laporan pkl bandeng
TRANSCRIPT
LAPORAN PKL BANDENG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan
oleh petani tambak di Indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan
ekonomis dan banyak diminati masyarakat Indonesia dan dunia, Di Indonesia ada waktu tertentu
dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan
ukuran sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu usaha penanganan bibit ikan tersebut yang
sekaligus dapat menpukulin usaha budidayanya yang berkesinambungan.
Ditinjau dari aspek ekonomi ikan bandeng memiliki prospek yang cerah untuk saat ini
dan di masa yang akan datang hal ini dikarenakan organisme ini sudah berhasil dibudidayakan
secara buatan serta dengan permintaan bandeng ukuran konsumsi. Kegiatan budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal) sudah dikenal masyarakat sekitar abad ke 14 yang dimulai
dengan budidaya di tambak secara tradisional. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu
kendala dalam meningkatkan teknologi dalam membudidayakan ikan bandeng di Indonesia, saat
ini kebutuhan benih untuk tambak bandeng masih mengandalkan produksi induk di hatcheri
lengkap dan dari alam yang jumlahnya sangat tidak menentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Bandeng
Secara taksonomi ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsskal
Ikan bandeng merupakan sejenis ikan laut yang mempunyai bentuk tubuh yang langsing
mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warna ikan
bandeng putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada
punggungnya (Soeseno, 1988).
Ikan bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping,
dengan sirip ekor yang bercabang dua. Ikan bandeng bisa bertambah besar menjadi 1,7 m, tetapi
yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Ikan bandeng tidak memiliki gigi, Seluruh
permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada
bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip
dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap
kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada
bagian depan kepala dan simetris, Sirip ekor homocercal (Gambar 1).
Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng
Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang, dengan 14
sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip dada, 11 sampai 12 jari-
jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus dan pada sirip ekor berlekuk simetris
dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009).
Ikan bandeng dapat di bedakan dengan jantan dan betina. Bandeng jantan dapat
diiketahui dari lubang anusnya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil. Bandeng
betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan.
2. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang
berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut:
1) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui
secara rinci.
4) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan,
keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu
mengakibatkan kegagalan proses produksi.
3. SARANA DAN PRASARANA
1) Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak
pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air
dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air
(laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak
pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah
serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah
sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni
plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim
pemipaan air tawar, air laut dan udara.
b. Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih
dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung
menerima cahaya tanpa dinding.
c. Bak Pemeliharan Telur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari
2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
d. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat
dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5)
m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat
lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk
mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik
untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva
yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat
langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian
atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
a) Bak kultur chlorella b) Tabung tempat kultur rotifera
Gambar 1. Kultur Pakan Alami
Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi
cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan
tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x
0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan
dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak
chlorella, rotifer dan larva sebaliknya 5:5:1.
2) Sarana Penunjang
Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang
pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat
serta gudang (ruang pentimpanan barangbarang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan
memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
a. Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur
murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yangmemerlukan ruangan suhu
rendah yakni 22~25 0C.
b.Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan
penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki
dengan sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air,
kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi
untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan
baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi
dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan
gudang.
3) Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis
menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal
staf dan karyawan.
4. TEKNIK PEMELIHARAAN
1) Persiapan Operasional.
a. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-
bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu
dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian
dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10%
dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium
thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu formalin 50 ppm. Menyiapkan suku
cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses
produksi.
b. Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia
cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu
menguasai bidang kerjanya.
2) Pengadaan Induk.
a. Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b. Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi
dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi
aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
c. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
d. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai
selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas
segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.
3) Pemeliharaan Induk
a. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak
berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
b. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
c. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 %
diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang
< 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.
4) Pemilihan Induk
a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak
banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol
dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan kelubang kelamin sedalam 20~40
cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama
untuk induk jantan.
c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap
untuk dipijahkan
d. Induk jantan yang siap di pijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan
yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang
kelamin.
5) Pematangan Gonad
a. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan
reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis
hormon yang lazim digunakan untukmengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH
–a, 17 alphamethiltestoteron dan HCG. Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng
Induk bandeng diletakkan di atas bantalan busa.
