laporan penelitian individu tahun...

16
1 LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 “TATA KELOLA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI ERA PEMERINTAHAN ELEKTRONIK” Oleh: AHMAD BUDIMAN (Peneliti Madya Kepakaran Komuikasi Politik) PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA 2016

Upload: dangtuyen

Post on 31-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

1

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016

“TATA KELOLA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI ERA PEMERINTAHAN ELEKTRONIK”

Oleh:

AHMAD BUDIMAN (Peneliti Madya Kepakaran Komuikasi Politik)

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DPR RI

JAKARTA

2016

Page 2: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. Latar Belakang Masalah

Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi ini sekaligus dapat mendorong terciptanya clean and good governance karena pemerintah dan badan-badan publik dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan akuntabel1.Kebebasan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi yang menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab secara bersamaan. Kebebasan informasi, di satu sisi harus mendorong akses publik terhadap informasi secara luas. Sementara di sisi yang lain, kebebasan informasi juga sekaligus dapat membantu memberikan pilihan langkah yang jelas bagi pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan secara strategis.

Mengutip pernyataan Presiden RI, Joko Widodo, pada penganugerahan keterbukaan informasi publik tahun 2015, bahwa untuk mewujudkan Pemerintah yang Terbuka, bukan hanya membutuhkan perubahan karakter, perubahan mentalitas atau perubahan pola pikir/mindset di kalangan birokrasi pemerintahan dan badan-badan publik. Namun memerlukan reformasi sistem dan pola kerja, terutama dengan menerapkan sistem pemerintahan elektronik atau e-government mulai dari E-budgeting, E-procurement, E-audit, E-catalog, sampai cash flow management sistem dan banyak lagi yang lainnya2.

Selanjutnya, Presiden menekankan hanya dengan Pemerintah Terbuka kita akan mampu mendorong partisipasi rakyat untuk terlibat dari proses pengambilan kebijakan publik sampai dengan membuka ruang yang lebih lebar bagi pengawasan-pengawasan publik. ”Hanya dengan mengadopsi prinsip Pemerintah Terbuka, Pemerintah di semua tingkatan akan bisa membangun legitimasi, membangun memperkuat kepercayaan publik. Merujuk pada UU KIP maka indikator untuk menilai keterbukaan informasi publik bagi setiap badan publik termasuk juga pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

1) Telah ditentukan jenis informasi publik dan informasi dikecualikan (Pasal 1 angka 2 dan Pasal 17)

2) Melakukan uji konsekuensi atas informasi yang dikecualikan (Pasal 19 dan Pasal 20)

3) Menetapkan hak dan kewajiban pemohon informasi (Pasal 4 dan Pasal 5)

1 “Keterbukaan Informasi Publik Pemerintah”, http://pemerintah.net/keterbukaan-informasi-publik-pemerintah/, diakses tanggal 21-2-2016 2 “Sistem E-Government Syarat Pemerintah Terbuka”, http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6518/Sistem++E-Government+Syarat+Pemerintah+Terbuka/0/berita_satker#.VsqFMCyPL6M, diakses tanggal 21-2-2016

Page 3: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

3

4) Telah menetapkan jenis informasi yang tersedia dan diumumkan secara berkala, setiap saat, dan sewaktu-waktu (Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11)

5) Merekap permintaan informasi, jumlah permintaan yang telah dilayani dan jumlah permintaan informasi yang ditolak berikut alasan penolakannya (Pasal 12)

6) Menetapkan mekanisme memperoleh informasi publik (Pasal 21 dan Pasal 22) 7) Menetapkan mekanisme mengajukan keberatan bagi pemohon informasi (Pasal

35 dan Pasal 36) 8) Menunjuk pejabat pengelola informasi dokumentasi (Pasal 13).

Delapan indikator dalam melakukan tata kelola keterbukaan informasi publik,

sesungguhnya diarahkan untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas prima. Keprimaan dalam pemberian pelayanan publik adalah ukuran yang harus dijadikan pegangan bagi pemerintah daerah untuk menguji tingkat kepuasan masyarakat. Tingkat kepuasan masyarakat tentunya akan bervariasi tergantung pada tingkat besarnya harapan atas pelayanan yang harus diberikan3.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah daerah memudahkan terwujudnya tujuan otonomi daerah yaitu kesejahteraan daerah. bahkan publik juga tidak hanya mengeetahui, tetapi ikut mencegah dan mengawasi penyimpangan kewenangan di daerah. ketika rakyat membutuhkan atau mengeluhkan sesuatu, pemda bisa cepat mengetahui dan meresponsnya. Tak sebatas itu, dengan mengoptimalkan teknologi, kebijakan dan penggunaan anggaran pemda bisa diketahui publik. Publik bisa mengetahui, mengawas, sehingga mencegah penyimpangan kewenangan pemda4.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebutkan setidaknya ada tiga kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya yang telah mengoptimalkan teknologi. Ketiga pemda tersebut sadar pemanfaatan teknologi dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat sebagaimana tujuan otonomi daerah5.

B. Permasalahan Penelitian

Indikator untuk menilai keterbukaan informasi publik bagi pemerintah daerah pada kenyataannya berhadapan dengan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan pemerintahan elektronik yang diantaranya juga ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam hal pelayanan publik. Untuk itu menjadi menarik untuk diteliti dalam penelitian ini dengan mengajukan permasalahan penelitian yaitu:

1. Bagaimana kebijakan mekanisme memperoleh informasi publik dikaitkan dengan kebijakan pemerintahan elektronik?

2. Bagaimana kebijakan pengelolaan informasi dikecualikan?

3 Chabib Sholeh dan Suripto, Menilai Kinerja Pemerintahan Daerah, Bandung: Penerbit Fokusmedia, 2011, h.13 4 “Teknologi Cegah Penyimpangan”, Kompas 27 April 2016. 5 Ibid.

