laporan pkl bandeng

69
LAPORAN PKL BANDENG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak di Indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis dan banyak diminati masyarakat Indonesia dan dunia, Di Indonesia ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu usaha penanganan bibit ikan tersebut yang sekaligus dapat menpukulin usaha budidayanya yang berkesinambungan. Ditinjau dari aspek ekonomi ikan bandeng memiliki prospek yang cerah untuk saat ini dan di masa yang akan datang hal ini dikarenakan organisme ini sudah berhasil dibudidayakan secara buatan serta dengan permintaan bandeng ukuran konsumsi. Kegiatan budidaya ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) sudah dikenal

Upload: muyasir-ivan-aljazeera

Post on 10-Aug-2015

660 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pkl Bandeng

LAPORAN PKL BANDENG

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan

oleh petani tambak di Indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan

ekonomis dan banyak diminati masyarakat Indonesia dan dunia,  Di Indonesia ada waktu tertentu

dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan

ukuran sangat bervariasi. Oleh karena itu  perlu usaha penanganan bibit ikan tersebut yang

sekaligus dapat menpukulin usaha budidayanya yang berkesinambungan.

Ditinjau dari aspek ekonomi ikan bandeng memiliki prospek yang  cerah  untuk saat ini

dan di masa yang akan datang hal ini dikarenakan organisme ini sudah berhasil dibudidayakan

secara buatan serta dengan permintaan bandeng  ukuran konsumsi. Kegiatan budidaya ikan

bandeng (Chanos chanos Forskal) sudah dikenal masyarakat sekitar abad ke 14 yang dimulai

dengan budidaya di tambak secara tradisional. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu

kendala dalam meningkatkan teknologi dalam membudidayakan ikan bandeng di Indonesia, saat

ini kebutuhan benih untuk tambak bandeng masih mengandalkan produksi induk di hatcheri

lengkap dan dari alam yang jumlahnya sangat tidak menentu.

Page 2: Laporan Pkl Bandeng

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Bandeng

Secara taksonomi ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsskal

Ikan bandeng merupakan sejenis ikan laut yang mempunyai bentuk tubuh yang langsing

mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warna ikan

bandeng putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada

punggungnya (Soeseno, 1988).

Ikan bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping,

dengan sirip ekor yang bercabang dua. Ikan bandeng bisa bertambah besar menjadi 1,7 m, tetapi

yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Ikan bandeng tidak memiliki gigi, Seluruh

permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada

bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip

dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap

Page 3: Laporan Pkl Bandeng

kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada

bagian depan kepala dan simetris, Sirip ekor homocercal (Gambar 1).

Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng

Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang, dengan 14

sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip dada, 11 sampai 12 jari-

jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus dan pada sirip ekor berlekuk simetris

dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009).

Ikan bandeng dapat di bedakan dengan jantan dan betina. Bandeng jantan dapat

diiketahui dari lubang anusnya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil. Bandeng

betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan.

2. PERSYARATAN LOKASI

Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang

berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah

sebagai berikut:

1) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.

2) Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang

ditentukan;

Page 4: Laporan Pkl Bandeng

- Pergantian air minimal; 200 % per hari.

- Suhu air, 26,5-310C.

- PH; 6,5-8,5.

- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.

- Alkalinitas 50-500ppm.

- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).

- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.

3) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui

secara rinci.

4) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan,

keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu

mengakibatkan kegagalan proses produksi.

3. SARANA DAN PRASARANA

1) Sarana Pokok

Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak

penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak

pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.

a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.

Page 5: Laporan Pkl Bandeng

Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air

dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air

(laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak

pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah

serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah

sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni

plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim

pemipaan air tawar, air laut dan udara.

b. Bak Pemeliharaan Induk

Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih

dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung

menerima cahaya tanpa dinding.

c. Bak Pemeliharan Telur

Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari

2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.

d. Bak Pemeliharaan Larva

Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat

dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5)

m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat

lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk

Page 6: Laporan Pkl Bandeng

mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik

untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.

e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.

Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva

yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat

langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian

atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.

a) Bak kultur chlorella b) Tabung tempat kultur rotifera

Gambar 1. Kultur Pakan Alami

Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi

cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan

tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x

0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan

dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak

chlorella, rotifer dan larva sebaliknya 5:5:1.

2) Sarana Penunjang

Page 7: Laporan Pkl Bandeng

Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang

pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat

serta gudang (ruang pentimpanan barangbarang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan

memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.

a. Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur

murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yangmemerlukan ruangan suhu

rendah yakni 22~25 0C.

b.Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun

berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan

penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang

berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki

dengan sistim pemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air,

kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi

untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan

baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi

dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan

gudang.

3) Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis

menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal

staf dan karyawan.

Page 8: Laporan Pkl Bandeng

4. TEKNIK PEMELIHARAAN

1) Persiapan Operasional.

a. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-

bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu

dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian

dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10%

dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium

thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu formalin 50 ppm. Menyiapkan suku

cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses

produksi.

b. Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia

cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.

c. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu

menguasai bidang kerjanya.

2) Pengadaan Induk.

a. Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.

b. Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi

dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi

aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.

c. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam

bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.

d. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai

Page 9: Laporan Pkl Bandeng

selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas

segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.

3) Pemeliharaan Induk

a. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak

berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.

b. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak

induk lebih besar dari 30 ton.

c. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 %

diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.

d. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang

< 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.

4) Pemilihan Induk

a. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak

banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.

b. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol

dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan kelubang kelamin sedalam 20~40

cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama

untuk induk jantan.

c. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat

kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap

untuk dipijahkan

Page 10: Laporan Pkl Bandeng

d. Induk jantan yang siap di pijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan

yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang

kelamin.

5) Pematangan Gonad

a. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan

reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis

hormon yang lazim digunakan untukmengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH

–a, 17 alphamethiltestoteron dan HCG. Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng

Induk bandeng diletakkan di atas bantalan busa.

Lendir yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.

Salah satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk

membuat lubang untuk menanam pellet hormon.

Pellet hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.

Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.

b. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan

gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17alpha methiltestoteren masing-

masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor

(berat induk 3,5 sampai 7 kg).

6) Pemijahan Alami.

a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi

aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.

Page 11: Laporan Pkl Bandeng

b. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.

c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.

d. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina

mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.

7) Pemijahan Buatan.

a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan

pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormone berbentuk padat

diberikan setiap bulan (implantasi).

b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan

gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha

methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).

c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk

jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon

LHRH- a pada dosis 5.000 10.000IU per Kg berat tubuh.

d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton

ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk

meloncat keluar tangki.

8) Penanganan Telur.

a. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt,

sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.

b. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat

sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan

Page 12: Laporan Pkl Bandeng

secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak

penetasan antara 20-30 butir per liter.

c. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut

penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan

benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur

pada fase ini belum bisa dilakukan.

d. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 %

selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.

9) Pemeliharaan Larva.

a. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH

8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan

dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.

b. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai

cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella

dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.

c. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu

disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10

dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.

d. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk

mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan

perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.

Page 13: Laporan Pkl Bandeng

e. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat

0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah

menyamai bandeng dewasa.

10) Pemberian Makanan Alami

a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera

(Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai

makanan rotifera dan pengurai metabolit.

b. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20

ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah

chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari

setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.

c. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupipada saat larva

berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan

tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.

d. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam

satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan

mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan

komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.

11) Budidaya Chlorella

Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki

dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan

chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastic yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang

berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan

Page 14: Laporan Pkl Bandeng

wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan

kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke

tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa

benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah

disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran

40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke

wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.

12) Budidaya Rotifera.

Budidaya rotifera skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen

disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan

dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya

lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya

sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca

volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan

mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari

yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.

a) chlorella b) rotifera

Gambar 2. Pakan Alami

Page 15: Laporan Pkl Bandeng

Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang

merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 :

1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu

perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt.

Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30

mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan

sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro

berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan

dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang

perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat

untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan

pemeliharaan berikutnya.

5. PANEN

1) Panen dan Distribusi Telur.

Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat

dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan

berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar

saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan

menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.