Lendir yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.
Salah satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk
membuat lubang untuk menanam pellet hormon.
Pellet hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.
Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.
b. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan
gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17alpha methiltestoteren masing-
masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor
(berat induk 3,5 sampai 7 kg).
6) Pemijahan Alami.
a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi
aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
7) Pemijahan Buatan.
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan
pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormone berbentuk padat
diberikan setiap bulan (implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan
gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha
methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk
jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon
LHRH- a pada dosis 5.000 10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton
ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk
meloncat keluar tangki.
8) Penanganan Telur.
a. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt,
sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
b. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat
sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan
secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak
penetasan antara 20-30 butir per liter.
c. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut
penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan
benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur
pada fase ini belum bisa dilakukan.
d. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 %
selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
9) Pemeliharaan Larva.
a. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH
8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan
dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
b. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai
cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella
dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
c. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu
disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
d. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk
mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan
perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
e. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat
0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah
menyamai bandeng dewasa.
10) Pemberian Makanan Alami
a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera
(Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai
makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20
ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah
chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari
setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupipada saat larva
berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan
tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam
satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan
mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan
komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
11) Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki
dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan
chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastic yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang
berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan
wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan
kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke
tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa
benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah
disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran
40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke
wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
12) Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen
disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan
dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya
lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya
sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca
volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan
mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari
yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.
a) chlorella b) rotifera
Gambar 2. Pakan Alami
Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang
merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 :
1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu
perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt.
Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30
mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan
sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro
berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan
dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang
perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat
untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan
pemeliharaan berikutnya.
5. PANEN
1) Panen dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat
dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan
berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar
saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan
menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
a) Kontruksi tambak b) Akuarium tempat penetasan
Gambar 3. Kontruksi tambak dan Akuarium penetasan Telur
Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30
menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum
diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan
menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap.
Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau
persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi
dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen
yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ±
12 jam).
2) Distribusi Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran
40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan
perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan
disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama
angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air
dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong
plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama
transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan
penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka
telur dapat segera dicurahkan ke luar.
3) Panen dan Distribusi Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian
diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi
persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat
dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener.
Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang
dapat menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam wadah
pengangkutan
a) Penghitungan benih b) Packing benih
Gambar 4. Tata cara penghitungan dan packing benih
a) Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing
b) Memasukkan oksigen ke dalam plastik packing
c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar oksigen tidak keluar
d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan
e) Benih siap di distribusikan
4) Panen dan Distribusi Induk.
Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air
tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jarring yang disesuaikan ukuran
induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya
berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus
menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya
induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong
plastik, serat
gelas ukuran 2 m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3
tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas rendah antara 10-15
ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah
transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.
C. RINGKASAN PEMBENIHAN
Pemilihan tempat perbenihan bandeng sangat lah penting oleh karena itu harus
mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemilihan lokasi karena pemilihan
lokasi sangat penting dalam menunjang keberhasilan usaha perbenihan tersebut. Kegiatan
pembenihan merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan muara dalam kegiatan
budidaya selanjutnya yaitu kegiatan pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan meliputi
pemilihan induk, perawatan induk, teknik pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva.
Dimana setiap tahap akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan selanjutnya, sehingga
dalam kegiatan pembenihan baik mulai melakukan pemilihan induk sampai pemeliharaan larva
harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga dapat berhasil.
BAB IIIPenggelondongan Bandeng
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi pokok 3 mengenai Penggelondongan ikan Bandeng, peserta
mampu melakukan pendederan ikan bandeng yang meliputi teknik Penggelondongan bandeng,
Konstruksi Tambak, Persiapan Lahan, Penebaran Benih, Pemeliharaan, Pemupukan Susulan,
Pengendalian hama dan Penyakit, Lama Pemeliharaan, Cara Panen.
