laporan pbl 2 fix
DESCRIPTION
ecce 1TRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE I (ECCE I)
PBL KASUS 2
“SKABIES DAN ASMA BRONKIAL INTERMITEN”
Tutor :
dr. Vidya Dewantari
Kelompok 10
Nugraha Ramadhan G1A012037Firyal Maulia G1A012038Nadia Hanifah G1A012039Dzicky Rifqi Fuady G1A012040Inez Ann Marie G1A012123S. Liyaturrihanna Putri G1A012124Wilson Wibisono G1A012125Eda Laksono G1A012126Irma Wijayaningtyas G1A012127Fillia Kristyawati H G1A012128Muthia Kamal Putri G1A012129
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
INFO 1
Seorang anak laki-laki Bima usia 9 tahun datang bersama ibunya untuk
kunjungan pertama kali ke dokter keluarga (DK) untuk memeriksakan keluhan
gatal pada sela-sela jari kedua tangan dan kaki sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
dirasakan sepanjang hari, semakin berat dan hebat pada malam hari, sehingga
Bima sering tidak bisa tidur dengan nyenyak. Rasa gatal menjalar hingga telapak
tangan, siku, ketiak dan selangkangan. Bima sering mengaruk bagian-bagian
tubuh yang gatal hingga luka dan mengeluarkan cairan. Belum ada riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk keluhan ini. Ia merasa khawatir karena hampir
seluruh keluarganya menderita keluhan yang sama.
INFO 2
Riwayat Medis
Bima tidak pernah menderita penyakit gatal seperti ini sebelumnya. Bima
mempunyai riwayat sesak napas kumat-kumatan sejak 6 tahun yang lalu. Sesak
napas kumat jika terlalu lelah dan terkena debu. Sesak napas disertai bunyi "ngik-
ngik", batuk dengan dahak kental, dan kadang hingga mengluarkan banyak
keringat. Keluhan akan segera membaik apabila berobat ke puskesmas dan
"diasap". Pada awalnya, penyakit sesak ini sangat jarang kumat, mungkin hanya
sekitar 2-4 kali per tahun. Tetapi dalam 1 tahun terakhir sesak kumat 1 hingga 2
kali sebulan.
Selain sesak, tidak ada riwayat penyakit yang signifikan/penting. Jika sakit
panas, pilek atau diare, Bima selalu dibawa ke puskesmas dengan fasilitas
Jamkesmas dan selalu sembuh dalam beberapa hari. Frekuensi penyakit tersebut
jarang, mungkin hanya 1-2 kali per tahun. Bima tidak pernah dirawat di RS, tidak
pernah dioperasi dan tidak pernah mengalami kecelakan.
Riwayat Keluarga
Kakak (laki-laki) dan kedua adik Bima (perempuan dan laki-laki)
mempunyai keluhan yang sama, yaitu gatal-gatal di telapak tangan dan kaki.
2
Keluhan yang sama pada ayah dan ibunya disangkal. Ibu dan adik bungsu Bima
mempunyai riwayat alergi ikan. Jika makan ikan, mata terasa gatal dan bengkak
serta timbul bentol-bentol yang terasa gatal di seluruh tubuh.
Riwayat medis dari keluarga ayah tidak cukup banyak dan signifikan.
Kakek dan nenek Bima masih hidup dan tidak diketahui memiliki riwayat
penyakit tertentu. Ayah Bima adalah anak keempat dari 5 bersaudara. Kakak
pertama (laki-laki) diketahui menderita penyakit asam urat. Sementara kedua
kakaknya yang lain (keduanya perempuan) tidak diketahui memiliki penyakit
tertentu. Begitu juga dengan adik (laki-laki), tidak memiliki riwayat penyakit
tertentu.
Riwayat Sosial Ekonomi
Bima adalah seorang pelajar kelas 3 SD di sebuah SD negeri. Bersama
kakaknya yang berusia 11 tahun, kadang-kadang Bima bekerja menyemir sepatu
di stasiun. Di samping sekolah dan bekerja, Bima masih dapat bermain bersama
teman-temannya di bantaran sungai. Ayah Bima adalah lulusan SD yangbekerja
sebagai tukang becak, sedangkan ibunya tidak lulus SD yang bekerja sebagai
tukang cuci. Penghasilan keluarga tidak menentu, rata-rata 700 ribu hingga 1 juta
rupiah per bulannya.