Page 4: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

4

3. Bagaimana kebijakan sistem pengamanan informasi publik dikaitkan dengan kebijakan pemerintahan elektronik?

4. Bagaimana dampak pengelolaan KIP di era pemerintahan elektronik dalam meningkatkan pelayanan publik?

Berdasarkan beberapa permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, maka pertanyaan penelitiannya yaitu: “Bagaimana tata kelola keterbukaan informasi publik di era pemerintahan elektronik?” C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tata kelola pengelolaan informasi publik oleh pemerintah daerah di era pemerintahan elektronik. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini yaitu mampu menelaah pengelolaan keterbukaan informasi publik di era pemerintahan elektronik dari perspektif komunikasi dan media komunikasi. Sedangkan kegunaan praktis yang diharapkan yaitu memberikan dukungan data dan informasi terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan dalam mengawasi pelaksanaan UU KIP di era pemerintahan elektronik. D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana tidak mengandalkan bukti berdasarkan angka matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat, dan tindakan sosial lainnya adalah bahan mentah untuk analisis kualitatif. Metode kualitatif bisa kritis dan empiris.6 Menurut Maholtra, penelitian kualitatif adalah sebuah metodologi penelitian eksploratif yang tidak terstruktur yang didasari pada sampel kecil. Analisis data dilakukan berdasarkan keinginan untuk dapat memberikan pemahaman atas permasalahan yang diungkapkan melalui metode deskriptif, yaitu menjelaskan temuan-temuan dalam bentuk tulisan dan menganalisanya dengan bantuan teori-teori yang ada.7

Teknik utama yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan melakukan wawancara mendalam8 (indepth interview) terhadap informan penelitian berdasarkan panduan wawancara yang telah dipersiapkan untuk pelaksanaan penelitian. Informan penelitian pada penelitian ini didapat dengan menggunakan teknik purposive yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja. Terdiri dari:

1. Komisi Informasi Daerah: regulator keterbukaan informasi publik di daerah 2. Dinas Kominfo Provinsi/PPID Pemrov: SKPD/pejabat yang mengelola informasi

publik di daerah

6 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Penerbit Ramadja Rosdakarya, 2013, h. 150. 7 Naresh Maholtra, Basic Marketing Research: Applications to Contemporary Issues, 5th Ed, London: Prentice Hall, 2002, hal. 331-354. 8 Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Wawancara mendalam memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri atau lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sedar menjawab pertanyaan. Ibid., h. 183.

Page 5: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

5

3. Dinas Perijinan Terpadu : sebagai dinas yang melaksanakan kegiatan pengurusan perijinan secara elektronik.

4. Badan kesbangpol : sebagai bagan yang menangani aktivitas sosial politik kemasyarakatan di daerah dan memiliki informasi yang kecualikan.

5. Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik yang berasal dari kegiatan Dewan di daerah.

6. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil: sebagai dinas yang melaksanakan kegiatan pencatatan dan penyimpanan data kependudukan di daerah yang bersifat data personal;

7. Dinas pendidikan : sebagai dinas yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat yang memiliki kategori data rahasia di tingkat daerah;

8. Universitas: sebagai akademisi yang mengkaji pengelolaan keterbukaan informasi publik di daerah

9. Media Massa: sebagai salah satu pemohon informasi publik. Kegiatan pengumpulan data ini akan dilakukan di 2 (dua) daerah berdasarkan

teknik purposive yang mewakili karakter yang berbeda yaitu: - daerah yang masuk dalam 10 besar pengelolaan keterbukaan informasi publik versi

KI Pusat, namun cukup banyak perkara gugatan informasi publik ke KI Daerah. - daerah yang masuk dalam 10 besar pengelolaan keterbukaan informasi publik versi

KI Pusat, namun tidak terlalu banyak gugatan informasi publiknya. Bercermin dari 2 (dua) karakter tersebut, maka 2 (dua) daerah yang menjadi

lokasi pengumpulan data dalam rangka pengumpulan data ini yaitu: - Provinsi Jawa Barat mewakili daerah yang masuk dalam 10 besar pengelolaan

keterbukaan informasi publik versi KI Pusat, namun cukup banyak perkara gugatan informasi publik ke KI Daerah.

- Provinsi Kalimantan Barat mewakili daerah yang masuk dalam 10 besar pengelolaan keterbukaan informasi publik versi KI Pusat, namun penerapan e-government-nya masih harus didalami keberadaannya.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Perspektif KIP di Era Elektronik

Aplikasi-aplikasi seperti yang dimiliki oleh Pemkot Bandung9 sesungguhnya sudah terbukti kehandalannya dalam memberikan kemudahan pelayanan publik dan proses perijinan yang dilakukan oleh masyarakat. aplikasi juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk memperoleh data awal kepada masyarakat, ketika interaksi pelayanan publik atau perijinan akan dilakukan oleh pemerintah. Proses atau perkembangan atau hambatan pelayanan publik atau perijinan akan dengan mudah 9 Kota Bandung membuat aplikasi layanan yang termuat dalam laman Pemkot Bandung portal.bandung.go.id yaitu SILAKIP Kota Bandung, LPSE Bandung, BIRMS, HAY.U! Bandung, Sabilulungan, Pelayanan Informasi Publik. Untuk aplikasi BIRMS berisikan e-musrenbang, e-budgeting, e-rup (rencana umum pengadaan), e-project, e-ulp, lpse, e-kontrak, e-swakelola, e-progress, e-performance, e-aset. Dalam aplikasi HAY.U! merupakan aplikasi layanan perizinan yang berisi layanan perizinan online, peta perizinan, monitoring berkas, website bppt, regulasi, call center, video tutorial, syarat. Dikutip dari laman www.bandung.go.id diakses tanggal 7 Juni 2016

Page 6: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

6

dilancak oleh masyarakat dan ditindaklanjuti dalam bentuk pengaduan kepada pemda. Bahkan inovasi atas aplikasi yang telah ada, benar-benar terbukti mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang dibutuhkannya.