B. Materi Penggelondongan Bandeng
Hampir satu dasawarsa serangan penyakit udang yang mematikan belum dapat terkendali
secara efektif, kegagalan sudah berkali-kali dialami petani/pengusaha tambak. Timbulnya
penyakit udang tersebut disebabkan semakin menurunnya daya dukung lahan tambak sebagai
akibat dari penerapan Sapta Usaha Pertambakan yang tidak sesuai anjuran dan adanya berbagai
bentuk manipulasi lingkungan perairan tambak yang dilakukan petani, semua ini bermuara
kepada terganggunya keseimbangan sistim perairan (Ali Poernomo, 1992). Salah satu upaya
untuk meningkatkan kembali daya guna dan nilai guna lahan tambak diperlukan adanya suatu
solusi dengan memfungsikan tambak melalui budidaya bermacam-macam komoditi salah satu
diantaranya adalah komoditi ikan bandeng. Ikan bandeng adalah salah satu sumber protein
hewani yang harganya lumayan dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas, selain dikonsumsi
dalam bentuk ikan segar juga dalam bentuk olahan diantaranya: pindang dan bandeng presto
(Aslianti,1994).
Kebutuhan lain yang akhir-akhir ini cukup berkembang adalah sebagai umpan hidup
untuk penangkapan tuna/cakalang (Asmin Ismail, dan Ahmad Sudrajad, 1992). Kelebihan lain
yang dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH,
kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kisaran kadar
garam 0-15 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak mempunyai sifat kanibal sehingga ikan ini
mempunyai kecenderungan untuk dibudidayakan dengan kepadatan tinggi terutama
penggelondongan (Liao,1985). Dalam usaha budidaya benih sampai ukuran gelondongan
merupakan komponen penentu menuju keberhasilan budidaya. Permasalahan yang dihadapi saat
ini adalah rendahnya teknologi penggelondongan yang dimiliki petani/pengusaha, baik itu padat
tebar, pemberian pakan tambahan dan manajemen air, sehingga tingkat pertumbuhan dan
kelulusan hidup yang didapatkan dalam penggelondongan bandeng masih sangat rendah. Untuk
itu diperlukan adanya informasi yang akurat menyangkut teknologi penggelondongan nener
bandeng sebagai acuan yang dapat dimanfaatkan oleh petani/pengusaha tambak. Beberapa
keuntungan dapat diperoleh dengan penggelondongan nener bandeng sampai ukuran (5-7 cm)
adalah sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang budidaya
bandeng umpan maupun bandeng konsumsi.
b. Meningkatkan kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
c. Menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap budidaya
bandeng umpan atau bandeng konsumsi.
d. Berfungsi sebagai komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
e. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
f. Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.
1. Pemilihan Lokasi
Pada umumnya petakan tambak penggelondongan nener bandeng sama dengan petakan
tambak budidaya ikan bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di lokasi dengan perbedaan tinggi
pasang surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal adalah 0,50 m dari permukaan air laut. Tanah dasar
yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu
menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar. Tanah tambak yang baru dibuka
pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan
jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun pengapuran.
Persyaratan Lokasi Penggelondongan Nener Bandeng
- Keadaan Lingkungan (Variabel)
1 PH 7 – 8
2 Oksigen terlarut > 3 ppm
3 Suhu air 25 - 30 0C
4 Salinitas 10 - 30 ppt
5 Sumber air Payau dan tawar
6 Kualitas air Tidak tercemar
7 Tekstur tanah Liat berdebu
2. Konstruksi dan Desain Tambak
Pematang tambak terdiri dari pematang keliling (tanggul primer) dan pematang penyekat
(tanggul skunder). Pematang keliling harus cukup lebar (> 1 m) dengan lereng bagian dalam 1-
1,5 dan lereng bagian luar 1-1,20 m. Sedangkan lebar pematang perantara dibuat lebih kecil
dengan lereng tanggul 1:1 (Poernomo 1992).
