laporan pbl 4 fix

47
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4 (LUTFI) BLOK NEFROURINARY SYSTEM “BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA” Tutor : dr. Nur Signa Aini Gumilas, M.Biotech Kelompok 6 1. Lutfi Maulana G1A011052 2. Annisa Farah Fadhilah G1A011053 3. Tri Susanti Wahyuputri G1A011054 4. Auladi Mizani G1A011055 5. Alvita Mega Kumala G1A011056 6. Aqmarina Rachmawati G1A011057

Upload: ferra-marcheela

Post on 27-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL 4 FIX

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4 (LUTFI)

BLOK NEFROURINARY SYSTEM

“BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA”

Tutor : dr. Nur Signa Aini Gumilas, M.Biotech

Kelompok 6

1. Lutfi Maulana G1A011052

2. Annisa Farah Fadhilah G1A011053

3. Tri Susanti Wahyuputri G1A011054

4. Auladi Mizani G1A011055

5. Alvita Mega Kumala G1A011056

6. Aqmarina Rachmawati G1A011057

7. Ahmad Albera G1A011058

8. Arrosy Syarifah G1A011059

9. Ainul Mardliyah G1A011060

10. Go Ferra Marchela GIA011061

11. Aryo Widagdho G1A007129

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Page 2: Laporan PBL 4 FIX

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2013

BAB I

PENDAHULUAN

Informasi 1

Tn. Senpai, usian 65 tahun datang ke IGD RSMS dengan

keluhan tidak bia buang air kecil sejak 2 hari sebelum masuk RS.

Informasi 2

Sejak 3 bulan yang lalu, pasien harus mengedan dulu bila akan

kencing dan air kencing baru keluar setelah di tunggu beberapa saat.

Pasien mengeluh pancaran air kencingnya lemah, alirannya terputus-

putus dan menetes setelah kencing. Pasien sering merasakan nyeri saat

buang air kecil dan marasakan tidak nyaman pada perut bagian bawah

tengah. Pasien sering merasakan sangat ingin kencing, merasa tidak

puas setelah buang air kecil dan merasa masih ada sisa air kencing. Hal

ini membuat pasien berkenginan untuk kencing lagi meskipun baru 2-3

jam yang lau buang air kecil.

Pada malam hari pasien sering terbangun untuk kencing

sampai ± 5 kali. Kencing pasien tetap tidak lancar mskipun pasien

berusaha berubah posisi seperti tiduran sesaat sebelum buang air kecil.

Dua hari sebelum masuk RS, keluhan dirasakan makin berat

dan sangat mengganggu sehingga pasien memutuskan untuk datang ke

IGD RSMS. Riwayat penyakit yang sama disangkal, riwayat trauma

pada daerah alat kelamin disangkal, riwayat nyeri saat kencing

Page 3: Laporan PBL 4 FIX

disangkal, riwayat kencing batu disangkal, riwayat kencing darah

disangkal.

Informasi 3

Hasil Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Respirasi : 16x/menit

Nadi : 100x/ menit

Suhu : 36,5 C

Kepala : dalam batas normal

Thorax : Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen : distensi suprapubikk, teraba massa suprapubik, nyeri tekan

(+)

Pemeriksaan Rectal toucher (RT) Setelah dilakukan pemasangan

kateter

Tonus sfingter anus cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa rektum

licin, teraba pembesaran pada arah jam 11-1, konsistensi kenyal, tidak

bernodul, nyeri tekan (-)

Informasi 4

Pemeriksaann laboratorium

Hb 13 gr%, Leukosit 8000/mm3, Trombosit 250.000/mm3, Ureum darah

23 mg/dl, Kreatinin 0,9 mg/dl, GDS 110mg/dl, Proteinuria (-)

Pemeriksaan Urin

Leukosit 0/LPB, Eritrosit 0/LPB, silinder leukosit (-), Protein (-), Nitrat

(-)

Page 4: Laporan PBL 4 FIX

USG

Ginjal dan vesika urinari dalam batas normal. Transrectal USG=

pembesaran prostat volume +/- 43 cc tanpa area hipo/hiper echoic

Informasi 5

Tn Senpai menjalani operasi TURP dan selanjutnya bisa BAK normal

lagi. Jaringan prostat dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk

dilakukan pemeriksaan.