Bima bersama keluarganya (ayah, ibu, dengan 3 saudaranya) tinggal di
sebuah rumah tidak permanen di bantaran sungai banjaran. Luas rumah 4x6 m2
yang terdiri atas 2 kamar tidur, ruang keluarga dan dapur. Sementara untuk
keperluan MCK, keluarga Bima memanfaatkan WC umum di sungai. Rumah
menyerupai rumah panggung dengan lantai kayu, dinding kayu dan anyaman
bambu serta atap seng. Sirkulasi udara kurang baik karena jendela jarang dibuka.
Daerah tempat tinggal Bima merupakan daerah padat penduduk dengan
pengelolaan sampah dan limbah yang kurang baik (dibuang ke sungai). Tidak ada
hewan peliharaan atau tanaman di lingkungan rumah.
Meskipun sering hanya berlauk kerupuk dan sayuran saja, keluarga Bima
selalu membiasakan makan bersama. Makan selalu menggunakan tangan dan
mereka tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Mereka
mempunyai kebiasaan mandi pagi dan sore hari dengan menggunakan 2 handuk
3
secara bersama-sama yang dicuci 1 bulan sekali. Tidur dengan kasur yang tidak
pernah dijemur, sprei dicuci sebulan sekali. Kegiatan peribadatan juga dilakukan
secara rutin meskipun tidak ada bimbingan dari pemuka agama.
Bima mempunyai hubungan yang baik dan dekat dengan orang tuanya.
Setiap permasalahan dapat dihadapi bersama-sama dan selama ini tidak ada
masalah serius yang dapat mengguncang ketentraman keluarga. APGAR score 8.
Keluarganya juga mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di lingkungan
sekitar dengan senantiasa mengikuti kegiatan perkumpulan kampung.
Review of System
Bima mengalami gatal-gatal di sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan
tangan, siku, ketiak dan selangkangan. Tidak ada keluhan demam, pusing,
batuk/pilek, sakit perut, gangguan BAB dan BAK. Bima juga tidak mengalami
perubahan pola makan maupun penurunan berat badan. Riwayat sesak berulang
(+). Meskipun mengalami kesulitan ekonomi, Bima menyangkal adanya stres
emosional atau ketidakpuasan dalam keluarganya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Cukup baik, tampak kurus
Tinggi badan 125 cm
Berat badan 24 kg
Tekanan darah 110/70 mmHg
HR : 96x/menit, RR 20 x/menit
Temperatur axilla 36,6°C
Kepala
Mata conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga dalam batas normal
Hidung dalam batas normal
Tenggorokan, tonsil T0/T0 faring dalam batas normal
4
Thoraks
Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen
Datar, supel, timpani, bising usus dalam batas normal
Ektremitas
Tidak ditemukan adanya edema maupun sianosis, capillary refill kurang dari 1
detik
UKK
Papulovesikel multipel, eritema, ekskoriasi pada sela jari tangan dan kaki,
pergelangan tangan, siku, aksila dan inguinal. Dengan kaca pembesar tampak
kanalikulus dengan ujung berbentuk papul.
5
II. PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Gatal
Gatal atau pruritus adalah sensasi kulit yang tidak nyaman, menimbulkan
keinginan untuk menggaruk atau menggosok kulit (Dorland, 2011).
2. Luka
Luka atau vulnus adalah luka fisik yang disertai dengan terganggunya
kontinuitas struktur yang normal (Dorland, 2011).
B. Batasan Masalah
1. Identitas
Nama : Bima
Usia : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Purwokerto
2. Keluhan Utama : gatal
3. RPS
a. Lokasi : sela-sela jari kedua tangan dan kaki
b. Onset : 1 minggu yang lalu
c. Kualitas : gatal menjalar hingga telapak tangan, siku, ketiak,
dan selangkangan
d. Kuantitas : -
e. Faktor pemberat : pada malam hari
f. Faktor peringan : -
g. Keluhan Penyerta : tidak bisa tidur nyenyak, menggaruk bagian tubuh
yang gatal hingga luka dan mengeluarkan cairan
4. RPD
a. Bima tidak pernah menderita penyakit gatal seperti ini sebelumnya.
b. Bima mempunyai riwayat sesak napas kumat-kumatan sejak 6 tahun
yang lalu. Sesak napas kumat jika terlalu lelah dan terkena debu. Sesak
napas disertai bunyi "ngik-ngik", batuk dengan dahak kental, dan kadang
6
hingga mengluarkan banyak keringat. Keluhan akan segera membaik
apabila berobat ke puskesmas dan "diasap". Pada awalnya, penyakit
sesak ini sangat jarang kumat, mungkin hanya sekitar 2-4 kali per tahun.