Aplikasi yang digunakan untuk mempermudah pemberian pelayanan publik dan perijinan dilakukan secara efektif di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung. Aplikasi Hayu Bandung berisikan layanan perijinan online yaitu peta perijinan, monitoring berkas, website BPPT, regulasi, call center, video tutorial, dan syarat. Kategori informasi yang terpapat pada aplikasi Hayu telah sesuai dengan kategori informasi yang diamanatkan dalam UU KIP dan bisa diketahui oleh masyarakat.10

Pada tanggal 25 Februari 2016 dikeluarkan sistem bernama GAMPIL (gadget mobile application of licience) yang merupakan penambahan dari aplikasi yang lama, hanay saja melalui sistem ini perijinan dapat dilakukan pada gadget pemohon. Selain itu isinya ditambahkan 2 jenis layanan yaitu TDUM (usaha makro) dan TDUK (usaha kecil). Sehingga total perijinan yang dilayani berjumlah 27 jenis layanan. Melalui cara seperti ini, masyarakat tinggal memonitor proses perijinan melalui gadgetnya.

Hingga saat ini jenis perijinan yang belum masuk ke BPPT yaitu ijin usaha kesehatan (masih di dinkes), bina marga, BPLH/lingkungan hidup, dan penanaman modal (masih di bapeda). Kendala perijinan belum masuk ke BPPT yaitu SOP pelaksanaan perrijinan di masing-masing SKPD berbeda dengan SOP yang ditetapkan oleh BPPT. Sedangkan pengelolaan data di BPPT: 1) Pemohon wajib membuat surat permohonan perijinan 2) Dikaji peruntukannya, hasilnya apakah diterima atau ditolak. 3) Datadi kelola oleh subbagian informasi dan diklasifikasi atas kategori bidang-bidang

layanan. 4) Data disimpan di server BPPT 5) Sistem pengamanan sever dilakukan melalu sistem pengamanan jaringan dan

setiap aplikasi harus disertakan kata kuncinya (password) Kondisi perkembangan e-gov di Kalbar adalah seperti juga di provinsi lainnya

memang ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik dalam memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya. Penggunaan aplikasi juga dilakukan sebagai sarana komunikasi antara masyarakat dengan pemda baik terkait dengan bentuk layanan atau pengaduan masyarakat.

Portal provinsi Kalimantan Barat memiliki beberapa menu, antara lain: “Depan”, “Suara Anda”, “Webmail”, “Kontak”, dan “Layanan Informasi PPID”.“Depan” : berisi tentang halaman depan atau beranda pada situs tersebut. “Suara Anda” : berisi tentang halaman untuk input saran, kritik, atau komentar mengenai pemerintah provinsi Kalimantan Barat.

Harmonisasi aplikasi perlu dilakukan, misalnya pada Sistem Informasi Profil Daerah (SIPD) yang berisi data. Harmonisasi Data SIPD Online bertujuan dalam rangka didapatkan data daerah yang berupa rekapitulasi angka. Maksudnya utamanya yaitu memenuhi kebutuhan informasi di tingkat pemerintah pusat dan mencegah perbedaan kebutuhan data/informasi di tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi,

10 Hasil wawancara dengan BPPT Kota Bandung, Yuli Eka Diyanti, Kasubag Informasi dan Pelayanan

Pengaduan, 16-6-2016

Page 7: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

7

pemerintah kabupaten/kota, hingga kecamatan. Namun data ini harus bersumber pada data yang sama. Untuk itu dibutuhkan harmonisasi pada level struktur data agar dapat dimanfaatkan secara bersama sesuai kebutuhan masing-masing.11

Perkembangan e-gov di Kalbar memang setidaknya sudah dapat membantu pelaksanaan tugas pemda dalam memberikan pelayanan publik. Namun masalahnya berbagai aplikasi yang ada masih bersifat sendiri-sendiri dan belum terintegrasi. Hal ijuga menyebabkan tidak efisennya penggunaaan bandwith dalam aplikasi tersebut. Idealnya, memang aplikasi layanan informasi publik dapat diintegrasikan dengan aplikasi pelayanan publik dalam satu aplikasi, sehingga memudahkan masyarakat untuk menggunakannya.12

2. Perspektif PPID

Masalah utama dalam pengelolaan KIP di Jabar adalah legalitas SDM yang bekerja di PPID banyak yang tidak memiliki dasar hukum yang termuat dalam surat keputusan kepala daerah. Artinya pekerjaan PPID dirangkap dalam tupoksi unit kerjanya. Masalah lainnya yaitu sistem pelayanan informasi publik belum dikelola menjadi sistem pelayanan satu pintu13.

Kendala berikutnya terkait dengan kecepatan dalam menjawab keluhan masyarakat. Setiap materi pengaduan masyarakat yang dalam bentuk surat elektronik, dimasukkan ke dalam folder INFO JABAR yang terdapat di website pemprov. Namun kendalanya, setelah informasi tersebut masuk di INFO JABAR petugas pengelola website tidak mengetahui kepada siapa informasi ini harus diteruskan terutama kepada instansi terkait pertanyaan dimaksud. Selain itu pejabat yang dikirimkan email dari pengelola website, seringkali tidak membaca email sehingga tidak menjawab pertanyaan pemohon informasi.

Sifat PPID di Provinsi Jabar adalah desentralisasi di masing-masig SKPD. Kenyataannya pengelolaan yang tersebar di masing-masig SKPD tidak efektif dalam melayani pemohon informasi. Karena masyarakat hanya tahunya ke humas provinsi yaitu PPID Sekda Prov Jabar saja. Misalnya untuk masalah pertanian yang seharusnya dilayani oleh PPID Dinas Pertanian, tapi pada kenyataannya pemohon informasi lebih sering memintanya ke humas sebagai PPID Sekda Prov Jabar14.

