranial dan umumnya terjadi dengan ketajaman

    penglihatan yang masih baik

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    11/22

    c. Macular sparing yaitu daerah makula yang masih baik pada pasien

    dengan hemianopsia homonim dapat disebabkan oleh lesi korteks

    visual yang tidak mengenai kutub oksipital yang merupakan

    representasi daerah makula

    d. Penglihatan seperti terowongan (tunnel vision) yaitu hilangnya lapang

    pandang perifer denggan dipertahankannya daerah sentral yang

    disebabkan oleh penyakit oftalmologi (glaukoma kronik sederhana),

    penyakit retina (retinitis pigmentosa) serta penyakit korteks

    (hemianopsia homonim bilateral dengan makula yang masih baik atau

    macula sparing)

    E. Alat dan Bahan

    1. Fungsi Penglihatan

    a. Optotipe van Snelen

    b.

    Gambar Kipas Lancasater regan

    c. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan bermacam macam

    kemampuan daya bias.

    d.

    Mistar

    e. Ruangan dengan pencayahaan cukup tapi tidak menyilaukan.

    2. Buta Warna

    Buku Pseudo Isokhromatik dan Ishihara

    F. Cara Kerja

    1. Fungsi Penglihatan

    a.

    Probandus berdiri / duduk pada jarak 6 meter dari Optotipe vansnelen

    b. Tinggi mata horizontal dengan Optotipe van snelen

    c. Mata diperiksa satu persatu, dengan memasang bingkai kacamata

    khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup

    hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa.

    d. Periksa visus mata kanan orang percobaan dengan menyuruhnya

    membaca huruf yang saudara tunjuk. Dimulai dari baris huruf yang

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    12/22

    terbesar ( seluruh huruf ) sampai baris huruf yang terkecil ( seluruh

    huruf ) yang masih dapat dibaca OP dengan lancar tanpa kesalahan.

    e.

    Catat visus mata kanan orang percobaan

    f.

    Ulangi pemeriksaan ini pada mata kiri

    g. Catat hasil pemeriksaan

    2. Tes Buta Warna

    a. Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus diminta

    membaca nomor atau huruf di dalam buku ishihara.

    b. Setiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detik.

    c.

    Catat hasilnya dan tentukan kelainan yang ditemukan menurut

    petunjuk yang terdapat dalam buku tersebut.

    d. Bila tidak ada yang buta warna, maka keadaan itu dapat distimulasi

    dengan memakai kacamata merah, hijau, dan biru dengan melihat

    langit selama 1 menit, kemudian segera diminta membaca gambar-

    gambar dalam buku.

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    13/22

    21 cm

    32 cm 50 cm

    39 cm

    BAB II

    ISI DAN PEMBAHASAN

    A.

    Hasil

    1. Pemeriksaan Visus

    Identitas probandus

    Nama : Eka Wijaya W

    Usia : 21 tahun

    Probandus dapat melihat huruf pada papan Optotype Snellen di batas 20

    sehingga didapatkan hasil :

    20 x

    = 6 maka hasilnya adalah 6/6.

    Interpretasi : probandus dapat melihat huruf pda optotype Snellen pada

    jarak 6 mter, sedangkan orang normal dapat melihat pada jarak 6 meter.

    Hal ini berarti bahwa probandus memiliki visus normal.

    2.

    Pemeriksaan Buta Warna

    Tidak ditemukan kelainan buta warna.

    3. Pemeriksaan Lapang Pandang

    Nama : Vici Muhammad Akbar

    Usia : 21 tahun

    Mata kanan

    Gambar 2.1. Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang Mata Kanan

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    14/22

    24 cm

    50 cm 29,5 cm

    28 cm

    Mata kiri

    Gambar 2.2. Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang Mata Kiri

    Rumus :

    Keterangan :

    x : jarak yang di dapat dari probandus

    Jarak : jarak mata probandus ke titik pusat perimetri (25 cm)

    Tabel 2.1 Lapang pandang pada tes perimetri :