Diagnosis PA : Benign Prostat Hyperplasia

Page 5: Laporan PBL 4 FIX

BAB II (AINUL)

PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah

1. Anuria :

Volume urin yang hanya sebesar <100ml / hari (Dorland,

2012)

2. Disuria :

Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama

desebabkan karena inflamasi pada vesika urinaria atau uretra.

Seringkali nyeri ini dirasakan paling sakit di sekitar meatus uretra

eksternus. Disuria yang terjadi pada awal miksi biasanya berasal

dari kelainan pada uretra, dan jika terjadi pada akhir miksi adalah

kelainan pada buli-buli. Perasaan miksi yang sangat nyeri dan

disertai dengan hematuria disebut stranguria (Purnumo, 2011).

3. Retensi Urin :

Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk

mengeluarkan urin yang terkumpul dalam vesika urinaria hingga

kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui (Purnomo, 2011).

Retensi urin adalah suatu keadaan penumpukan urin di

kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk

mengosongkannya secara sempurna (Brunner, 2010).

Page 6: Laporan PBL 4 FIX

B. Batasan Masalah

Identitas : Tn Senpai

Anamnesis

1. Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil

2. RPS

a. Onset : 2 hari yang lalu

b. Kualitas : -

c. Kuantitas : -

d. Faktor memperberat : -

e. Faktor memperingan : -

3. Gejala penyerta : -

4. RPD : -

5. RES : -

6. RPK : -

C. Rumusan Masalah

1. Penyebab retensi urin ?

2. Mekanisme miksi ?

3. Anamnesis apa yang dapat ditanyakan untuk penegakan

diagnosis Tn. Senpai?

D. Analisis Masalah

1. Penyebab retensi urin dibagi berdasarkan lokasinya adalah

sebagai berikut (Brunner, 2010) :

a. Supra vesikal berupa

1) Kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis

Page 7: Laporan PBL 4 FIX

2) Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian

ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan

mesenterasi pelvis

3) Kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis,

atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang

hebat

b. Intravesikal

1) kelemahan otot detrusor karena lama teregang

2) atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist

3) divertikel yang besar

c. Infravesikal

1) pembesaran prostat

2) kekakuan leher vesika

3) batu kecil

4) tumor

5) kelainan patologi uretra

Selain itu, retensio urin juga dapat disebabkan oleh

kecemasan dan trauma psikologik. Serta beberapa obat mencakup

preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat

antidepressant, antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin

(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat

adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin)

(Brunner, 2010).

Penyebab retensi urin (Selius & Subed, 2008) :1. Obstruksi

a. Laki-lakiBenign prostatic hyperplasia; meatal stenosis; parafimosis; fimosis; kanker prostat

b. Perempuan

Page 8: Laporan PBL 4 FIX

Organ prolaps (cystocele, rectocele, uterine prolapse); Massa di pelvis (gynecologic malignancy, uterine fibroid, ovarian cyst);

c. KeduanyaAneurysmal dilation; calculi vesica uterina; bladder neoplasm; fecal impaction; gastrointestinal atau retroperitoneal malignancy/massa; striktur uretra, Batu, edema

2. Infeksi dan inflamasia. Laki-laki

Balanitis; abses prostat; prostatitisb. Perempuan

Vulvovaginitis akut; vaginal lichen planus; vaginal lichen sclerosis; vaginal pemphigus

c. KeduanyaBilharziasis; sistitis; echinococcosis; Sindrom Guillain-Barré; virus herpes simplex; Penyakit Lyme; Abses periurethra; transverses myelitis;

sistitis tubercular; urethritis; virus varicella-zoster.