Berbeda dengan PPID provinsi, maka PPID di Kota Bandung lebih berat tantangannya pada hal yang bersifat substansi. Struktur PPID di Kota bandung bersifat sentralisasi yaitu ada PPID utama dan ada PPID Pembantu. Untuk Kota Bandung: a. PPID Utama dijabat oleh Kepala Dinas Kominfo dan Atasan PPID dijabat oleh

Walikota

11 UPT PDE Provinsi Kalbar, 15-8-2016 12 Hasil wawancara dengan Kabag Kominfo Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Kalbar, Agustinus Edi Sukarno, 15-8-2015 13 Hasil wawancara dengan Lovitasari, Kasie Pemerintah dan Pemerintah Daerah Bagian Sarana dan Komunikasi Deseminasi Informasi Prov Jabar 14 Juni 2016 14 Hasil wawancara dengan PPID Sekda Prov Jabar, Bagian Humas, Ebet Nugraha kasubag Pengelolaan informasi Daerah 15-6-2016

Page 8: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

8

b. PPID Pembantu untuk masing-masing SKPD dijabat oleh Sekretaris SKPD dan Atasan PPID oleh Kepala SKPD. Sedangkan PPID Pembantu untuk masing-masing kecamatan dijabat oleh Sekretaris Kecamatan dan atasan PPID oleh Camat15.

Mekanisme pelayanan informasi yang dilakukan oleh PPID Kota Bandung dilakukan melalui layanan langsung dan layanan online. Untuk layanan PPID secara langsung, mekanismenya seperti yang diamanatkan di dalam UU KIP, hanya dalam perkembangnya ditambahkan dengan inovasi layanan informasi berupa Program Open Data (sejak 5 Desember 2014).

Kasus gugatan LSM Topan Ade yang meminta seluruh kuintansi di 10 kecamatan yang ditolak oleh PPID untuk disediakan. Dampaknya PPID Kota Bandung harus melayani sidang gugatan di Komisi Informasi sebanyak 10 kali. Untuk layanan informasi secara online, hakekatnya sama dengan layanan langsung hanya formulir pemohonan sudah dapat diisi oleh pemohon ditempat mereka berada. Petugas PPID yang melayaninya juga dari petugas yang sama dalam melayani secara langsung.

Banyaknya gugatan kepada PPID disebabkan oleh: 1) Informasi yang dimintakan pemohon tidak dipenuhi PPID. 2) Prosedur mengajukan permohonan informasi yang tidak lengkap 3) Perbedaan pandangan badan publik dengan pemohon untuk informasi dikecualikan.

Pengelolaan KIP di DPRD dinilai belum maksimal karena: a. Ego sektoral masing-masing bagian dalam mengelola informasi publik yang

dihasilkan dari pelaksanaan tupoksinya. b. Pemahaman tentang mekanisme KIP belum sempurna c. Banyak ketakutan pemimpin badan publik terhadap bocornya informasi yang masuk

dalamkategori informasi publik. Mekanisme pengelolaan informasi persidangan DPRD yaitu:

a. Kegiatan rapat direkam dan dirisalahkan b. Didokumentasikan dan disimpan di bagian persidangan c. Materi risalah tidak harus masuk ke website pemda d. Yang masuk ke website pemda hanyalah gambaran umumnya saja yatu terkait

proses dan hasilnya. Isi informasinya tidak dimasukkan dalam website pemda. PPID di Kalbar ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor

667/HUMAS/TAHUN 2015 tentang Penujukkan Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Atasan PPID dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah dan PPID utama dilaksanakan oleh Kepala Biro Humas, serta Sekretaris PPID dilaksanakan oleh Kasubag Penyaringan Informasi. Bidang tugas yang terdapat dalam struktur PPID yaitu bidang pelayanan dan dokumentasi informasi yang dijabat oleh Kabag Dokumentasi, Bidang Pengolahan Data dan Klarifikasi Informasi oleh Kabag Publikasi, Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi oleh Kabag Bantuan Hukum, dan kesekretariatan.

Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar selaku atasan PPID menekankan menguasai informasi menjadi keharusan bagi setiap PPID pemda. dengan demikian segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi akan mudah dianalisis dan dicerna. Setiap SKPD diminta segera dan wajib menyusun daftar informasi publik yang berada

15 Hasil wawancara dengan PPID Kota Bandung, Bidang Deseminasi Informasi, Arief Mujaidillah, S.Si.,

MT (Staf PPID) 15-6-2016

Page 9: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

9

dibawah penguasaannya. Tugas utama PPID adalah memberikan pelayanan informasi yang diminta oleh masyarakat. untuk itu setiap SKPD di lingkungan pemprov Kalbar agar dapat memilih dan memilah jenis-jenis informasi yang tersedia setiap saat, mana informasi yang wajib diumumkan secara serta merta serta informasi yang dikecualikan. Keterbukaan informasi publik menuntut prilaku birokrasi harus menyelaraskan pada tuntutan dan partisipasi publik dalam hal memperoleh informasi. Karena seiring dengan proses demokratisasi yang terus berjalan, maka berdampak pada makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik, ditambah lagi meningkatnya tuntutan penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik berupa transparansi dan akuntabilitas serta kualitas kerja birokrasi16.

Sifat kerja PPID di provinsi adalah distribusi dengan PPID utama oleh biro humas dan PPID pembatu di masing-masing sekretaris Dinas atau kasubag TU Biro. Sedangkan PPID di kabupaten kota pada umumnya dijabat oleh kabag humas atau asisten II atau kepala dinas infokom. Sedangkan PPID pembantu di wilayah kabupaten kota dilakasanaka oleh sekretaris dinas atau sekretaris kecamatan.