Tetapi dalam 1 tahun terakhir sesak kumat 1 hingga 2 kali sebulan.
c. Jika sakit panas, pilek atau diare, Bima selalu dibawa ke puskesmas
dengan fasilitas Jamkesmas dan selalu sembuh dalam beberapa hari.
Frekuensi penyakit tersebut jarang, mungkin hanya 1-2 kali per tahun.
d. Bima tidak pernah dirawat di RS, tidak pernah dioperasi dan tidak pernah
mengalami kecelakan.
5. RPK
a. Kakak (laki-laki) dan kedua adik Bima (perempuan dan laki-laki)
mempunyai keluhan yang sama, yaitu gatal-gatal di telapak tangan dan
kaki.
b. Keluhan gatal-gatal di telapak tangan dan kaki pada ayah dan ibunya
disangkal.
c. Ibu dan adik bungsu Bima mempunyai riwayat alergi ikan. Jika makan
ikan, mata terasa gatal dan bengkak serta timbul bentol-bentol yang
terasa gatal di seluruh tubuh.
d. Kakak pertama (laki-laki) dari Ayah Bima diketahui menderita penyakit
asam urat.
6. RSE
a. Bima adalah seorang pelajar kelas 3 SD.
b. Kadang-kadang Bima bekerja menyemir sepatu di stasiun bersama
kakaknya yang berusia 11 tahun.
c. Bima biasa bermain bersama teman-temannya di bantaran sungai.
d. Ayah Bima adalah lulusan SD yang bekerja sebagai tukang becak,
sedangkan ibunya tidak lulus SD yang bekerja sebagai tukang cuci.
e. Penghasilan keluarga tidak menentu, rata-rata 700 ribu hingga 1 juta
rupiah per bulannya.
f. Bima bersama keluarganya (ayah, ibu, dengan 3 saudaranya) tinggal di
sebuah rumah tidak permanen di bantaran sungai banjaran. Luas rumah
4x6 m2 yang terdiri atas 2 kamar tidur, ruang keluarga dan dapur.
7
g. Keluarga Bima memanfaatkan WC umum di sungai, untuk keperluan
MCKnya.
h. Sirkulasi udara kurang baik karena jendela jarang dibuka.
i. Daerah tempat tinggal Bima merupakan daerah padat penduduk dengan
pengelolaan sampah dan limbah yang kurang baik (dibuang ke sungai).
j. Tidak ada hewan peliharaan atau tanaman di lingkungan rumah.
k. Keluarga Bima selalu membiasakan makan bersama, meskipun sering
hanya berlauk kerupuk dan sayuran saja.
l. Makan selalu menggunakan tangan dan keluarga Bima tidak
mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
m. Bima dan keluarganya mempunyai kebiasaan mandi pagi dan sore hari
dengan menggunakan 2 handuk secara bersama-sama yang dicuci 1 bulan
sekali.
n. Tidur dengan kasur yang tidak pernah dijemur, sprei dicuci sebulan
sekali. Kegiatan peribadatan juga dilakukan secara rutin meskipun tidak
ada bimbingan dari pemuka agama.
o. Bima mempunyai hubungan yang baik dan dekat dengan orang tuanya.
APGAR score 8.
p. Keluarganya juga mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di
lingkungan sekitar dengan senantiasa mengikuti kegiatan perkumpulan
kampung.
C. Analisis dan Pembahasan Masalah
1. Diagnosis Banding
a. Skabies
1) Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan utama gatal terutama pada malam
hari. Selain itu, tanda dan gejala klinis yang lain adalah kulit
kemerahan dan ditemukan terowongan serta infeksi sekunder seperti
papul, vesikula, dan eksoriasi. Tempat predileksi penyakit ini terdapat
di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, lipat ketiak bagian depan,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Infeksi sekunder
8
dapat terjadi 2-6 minggu setelah infeksi pertama yang berkisar 1-4
hari. Skabies dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa
(Philips et al, 2006).