2. Mekanisme Miksi (ABE)

Mekanisme Miksi (Snell, 2006)

Vesica urinaria terisi 300ml

Peregangan otot vesica urinaria

Impuls aferen medula spinalis s2-s4

Periaquaductul grey saraf parasimpatis n. Sphlancini

pelvici

Otak (corteks cerebri) kontraksi m. Detrusor vesicae

Dan relaksasi m. Sphincter vesicae

Page 9: Laporan PBL 4 FIX

Nukleus barrington

Terbukanya ostium urethra interna

Hambat kerja nukleus onuv

Disertai kontraksi dinding abdomen

dan

Impuls efferen n.pudendus relaksasi m. pubococcygeus

Relaksasi m. Sphincter urethra cervix vesicae turun

Urin keluar dari tractus urinarius keluar tubuh

3. Anamnesis yang ditanyakan selanjutnya adalah?

- Apakah ada keluhan kencing selalu mengedan?

- Pancaran lemah dan terputus putus ?

- Nyeri saat buang air kecil?

- Kencing di malam hari?

- Kencing ada darah?

- Konsumsi obat TBC (eritromicin)?

- Ada trauma?

- Ada penyakit kencing batu?

E. Diagnosis Diferensial

Striktura Uretra, Benign Prostat Hyperplasi, Prostatitis

DD Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan penunjang

BPH Gejala obstruktif dan BPH biasanya dapat Pemeriksaan

Page 10: Laporan PBL 4 FIX

gejala iritatif :

Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

Miksi terputus (Intermittency)

Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

Nokturia Miksi sulit ditahan

(Urgency) Disuria (Nyeri

pada waktu miksi)

diraba sebagai benjolan

yang kenyal di dinding

depan rektum dengan

batas atas yangdapat

diraba dan kalau sudah

besar sekali batas atas

tidak dapat diraba.

Apabila batas atas

masih dapat diraba

biasanya berat prostat

diperkirakan kurang

dari 60gram.

laboratorium pada

penderita ini kadar

ureum dan kreatininnya

sempat tinggi namun

setelah dikonsulkan ke

bagian penyakit dalam dan

dilakukan pemeriksaan

laboratorium ulang, kadar

ureum kreatinin penderita

dalam batas normal.

Kadar PSA biasanya

mengalami peningkatan.

Pemeriksaan radiologis

yang dapat menunjang

diagnosa BPH antara

lain BNO, I V P ,

U S G .

Prostatitis Demam,

Menggigil

Sering buang air

kecil pada malam

hari

Kesulitan berkemih

LUTS + tanda-tanda

infeksi

DRE: colok dubur sangat

nyeri, kadang terdapat

pus setelah colok dubur

PSA normal

TRUS: pembesaran

prostat yg hipoechoic

Adanya leukosit dan

bakteri dalam sekret

Page 11: Laporan PBL 4 FIX

Disuria

Perbesaran prostat

Hematuria

Rasa sakit pada

saat ejakulasi.

Rasa sakit & tidak

nyaman pada perut

bag. daerah (penis,

testis, &perineum)

Urine bernanah

Terasa panas saat

BAK saat ejakulasi

prostat

Striktur

Urethrae

Pancaran urin yang

kecil dan

bercabang

Disuria

Kadang sampai ada

retensi urin

Untuk mengetahui keadaan

penderita dan juga untuk

meraba fibrosis di uretra,

infiltrat,abses atau fistula

Ureterosistograf :

melihat lokasi striktur,

panjangnya, besar

kecilnya dan jenisnya

Uretroskopi : untuk

mengetahui buntunya

saluran urethra

F. Sasaran Belajar (RINA)

1. Jelaskan mengenai anatomi kelenjar prostat?

2. Bagaimana epidemiologi BPH?

3. Jelaskan definisi dari BPH!

4. Apakah etiologi penyakit BPH?

Page 12: Laporan PBL 4 FIX

5. Sebutkan faktor resiko BPH!

6. Sebutkan penegakkan diagnosis yang perlu dilakukan untuk

menegakkan BPH!