Hingga saat ini, PPID provinsi menilai, sifat kerja PPID lebih mudah bila bersifat terdistribusi. Karena PPID utama tinggal melakukan koordinasi atas ketersediaan informasi yang pengelolaannya dilakukan oleh PPID pembantu. Hal ini juga ditunjang dengan masih terbatasnya SDM yang terkait tugas PPID seperti pranata humas, arsiparsi, dan tenaga IT.

Pelaksanaan tugas PPID memang berbeda jauh dengan tupoksi dari subbag ini. Tupoksi subbag ini yaitu melakukan penyaringan informasi melalui pembuatan kliping terkait aktivitas pemda, mendokumentasikan materi siaran elktronik dan online yang berhubungan dengan pemda, memberikan bahan pertimbangan ke atasan, serta menjadi koordinator atas penyusunan pidati gubernut di awal bulan.

Kendala yang hingga kini masih dirasakan oleh PPID utama yaitu perbedaan tugas PPID dengan tupoksi unit kerja. Untuk itu solusinya adalah sifat kerja PPID adalah distribusi dimana pengelola informasi dilakukan oleh PPID pembantu. Kendala berikutnya yaitu masih belum dilakukannya klasifikasi informasi termasuk juga klasifikasi informasi dikecualikan yang dilakukan oleh PPID pembantu. Dan kendala yang lain yaitu belum dilakukannya uji konsekuensi atas informasi dikecualikan.

Sampai dengan saat ini tidak ada aktivitas pelayanan informasi yang dilakukan oleh PPID, berpotensi untuk disengkatakan di Komisi Informasi Daerah. namun belajar dari sengketa informasi yang dialami oleh PPID kabupaten kota, masalah sengketa ini meliputi sengketa substansi informasi maupun masalah proseduran layanan informasi publik.

PPID utama menilai kinerja Komisi Informasi Provinsi Kalbar masih belum dapat bekerja secara optimal. Ada kesan masing-masing komisioner bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan persepsinya. Anggotanya tidak kompak dalam memandang masalah yang masuk ke komisi. Disamping juga karena ketidak harmonisan pekerjaan kesekretariatan komisi dengan unit kerja yang berwenang menanganinya.

PPID menilai perkembangan e-gov di Kalbar belum dapat dikatakan berjalan optimal. Hal ini ditandai dengann belum dimilikinya perangkat IT yang canggih sesuai

16 M Zein: Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi Pemerintah Harus Kuasai Informasi, Harian Equator 26-11-2013.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

10

dengan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. terbatasnya anggaran pengelolaan IT dan kurangnya SDM yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan IT. Surat menyurat antara SKPD masih dilakukan secara manual melalui surat kertas yang dikirmkan lagsung ke unit kerja.

Aplikasi pengaduan masyarakat sudah dimiliki, namun masih terkendala pada lamanya tindaklanjut pengaduan masyarakat tersebut yang bisa disampaikan melalui aplikasi ini. aplikasi pelayanan publik juga masih dikelola sendiri-sendiri dann belum terintegrasi dalam satu pintu. 3. Perspektif Komisi Informasi Daerah

Pada saat awal UU Keterbukaan Informasi Publik diberlakukan (tahun 2010), gugatan informasi yang disampaikan kepada Komisi Informasi (KI) Jabar17 adalah semua yang terkait dengan segala subtasi informasi publik yang tidak dibawah penguasaan oleh badan publik. Hal ini wajar untuk dipahami, mengingat euphoria keterbukaan informasi publik begitu besar dirasakan oleh masyarakat, termasuk juga masyarakat di Jabar. Semua substansi informasi publik yang tidak bisa dilayani oleh badan publik, pasti akan diajukan gugatannya oleh pemohon informasi kepada komisi informasi. Setiap individu atau perkumpulan tanpa terkecuali mengajukan berbagai gugatan sengketa informasi yang substansinya sebetulnya tidak terlalu terkait dengan posisinya sebagai pemohon informasi. Misalnya informasi mengenai pembahasan anggaran yang dimita oleh pemohon yang tidak jelas mengajukan untuk apa.

Namun sekarang ini gugatan informasi yang disampaikan kepada komisi informasi, lebih banyak berada pada masalah tidak dipenuhinya prosedur layanan informasi publik kepada pemohon informasi. Hanya 10% saja yang menggugat karena persoalan substansi yang terkait dengan informasi publik tersebut. Bagi KI Jabar hal ini mengindikasikan, masyarakat telah siap untuk mengawasi kebijakan pemerintah, walaupun baru sebatas kepeduliannya terhadap prosedur penyediaan informasi publik. Hal ini tentu sangat berarti bila badan publik dapat mengembangkan

Strategi KI Jabar dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yaitu melalui berbagai kegiatan yang pada dasarnya adalah berusaha meningkatkan pemahaman masyarakat di kabupaten kota terhadap UU KIP. Hal ini disebabkan secara substansi, belajar dari materi gugatan yang disampaiakan pemohon ke KPI banyak berasal dari aktivitas badan publik di kabupaten kota. Misalnya masalah pendidikan yang terdapat di dinas pendidikan sebuah kabupaten terkait dengan teknik kebijakan dinas yang bersangkutan. KI Jabar menilai kontrol masyarakat terhadap kebijakan harus dekat dengan masalah yang timbul di kabupaten kota. Untuk itu penguatan KIP harus lebih dicurahkan ke kabupaten kota. Komisi Informasi Kalbar baru saja dibentuk pada tahun 2015 dengan tugas yang dihadapinya cukup besar sekali tantangannya, terutama menyakinkan kepada badan publik termasuk pemda untuk melaksanakan UU KIP setidaknya dengan mengaktifkan tugas PPID dan melakukan identifikasi informasi publik yang dimilikinya. Hal ini

17 Disari dari Makalah Ketua Komisi Informasi Jabar Dan Satriana, Peran Komisi Informasi Jawa Barat

dalam Meningkatkan Keterbukaan Informasi Publik, disampaikan dalam FGD di Komisi Informasi 18 Juni 2016.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

11

kemudian menghasilkan kemampuan dengan diberikannya penghargaan kepada Provinsi Kalbar masuk dalam 10 besar provinsi yang baik dalam melakukan tata kelola KIP.