Page 16: Laporan Pkl Bandeng

a) Kontruksi tambak b) Akuarium tempat penetasan

Gambar 3. Kontruksi tambak dan Akuarium penetasan Telur

Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30

menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum

diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan

menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap.

Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau

persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi

dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen

yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ±

12 jam).

2) Distribusi Telur.

Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran

40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan

perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan

disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama

angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air

dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong

plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama

Page 17: Laporan Pkl Bandeng

transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan

penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka

telur dapat segera dicurahkan ke luar.

3) Panen dan Distribusi Nener.

Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian

diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi

persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat

dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener.

Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang

dapat menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam wadah

pengangkutan

a) Penghitungan benih b) Packing benih

Gambar 4. Tata cara penghitungan dan packing benih

a) Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing

b) Memasukkan oksigen ke dalam plastik packing

c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar oksigen tidak keluar

d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan

e) Benih siap di distribusikan

4) Panen dan Distribusi Induk.

Page 18: Laporan Pkl Bandeng

Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air

tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jarring yang disesuaikan ukuran

induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya

berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus

menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya

induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong

plastik, serat

gelas ukuran 2 m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3

tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas rendah antara 10-15

ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah

transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.

C. RINGKASAN PEMBENIHAN

Pemilihan tempat perbenihan bandeng sangat lah penting oleh karena itu harus

mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemilihan lokasi karena pemilihan

lokasi sangat penting dalam menunjang keberhasilan usaha perbenihan tersebut. Kegiatan

pembenihan merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan muara dalam kegiatan

budidaya selanjutnya yaitu kegiatan pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan meliputi

pemilihan induk, perawatan induk, teknik pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva.

Dimana setiap tahap akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan selanjutnya, sehingga

dalam kegiatan pembenihan baik mulai melakukan pemilihan induk sampai pemeliharaan larva

harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga dapat berhasil.

Page 19: Laporan Pkl Bandeng

BAB IIIPenggelondongan Bandeng

A. Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi pokok 3 mengenai Penggelondongan ikan Bandeng, peserta

mampu melakukan pendederan ikan bandeng yang meliputi teknik Penggelondongan bandeng,

Konstruksi Tambak, Persiapan Lahan, Penebaran Benih, Pemeliharaan, Pemupukan Susulan,

Pengendalian hama dan Penyakit, Lama Pemeliharaan, Cara Panen.

B. Materi Penggelondongan Bandeng

Hampir satu dasawarsa serangan penyakit udang yang mematikan belum dapat terkendali

secara efektif, kegagalan sudah berkali-kali dialami petani/pengusaha tambak. Timbulnya

penyakit udang tersebut disebabkan semakin menurunnya daya dukung lahan tambak sebagai

akibat dari penerapan Sapta Usaha Pertambakan yang tidak sesuai anjuran dan adanya berbagai

bentuk manipulasi lingkungan perairan tambak yang dilakukan petani, semua ini bermuara

kepada terganggunya keseimbangan sistim perairan (Ali Poernomo, 1992). Salah satu upaya

untuk meningkatkan kembali daya guna dan nilai guna lahan tambak diperlukan adanya suatu

solusi dengan memfungsikan tambak melalui budidaya bermacam-macam komoditi salah satu

diantaranya adalah komoditi ikan bandeng. Ikan bandeng adalah salah satu sumber protein

hewani yang harganya lumayan dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas, selain dikonsumsi

dalam bentuk ikan segar juga dalam bentuk olahan diantaranya: pindang dan bandeng presto

(Aslianti,1994).