    CakupanNilai

    normal

    Pemeriksaan

    Mata Kanan

    Pemeriksaan

    Mata KiriInterpretasi

    Superior 50-60 21 cm = 40, 03o 24 cm = 43,83 o Tidak normal

    Inferior 60-70 39 cm = 57, 34o 28 cm = 48,24o Tidak normal

    Medial 60 32 cm = 52o 29,5 cm = 49,72 o Tidak normal

    Lateral 90-100 50 cm = 63,43o 50 cm = 63,43o Normal

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    15/22

    B. Pembahasan

    1. Pemeriksaan Visus

    Pada pemeriksaan visus biasanya menggunakan kemampuan mata

    dalam membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk

    kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan misalnya 20/20 untuk

    penglihatan normal. Tajam penglihatan nomal rata-rata bervariasi antara

    6/4 hingga 6/6. Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea.

    Faktor-faktor seperti kontras, berbagai uji warna, penerangan umum,

    kelainan refraksi mata dan waktu papar dapat merubah tajam

    penglihatan (Ilyas, 2009).

    Papan Optotype Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5

    menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti

    huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter dan pada

    baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada

    jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk

    sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga huruf ini pada orang normal

    akan dapat dilihat dengan jelas (Ilyas, 2009).

    Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil visus 6/6 yang artinya

    probandus dapat melihat huruf pda optotype Snellen pada jarak 6 mter,

    sedangkan orang normal dapat melihat pada jarak 6 meter. Hal ini

    berarti bahwa probandus memiliki visus normal.

    2. Pemeriksaan Buta Warna

    Pada praktikum ini, probandus dapat membaca semua halaman di

    buku pseudokromatik Ishihara yang berarti probandus tidak buta warna.

    3.

    Pemeriksaan Lapang PandangHasil tes perimetri menunjukkan lapang pandang yang tidak

    normal pada cakupan lapang pandang superior, inferior, dan medial. Hal

    ini dimungkinkan dapat diakibatkan oleh beberapa hal berikut:

    a.

    Kesalahan praktikan dalam mengukur luas lapang pandang.

    b. Kurangnya koordinasi antara praktikan dan probandus dalam

    menentukan luas lapang pandang.

    c.

    Probandus memang memiliki kelainan lapang pandang (menyempit).

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    16/22

    C. Aplikasi Klinis

    1. Miopi (Rabun Dekat)

    Berkas cahaya pada myopia sinar sejajar yang masuk ke mata dalam

    keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibiaskan dan membentuk

    bayangan di depan retina (Taib, 2010).

    Patofisiologi (Taib, 2010) :

    a. Miopia Aksial: terjadi karena sumbu aksial mata yang lebih panjang

    daripada normal

    b.

    Miopia Kurvatura: terjadi karena kurvatura kornea atau lensa yang

    lebuh kuat daripada normal.

    c.

    Miopia indeks:terjadi karena indeksbias kornea ataupun lensa yang

    lebih tinggi daripada normal.

    d. Miopia Refraktif: bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti

    terjadi pada katarak intumesensi, dimana lensa menjadi lebih cembung

    sehingga pembiasan menadi lebih kuat.

    Gejala Klinis (Taib, 2010):

    a.

    Gejala utamanya adalah kabur bila melihat benda jauh.

    b. Sakit kepala, namun jarang terjadi, kecuali disertai dengan

    astigmatisma. Kondisi sakit kepala ini jarang terjadi karena pada

    penderita myopia murni, penderita tidak pernah berakomodasi, karena

    dengan berakomodasi, penglihatan akan semakin kabur.

    c. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh, Hal ini sesuai dengan

    efek pin hole, dimana sinar yang dating hanya yang melalui visual aksis

    sehingga tidak dibiaskan.d. Suka membaca, terutama pada anak-anak, karena dengan membaca dia

    menjadi tidak ada yang mengusik.

    Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi menjadi (Taib, 2010) :

    a. Miopia Ringan : -0.25 s/d -3.00

    b. Miopia Sedang : -3.25 s/d -6.00

    c. Miopia Berat : -6.25 atau lebih

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    17/22

    Diagnosis/ Cara Pemeriksaan: Refraksi Subjektif Metode trial and

    error(Nurwasis, 2006; Taib, 2010) :

    a.

    Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

    b.

    Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

    c. Mata diperiksa satu persatu

    d.

    Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

    e. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis negative

    Cara pemeriksaan refraksi objektif (Nurwasis, 2006; Taib, 2010) :

    a.

    Retinoskopi: dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati reflex

    fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop

    (against movement)kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative

    sampai tercapai netralisasi.

    b. Autorefraktometer (computer)

    Penatalaksanaan miopi adalah dengan kacamata yang dikoreksi dengan

    lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik.

    Bisa juga menggunakan lensa kontak untuk anisometria atau myopia

    tinggi, atau terapi bedah refraktif. Bedah refraktif kornea adalah tindakan

    untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea (excimer laser,

    operasi lasik), sedangkan bedah refraktif lensa adalah tindakan ekstraksi

    lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi lensa intraokuler

    (Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

    2. Hipermetropia (Rabun Jauh)

    Hipermetropia merupakan kelainan refraksi dimana sinar sejajar yangmasuk ke mara dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibiaskan

    membentuk bayangan di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan karena

    berkurangnya panjang sumbu (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi

    pada kelainan congenital tertentu , hipermetropia kurvatura karena

    kurvatura kornea atau lensa yang lebih lemah daripada normal, dan

    hipermetropia indeks yang terjadi karena menurunnya indeks bias refraksi,

    seperti yang terjadi pada afaksia (Taib, 2010).

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    18/22

    Gejala klinis hipermetropia meliputi (Taib, 2010) :

    a. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3D atau lebih,

    hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasinya

    menurun.

    b. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan

    kurang terang atau penerangan kurang.

    c. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan

    mata yang lama dan membaca dekat.

    d.

    Penglihatan tidak enak (astenopia akomodatif=eye strain) terutama

    bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas

    pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton tv dll, terjadi

    astenopia akomodatifayaitu keluhan nyeri sekitar mata, mata panas,

    nrocoh, yang disebabkan karena mata terus berakomodasi.

    e. Mata sensitive terhadap sinar (karena mata dalam kondisi lelah)

    f.

    Spame akomodatif yang menimbulkan pseudomiopia (setelah melihat

    dekat kemudian melihat jauh, akomodasi mata tidak menghilang,

    sehingga penglihatan jauh menjadi kabur, seolah-olah terjadi myopia).

    Jadi pada penderita dengan keluhan penglihatan jauh kabur, namun

    dari anamnesis keluhan astenopia/ perasaan penglihatan yang tidak

    enak dirasakan lebih dominan, perlu dicurigai sebagai pseudomiopia.

    Cara pemeriksaannya adalah dengan obat siklopegik.

    g. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti

    konvergensi yang berlebihan pula. Esoforia, terjasi gejala trias

    parasimpatis n.II, yaitu akomodasi, miosis, dan konvergensi.

    Klasifikasi hipermetropia berdasarkan besar kelainan refraksi

    dibagi menjadi (Taib, 2010)

    a. Hipermetropia ringan : +0.25s/d +3.00

    b. Hipermetropia sedang : +3.25 s/d + 6.00

    c. Hipermetropia Berat : +6.25 atau lebih

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    19/22

    Diagnosis / Cara pemeriksaan: Refraksi Subjektif Metode trial and

    error(Nurwasis, 2006) :

    a.

    Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

    b.

    Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

    c. Mata diperiksa satu persatu

    d.

    Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

    e. Pada Dewasa bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis

    positif

    f.

    Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia

    akomodatifs dilakukan tes siklopegik, kemudian ditentukan

    koreksinya.

    Refraksi Objektif (Nurwasis, 2006) :

    a. Retinoskopi: dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati reflex

    fundus yang bergerak searah dengan arah gerakan retinoskop (with

    movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai

    tercapai netralisasi.

    b. Autorefraktometer (computer)

    Penatalaksanaan hipermetropi yaitu dengan kacamata yang dikoreksi

    dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilakan tajam penglihatan

    terbaik. Lensa kontak digunakan untuk anisometria atau hipermetropia

    tinggi (Nurwasis, 2006; Taib, 2010).