7. Bagaimana patogenesis terjadinya BPH?

8. Bagaimana patofisiologi tanda dan gejala BPH?

9. Bagaimana penatalaksanaan BPH?

10. Apa saja komplikasi BPH?

11. Bagaimana prognosis BPH?

G. Hasil Sasaran Belajar

Diagnosis Kerja :

Benign Prostat Hyperplasia

1. Anatomi kelenjar prostat

Prostat lobus medius

Prostat lobus posterior

Prostat lobus anterior

Page 13: Laporan PBL 4 FIX

Prostat lobus

lateral

dextra et

sinistra

Anatomi prostat

Prostat merupakan kelenjar yang terdiri dari jaringan

fibromuskuler yang berfungsi untuk mensekresi cairan semen yang

berisikan asam sitrat dan fosfat asam yaitu merupakan cairan alkali yang

berfungsi untuk menetralkan asam vagina. Prostat berada di antara facies

inferior dari collum vesicae urinaria dan facies superior diafragma

urogenitale. Basis prostat berada di facies superior prostat yang berbatasan

dengan collum vesicae dan apex prostat berada di facies antero-inferior

prostat disaat urethra keluar dari prostat Ductus ejaculatorius menembus

bagian atas facies posterior prostat bermuara ke urethra pars prostatica

pada pinggir lateral utriculus prostaticus (Snell, 2006).

Batas-batas prostat adalah (Snell, 2006)

Page 14: Laporan PBL 4 FIX

a. Superior: facies inferior vesica urinaria tepatnya dibawah collum

vesicae dengan urethra menembus tepat di tengah dari facies

superior prostat.

b. Inferior : berada diatas facies superior diafragma urogenitale,

uretra meninggalkan prostat tepat di apex facies anterior prostat

bagian inferior.

c. Anterior : berbatasan dengan simphisis os pubis, dipisahkan oleh

lemak ekstraperitoneal di cavum retzius. Di samping kanan dan

kiri dari linea mediana terdapat ligamentum yang memfiksasi

prostat ke facies posterior simphisis os pubis yaitu ligamnetum

puboprostaticum yang merupakan penebalan fascia pelvis.

d. Posterior : berbatasan langsung dengan fascies anterior ampulla

recti dipisahkan oleh septum rectovesicale (fascia denonvillier).

Prostat dibagi menjadi lima lobus yaitu lobus anterior, lobus posterior,

lobus medius, lobus lateral dextra dan sinistra. Prostat lobus anterior

hampir tidak memiliki kelenjar sama sekali, sedangkan pada prostat lobus

medius dan lobus lateral merupakan lobus yang memiliki paling banyak

kelenjar. Prostat diperdarahi oleh arteri vesicalis inferior, arteri rectalis

media dan plexus venosus prostatica. Prostat dipersarafi oleh cabang dari

plexus hypogastricus inferior dan aktivitas saraf simpatis akan

menyebabkan kontraksi dari otot-otot disekitar kelenjar prostat sehingga

mengeluarkan cairan semen (Snell, 2006).

2. Definisi BPH (FERA)

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif

dari  kelenjar prostat menyebabkan berbagai derajat obstruksi

Page 15: Laporan PBL 4 FIX

uretral dan pembatasan aliran urinarius. BPH (Benigna Prostat

Hiperplasia) merupakan pembesaran adenomatous dari kelenjar

prostat, lebih dari setengahnya dari orang yang berusia di atas 50

tahun dari 75% pria yang usianya di atas 70 tahun menderita gejala

seperti ini (RSUD M. Yunus, 2007).

3. Etiologi BPH

Penyebab Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) hingga

sekarang masih belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa

hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses

aging (RSUD M. Yunus, 2007).

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prostat adalah (RSUD M. Yunus, 2007):

a. Teori Hormonal

b. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan).

c. Teori peningkatan lama hidup  sel-sel  prostat karena

berkurangnya sel yang mati.

d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

e. Teori Dehidrotestosteron (DHT).