Kebutuhan lain yang akhir-akhir ini cukup berkembang adalah sebagai umpan hidup

untuk penangkapan tuna/cakalang (Asmin Ismail, dan Ahmad Sudrajad, 1992). Kelebihan lain

yang dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH,

Page 20: Laporan Pkl Bandeng

kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kisaran kadar

garam 0-15 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak mempunyai sifat kanibal sehingga ikan ini

mempunyai kecenderungan untuk dibudidayakan dengan kepadatan tinggi terutama

penggelondongan (Liao,1985). Dalam usaha budidaya benih sampai ukuran gelondongan

merupakan komponen penentu menuju keberhasilan budidaya. Permasalahan yang dihadapi saat

ini adalah rendahnya teknologi penggelondongan yang dimiliki petani/pengusaha, baik itu padat

tebar, pemberian pakan tambahan dan manajemen air, sehingga tingkat pertumbuhan dan

kelulusan hidup yang didapatkan dalam penggelondongan bandeng masih sangat rendah. Untuk

itu diperlukan adanya informasi yang akurat menyangkut teknologi penggelondongan nener

bandeng sebagai acuan yang dapat dimanfaatkan oleh petani/pengusaha tambak. Beberapa

keuntungan dapat diperoleh dengan penggelondongan nener bandeng sampai ukuran (5-7 cm)

adalah sebagai berikut :

a. Pemenuhan kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang budidaya

bandeng umpan maupun bandeng konsumsi.

b. Meningkatkan kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.

c. Menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap budidaya

bandeng umpan atau bandeng konsumsi.

d. Berfungsi sebagai komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.

e. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.

f. Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.

1. Pemilihan Lokasi

Pada umumnya petakan tambak penggelondongan nener bandeng sama dengan petakan

tambak budidaya ikan bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di lokasi dengan perbedaan tinggi

Page 21: Laporan Pkl Bandeng

pasang surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal adalah 0,50 m dari permukaan air laut. Tanah dasar

yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu

menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar. Tanah tambak yang baru dibuka

pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan

jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun pengapuran.

Persyaratan Lokasi Penggelondongan Nener Bandeng

- Keadaan Lingkungan (Variabel)

1 PH 7 – 8

2 Oksigen terlarut > 3 ppm

3 Suhu air 25 - 30 0C

4 Salinitas 10 - 30 ppt

5 Sumber air Payau dan tawar

6 Kualitas air Tidak tercemar

7 Tekstur tanah Liat berdebu

2. Konstruksi dan Desain Tambak

Pematang tambak terdiri dari pematang keliling (tanggul primer) dan pematang penyekat

(tanggul skunder). Pematang keliling harus cukup lebar (> 1 m) dengan lereng bagian dalam 1-

1,5 dan lereng bagian luar 1-1,20 m. Sedangkan lebar pematang perantara dibuat lebih kecil

dengan lereng tanggul 1:1 (Poernomo 1992).

Page 22: Laporan Pkl Bandeng

a) Tampak samping b) tampak atas

Gambar 5. Kontruksi kolam untuk nener

Tinggi pematang sebaiknya tidak kurang dari 0,5 m di atas pasang naik tertinggi dari

penyusutan sebesar 15-20% harus diperhitung pada pembuatan semua jenis pematang. Saluran di

tambak terdiri atas saluran pemasukan, saluran pembuangan dan saluran pembagi. Di dalam tiap

petakan tambak dapat dibuat parit-parit keliling (caren) dengan lebar 2-4 m dan dalam 0,3-0,5 m

dari permukaan pelataran. Pintu air satu unit tambak terdiri atas satu pintu utama, pintu sekunder

dan pintu tertier. Pintu utama dipasang pada pematang utama keliling untuk pengaturan

pemasukan air ke dalam unit tambak. Pintu sekunder dipasang pada pematang perantara untuk

memasukkan air dari saluran pembagi ke dalam tiap petakan, ukuran pintu air sebaiknya diatur

sesuai dengan kapasitas lahan sehingga pemasukan dan pengeluaran air dapat dilakukan dengan

lebih cepat. Tiap petak dalam satu unit tambak harus mendapatkan pengairan tersendiri, untuk

mencegah penggunaan air yang berkualitas rendah sebaiknya pengairan tidak dilakukan secara

seri.

3. Persiapan

- Pengeringan tanah dasar tambak

Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan

perbaikan pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian pelataran diolah dan

diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari hingga tanah dasar retak-retak sampai

sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan ini juga disertai kegiatan aplikasi pemberantas hama

yaitu dengan menggunakan Saponin sebanyak 30

kg/ha.