2) Pemeriksaan fisik
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies yaitu terowongan
dan ruam skabies. Terowongan ditemukan pada tangan dan kaki.
Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya
berliku-liku, dan ada vesikel pada salah satu ujungnya dan seringkali
dikelilingi eritema ringan. Ruam skabies berupa erupsi papula kecil
yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus,
dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap
tungau. Selain lesi primer tadi, bisa juga didapatkan kelainan sekunder
seperti eksoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder (Graham
dan Brown, 2005).
3) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada
pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu :
a) Kerokan kulit. Lakukan pengkerokan kulit pada terowongan yang
diidentifikasi dengan menggunakan bagian tepi skalpel. Hasil
kerokan tersebut diletakkan di atas kaca mikroskop, diberi
beberapa tetes kalium hidroksida 10% tutupi kaca penutup
kemudian dilihat di bawah mikroskop (Graham dan Brown, 2005).
b) Teknik winkle-picker. Bila vesikel pada ujung terowongan dibuka
dengan jarum, ujung jarum dengan hati-hati digerakkan berputar
dalam vesikel tersebut, sehingga tungau sering bisa terangkat pada
ujung jarum dengan gerakan teatrikal (Graham dan Brown, 2005).
c) Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar (Handoko,
2013).
9
d) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya (Handoko, 2013).
e) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan perwarnaan HE
(Handoko, 2013).
4) Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda
kardinal di bawah ini (Handoko, 2013) :
a) Pruritus nokturnal. Pasien mengeluh gatal yang secara khas terasa
sekali pada waktu malam hari. Gatal pada malam hari yang
disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang
lebih lembab dan panas.
b) Penyakit ini menyerang secara kelompok. Penyakit skabies ini akan
menyerang secara kelompok, contohnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hipersensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi
tidak memberikan gejala.
c) Adanya terowongan. Pada tempat-tempat predileksi tubuh, seperti
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, lipat ketiak bagian depan,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah, didapatkan
terowongan (kunikulus) yang berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, eksoriasi,
dan lain-lain). Pada bayi menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.
d) Menemukan tungau. Menemukan tungau merupakan hal yang
paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup
tungau ini.
10
b. Creeping Eruption
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang
binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan
ancylostoma cacinum (Aisyah, 2013).
Gejala klinis dapat berupa rasa gatal dan panas karena masuknya
larva ke kulit. Mula-mula akan timbul papul, lalu diikuti dengan bentuk
linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan
berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini
menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit selama beberapa
jam atau hari. Perkembangan lanjut, papul ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal
biasanya lebih berat pada malam hari (Aisyah, 2013).
Tempat predileksi : tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan
paha, juga di bagian tubuh yang sering berkontak dengan larwa berada
(Aisyah, 2013).
c. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan
anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (asma bronkial).
Kelainan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder seperti
ekskoriasi dan likenifikasi apabila digaruk (Sularsito dan Djuanda, 2013).
Kulit biasanya tampak kering, pucat, disertai kehilangan kadar air
melalui epidermis meningkat. Gejala utama penderita pruritus (gatal)
terutama semakin hebat pada malam hari. Penderita kemudian akan
menggaruk sehingga timbul kelainan berupa papul, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. Letak kelainan pada kulit di lipat siku,
lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang
di muka. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa skin prick
11
test dan pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya eusinofil
dan mengecek IgE serum (Sularsito dan Djuanda, 2013).
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor
dan tiga kriteria minor. Berikut ini yang termasuk ke dalam kriteria
(Sularsito dan Djuanda, 2013) :
1) Kriteria mayor
a) Pruritus
b) Dermatitis muka atau ekstensor pada bayi atau anak
c) Dermatitis kronik atau residif
d) Riwayat atopi penderita atau keluarga
e) Dermatitis fleksura pada dewasa
2) Kriteria minor
a) Xerosis
b) Infeksi kulit
c) Dermatitis non spesifik pada tangan atau kaki
d) Iktiosis
e) Pitiriasis alba
f) Dermatitis pada papilla mammae
g) Keilitis
h) Gatal bila berkeringat
i) Orbita menjadi gelap
j) Muka pucat atau eritem
k) Keratokonus
l) White demographism dan delayed branch response
m)Konjungtivitis berulang
n) Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
o) Katarak subskapular anterior
p) Awitan pada usia dini
q) Aksentuasi perifolikular
r) Hipersensitif terhadap makanan
s) Perjalanan penyakit dipengaruhi emosi dan lingkungan
t) Terl kulit alergi tipe dadakan positif
12
u) Kadar IgE di dalam serum meningkat
v) Intoleransi wol atau pelarut lemak
d. Asma Bronkial
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan
patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak,
terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan
fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama
fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh
keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis
yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran napas (Bernstein, 2003).