4. Faktor resiko penyakit BPH?

Faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya BPH adalah

sebagai berikut:

a. Laki-laki yang memiliki umur ≥ 50 Tahun.

b. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan

kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin

pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena

Page 16: Laporan PBL 4 FIX

pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Sesuai

dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun

secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat

pada usia 60 tahun keatas (Zucchetto, 2005).

c. Laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah menderita

BPH.

d. Seseorang akan memiliki risiko terkena BPH lebih besar

bila pada anggota keluarganya ada yang menderita BPH

atau kanker Prostat. Dimana dalam riwayat keluarga ini

terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan fungsi gen

sebagai gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga

sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya

batas kendali (Cavendish, 2008).

e. Laki-laki dengan frekuensi yang rendah dalam

mengkonsumsi makanan berserat.

f. Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat

terjadi akibat dari waktu transit makanan yang dicernakan

cukup lama di usus besar sehingga akan mencegah proses

inisiasi atau mutasi materi genetik di dalam inti sel. Pada

sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifaktor

dimana di dalamnya dijumpai bahan atau substansi anti

karsinogen seperti karoteniod, selenium dan tocopherol

(Nugroho, 2002).

g. Kebiasaan merokok.

h. Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada

rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen,

sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron (Platz,

2007).

Page 17: Laporan PBL 4 FIX

i. Konsumsi alkohol.

j. Konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan serum

estrogen dan penurunan kadar testosteron dan sex hormone-

binding globulin (Kang, 2004).

5. Epidemiologi BPH!

Hyperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan

jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria

mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai

pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang

kontinyu sampai usia akhir 30 tahun. Pertengahan dewasa ke-5,

prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi (Syamsuhidajat,

2007).

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum dikethui tetapi

berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur

50 tahun 20 % - 30 % penderita akan memerlukan pengobatan

untuk prostat hyperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung

pada golongan umur. Sebenernya perubahan – perubahan kea rah

terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai

pada perubahan – perubahan mikroskopik yang kemudian

bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar)

dan kemudian baru manifest dengan gejala klinik (Syamsuhidajat,

2007).

Berdasarkan angka sutopsi perubahan mikroskopik pada

prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila

perubahan ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi

anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50 %

dan pada usia 80 tahun sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari angka

Page 18: Laporan PBL 4 FIX

tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik

(Syamsuhidajat, 2007).

6. Penegakan diagnosis BPH! (PUTRI)

Penegakan Diagnosis Benign Prostat Hyperplasia (Mansjoer,

2000) :

a. Anamnesis : gejala obstruktif dan iritatif, yang dikenal

dengan LUTS ( Lower Urinary Tract System)

1. Gejala Obstruktif : Pancaran lemah pada miksi ( Low

Force Stream ), miksi harus menunggu lama

( Hesitancy), harus mengedan ( Straining ), kencing

terputus-putus ( Intermittency), dan waktu miksi yang

memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin

2. Gejala iritatif : Sering miksi ( frekuensi), terbangun

untuk miksi pada malam hari ( nokturia ), perasaan

yang mendesak untuk miksi (Urgensi ), nyeri pada saat

miksi ( disuria).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Rectal Toucher : Hiperplasia Prostat, konsistensi

kenyal, permukaan rata, asimetri, dan menonjol ke

dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia

prostat batas atas semakin sulit diraba.

Page 19: Laporan PBL 4 FIX

2. Abdomen : Massa di suprapubik, kandung kencing

terasa penuh, nyeri tekan (+)

c. Pemeriksaan penunjang pada BPH (Purnomo, 2011)

1. Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya

leukosituria dan hematuria. Pada pasien BPH yang

sudah mengalami retensi urine dan telah memakai

kateter, peme-riksaan urinalisis tidak banyak

manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria

maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.

2. Pemeriksaan fungsi ginjal

Dapat dilakukan dengan metode BUN dan kreatinin.

Peningkatan pada kedua metode ini menunjukan

adanya kelaian pada kelenjar prostat.

3. Pemeriksaan PSA (prostat spesifik antigen)

PSA merupakan senyawa yang normal ada di dalam

testis. Psa di sitesis oleh epitel prostat. Dengan adanya

peningkatan psa menunjukan laju pertumbuhan yang

cepat terjadi pada prostat.