Page 23: Laporan Pkl Bandeng

- Pemupukan awal

Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara

tidak langsung. Pupuk organik selain merupakan sumber hara yang lengkap bagi pakan alami

juga dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang dapat

menyediakan zat hara secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan alami yang bisa

ditumbuhkan di tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah kelekap, yaitu kumpulan

berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya terdiri dari alga biru (Cyanophyceae) dan

diatom (Bacillariophyceae). Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan

tanah dasar. Apabila pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan

dosis 2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik

(buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di pelataran.

Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm dan diberakan selama satu minggu.

Selanjutnya dilakukan pengairan secara bertahap, hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm,

hari ketiga 30-40 cm dan dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur.

Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih ikan bandeng.

Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang cukup rapat untuk menghindari

masuknya organisme predator.

4. Penebaran Benih

- Ukuran

Benih (nener) ikan bandeng yang ditebar adalah benih yang berada dalam tahap akhir

masa larva, yang secara alami dijumpai di perairan pantai dengan panjang tubuh total 10-16 mm.

Apabila penebaran menggunakan benih ikan bandeng yang dihasilkan dari panti pembenihan

maka benih tersebut merupakan benih yang berumur 21-25 hari.

Page 24: Laporan Pkl Bandeng

- Padat tebar

Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12 ekor/m2.

Sebelum penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan (suhu dan

salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali benih ditempatkan dalam suatu

wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wadah tersebut

dengan selang melalui salah satu sisi wadah, sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon

keluar dengan menggunakan selang yang dilengkapi saringan sehingga dengan demikian

akhirnya kondisi suhu dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam

tambak. Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar ke tambak.

5. Pemeliharaan

- Pengelolaan air

Kegiatan rutin setelah penebaran benih adalah pengamatan untuk mempertahankan

kualitas air yang baik dan tersedianya organisme pakan yang cukup di dalam tambak.

Pengelolaan kualitas air ditujukan untuk memberikan kondisi media hidup yang optimal bagi

pertumbuhan ikan. Selama penggelondongan harus dijaga agar salinitas dan ketinggian air selalu

stabil dan ketinggian air dipertahankan 40-50 cm. Laju penguapan

dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi

seperti ini memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan alga dasar dan sebaliknya dapat

menyuburkan pertumbuhan jenis plankton lain yang tidak diinginkan sebagai pakan alami ikan

bandeng. Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak tumbuh dengan

subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis plankton lain yang tumbuh subur

seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan rotifera maka warna air akan berubah menjadi

kuning atau coklat. Akibatnya kandungan oksigen dalam air menjadi semakin rendah dan

Page 25: Laporan Pkl Bandeng

akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu

adanya penambahan/penggantian air laut yang baru. Penggantian air dapat dilakukan secara

gravitasi dengan pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi.

6. Pemupukan susulan

Setelah penebaran benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin

berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara

kontinuinitas. Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali, hal ini tergantung dari nilai

kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah penebaran. Pupuk susulan yang digunakan

masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan SP36 10-15 kg/ha dan ditambah pupuk perangsang seperti

Forest, Ladan, Ursal, dan lain-lain sebanyak 1 kg/ha.

7. Pengendalian hama dan penyakit

Hama di tambak dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan

organisme penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia.

Kompetitor termasuk ikan herbivore dan beberapa jenis moluska. Organisme penggangu terdiri

dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di

tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman.

Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain

berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu

pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya.

Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang

tergenang ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon

dalam bentuk akar tuba (Dheris sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan

Page 26: Laporan Pkl Bandeng

Saponin dalam bentuk biji (Camelia sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk

serbuk tembakau dengan dosis 200-500 kg/ha.

8. Lama pemeliharaan

Penggelondongan nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10 cm setelah masa

pemeliharaan 40-60 hari. Ukuran ini merupakan yang tepat sebagai gelondongan untuk

penebaran berikutnya baik untuk tujuan bandeng umpan maupun konsumsi.

9. Cara Panen

Pemanenan dilakukan untuk tujuan pemeliharaan berikutnya, oleh karena itu hasil panen

harus dalam keadaan hidup. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari.

Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru ke dalam

tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di

dekat pintu air. Dengan menggunakan jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu

air, kemudian secara perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga ikan-ikan terkurung di

dekat pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi air

tambak sehingga air tersisa di dalam caren sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahan-lahan dan

lingkaran diperkecil sehingga ikan dapat berkumpul dekat pintu. Ikan-ikan yang sudah terkurung

perlu dibera selama 1-2 hari sebelum dipanen untuk dipindahkan. Penangkapan ikan harus

dilakukan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan dan

kehilangan sisik akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan perlu dipak terlebih

dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut dengan kepadatan 25-50 ekor/liter sesuai

ukuran ikan diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen 1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak

jauh pengangkutan.

Rangkuman

Page 27: Laporan Pkl Bandeng

Kegiatan penggelondongan merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan

muara dalam kegiatan budidaya selanjutnya yaitu kegiatan pembesaran. Kegiatan

penggelondongan meliputi persiapan lahan, penebaran benih, pemeliharaan larva dan panen.

Dimana setiap tahap akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan selanjutnya, sehingga

dalam setiap kegiatan pembenihan baik mulai melakukan persiapan lahan sampai panen larva

harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga dapat berhasil.

E) . Evaluasi

1. Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan perbaikan

pematang, saluran dan pintu tambak.

2. Kelebihan lain yang dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti

suhu, pH, kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap

kisaran kadar garam 0-158 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak mempunyai sifat kanibal

sehingga ikan ini mempunyai kecenderungan untuk dibudidayakan dengan kepadatan tinggi

terutama penggelondongan.

3. Permasalahan dalam penanganan benih (nener) terutama benih hasil tangkapan alam adalah

percampuran benih dengan benih ikan liar kurang diperhatikan sehingga menyebabkan tingkat

kelulusan hidup selama priode pendederan menjadi tinggi.

4. Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara tidak

langsung.

5. Pemanenan benih paling baik dilaksanakan pada waktu siang hari.

Page 28: Laporan Pkl Bandeng

BAB IV

Pembesaran Bandeng

A). Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi pokok 4 mengenai Pembesaran ikan Bandeng, peserta

mampu melakukan pembesaran ikan bandeng yang meliputi, pemilihan lokasi, penyediaan nener,

persiapan pembesaran, persiapan tambak, penebaran, pemberian pakan, monitoring

pertumbuhan, pengelolaan kualitas air, penanganan hama dan penyakit dan panen.

B). Materi Pembesaran bandeng

1. Pemilihan Lokasi

Page 29: Laporan Pkl Bandeng

Pemilihan lokasi merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan

dalam menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga

tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan lokasi, yaitu tidak

berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan

sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik

dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan

mudah dijangkau serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh

pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah

memenuhi syarat-syarat berikut ini ,

yaitu :

A. Segi Sosial Ekonomi

1. Dekat dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam

transportasinya sehinga dapat menghemat ongkos produksi.

2. Dekat dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.

3. Daerah pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.

4. Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau

gangguan dari hewan-hewan pengganggu.

5. Perkembangan kota dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan

bebas dari limbah industri.

6. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan

diharapakan yang menguasai teknik perikanan.

B. Segi Teknik

1. Sumber Air

Page 30: Laporan Pkl Bandeng

Sumber air dalam kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang

vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan sebagai wadah

penyuplaian air hujan.

2. Penyediaan Nener

Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal

inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk

mempermudah penjualannya ke konsumen. Berikut nama-nama benih beserta ukurannya

menurut Ismail et al.,(1998), yaitu :

a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm

b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari.

c. Nener : benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm.

d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm.

e. Segilang : benih dengan ukuran 4 – 5 cm.

f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm.

g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau

yuwana. Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan

(1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut :

a. Mempunyai kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau

sebaliknya. b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur

menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat.

c. Cepat mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang

lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan

yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.

3. Persiapan Pembesaran

Page 31: Laporan Pkl Bandeng

Pembagian Petak Tambak

Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut

dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :

a. Petak Pendederan (nursery pond)

Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan

berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari

(Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan

makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan

alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci keberhasilan

dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah terlihat retak-retak atau saat

kita berjalan di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap

cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm yang

dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea sebanyak 0,5 g/m2

dan NPK 20g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup pengisian air berikutnya

dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada petak pendederan ini,yaitu 50 ekor/m2.

