laporan praktikum etnobotani fix

27
LAPORAN PRAKTIKUM ETNOBOTANI TAHUN AJARAN 2012/2013 PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI BAHAN OBAT TRADISIONAL DI DESA KARANGTENGAH - BATURADEN Oleh : Ardianti Maya Ningrum B1J010201

Upload: ardian

Post on 06-Aug-2015

351 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

LAPORAN PRAKTIKUM ETNOBOTANITAHUN AJARAN 2012/2013

PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI BAHAN OBAT TRADISIONALDI DESA KARANGTENGAH - BATURADEN

Oleh :

Ardianti Maya NingrumB1J010201

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2012

Page 2: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

praktikum ini yang berjudu “Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat

tradisional masyarakat Desa Karangtengah - Baturraden”. Laporan ini

merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir praktikum mata kuliah

Etnobotani di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali

ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Staf dosen pengajar mata kuliah Etnobotani Fakultas Biologi Universitas

Jenderal Soedirman.

2. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan praktikum dan

penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga

laporan ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Purwokerto, Desember 2012

Penulis

Page 3: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ...............................................................................      3

DAFTAR ISI ..............................................................................................      4

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................        5

BAB II. MATERI DAN ..........................................................................         8

A. Materi

a. Bahan 8

b. Alat          8

B. Lokasi dan Waktu

C. Metode

BAB III. HASIL.........................................................................................       10

DAFTAR REFERENSI

LAMPIRAN

Page 4: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

BAB I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, baik tanaman

maupun hewan yang pemanfaatannya telah mengalami sejarah panjang sebagai

bagian dari kebudayaan. Salah satu aktivitas tersebut adalah penggunaan

tumbuhan sebagai bahan obat oleh berbagai suku bangsa atau sekelompok

masyarakat yang tinggal di pedalaman. Tradisi pengobatan suatu masyarakat tidak

terlepas dari kaitan budaya setempat. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat, dan

keragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional terbentuk

melalui suatu proses sosialisasi secara turun temurun dari generasi ke generasi

selanjutnya dipercaya dan diyakini kebenarannya. Pengobatan tradisional adalah

semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan

pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu (Sosrokusumo, 1989 dalam

Rahayu et al., 2006).

Proses modernisasi dan munculnya beberapa masalah seperti tekanan

ekonomi, pertambahan penduduk, sosial budaya dan peraturan baru, memacu

terjadinya kerusakan atau hilangnya sumberdaya hayati yang belum terkaji.

Keanekaragaman dan potensi sumberdaya hayati serta pengetahuan lokal

masyarakat setempat belum pernah diteliti. Modernisasi dengan mudah telah

menggeser sejumlah pengetahuan asli suku bangsa di pulau Jawa. Adanya

kemajuan yang pesat di bidang kesehatan menjadikan ketergantungan terhadap

obat-obatan modern semakin besar. Masyarakat perkotaan umumnya sudah

melupakan obat tradisional. Selain jenis tanaman tersebut tidak banyak di tanam

di perkotaan, umumnya masyarakat kota lebih memilih cara praktis, yaitu pergi ke

dokter jika sakit (Setiadi dan Sarwono, 2007).

Page 5: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

Obat tradisional yang berasal dari tanaman memiliki efek samping yang

jauh lebih rendah tingkat bahayanya dibandingakn obat-obatan kimia, selain

murah dan mudah diperoleh. Hal ini disebabkan dari tanaman obat bersifat alami,

tidak sekeras efek dari obat-obatan kimia. Tubuh manusiapun relatif lebih mudah

menerima obat dari bahan tanaman dibandingkan obat kimiawi. Penemuan-

penemuan kedokteran modern yang berkembang pesat menyebabkan pengobatan

tradisional berkesan kampungan dan ketinggalan zaman. Namun, penemuan

kedokteran modern ternyata mendukung penggunaaan obat tradisional. Banyak

obat-obatan modern yang dibuat dari tanaman obat. Hanya saja peracikannya

dilakukan secara klinis laboratoris sehingga berkesan modern (Fauziah, 2008).