Menurut National Institutes of Health (Global strategy for asthma
management and prevention) tahun 2007, asma dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat patogenesisnya tidak
jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk,
sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan (Rengganis, 2008).
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada
saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat
menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala
dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat
ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma.
Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran
klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat
yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan
frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi
intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
13
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala pada Orang Dewasa (National Institutes of Health, 2007)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal ParuIntermiten Bulanan
Gejala <1x/minggu tanpa gejala diluar seranganSerangan singkat
≤ 2 kali sebulan APE ≥80% VEP1 ≥80%
nilai prediksi ≥80% nilai terbaik
Variabiliti APE <20%
Persisten ringan
MingguanGejala >1x/minggu tetapi <1x/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas tidur
> 2 kali sebulan APE >80% VEP1 ≥80%
nilai prediksi ≥80% nilai terbaik
Variabiliti APE 20%-30%
Persisten sedang
HarianGejala setiap hariSerangan mengganggu aktivitas dan tidurBronkodilator setiap hari
> 2 kali sebulan APE 60%-80% VEP1 60%-
80% nilai prediksi 60%-80% nilai terbaik
Variabiliti APE >30%
Persisten berat KontinyuGejala terus menerusSering kambuhAktivitas fisik terbatas
Sering APE ≤60% VEP1 ≤60%
nilai prediksi ≤60% nilai terbaik
Variabiliti APE >30%
2. Penegakan Diagnosis Holistik
a. Aspek personal
1) Keluhan utama : gatal-gatal
2) Keluhan penyerta : riwayat sesak berulang, tidak bisa tidur dengan
nyenyak
3) Kecemasan : terjadi pada hampir seluruh anggota keluarga,
keluhan sangat mengganggu tidur
4) Harapan : sembuh dari penyakit
14
b. Aspek klinis
1) Diagnosis kerja :
a) Skabies
b) Asma bronkial intermiten
2) Diagnosis banding :
a) Creeping eruption
b) Dermatitis atopik
c) Bronkitis kronik
c. Aspek Faktor Risiko Internal (intrinsik)
1) Anak laki-laki usia 9 tahun
2) Kebiasaan hidup yang tidak sehat :
a) Menggunakan handuk yang sama bergantian
b) Tidur bersama dengan orang yang sakit
c) Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
3) Riwayat atopi oleh debu
4) Riwayat hipertensi keluarga
5) Kurangnya kecukupan gizi
d. Aspek Faktor Risiko Eksternal (ekstrinsik)
1) Keadaan rumah yang tidak sehat :
a) Ventilasi tidak baik
b) Ukuran rumah tidak ideal
c) Rumah yang tidak permanen dari bambu dan kayu
d) Tidak mempunyai MCK
2) Kebiasaan keluarga yang tidak sehat :
a) Menggunakan handuk bergantian
b) Sprei dicuci sebulan sekali
c) Jarang menjemur kasur
3) Faktor social ekonomi rendah
4) Pendidikan kedua orang tua rendah
5) Pengolahan limbah tidak baik
6) Lingkungan tempat tinggal padat penduduk
e. Aspek skala fungsi sosial : 1
15
Tabel 2.2. Skala Fungsi Sosial
1 Melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit
Mandiri dalam perawatan diri dan bekerja di dalam dan luar rumah
2 Pekerjaan ringan sehari-hari, di dalam dan luar rumah
Aktivitas kerja mulai berkurang
3 Pekerjaan ringan dan bisa melakukan perawatan diri
Pekerjaan ringan dan perawatan diri masih dikerjakan sendiri
4 Perawatan diri hanya keadaan tertentu, posisi duduk dan berbaring
Tidak melakukan aktivitas kerja. Perawatan diri oleh keluarga
5 Perawatan diri oleh orang lain, posisi berbaring pasif
Sangat bergantung dengan orang lain (misal tenaga medis)
3. Penanganan Komprehensif
a. Patient centered
1) Rencana penegakan diagnosis
a) Kerokan lesi kulit
b) Pemeriksaan allergen spesifik (skin prick test)
c) Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui tingkat keparahan asma
bronkial
2) Initial Therapy
a) Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% sediaan salep atau
krim, pengobatan selama lebih dari 3 hari digunakan pada malam
hari.