Normal nya

40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

4. Skoring WHO

Merupakan sistem skoring yang di anjurkan oleh who

untuk menilai gejala yang timbul sehingga bisa di

lakukan penatalaksanaan dengan tepat.

Page 20: Laporan PBL 4 FIX

5. Pemeriksaan residual urin

Untuk melihat sisa urin dalam kandung kemih.

Normalnya 0.009 – 2.24 ml dengan rata-rata 0.53 ml

6. Pencitraan traktus urinarius

Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi

pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian atas

maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Pemeriksaan

pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai IVP

atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan

adanya kelainan pada saluran kemih bagian atas

sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya

sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan

penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu

pencitraan saluran kemih bagian atas tidak

direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH,

kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan

adanya: (a) hematuria, (b) infeksi saluran kemih, (c)

insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan

USG), (d) riwayat urolitiasis, dan (e) riwayat pernah

menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.

7. Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd

guna memperkirakan besarnya prostat atau mencari

kelainan pada buli-buli saat ini tidak

direkomendasikan10. Namun pemeriksaan itu masih

berguna jika dicurigai adanya striktura uretra.

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai

bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan

adanya karsinoma prostat.

Page 21: Laporan PBL 4 FIX

8. Uroflometri

Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine

selama proses miksi secara sederhana dan elektronik

secara sederhana dapat kita lakukan tes dengan

menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi

yang berlangsung.

7. Patogenesis BPH (ARYO)

Berikut beberapa teori mengenai pembesaran lobus glandula prostat.

a. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang

penting bagi pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari

testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa reduktase

dngan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk

berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk komplek

DHT-RA pada inti sel dan selajutnya terjadi sintesis growth

factor yang menstimulais pertumbuhan sel prostat. Pada BPH,

kadar DHT relative normal akan tetapi aktfitas enzim 5 alfa

reduktase dan jumlah RA lebih banyak. Hal ini menyebabkan

sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga

replikasi sel lebih banyak (Purnomo, 2010).

b. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron

Pada usia tua, kadar testosterone menurun sedangakan kadar

estrogen tetap. Padahal estrogen berpengaruh pada proliferasi

sel prostat dengan meningkatkan sensitifitas sel prostat terhadap

hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgrn,

dan menurunkan jumlah kematian sel prostat (apoptosos).

Akibatnya sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang

Page 22: Laporan PBL 4 FIX

panjang sehingga masa prostat menjadi lebih besar (Purnomo,

2010).

c. Interaksi stroma – epitel

Setelah sel stroma mendapat stimulasi DHT dan estradiol, sel

stroma akan mensintesis growth factor yang selanjutnya

memyebabkan proliferasi sel stroma itu sendiri dan sel epitel

(Purnomo, 2010).

d. Berkurangnya kematian sel prostat

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju

prolifersi sel dengan apoptosis. Berkurangnya jumlah sel prostat

yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat

menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa

prostat (Purnomo, 2010).

e. Teori sel stem

Dalam kelenjar prostat dikenal sel stem, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan proliferasi yang sangat ekstensif. Sel

ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen. Jika

hormone ini turun , maka menyebabkan terjadinya apoptosis.

Terjadinya proliferasi pada BPH adalah sebagai ketidaktepatan

aktivitas sel stem sehingga terjadi peroduksi yang berlebihan

dari sel stroma dan sel epitel (Purnomo, 2011).

8. Patofisiologi BPH (NINIS)

?????????????????????????????????????????????????????????

9. Penatalaksanaan non medika mentosa dan medika mentosa BPH?

TATA LAKSANA BPH (OCY)

Page 23: Laporan PBL 4 FIX

Tujuan terapi pada pasien BPH Tujuan terapi pada pasien BPH

adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan

pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun

kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.

Pilihannya adalah mulai dari

a. Tanpa terapi (watchful waiting)

Watchful waiting artinya pasien tidakmendapatkan terapi

apapun tetapi perkem-bangan penyakitnya keadaannya tetap

diawasi oleh dokter Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien

BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak

menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini, pasien

tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan

mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk

keluhannya (Lepor, 2002).