Lokasi praktikum lapangan ini secara administrasi berada di Desa

Karangtengah, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa

Tengah. Dari ibukota kecamatan Baturaden berjarak kurang lebih 3 km, yang

dapat ditempuh dengan angkutan umum dalam waktu 10 menit, dari pusat

Kabupaten Banyumas berjarak 5 km, waktu tempuh kurang lebih 10 menit. Desa

Karangtengah terdiri dari 2 Dusun dan 5 RW 26 RT, yaitu Dusun Muntang dan

Gelangu. Luas wilayah desa Karangtengah adalah 138.344 Ha dengan batas -

batas desa sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan desa Ketenger.

Sebelah barat berbatasan dengan desa Kutaliman kecamatan Kedung Banteng.

Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kebumen dan desa Rempoah

Sebelah timur berbatasan dengan desa Karangmangu dan desa Kemutugkidul.

Desa Karangtengah memiliki topografi miring dengan beda ketinggian 25

m dengan ketinggian tempat antara 1750-2000 m di atas permukaan laut, sehingga

Page 6: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

tergolong dataran rendah. Sebagian tanahnya berjenis assosiasi latosol regosol

tekstur tanahnya debu dengan struktur remah dan porous/sarang. Desa

Karangtengah mempunyai suhu rata-rata harian 27 derajat Celcius, kelembaban

rata-rata harian 90 % sehingga Desa Karangtengah tergolong daerah sedang,

sangat baik untuk pertumbuhann tanaman dan kelangusungan hidup hewan ternak.

Curah hujan rata-rata pertahun adalah 2000 mm dengan penyebaran yang tidak

merata sepanjang tahun. Jumlah penduduk desa Karangtengah berdasarkan data

sekunder monografi desa tahun 2007 adalah berjumlah 5.076 jiwa terdiri dari

penduduk laki-laki sebanyak 2.522 jiwa dan perempuan sebanyak 2.554 jiwa.

Page 7: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

BAB II. MATERI DAN METODE

A. Materi

a. Bahan

Bahan yang dipergunakan pada saat praktikum adalah subjek atau

masyarakat sekitar Desa Karang Tengah, Dusun Muntang dan Gelangu Baturaden.

b. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat tulis, camera digital,

dan kuisioner.

B. Lokasi dan Waktu

Lokasi pelaksanaan praktikum lapangan etnobotani di Desa Karangtengah

Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. Waktu

pelaksanaan praktikum lapangan etnobotani pada tanggal 2 Desember 2012 pukul

08:00 WIB.

C. Metode

Cara kerja dalam praktikum ini adalah :

1. Kuisioner disiapkan terlebih dahulu.

2. Dilakukan wawancara open-ended kepada masyarakat yang berada di Dusun

Muntang dan Gelangu.

3. Data dicatat dan didokumentasikan.

4. Dibuat laporan hasil praktikum.

Page 8: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

BAB III. HASIL

Kehidupan masyarakat dan sistem pengobatan tradisional Dusun Muntang

dan Gelangu sebagian besar menganut agama islam, dan sebagian kecil yang

beragama kejawen. Mata pencahariannya adalah pertani dan peternak. Potensi

desa di sektor pertanian yaitu menanam padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar,

kacang kedelai, kacang tanah, kayu alba, kayu jati, dan lain-lain. Sedangkan di

sektor peternakan dan perikanan yaitu menernak kelinci, sapi, kambing, entok,

ikan gurameh, ikan nila dan lain-lain. Masyarakat percaya kepada dukun kampung

dan penjual jamu. Praktek pengobatan tradisional masih dilakukan walaupun

sudah didirikan Puskesmas dengan fasilitas seorang bidan dan seorang mantri

kesehatan. Keanekaragaman tumbuhan obat yang digunakan dalam pengobatan

tradisional berdasarkan dari hasil wawancara dengan penduduk sekitar tercatat

tidak kurang dari 25 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagian besar

masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit rakyat. Dari informasi yang

diperoleh, penggunaan masing-masing jenis tumbuhan tersebut adalah sebagai

berikut :

Tabel 1. Jenis Tumbuhan Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Tradisional

Masyarakat Dusun Muntang dan Gelangu.