a) Tampak samping b) tampak atas
Gambar 5. Kontruksi kolam untuk nener
Tinggi pematang sebaiknya tidak kurang dari 0,5 m di atas pasang naik tertinggi dari
penyusutan sebesar 15-20% harus diperhitung pada pembuatan semua jenis pematang. Saluran di
tambak terdiri atas saluran pemasukan, saluran pembuangan dan saluran pembagi. Di dalam tiap
petakan tambak dapat dibuat parit-parit keliling (caren) dengan lebar 2-4 m dan dalam 0,3-0,5 m
dari permukaan pelataran. Pintu air satu unit tambak terdiri atas satu pintu utama, pintu sekunder
dan pintu tertier. Pintu utama dipasang pada pematang utama keliling untuk pengaturan
pemasukan air ke dalam unit tambak. Pintu sekunder dipasang pada pematang perantara untuk
memasukkan air dari saluran pembagi ke dalam tiap petakan, ukuran pintu air sebaiknya diatur
sesuai dengan kapasitas lahan sehingga pemasukan dan pengeluaran air dapat dilakukan dengan
lebih cepat. Tiap petak dalam satu unit tambak harus mendapatkan pengairan tersendiri, untuk
mencegah penggunaan air yang berkualitas rendah sebaiknya pengairan tidak dilakukan secara
seri.
3. Persiapan
- Pengeringan tanah dasar tambak
Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan
perbaikan pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian pelataran diolah dan
diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari hingga tanah dasar retak-retak sampai
sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan ini juga disertai kegiatan aplikasi pemberantas hama
yaitu dengan menggunakan Saponin sebanyak 30
kg/ha.
- Pemupukan awal
Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara
tidak langsung. Pupuk organik selain merupakan sumber hara yang lengkap bagi pakan alami
juga dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang dapat
menyediakan zat hara secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan alami yang bisa
ditumbuhkan di tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah kelekap, yaitu kumpulan
berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya terdiri dari alga biru (Cyanophyceae) dan
diatom (Bacillariophyceae). Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan
tanah dasar. Apabila pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan
dosis 2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik
(buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di pelataran.
Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm dan diberakan selama satu minggu.
Selanjutnya dilakukan pengairan secara bertahap, hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm,
hari ketiga 30-40 cm dan dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur.
Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih ikan bandeng.
Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang cukup rapat untuk menghindari
masuknya organisme predator.
4. Penebaran Benih
- Ukuran
Benih (nener) ikan bandeng yang ditebar adalah benih yang berada dalam tahap akhir
masa larva, yang secara alami dijumpai di perairan pantai dengan panjang tubuh total 10-16 mm.
Apabila penebaran menggunakan benih ikan bandeng yang dihasilkan dari panti pembenihan
maka benih tersebut merupakan benih yang berumur 21-25 hari.
- Padat tebar
Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12 ekor/m2.
Sebelum penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan (suhu dan
salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali benih ditempatkan dalam suatu
wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wadah tersebut
dengan selang melalui salah satu sisi wadah, sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon
keluar dengan menggunakan selang yang dilengkapi saringan sehingga dengan demikian
akhirnya kondisi suhu dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam
tambak. Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar ke tambak.
5. Pemeliharaan
- Pengelolaan air
Kegiatan rutin setelah penebaran benih adalah pengamatan untuk mempertahankan
kualitas air yang baik dan tersedianya organisme pakan yang cukup di dalam tambak.
Pengelolaan kualitas air ditujukan untuk memberikan kondisi media hidup yang optimal bagi
pertumbuhan ikan. Selama penggelondongan harus dijaga agar salinitas dan ketinggian air selalu
stabil dan ketinggian air dipertahankan 40-50 cm. Laju penguapan
dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi
seperti ini memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan alga dasar dan sebaliknya dapat
menyuburkan pertumbuhan jenis plankton lain yang tidak diinginkan sebagai pakan alami ikan
bandeng. Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak tumbuh dengan
subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis plankton lain yang tumbuh subur
seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan rotifera maka warna air akan berubah menjadi
kuning atau coklat. Akibatnya kandungan oksigen dalam air menjadi semakin rendah dan
akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu
adanya penambahan/penggantian air laut yang baru. Penggantian air dapat dilakukan secara
gravitasi dengan pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi.
6. Pemupukan susulan
Setelah penebaran benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin
berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara
kontinuinitas. Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali, hal ini tergantung dari nilai
kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah penebaran. Pupuk susulan yang digunakan
masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan SP36 10-15 kg/ha dan ditambah pupuk perangsang seperti
Forest, Ladan, Ursal, dan lain-lain sebanyak 1 kg/ha.