Keberhasilan Kalbar menempati peringkat ketujuh dalam hal pengelolaan keterbukaan informasi publik, memang perlu diapresiasi semua pihak terutama bila dikaitkan dengan iklim transparansi dan akuntabilitas di provinsi. Ada beberapa indikator yang menurut Komisi Informasi Kalbar menjadi alasan diperolehnya peringkat tersebut yaitu: a. Provinsi Kalbar telah lama memiliki perda yang mengatur masalah transparansi

yaitu Perda Nomor 5 Tahun 2005 tentang….. hal ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya kebijakan transparansi diseluruh jajaran pemda se kalbar.

b. Keberadaan PPID ada di 14 kabupaten//kota dan hanya 1 saja yang belum yaitu Kabupaten Sanggau.

c. Kepala daerah aktif menggerakan keterbukaan informasi publik di birokrasi pemda dan membentuk PPID

d. Aparat pemda merasa senang karena asas transparansi telah membantu tugas mereka untuk selalu diketahui oleh masyarakat18.

Namun dibalik keberhasilan itu, sesungguhnya masih perlu didalami apakah benar-benar indikator tersebut berjalan dengan sempurna dalam praktek di pemda. tidak bisa dipungkiri, kehadiran PPID ada juga yang baru sekadar hadirnya surat keputusan (SK) pembentukan PPID, sedangkan kinerjanya belum efektif dilaksanakan. Masalah lain dijumpai dengan belum seragamnya pemda dalam menentukan kategori informasi publik yang dimilikinya. Penetapan informasi dikecualikan juga belum sesuai dengan kaidah yang ditetapkan UU KIP yaitu dengan menyertakan uji konsekuensi. Hal ini belum dpenuhi oleh pemda. informasi dikecualikan hanya ditentukan oleh selembar surat ketrangan pejabat yang menyatakan informasi tersebut bersifat rahasia.

KI Kalbar dari tahun 2015 hingga 2016 menerima kasus aduan sebanya 20 kasus aduan. 2 perkara di tahun 2015 dan 18 di tahun 2016. Untuk tahun 2016, 15 sengketa telah selesai disidangkan dan 3 perkara belum selsai disidangkan. Bidang masalah yang paling banyak diajukan oleh pemohon untuk disengketaka yaitu tata kelola hutan dan lahan. Sedangkan tuntutan masyarakat lebih terfokus pada persoalan substansinya.

Hingga saat ini Komisi Informasi menilai pelaksanaan e-gov di Kalbar sudah cukup baik, sebagai tempat bagi pemda untuk menyampaikan informasi yang dimilikinya kepada masyarakat. masyarakat juga bisa memberikan pengaduannya kepada pemda secara online. Namun informasi tersebut memang masih suka kurang aktual dan kurang sesuai dengan kebutuhan informasi masyarakat, karena hanya berisi mengenai kegiatan kepala daerah saja. Hal ini memang keberadaan online ini baru bersifat penyajian informasi saja, karena belum bisa dimanfaatkan untuk membantu kelancaran pelayanan publik kepada masyarakat secara online. Layanan online nya masih dilakukan terpisah.

18 Hasil wawamcara dengan Ketua Komisi Informasi Kalimantan Barat Chatarina Pancer Istiyani 11-8-2018

Page 12: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

12

Setelah berjalan hampir satu tahun sejak dikukuhkan pada 10 maret 2015 lalu, dipandang perlu bagi KI Kalbar untuk memiliki nama domain sendiri seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Registrar Nama Domain Instansi Penyelenggara Negara. KI Kalbar melayangkan surat permohonan kepada Gubernur Kalimantan Barat guna memperoleh domain baru yang menggunakan server milik pemprov Kalbar dengan nama http://www.komisiinformasi.kalbarprov.go.id. Selain itu juga alamat email KI Kalbar yang sebelumnya beralamat di @yahoo.co.id akan mendapatkan alamat baru yaitu [email protected]. 4. Pembahasan a) KIP di Era Elektronik

Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat penting untuk diawasi publik agar penyelenggaraan negara makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan terhadap keterbukaan informasi publik. Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan setiap pemerintah daerah termotivasi untuk bertanggungjawab dan berorientasi pada pelayanan publik yang sebaik-baiknya. Hal ini berarti dapat mempercepat terwujudnya pemerintahan yang terbuka yang meruakan upaya strategis mencegah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan terciptanya tata pemerintahan yang baik (good governance). Penerapan keterbukaan informasi publik menjadikan hubungan interdependensi antara unsur pemerintah daerah dengan masyarakat menjadi semakin kuat dan kondusif. Pemda memiliki kepentingan kepada masyarakat di daerahnya daam rangka mengukur sejauhmana efektivitas kinerja yang dilakukan, akui dan dirasakan manfaatnya bagi seluruh masyarakat. efektivitas kinerjanya sangat ditentukan oleh kemampuan masing-masing unsur pemerintah daerah untuk melakukan perubahan paradigma berfikir, bahwa membuka informasi kepada seluruh masyarakat jauh lebih menguntungkan pelaksanaan tugas dan fungsinya. Masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mengawasi kinerja pemda, sehingga akuntabilitas publik menjadi lebih terjaga.