No. Nama ilmiah Nama lokal Khasiat Bagian

yang

digunakan

1 Sauropus

androginus

Katukan Perlancar ASI, susah

kencing dan frambusia

Daun

2 Acorus calamus Dringo Ayan, obat penenang,

stuip, demem nifas

dan mengusir walang

Rimpang

Page 9: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

sangit

3 Zingiber

cassumunar

Bengle Menghangatkan

badan, mengeringkan

luka dan vertigo

Rimpang

4 Phyllantus niruri Meniran Demam, hipertensi,

sakit gigi, disentri dan

luka koreng

Daun, akar

batang,

5 Zingiber

americanus

Lempuyang

emprit

Penambah darah,

penambah nafsu

makan, encok dan

migraine

Rimpang

6 Allium cepa Brambang Demam, Penangkal

pilek, menurunkan

kadar gula darah dan

mencegah tekanan

darah tinggi

Umbi

7 Kaempferia

galangal

Kencur Penghangat badan,

menurunkan panas

dalam, pilek, batuk

dan masuk angin

Rimpang

8 Annona muricata Nangka

sabrang

Ambeien, kanker,

liver, eksim, kandung

kemih, anyang-

anyangan dan mencret

Buah, daun

9 Psidium guajava Jambu

klutuk

Diare, sariawan,

kembung, kencing

manis dan ambeien

Buah, daun

10 Curcuma domestica Kunir Disentri, amandel dan

digigit serangga

Rimpang

11 Timun Buah

12 Piper betle Suruh Mimisan, sariawan, Daun

Page 10: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

bau badan, pembersih

mata, jerawat dan

gatal

13 Andrographis

paniculata

Sambiloto Tifus, demam,

penambah nafsu

makan, batuk, kencing

nanah dan TBC paru-

paru

Daun,

batang

14 Tinospora crispa Brotowali Demam, antiseptik,

rematik, kencing

manis dan penambah

nafsu makan

Batang,

daun

15 Citrus

aurantifolia

Jeruk bayi Demam, batuk, flu

dan kurang darah

Daun, buah

16 Zingiber

officinale

Jahe Menambah nafsu

makan, memperkuat

lambung, eksim,

memperbaiki

pencernaan, saraf

muka yang sakit dan

rematik

Rimpang

17 Cincau Daun

18 Amomum

dealbatum

Kapulogo Obat batuk, demam,

mulas, encok dan

perut kembung

Buah

19 Orthosiphon

stamineus

Remujung Kencing batu, darah

tinggi, infeksi ginjal

dan anyang-anyangan

Daun, akar,

tangkai

20 Averhoa

carambola

Blimbng

legi

Batuk, sariawan, sakit

perut, gondongan,

jerawat, panu, sakit

Bunga,

daun, buah

Page 11: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

gigi, darah tinggi dan

radang rektum

21 Nangka 22 Cengkeh perut kembung, kolera

dan sakit gigiKuntum

23 Pisang 24 Jambu air 25 Moringa oleifera Kelor Cacingan, sakit mata,

sakit kuning, rematik dan biduran

Daun

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari wawancara masyarakat di Desa

Karangtengah adalah hampir semua masyarakat di Dusun Muntang dan Galanga

menggunakan tumbuhan untuk bahan obat tradisional. Bagian tumbuhan yang

biasanya digunakan yaitu rimpang (lengkuas); akar (gingseng); kulit buah

(mahkota dewa); daun (sirih); batang (brotowali); buah (belimbing wuluh) dan

bunga (melati). Namun ada pula pemanfaatan obat dari seluruh bagian tanaman

(pegagan). Tumbuhan ini ditanam secara sengaja oleh masyarakat sekitar karena

mempunyai khasiat dan dari segi ekonomi mudah didapat. Berbeda dengan obat

kimia yang khusus untuk mengobati satu jenis penyakit tertentu, tanaman obat

memiliki khasiat yang beragam. Pemakaian dan cara pengolahannya boleh

dibilang sangat sederhana. Namun, jenis tanaman obat haruslah tepat. Setiap

tanaman memiliki efek farmakologi yang sangat beragam. Pemakaian tanaman

obat yang salah dapat berakibat fatal. Beberapa cara mengolah tanaman obat

diantaranya :