b) Emulsi benzyl benzoate 20-25% diberikan malam hari selama 3
kali
c) Gamma Benzena Heksa Klorida 1 %
d) Krotamiton 10%
e) CTM untuk mengurangi rasa gatal
3) Edukasi
a) Penjelasan tentang penyakit scabies dan penyakit asma bronkial
b) Biasakan hidup sehat, dengan cara : cuci tangan sebelum dan
setelah makan, tidak menggunakan handuk secara bersamaan.
c) Menjaga kontak dengan penderita lain
d) Jika sudaj terkena, hindari kontak dengan orang yang sehat
16
e) Kepatuhan minum obat atau menggunakan obat secara teratur
sesuai petunjuk dokter
b. Family care
1) Edukasi tentang penyakit keluarga yang mudah menular
2) Dukungan dan kerjasama keluarga untuk penanganan penyakit
menular (skabies) dan penyakit asma bronkial
3) Kasur yang telah dipakai minimal 1 minggu sekali dijemur dibawah
sinar matahari
4) Pakaian, handuk dan sprei direndam di air panas agar pathogen mati,
serta dicuci dan dijemur di bawah sinar matahari
5) Pakaian dan handuk tidak boleh digunakan secara bersama-sama
6) Pentingnya asupan gizi
7) Pemeriksaan dan pengobatan scabies yang menyeluruh pada anggota
keluarga
8) Biasakan untuk hidup sehat
9) Pentingnya mengetahui dan mengaplikasikan kriteria rumah sehat
agar terhindar dari debu, asap dan lain-lain
10) Tidak MCK di sungai
11) Tidak membuang sampah sembarangan
c. Community care
1) Edukasi rumah sehat
2) Jika lingkungan di sekitar rumah padat, kumuh, tidak bersih. Jika
memungkinkan pindah rumah atau bergotong royong untuk
membersihkan lingkungan tempat tinggal
3) Pentingnya pengelolaan sampah dan limbah keluarga atau masyarakat.
4. Kriteria Rumah Sehat
a. Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan
sehat apabila (Mukono, 2000) :
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan,
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
17
2) Memenuhi kebutuhan psikologis seperti privacy yang cukup,
komunikasi yang erat antara anggota keluarga
3) Perlindungan terhadap penularan penyakit yang meliputi penyediaan
air bersih, pengelolaan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit
dan tikus.
4) Terhindar dari kecelakaan yaitu memenuhi persyaratan pencegahan
terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun
dalam rumah antara lain persyaratan jalan, komponen rumah yang
tidak roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat
penghuninya jatuh tergelincir.
b. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
829/Menkes/SK/VII/1999, ketentuan persyaratan kesehatan rumah
tinggal adalah sebagai berikut:
1) Bahan-bahan bangunan
a) Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi
b) Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam
c) Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan
d) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2) Komponen dan penataan ruangan
a) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan
c) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
d) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
e) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
3) Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan
minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
18
4) Kualitas udara
a) Suhu udara nyaman, antara 18 – 30°C
b) Kelembaban udara, antara 40 – 70 %
c) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam
d) Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni
e) Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam
f) Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
5) Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas
lantai.
6) Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam
rumah.
7) Penyediaan air
a) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter per orang setiap hari
b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan
Kepmenkes 907 tahun 2002.
8) Pembuangan Limbah
a) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
9) Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang tidur.