Kondisi ini juga sekaligus memaksa setiap individu yang berada di dalamnya untuk senantiasa mengembangkan prinsip keterbukaan informasi publik dalam setiap aktivitasnya. Kunci keberhasilan dari masing-masing kompenen pemda, terletak pada bagaimana mereka mampu beradaptasi dengan keterbukaan informasi publik dan melakukan penyesuaian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Keterbukaan informasi publik yang dilaksanakan oleh pemda juga dapat menimbulkan kesadaran dan tanggungjawab dari individu yang berada di dalamnya untuk selalu melibatkan dan berorientasi kepada masyarakat dalam setiap pembentukan kebijakan. Hal lainnya terkait dengan pelaksanaan fungsi integratif yang pada akhirnya mengharuskan kepada unsur pemda untuk memfasilitasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik agat dapat berjalan maksimal, antara lain dengan

Page 13: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

13

menyediakan berbagai media komunikasi yang dapat mempermudah masyarakat untuk mendapatkan informasi publik melalui pelaksanaan e-government.

Pelaksanaan e-gov mampu membentuk interaksi komunikasi antara elemen pemerintah daerah maupun dengan masyarakat melalui sistem elektronik berbasis informasi digital. Realitanya pertukaran informasi digital jauh lebih cepat dan efektif ketimbang dilakukan melalui interaksi informasi melalui pelayanan tercetak. Otentisitas informasi yang dilakukan melalui interaksi digital, dapat diperlengkapi dengan sistem pengamanan yang benar-benar dapat menjaga validitas informasi yang disampaikan. Sistem ini juga memudahkan aparat pemda mempublikasi keseluruhan aktivitas dan kebijakan pemda melalui website pemda untuk diketahui dan ditanggapi secara langsung oleh masyarakat. Namun masalahnya tidak semua daerah memiliki kemauan dan kemampuan untuk menata sistem pemerintahannya berbasis elektronik. Kondisi ini jelas menjadi tantangan yang harus dipahami akar permasalahannya. Belum semua pemda memiliki pemahaman mengenai standar implementasi e-gov melalui penyelenggaraan situs pemerintah, kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia yang mengerjakan aplikasi dimaksud tidak sama ditiap daerah, kualitas perangkat lunak dan jaringan telekomunikasi dan sistem pengamanan data dan jaringan yang tidak merata di setiap daerah, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai urgensi penerapan e-gov belum maksimal dilakukan oleh pemda. Terlepas dari masih ditemukannya kendala di setiap daerah, namun sentuhan teknologi setidaknya bisa dijadikan solusi dari realita mengenai seringnya terjadi ketidakmerataan layanan publik. Karena kita sadari pemerataan pelayanan pada masyarakat merupakan fenomena yang sering muncul dalam kaitannya dengan distribusi yang acapkali dikaitkan pula pada kinerja organisasi penyedia jasa pelayanan tersebut.

Pemda yang berhasil menggunakan ICT perlu dijadikan model bagi daerah lainnya dalam menyenggarakan e-gov. Pada dasarnya ICT mempunyai potensi untuk membawa setiap individu ke dalam jaringan kerja digital dan dapat berinteraksi dengan pemda secara dua arah serta mendapatkan informasi, data, layanan perijinan dan berbagai bentuk pelayanan publik yang diselenggarakan pemda, sebagaimana digambarkan dalam model the interactive service model. KIP di era pemerintahan elektronik sesungguhnya berasal dari realita di masyarakat untuk menyempurnakan interaksi komunikasi khususnya interaksi masyarakat dengan pemegang kebijakan. Penggunaan TIK dalam KIP menjadikan interaksi masyarakat dalam memperoleh informasi publik menjadi lebih efektif dan efisien. Budaya kerja badan publik dalam melayani informasi publik akan berubah menjadi aktif mengisi berbagai informasi yang dihasilkan dari pelaksanaan kinerjanya yang selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan kategori informasi, sebagaimana disebutkan dalam UU KIP. Menyediakan informasi yang berasal dari kinerjanya akan menjadi kesadaran, karena fasilitas kemajuan TIK memudahkan untuk melakukannya. Bagi masyarakat sebagai pemohon informasi juga dimudahkan dalam melakukan interaksi memperoleh informasi publik. Interaksi masyarakat denga badan publik di era e-gov adalah proses dan tempat dimana makna, peran, aturan, dan nilai budaya saling bekerja. Aplikasi layanan dan data adalah sebuah makna yang sengaja

Page 14: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

14

diciptakan dalam rangka mempermudah interaksi sosial. Simbol dalam aplikasi dan data memberi makna yang mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhannya akan informasi publik.

b) Reposisi PPID

Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID) sampai dengan masa sekarang ini, memang belum semua badan publik memilikinya. Masalah berikutnya terletak pada pola hubungan kerja PPID, apakah bersifat sentralistik atau desentralistik yang masing-masing memiliki kekuatan kelemahannya. Sifat sentralistik kelebihannya menjadikan pelayanan informasi terpusat di satu pintu yang didukung oleh PPID pembantu yang berada di masing-masing unit kerja. Namun kelemahannya, PPID harus melayani informasi publik yang sering kali tidak dibawah penguasaannya. Sedangkan sifat desentralistik, informasi dilayani oleh PPID yang sesuai dengan bidang masalah yang dinginkan pemohon informasi. Hanya kendalanya, birokrasi pelayanan informasi menjadi sangat beragam di masing-masing SKPD.

Reposisi PPID melalui model KIP di era e-government harus diarahkan pada dimasukannya pekerjaan melayani permohonan informasi, ke dalam tupoksi pejabat yang bersangkutan. Artinya PPID perlu dilembagakan menjadi satu unit kerja khusus mengelola dan melayani informasi publik serta berinteraksi dengan pelayanan publik dan perijinan. Reposisi PPID ini memang lebih diarahkan pada sifat sentralistik, karena terkait dengan sistem layanan satu pintu. Namun unit kerja lain akan selalu dapat berinteraksi dengan PPID melalui folder data sharing. Petugas di PPID adalah petugas yang khusus menangani pelayanan, pengelolaan dan gugatan sengketa informasi tanpa dibebani tupoksi yang lain. Melalui metoda semacam ini, PPID akan fokus kepada prosedural layanan informasi, karena substansinya sudah termuat dalam data sharing dan folder layanan publik serta perijinan.