1. Memipis

Biasanya bahan yang digunakan berupa bagian tanaman atau tanaman yang

masih segar seperti daun, biji, bunga, dan rimpang. Bahan tersebut dihaluskan

Page 12: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

dengan ditambah sedikit air. Bahan yang sudah halus diperas hingga ¼ cangkir.

Jika kurang, air matang ditambahkan pada ampas, lalu diperas lagi

2. Merebus

Tanaman obat direbus agar zat-zat yang berhasiat di dlam tanman larut ke

dalam air. Air yang digunakan dalam perebusan adalah air bening. Jka telah

mendidih bahan di dalam air dibiarkan selama 5 menit.

3. Menyeduh

Bahan baku yang dgunakan dapat berupa bahan yang masih segar atau bahan

yang sudah dikeringkan. Sebelum diramu, bahan dipotong kecil-kecil. Setelah

siap, bahan diseduh dengan air panas diamkan selama 5 menit kemudan disaring.

Beberapa jenis tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di

Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara antara lain kompanga (Alstonia scholaris (L.)

R.Br.), kayu cina (Leptospermum amboinense Blume), oyong kuni (Arcangelisia

flava (L.) Merr., Fibraurea tinctoria Lour. Beberapa jenis tanaman yang

digunakan pasca persalinan antara lain akar loiya le (Cymbopogon citratus (DC.)

Stapf), buah lasi daru (Amomum compactum Soland. ex Maton), daun kapupu

(Crinum asiaticum L.), Hoinu (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.), daun daru

(Costus speciosus (Koenig) J.E. Smith), Daun ombu (Blumea balsamifera (L.)

DC.), rimpang kunir (Curcuma domestica Valeton.) dan daun lewe sena (Piper

betle L). Daun muda dan buah malaka (Psidium guajava L.) digunakan untuk obat

diare. Daun palan singa (Senna alata L.) untuk obat penyakit kulit (panu) dan

batang oyong kuni (A. flava) untuk obat sakit kuning. Hal ini tampaknya juga

umum digunakan masyarakat lokal lain di Indonesia (Sastroamidjojo, 1988;

Heyne, 1987 dalam Rahayu et al., 2006). Dari 68 jenis tumbuhan obat, sebagian

Page 13: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

besar digunakan sebagai obat penurun panas atau demam yaitu hoinu (A.

esculentus), kompanga (Alstonia scholaris (L.) R.Br.), kepaya (Carica papaya

L.), kawu-kawu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.), bontu (Hibiscus tiliaceus L.),

tanga-tanga (Jatropha curcas L.), langsat (Lansium domesticum Correa), kayu

cina (L. amboinense) dan punti bugisi (Musa sp.). Di antara 9 jenis tumbuhan obat

ini, yang paling sering dan umum digunakan oleh masyarakat Wawonii untuk obat

penurun panas adalah C. papaya, mengingat jenis ini mudah didapatkan dan

merupakan tanaman budidaya yang umum dijumpai di pekarangan atau kebun.

Cara penggunaannya dengan meminum rebusan daun tua (kuning), sedang air

rebusan akar berkhasiat sebagai obat malaria (Rahayu et al., 2006).

Sebagai contoh tidak semua masyarakat Wawonii, Sulawesi Tenggara di

lokasi penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang sama dalam memanfaatkan

tumbuhan obat. Hal tersebut sangat terkait dengan ilmu pengetahuan seseorang.