Contoh :

1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau

alkohol setelah makan malam

2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang

menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat)

3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolami

4) kurangi makanan pedas dan asin

5) jangan menahan kencing terlalu lama5.

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan

ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan,

IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual

urine5. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,

Page 24: Laporan PBL 4 FIX

mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain (Lepor,

2002).

b. Medikamentosa

Antiarrhythmics Disopyramide; procainamide; quinidine

Anticholinergics Atropine; belladonna alkaloids; dicyclomine; flavoxate; glycopyrrolate hyoscyamine; oxybutynin; propantheline; scopolamine

Antidepressants Amitriptyline; amoxapine;

doxepin; imipramine; maprotiline

nortriptyline

Antihistamin Brompheniramine;

chlorpheniramine;

cyproheptadine;

diphenhydramine; hydroxyzine

Antihypertensives Hydralazine; nifedipineAntiparkinsonian agents Amantadine; benztropine;

bromocriptine; levodopa

trihexyphenidyl

Antipsychotics Chlorpromazine; fluphenazine; haloperidol; prochlorperazine; thioridazine; thiothixene

Muscle relaxants Baclofen; cyclobenzaprine; diazepam

Sympathomimetics (Alfa dan beta adregenik)

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk

mengurangi resistensi otot

Page 25: Laporan PBL 4 FIX

polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume

prostat sebagai kom-ponen statik. Jenis obat yang digunakan

adalah

1) Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:

preparat non selektif adalah fenoksibenzamin, preparat

selektif masa kerja pendek adalah prazosin, afluzosin, dan

indoramin dan preparat selektif dengan masa kerja lama

adalah doksazosin, terazosin, dan tamsulosin. Pengobatan

dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat

kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi

tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah

obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali

diketahui mampu memper-baiki laju pancaran miksi dan

mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini menyebab-kan

komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya

adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain

pada sistem kardiovaskuler (Lepor, 2002).

2) inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride

Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama

yang dipakai untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja

dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron

(DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 α

redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik

menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran

prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai

15% atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan

pancaan urine. Finasteride digunakan bila volume prostat

Page 26: Laporan PBL 4 FIX

>40 cm3. Efek samping yang terjadi pada pemberian

finasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi

impotensia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul

bercak-bercak kemerahan di kulit. Finasteride dapat

menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang

semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini

kanker prostat13 (Lepor, 2002).

3) Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai

untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi

data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang

mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini

belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi

bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan

kadar sex hormon binding globulin (SHBG), inhibisi basic

fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth

factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,

efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow resistance, dan

memperkecil volume prostat (Tubaro, 2000).

c. terapi intervensi (VITA)

1) Pembedahan

1) Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang

telah mengganggu adalah pembedahan, yakni mengangkat

bagian kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi. Cara

ini memberikan perbaikan skor IPSS dan secara obyektif

meningkatkan laju pancaran urine. Hanya saja pembedahan

Page 27: Laporan PBL 4 FIX

ini dapat menimbulkan berbagai macam penyulit pada saat

operasi maupun pasca bedah. Prostatektomi terbuka

merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling

efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan

memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan

terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal dan

pen-dekatan retropubik Pendekatan transvesika hingga saat

ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai

dengan batu buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan

hernia inguinalis

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah

menimbulkan komplikasi diantaranya (Tubaro, 2000) :

a) retensi urine karena BPO

b) infeksi saluran kemih berulang karena BPO

c) hematuria makroskopik karena BPE,

d) batu buli-buli karena BPO,

e) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO,

f) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena BPO

2) Laser Prostatektomi

Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG,

Holmium: YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat

dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, atau

intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-650C akan

mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C

mengalami vaporisasi Jika dibandingkan dengan

pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit

menimbulkan komplikasi dan penyembuhan lebih cepat

Page 28: Laporan PBL 4 FIX

tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala

miksi maupun Qmax tidak sebaik TURP. Disamping itu

terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap

tahun40,41,42. Kekurangannya adalah: tidak dapat

diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (Tubaro,

2000).