7. Pengendalian hama dan penyakit
Hama di tambak dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan
organisme penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia.
Kompetitor termasuk ikan herbivore dan beberapa jenis moluska. Organisme penggangu terdiri
dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di
tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman.
Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain
berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu
pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya.
Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang
tergenang ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon
dalam bentuk akar tuba (Dheris sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan
Saponin dalam bentuk biji (Camelia sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk
serbuk tembakau dengan dosis 200-500 kg/ha.
8. Lama pemeliharaan
Penggelondongan nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10 cm setelah masa
pemeliharaan 40-60 hari. Ukuran ini merupakan yang tepat sebagai gelondongan untuk
penebaran berikutnya baik untuk tujuan bandeng umpan maupun konsumsi.
9. Cara Panen
Pemanenan dilakukan untuk tujuan pemeliharaan berikutnya, oleh karena itu hasil panen
harus dalam keadaan hidup. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari.
Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru ke dalam
tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di
dekat pintu air. Dengan menggunakan jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu
air, kemudian secara perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga ikan-ikan terkurung di
dekat pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi air
tambak sehingga air tersisa di dalam caren sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahan-lahan dan
lingkaran diperkecil sehingga ikan dapat berkumpul dekat pintu. Ikan-ikan yang sudah terkurung
perlu dibera selama 1-2 hari sebelum dipanen untuk dipindahkan. Penangkapan ikan harus
dilakukan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan dan
kehilangan sisik akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan perlu dipak terlebih
dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut dengan kepadatan 25-50 ekor/liter sesuai
ukuran ikan diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen 1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak
jauh pengangkutan.
Rangkuman
Kegiatan penggelondongan merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan
muara dalam kegiatan budidaya selanjutnya yaitu kegiatan pembesaran. Kegiatan
penggelondongan meliputi persiapan lahan, penebaran benih, pemeliharaan larva dan panen.
Dimana setiap tahap akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan selanjutnya, sehingga
dalam setiap kegiatan pembenihan baik mulai melakukan persiapan lahan sampai panen larva
harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga dapat berhasil.
E) . Evaluasi
1. Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan perbaikan
pematang, saluran dan pintu tambak.
2. Kelebihan lain yang dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti
suhu, pH, kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap
kisaran kadar garam 0-158 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak mempunyai sifat kanibal
sehingga ikan ini mempunyai kecenderungan untuk dibudidayakan dengan kepadatan tinggi
terutama penggelondongan.
3. Permasalahan dalam penanganan benih (nener) terutama benih hasil tangkapan alam adalah
percampuran benih dengan benih ikan liar kurang diperhatikan sehingga menyebabkan tingkat
kelulusan hidup selama priode pendederan menjadi tinggi.
4. Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara tidak
langsung.
5. Pemanenan benih paling baik dilaksanakan pada waktu siang hari.
BAB IV
Pembesaran Bandeng
A). Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi pokok 4 mengenai Pembesaran ikan Bandeng, peserta
mampu melakukan pembesaran ikan bandeng yang meliputi, pemilihan lokasi, penyediaan nener,
persiapan pembesaran, persiapan tambak, penebaran, pemberian pakan, monitoring
pertumbuhan, pengelolaan kualitas air, penanganan hama dan penyakit dan panen.
B). Materi Pembesaran bandeng
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan
dalam menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga
tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan lokasi, yaitu tidak
berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan
sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik
dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan
mudah dijangkau serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh
pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah
memenuhi syarat-syarat berikut ini ,
yaitu :
A. Segi Sosial Ekonomi
1. Dekat dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam
transportasinya sehinga dapat menghemat ongkos produksi.
2. Dekat dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3. Daerah pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4. Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau
gangguan dari hewan-hewan pengganggu.
5. Perkembangan kota dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan
bebas dari limbah industri.
6. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan
diharapakan yang menguasai teknik perikanan.
B. Segi Teknik
1. Sumber Air
Sumber air dalam kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang
vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan sebagai wadah
penyuplaian air hujan.