Dampaknya, aktivitas PPID di aplikasi layanan satu pintu harus diarahkan pada peningkatan pelayanan publik dan perijinan. Reposisi tugas PPID harus diarahkan pada tugas yang lebih fokus untuk memaksimalkan keterbukaan informasi publik melalui layanan teknologi informasi komunikasi. PPID perlu menjaga e-gov karena cenderung bisa memanipulasi data/informasi. Data atau informasi yang berada di bawah penguasaan PPID adalah sama dan asli seperti yang dimiliki oleh unit-unit kerja terkait. Data dan informasi yang dimiliki PPID dapat dibuka pemohon informasi dengan kondisi yang sama dengan informasi yang dimiliki oleh SKPD. PPID adalah pengelola e-gov, namun bukan berarti KIP yang seremonial. Bukan hanya pada tataran teknik saja tetapi didorong pada pemberdayaan substansi.

c) Penguatan Komisi Informasi

Tata kelola keterbukaan informasi publik di era e-government, juga berdampak pada perlunya upaya penguatan peran Komisi Informasi sebagaimana diamanatkan dalam UU KIP. Pada kondisi sekarang Komisi Informasi baik di pusat maupun di provinsi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan KIP dan menjadi lembaga yang menyelesaikan sengketa KIP antara pemohon informasi dengan badan publik. Komisi Informasi menjadi lembaga yang menyelesaikan sengketa informasi baik yang bersifat prosedural layanan informasi maupun sengketa yang bersifat substansional.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

15

Penyelesaian sengketa dilakukan melalui aturan beracara “semi pengadilan” guna melakukan mediasi dan ajudukasi antara pemohon dengan badan publik.

Pada kondisi yang demikian, materi gugatan yang banyak ditangani oleh Komisi Informasi lebih banyak kepada persoalan tidak terpenuhinya prosedural layanan informasi oleh badan publik. Komisi Informasi sangat kecil sekali peranannya dalam rangka memberikan penguatan kepada partisipasi masyarakat dalam mengawal lahirnya sebuah kebijakan. Untuk itu penguatan Komisi Informasi pada konteks ini perlu difokuskan kepada upaya yang maksimal dalam melakukan bimbingan teknik pelayanan informasi kepada badan publik, sekaligus juga melakukan evaluasi keberhasilan atas kegiatan tersebut.

Secara kedudukan kelembagaan, di era e-government ini posisi Komisi Informasi perlu dikuatkan mengingat berbagai kegiatan yang bersifat pelayanan publik atau perijinan banyak juga yang bersifat hirarkis dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah. untuk itu kedudukan kelembagaan Komisi Informasi sebagaiknya bersifat hirarkis antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Informasi di Provinsi. Penguatan ini berdampak kepada ketersediaan anggaran yang harus bersumber dari pusat (APBN), pola rekrutmen anggota Komisi Informasi di Provinsi, dan pertanggungjawaban kerja Komisi Informasi baik di pusat maupun di provinsi. Dampak lainnya, Komisi Informasi di daerah tidak terlalu bergantung kepada pemda dan DPRD dalam menjalankan tugasnya, sehingga bisa mengoptimalkan independensi dan kualitas kinerjanya. Komisi informasi selanjutnya perlu didukung oleh sekretariat yag kuat baik kelembagaan dan sumber anggarannya baik ditingkat pusat hingga ke tingkat provinsi.

Keterbukaan informasi publik di era e-gov ini, juga berdampak pada upaya untuk mengoptimalkan penyelesaian sengketa antara pemohon informasi dengan badan publik. Komisi Informasi akan lebih fokus kepada menyelesaikan sengketa hak masyarakat dalam mendapatkan pelayanan atas permohonan informasi publik yang diajukannya kepda badan publik. Selanjutnya agar terjadi kesamaan pemahaman dan pelaksanaan dalam rangka penyelesaian sengketa, perlu ada standar mengenai tata beracara yang sama dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah dalam melakukan persidangan. F. Rekomendasi Strategis

Perlu beberapa penyesuaian dalam rangka memaksimalkan tata kelola keterbukaan informasi publik di era e-government. Budaya kerja birokrasi perlu benar-benar diubah untuk selalu terbiasa memasukan berbagai hasil kerjanya dalam kategori informasi publik di dalam aplikasi berbasis online. Birokrasi perlu terbiasa berinteraksi secara online dalam memberikan pelayanan publik, mengelola dan melayani informasi publik, serta menyelesaikan pengaduan terkait dengan layanan informasi publik. Ketersediaan jaringan komunikasi yang menjadi syarat utama dari berhasilnya kegiatan ini perlu diperhatikan dan dijamin kualitasnya.

Selanjutnya untuk memberikan kepastian dalam rangka memaksimalkan tata kelola keterbukaan informasi publik di era e-government, memang perlu dilakukan penyempurnaan regulasi. Setidaknya perlu disusun dan ditetapkan regulasi yang merupakan turunan dari UU KIP yang benar-benar memastikan kegiatan KIP dalam hal

Page 16: LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_penelitian/hasil-penelitian-59.pdf · Sekretariat DPRD: sebagai badan publik yang mengelola informasi publik

16

mekanisme KIP di era e-government, sengketa informasi, kategori informasi publik dan informasi dikecualikan, serta proses keberatan informasi. Meski harus dilakukan bertahap, namun kegiatan KIP di era e-government perlu konsisten dilakukan dalam rangka mewujudkan demokrasi partisipasi yang sehat, berhasil guna dan mampu beradaptasi pada setiap kemajuan teknologi.