Umumnya kepercayaan tentang kegunaan atau kekhasiatan suatu jenis tumbuhan

obat tidak hanya diperoleh dari pengalaman, tetapi seringkali dikaitkan dengan

nilai-nilai religius. Persepsi masyarakat Wawonii tentang sakit tergantung dari

sudut pandang masing-masing orang. Secara umum dapat dikatakan bahwa sakit

adalah keadaan yang tidak seimbang, sehingga dapat mempengaruhi kegiatan

sehari-harinya. Penyebab penyakit bermacam-macam, ada yang datang dari

Sangia (Sang Pencipta) dan ada yang berasal dari makhluk halus/jahat. Oleh

karena itu para sando selalu mengadalkan pengobatannya dengan senantiasa

memohon pertolongan kepada Sang Pencipta (Rahayu et al., 2006).

Isu internasional untuk “kembali ke alam” dan perkembangan industri obat

asli Indonesia memperluas peluang pemanfaatan tanaman obat. Kebutuhan bahan

Page 14: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

baku tanaman obat dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga perlu dukungan

iptek dan peningkatan potensi masyarakat. Peningkatan industri obat asli

Indonesia meningkatkan peluang pengembangan tanaman temu-temuan.

Pengembangan tersebut perlu didukung dengan iptek dan peningkatkan potensi

masyarakat, sehingga diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi

(Muchamad Yusron dan M. Januwati, 2000).

Beberapa jenis simplisia yang mempunyai serapan besar adalah

temulawak, jahe, lengkuas, cabe jamu, temu hitam, kencur, adas, lempuyang

gajah, pulasari, kedawung, kunyit dan lempuyang wangi. Kebijaksanaan dalam

ekspor bahan obat ini akan ditingkatkan dalam bentuk ekstrak, sediaan galenik

lainnya atau hasil isolasinya, sehingga bahan tersebut dapat disimpan lama.

Peningkatan bentuk olahan tersebut memberi peluang penyerapan tenaga kerja

terdidik dan pelaksanaan ekspor dapat disesuaikan agar situasi yang

menguntungkan (BALITTRO, 1999).

Dewasa ini pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat digunakan

sebagai pengobatan alternatif untuk diri sendiri. Pengetahuan tradisional tersebut

jika tidak ditulis, lama kelamaan akan menghilang. Perlu dilakukan penelitian

lanjutan sehubungan dengan kandungan kimia dari setiap jenis tumbuhan tersebut

walaupun sudah ada beberapa tanaman yang diketahui kandungan kimianya

namun masih perlu diuji lagi termasuk dosis yang tepat dalam penggunaannya

beserta uji klinisnya (Soedarsono R. dan D. Andayaningsih, 2008).

Page 15: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

DAFTAR REFERENSI

BALITTRO. 1999. Program Penelitian Tanaman Obat dan Atsiri. Penyusunan Prioritas dan Design Program Penelitian Tanaman Industri. Bogor, 10-11 Maret 1999. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Muhlisah, Fauziah. 2008. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Penebar swadaya : Jakarta.

R., Setiadi dan B. Sarwono. 2007. Tanaman Obat Keluarga 200 Resep Herbal untuk 100 penyakit. Majalah flona Gramedia : Jakarta.

Rahayu, M., S. Sunarti, D. Sulistiarini, dan S. Prawiroatmodjo. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas 7(3):245-250

Riswan Soedarsono dan Dwi Andayaningsih. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan Obat yang Digunakan dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Sasak Lombok Barat. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 2 Juli 2008: 96 -103. Bidang Botani, Puslit. Biologi – LIPI, 2Fakultas Biologi Universitas Nasional.

Yusron Muchamad dan M. Januwati. 2000. Pemanfatan Lahan pada Kelapa Sawit Muda dengan Temu-Temuan sebagai Tanaman Sela. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Page 16: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

LAMPIRAN

Kelor Cincau

Kangkung-kangungan Sirsak

Cengkeh Sirih

Page 17: Laporan Praktikum Etnobotani Fix

Jeruk Nipis Jambu Air

Belimbing Manis Nangka

Jambu Biji Pisang