2. Penyediaan Nener
Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal
inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk
mempermudah penjualannya ke konsumen. Berikut nama-nama benih beserta ukurannya
menurut Ismail et al.,(1998), yaitu :
a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm
b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari.
c. Nener : benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm.
d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm.
e. Segilang : benih dengan ukuran 4 – 5 cm.
f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm.
g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau
yuwana. Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan
(1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut :
a. Mempunyai kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau
sebaliknya. b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur
menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat.
c. Cepat mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang
lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan
yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.
3. Persiapan Pembesaran
Pembagian Petak Tambak
Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut
dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan (nursery pond)
Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan
berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari
(Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan
makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan
alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci keberhasilan
dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah terlihat retak-retak atau saat
kita berjalan di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap
cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm yang
dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea sebanyak 0,5 g/m2
dan NPK 20g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup pengisian air berikutnya
dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada petak pendederan ini,yaitu 50 ekor/m2.
Selama waktu pemeliharaan 30 hari, nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm,
berat 1,85 g/ekor dan siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran). Kolam
beton yang digunakan untuk pendederan nener seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih
dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak
penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah sebagai tempat
membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi gelondongan dengan
ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari. Padat penebaran nener pada
petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan
buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam
penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses pemindahan
gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan
waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung jumlahnya.
Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong plastik yang telah diisi air.
Tahap berikutnya adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond)
melalui proses aklimatisasi. Gambar 7 menunjukkan proses pemindahan nener dengan cara
menjaring nener ke sudut kolam dan penghitungan jumlah nener yang akan ditebar dan Gambar
8 menunjukkan petak yang digunakan untuk penggelondongan.
Gambar 7. Penjaringan Nener Dan Penghitungan Jumlah
Gambar 8. Petak Penggelondongan (fingerling pond).
c. Petak Pembesaran (rearing pond)
Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah
gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan
Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi
panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena
memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran
ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan
Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk
menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini
pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di petak
penggelondongan.
Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih
dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit penyakit.
Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu : pengeringan atau pengurasan
tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan
secara bertahap.
a) Pengeringan lahan b) perbaikan current
Gambar 9. Persiapan lahan
Air diisi secara bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa
diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat
nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam
mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih 14 hari.
PenebaranGambar 10. Penebaran Benih
Penebaran gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk
menghindari agar ikan tidak mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air
tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal yang
harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran
gelondongan ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan
pH. Ukuran gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah
penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik
dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik
mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan
memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik dengan sendirinya .
Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat
penebaran harus disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran
jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada petak
pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al.,
(1987) dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko
kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi
terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.
Pakan
Pakan berfungsi sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan.
Melalui proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya.
Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan tidak ada yang
terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang diberikan selama pemeliharaan
pembesaran bandeng, yaitu :
a). Penambahan Suplemen
Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut
Fuller (1987) dalam Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh
menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora
mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai
mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan fungsi
pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat meningkatkan immunitas ikan
terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen
yang digunakan selama pemeliharaan yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan,
herba obat terpilih, nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et al., (2004),
adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai
panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Kemampuan ini
diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki mikroba untuk memecah ikatan
tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun
ada kualitas dan kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini
menjadi molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh
saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai pembanding antara
bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng yang tidak diberi suplemen
(tanpa perlakuan). Suplemen yang diberikan mulai dilakukan sejak penebaran nener hingga
menjelang panen, dengan cara mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang
digunakan berbentuk cairan dan sebelum diberikan pakandihitung terlebih dahulu jumlahnya.
Dosis pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat pemberian
pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini sangat disarankan pada
kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.
b). Jenis Pakan
a. Pakan Buatan.
Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. Ukuran diameter pelletnya 3,3
mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10
% ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang
mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan
tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999).