    3. Presbiopi

    Presbiopi merupakan suatu keadaan dimana kemampuanakomodasi mata berkurang karena proses sklerosis. Presbiopia bukan

    merupakan bagian dari kelainan refraksi, tetapi dia membutuhkan bantuan

    kacamata. Patofisiologi yang terjadi pada prespbiopia adalah, pada

    mekanisme akomodasi yang normal, terjadi peningkatan daya refraksi

    mata karena perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan

    kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur

    meka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    20/22

    untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat

    makin kurang (Donahue, 2008).

    Gejala klinisnya adalah terjadi karena daya akomodasi yang

    berkurang sehingga titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya

    kesulitan membaca dekat huruf cetakan kecil. Dalam upaya melihat jelas,

    maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan

    objek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya , dengan demikian

    objek yang dibaca dapat menjadi lebih jelas. Presbiopia timbul pada usia

    45 th untuk ras Kaukasian dan 35 tahun untuk ras lainnya. Gejala klinis

    lainnya adalah kelelahan mata dan nyeri kepala.

    Untuk cara pemeriksaan, penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan

    jauhnya dengan metode trial and error hingga visus mencapai 6/6.

    Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudiansecara binokuler

    ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa menggunkan kartu Jaeger

    pada jarak 33cm (Nurwasis, 2006).

    Penatalaksanaanya adalah dengan diberikan lensa sferis positif sesuai

    pedoman umur, yaitu pada umur 40 tahun ditambahkan sferis +1.00 dan

    setiap 5 th di atasnya ditambahkan lagi sferis +0.50. Lensa sferis positif

    yang ditambahkan dapat diberikan berbagai cara:

    a. Kacamata baca saja untuk melihat dekat saja

    b. Kacamata bifikal unutk melihat jauh dan dekat

    c. Kacamata progresif di mana tidak ada batas bagian lensa untuk

    melihat jauh dan dekat.

    Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan

    lensa sferis positif tidak terikat umur, tetapi boleh diberikan seberapapunsampai membaca cukup memuaskan (Nurwasis, 2006).

    Prognosis dari presbiopi ini adalah baik karena presbiobi dapat

    dikoreksi menggunakan kaca mata maupun lensa kontak. Komplikasi

    presbiopi bila tidak dikoreksi dapat makin parah dan mengakibatkan

    kualitas hidup menurun. Belum ada bukti ilmiah yang dapat dilakukan

    untuk mencegah terjadinya presbiopi (Donahue, 2008).

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    21/22

    BAB III

    KESIMPULAN

    1. Pemeriksaan visus yang dilakukan dengan optotype Snellen mendapatkan

    hasil normal apabila visus 6/6

    2. Contoh dari kelainan refraksi antara lain miopi, hipermetropi, dan presbiopi.

    3. Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan pemakaian kacamata, lensa kontak,

    dan operatif.

    4. Buta warna dapat dideteksi dengan melakukan tes buta warna menggunakan

    buku pseudokromatik Ishihara.

  • 5/19/2018 Laporan Praktikum Fisiologi Mata Sistem Saraf dan Indera Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

    22/22

    DAFTAR PUSTAKA

    Barret K, Barman M, Boitano S, Brooks H. 2010. Ganongs Review of Medical

    Physiology. US: The McGraw-Hill Companies.

    Donahue SP, 2008. Presbyopia And Loss Of Accommodation. In Yanoff M,

    Duker JS, Eds. Ophthalmology3rd ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier.

    Ginsberg, Lionel. 2007.Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga.

    Ilyas, S. 2009.Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

    Nurwasi. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata

    Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo

    Rohmah, Yuyun Mawaddatur. 2011. Pemeriksaan Lapang Pandang. Jember: FKUniversitas Jember

    Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 6. EGC:

    Jakarta.

    Sloane, Ethel. 2004.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC: Jakarta.

    Taib, Trisnowati, 2010. Handout Kuliah Ilmu Penyakit Mata, dr. Trisnowati

    Taib, Sp. M (K).Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo

    Whitcher, John P and Eva, Paul Riordan. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta :EGC.