.

3) Invasif Minimal

a) Termoterapi

Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45oC

sehingga menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat.

Gelombang panas dihasilkan dari berbagai cara, antara lain

adalah:

(1) TUMT (transurethral microwave thermotherapy),

(2) TUNA (transurethral needle ablation),

(3) HIFU (high intensity focused ultrasound),

(4) Laser.

Makin tinggi suhu di dalam jaringan prostat makin baik

hasil klinik yang didapatkan, tetapi makin banyak

menimbulkan efek samping. Teknik termoterapi ini

seringkali tidak memerlukan mondok di rumah sakit,

namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu

lama (Rosette, 2001).

b) Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk

mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent

Page 29: Laporan PBL 4 FIX

dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di

sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat

leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat

dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer

dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang

tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan.

Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi.

Stent yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi,

obstruksi, menyebabkan nyeri perineal, dan disuria (AUA,

2003).

Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Observasi Medika Mentosa Terapi intervensi

Pembedahan Invasif

minimal

Watchful waiting Antagonis

adrenergik-α

Inhibitor

reduktase-α

Fitoterapi

Prostatektomi

terbuka

Endourologi :

TURP

TUIP

TULP

Elektrovaporisasi

TUMT

HIFU

Stent Uretra

TUNA

ILC

10. Komplikasi BPH (MIZA)

Perdarahan pascaoperasi ISK

Page 30: Laporan PBL 4 FIX

Retensi bekuan darahEjakulasi retrogradInkontinensia urin Striktura uretraBatu VUDivertikel HerniaHemoroidHematuria

11. Prognosis BPH

Kualitas baik jika dilalkukan prostatektomi

Daftar Pustaka :

AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia (2003). Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. J Urol 170: 530- 547, 200.

Brunner. 2011. ’Retensio urin’ dalam ‘Kedaruratan Non Medik dan Bedah’. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. p. 95-98.

De la Rossette JJMH, Alivizatos G, Madersbacher S, Nording J, Emberton M, dan Sanz CR. EAU guidelines on benign prostatic Hyperplasia (BPH). Eur Urol 40: 256-263, 2001

Deters, Levi A. 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Department of Urology. Dartmouth Hitchcock Medical Center. Diperoleh dari: http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview. Diakses pada 22 September 2013. Pg Practice Essentials.Dorland. 2012. Kamus Kedokteran Dorland edisi 25. Jakarta:EGC

Page 31: Laporan PBL 4 FIX

Fairman, Jennifer. 2005. Prostatitis: Symptomps, Cause and Treatment. American Urological Association. Foundation Education Research Advocacy. Pg 2.Lepor H dan Lowe FC. Evaluation and nonsurgical management of benign

prostatic hyperplasia. Dalam: Campbell’s urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co.,1337-1378, 2002

Nabili, Siamak T. 2013. Urethral Stricture. What are the symptoms of urethral stricture?. MedicineNet Inc. MedicineNet.com We bring doctor,s knowledge to you. Diperoleh dari: http://www.medicinenet.com./urethral_stricture/page2.htm#what_are_the_symptoms_of_urethral_stricture. Diakses pada 22 September 2013. Pg 2.Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar – dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta:

Sagung Seto

Selius, B.A. dan Rajesh Subed. 2008. Urinary Retention in Adult: Diagnosis and Initial Management. American family physician. Vol 77:5

Page 32: Laporan PBL 4 FIX

American Family Physician  3232

March 1, 2008 ◆ Volume 77, Number 5 www.aafp.org/afp

Snell S. Richard. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Terris, Martha K. 2013. Urethritis. Department of Surgery, Section of Urology. Medical College of Georgia. Diperoleh dari: http://emedicine.medscape.com/article/438091-overview. Diakses pada 22 September 2013. Pg Practice Essentials.Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive and minimally invasive

treatment modalities for lower urinary tract symptoms: what are the relevant differences in randomised controlled trials? Eur Urol 38(suppl): 7-17, 2000