Pemberian pakan pellet disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan
pakannya. Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan
dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan energi ini akan
mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan
pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses metabolisme akan dikeluarkan melaui insang
dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine, dan bahan buangan lainnya. Pemberian pakan yang
tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan
mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar,
sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya
mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan
bahkan dapat mengakibatkan kematian massal
c). Frekuensi Pakan
Pakan buatan dalam budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama
bagi bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi ikan
selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme harian sehingga berakibat
terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2
minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari
biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan
setiap satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari
pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya
dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya
bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makanfeeding rate. Selama masa pemeliharaan
bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5
%. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan
4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase
pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir
pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu
pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan
pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa
terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.
4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama
pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju
pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling
dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara
menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil
kemudian dihitung berat dan panjangnya. Pengambilan sampling bandeng dengan cara menjaring
ikan menggunakan jala seperti ditunjukkan pada Gambar 11 di bawah ini :
Gambar 11. Pengambilan Sampling Dengan Menggunakan Jala.
a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan
laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari padabandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan
bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari.
Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya
penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam
meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan
ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini
didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil
sampling pertumbuhan bandeng. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan
bandeng selama pemeliharaan sampai pemanenan. Grafik tersebut menunjukkan bahwa bandeng
yang mendapatkan perlakuan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bandeng tanpa
perlakuan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat. Ukuran berat penebaran, padat penebaran,
luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu
mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya
mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Tabel 1. Hasil Sampling Bandeng Selama Pemeliharaan
No MingguKe
Perlakuan Tanpa Perlakuan
Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g)
1 1 16 cm 40 g 16 40 g2 2 17 cm 56 g 17 56 g3 3 20 cm 91 g 17.5 62.5 g4 4 22 cm 115 g 18 70.5 g5 5 24 cm 142 g 19 80 g6 6 25.5 cm 170 g 21 91 g7 7 27 cm 196 g 21.5 100 g8 8 28 cm 225 g 22 110 g9 9 29.5 cm 250 g 23 120 g
Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara
bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai
persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian
bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.
b. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan
bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan
hasilnya adalah sebagai berikut : - Bandeng dengan perlakuan - Bandeng tanpa perlakuan
9.990 ekor 9.980 ekor
SR = x 100 % SR = x 100 %
10.000 ekor 10.000 ekor
= 99,9 % = 99,8 %
Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 %
daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
5. Pengelolaan Kualitas Air
Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai
media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan
pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila
terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng
haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada
beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain
berkaitan pada :
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat
kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga
parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada
pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng.
Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk
kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan
ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa
terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat
menyebabkan kematian pada ikan.
b. Salinitas
Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah
satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 –10 ppt. Daya
toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi
(2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup.
Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat
kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena
sifatnya yang euryhaline.
b). Parameter Fisika
a. Suhu
Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah
suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena
suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang
mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal
(Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002),
bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan
tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut
http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai
mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran
aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom
pathogen. Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut
melalui proses fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang
terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster),
mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan
probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama
plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum,
menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia
menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. Probiotik mengandung Nitrosomonas
sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah
(pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan
dilakukan setiap satu minggu sekali.
6. Penanganan Hama dan Penyakit
Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan
bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit
yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila
telah terlihat tandatanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton
dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya
masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998).
Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat
menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan
ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama
perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil
secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa
yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa
melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan
dengan pemasangan plastik yangdiberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di
atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.
7. Panen
Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang
dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya
dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar.
Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring
arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat
dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya
menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan
tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80
– 90 % dengan kualitas air yang optimal.
Gambar 12. Pemanenan dan penimbangan Bandeng
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. ProsidingSeminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali._________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.Penebar Swadaya. Jakarta.Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng diIndonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistryin Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University ofMassachusetts Dartmouth. Massachusetts.Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur TumpuanHarapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) denganTaman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang danBandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng diIndonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei(Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia. Jakarta.Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray.Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari IkanKerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. JurnalNatur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press.Surabaya.Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan danBandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar TeknologiPerikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka PenelitianPerikanan Pantai. Bali.Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanoschanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular padaBerbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautandan Perikanan. Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam.Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1.Jakarta.Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. FiseriesResearch and Development Center.Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga.Jakarta.Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan denganTipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian PerikananIndonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.