Selama waktu pemeliharaan 30 hari, nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm,

berat 1,85 g/ekor dan siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran). Kolam

beton yang digunakan untuk pendederan nener seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)

Page 32: Laporan Pkl Bandeng

Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih

dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak

penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah sebagai tempat

membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi gelondongan dengan

ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari. Padat penebaran nener pada

petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan

buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam

penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses pemindahan

gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan

waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung jumlahnya.

Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong plastik yang telah diisi air.

Tahap berikutnya adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond)

melalui proses aklimatisasi. Gambar 7 menunjukkan proses pemindahan nener dengan cara

menjaring nener ke sudut kolam dan penghitungan jumlah nener yang akan ditebar dan Gambar

8 menunjukkan petak yang digunakan untuk penggelondongan.

Gambar 7. Penjaringan Nener Dan Penghitungan Jumlah

Page 33: Laporan Pkl Bandeng

Gambar 8. Petak Penggelondongan (fingerling pond).

c. Petak Pembesaran (rearing pond)

Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah

gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan

Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi

panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena

memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran

ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan

Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk

menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini

pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di petak

penggelondongan.

Persiapan Tambak

Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih

dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit penyakit.

Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu : pengeringan atau pengurasan

tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan

secara bertahap.

Page 34: Laporan Pkl Bandeng

a) Pengeringan lahan b) perbaikan current

Gambar 9. Persiapan lahan

Air diisi secara bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa

diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat

nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam

mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih 14 hari.

PenebaranGambar 10. Penebaran Benih

Penebaran gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk

menghindari agar ikan tidak mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air

tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal yang

harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran

gelondongan ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan

pH. Ukuran gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah

penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik

Page 35: Laporan Pkl Bandeng

dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik

mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan

memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik dengan sendirinya .

Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat

penebaran harus disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran

jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada petak

pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al.,

(1987) dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko

kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi

terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.

Pakan

Pakan berfungsi sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan.

Melalui proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya.

Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan tidak ada yang

terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang diberikan selama pemeliharaan

pembesaran bandeng, yaitu :

a). Penambahan Suplemen

Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut

Fuller (1987) dalam Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh

menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora

mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai

mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan fungsi

pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat meningkatkan immunitas ikan

Page 36: Laporan Pkl Bandeng

terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen

yang digunakan selama pemeliharaan yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan,

herba obat terpilih, nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat

pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et al., (2004),

adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai

panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Kemampuan ini

diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki mikroba untuk memecah ikatan

tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun

ada kualitas dan kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini

menjadi molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh

saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai pembanding antara

bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng yang tidak diberi suplemen

(tanpa perlakuan). Suplemen yang diberikan mulai dilakukan sejak penebaran nener hingga

menjelang panen, dengan cara mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang

digunakan berbentuk cairan dan sebelum diberikan pakandihitung terlebih dahulu jumlahnya.

Dosis pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat pemberian

pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini sangat disarankan pada

kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.

b). Jenis Pakan

a. Pakan Buatan.

Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. Ukuran diameter pelletnya 3,3

mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10

% ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang

Page 37: Laporan Pkl Bandeng

mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan

tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999).

Pemberian pakan pellet disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan

pakannya. Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan

dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan energi ini akan

mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan

pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses metabolisme akan dikeluarkan melaui insang

dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine, dan bahan buangan lainnya. Pemberian pakan yang

tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan

mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar,

sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya

mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan

bahkan dapat mengakibatkan kematian massal

c). Frekuensi Pakan

Pakan buatan dalam budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama

bagi bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi ikan

selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme harian sehingga berakibat

terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2

minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari

biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan

setiap satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari

pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya

dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya

Page 38: Laporan Pkl Bandeng

bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makanfeeding rate. Selama masa pemeliharaan

bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5

%. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan

4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase

pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir

pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu

pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan

pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa

terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.

4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama

pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju

pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling

dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara

menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil

kemudian dihitung berat dan panjangnya. Pengambilan sampling bandeng dengan cara menjaring

ikan menggunakan jala seperti ditunjukkan pada Gambar 11 di bawah ini :

Gambar 11. Pengambilan Sampling Dengan Menggunakan Jala.

a. Laju Pertumbuhan

Page 39: Laporan Pkl Bandeng

Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan

laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari padabandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan

bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari.

Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya

penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam

meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan

ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini

didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil

sampling pertumbuhan bandeng. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan

bandeng selama pemeliharaan sampai pemanenan. Grafik tersebut menunjukkan bahwa bandeng

yang mendapatkan perlakuan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bandeng tanpa

perlakuan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat. Ukuran berat penebaran, padat penebaran,

luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu

mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya

mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.

Tabel 1. Hasil Sampling Bandeng Selama Pemeliharaan

No MingguKe

Perlakuan Tanpa Perlakuan

Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g)

1 1 16 cm 40 g 16 40 g2 2 17 cm 56 g 17 56 g3 3 20 cm 91 g 17.5 62.5 g4 4 22 cm 115 g 18 70.5 g5 5 24 cm 142 g 19 80 g6 6 25.5 cm 170 g 21 91 g7 7 27 cm 196 g 21.5 100 g8 8 28 cm 225 g 22 110 g9 9 29.5 cm 250 g 23 120 g

Page 40: Laporan Pkl Bandeng

Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara

bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai

persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian

bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.

b. Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan

bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan

hasilnya adalah sebagai berikut : - Bandeng dengan perlakuan - Bandeng tanpa perlakuan

9.990 ekor 9.980 ekor

SR = x 100 % SR = x 100 %

10.000 ekor 10.000 ekor

= 99,9 % = 99,8 %

Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 %

daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.

5. Pengelolaan Kualitas Air

Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai

media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan

pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila

terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng

haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada

beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain

berkaitan pada :

a). Parameter Kimia

Page 41: Laporan Pkl Bandeng

Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat

kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga

parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.

a. Derajat Keasaman (pH)

Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada

pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng.

Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk

kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan

ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa

terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat

menyebabkan kematian pada ikan.

b. Salinitas

Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah

satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 –10 ppt. Daya

toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi

(2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup.

Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat

kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena

sifatnya yang euryhaline.

b). Parameter Fisika

a. Suhu

Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah

suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena

Page 42: Laporan Pkl Bandeng

suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang

mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal

(Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002),

bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan

tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.

c). Aplikasi Probiotik

Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang

disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut

http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai

mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran

aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom

pathogen. Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut

melalui proses fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang

terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster),

mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan

probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama

plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum,

menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia

menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. Probiotik mengandung Nitrosomonas

sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah

(pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan

dilakukan setiap satu minggu sekali.

Page 43: Laporan Pkl Bandeng

6. Penanganan Hama dan Penyakit

Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan

bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit

yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila

telah terlihat tandatanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar.

Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton

dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya

masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998).

Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat

menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan

ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama

perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil

secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa

yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa

melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan

dengan pemasangan plastik yangdiberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di

atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.

7. Panen

Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang

dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen

dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya

dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar.

Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring

Page 44: Laporan Pkl Bandeng

arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat

dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.

Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya

menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan

tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80

– 90 % dengan kualitas air yang optimal.

Gambar 12. Pemanenan dan penimbangan Bandeng

Page 45: Laporan Pkl Bandeng

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. ProsidingSeminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali._________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.Penebar Swadaya. Jakarta.Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng diIndonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistryin Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University ofMassachusetts Dartmouth. Massachusetts.Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur TumpuanHarapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) denganTaman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang danBandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng diIndonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei(Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia. Jakarta.Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray.Bogor.

Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari IkanKerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. JurnalNatur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press.Surabaya.Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan danBandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar TeknologiPerikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka PenelitianPerikanan Pantai. Bali.Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanoschanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular padaBerbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautandan Perikanan. Jepara.

Page 46: Laporan Pkl Bandeng

Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam.Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1.Jakarta.Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. FiseriesResearch and Development Center.Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga.Jakarta.Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan denganTipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian PerikananIndonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.