5. Prinsip Family Medicine
Prinsip family medicine (Ratna et al, 2009) :
a. Personal care
19
Hubungan erat antara dokter dan pasien. Pasien mungkin
berkonsultasi tidak hanya ketika ia sedang sakit tetapi mencari nasihat
sebagai seorang teman dan mentor.
b. Primary care
Dokter keluarga adalah pemberi pelayanan kesehatan yang pertama
kali di temui oleh pasien dalam menyelesaikan masalahnya.
c. Continuing care
Pelayanan berpusat pada pasien bukan pada penyakitnya. Adanya
hubungan jangka panjang antara dokter dan pasien dengan pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan. Dengan demikian pelayanan
kesehatan tidak berbatas pada satu episode penyakit. Terutama untuk
kasus-kasus kronik yang perlu monitoring rutin dan pelayanan
komplikasi yang mungkin muncul, misalnya hipertensi, DM,
hiperlipidemia, dan lain-lain.
d. Comprehensive care
Ada 3 pengertian :
1) Pelayanan mencakup semua usia
2) Pelayanan melingkupi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan
paliatif
3) Pelayanan meliputi bio-psiko-sosial
e. Koordinasi
Sebagai koordinator yang mengurus segalahal yang berkaitan
dengan kesehatan pasien. Mulai dari memberikan informasi yang sejelas-
jelasnya sampai dengan merujuk ke spesialis yang di butuhkan oleh
pasien.
f. Family and community oriented
Mengikutsertakan keluarga dalam proses kesembuhan dari pasien.
Bisa dengan memberikan suport, mengawasi dalam minumobat, serta
melihat bila kondisi pasien semakin buruk.
6. Central Value of Family Medicine
Central value of family medicine (Goh Lee et al, 2004) :
20
a. Memberikan fokus perhatian kepada pasien dan berorientasi pada
hubungan dokter-pasien
1) Memahami masalah pasien dan keluarganya dengan menempatkan
diri sebagai konsultan bagi pasien dan keluarganya.
b. Pendekatan Holistik
1) Mempertimbangkan segala aspek yg ada pada pasien, keluarga dan
komunitasnya, bukan hanya fokus pada penyakit yg diderita saja.
2) Memperhatikan aspek bio-psiko-sosial.
c. Penekanan pada pelayanan preventif
1) Preventif memiliki dampak jangka panjang.
2) Dokter keluarga mengetahui kondisi pasien dan keluarganya di semua
aspek termasuk faktor resiko pada mereka.
3) Melakukan intervensi dan monitor secara terus menerus .
4) Pencegahan pada setiap level “5 level prevention”, yang meliputi:
a) Promotion
b) Specific protection
c) Early diagnosis and promp treatment
d) Curative and limitation of disabilities
e) Rehabilitation
d. Dokter keluarga mengurusi masalah kesehatan yang terkadang tidak jelas
pada mulanya
1) Memerlukan pemahaman yg dalam tentang berbagai patofisiologi
penyakit, organ apa yg terlibat, dilanjutkan penelusuran klinis,
penunjang diagnosa serta terapinya .
2) Penting dalam efisiensi biaya dan sistim referal yang tepat .
3) Dengan kemampuan diagnosa yg tinggi maka akan diketahui
penanganannya yg tepat dan ke spesialis mana akan dirujuk bila
diperlukan .
e. Dokter keluarga mengurusi permasalahan kesehatan dari semua golongan
usia
f. Dokter keluarga melayani pasien tidak hanya di ruang konsultasi /
praktik saja tetapi juga di rumah pasien .
21
1) Melakukan kunjungan rumah juga untuk mengobservasi keluarga,
rumah dan lingkungannya.
2) Termasuk pada kondisi tertentu yg emergensi .
7. Peran Family Medicine
Peran familiy medicine (Boelen, 1994) :
a. Care provider
Seorang dokter harus mampu memberikan pelayanan total terhadap
aspek fisik, mental dan sosial pasie. Dokter juga harus memastikan
cakupan pelayanan yang holistic meliputi kuraitf, preventif dan
rehabilitatif terselenggara secara komplementer, terintegrasi dan kontinu.
Selain itu, dokter pun harus memastikan pelayanan yang diberikan berada
dalam tingkatan tertinggi.
b. Decision maker
Seorang dokter harus mampu menentukan pilihan terapi
berdasarkan efikasi dan biaya. Setiap pilihan harus dipilih sesuai dengan
situasi dan kondisi saat dilakukannya terapi. Jika sumber daya terbatas,
baik obat, alat, dan seterusnya, maka semua sumber daya tersebut harus
dibagi agar setiap pasien mendapat manfaat yang sama.
c. Communicator
Dokter di masa depan harus menjadi komunikator yang hebat
untuk melakukan persuasi ke pasien, keluarga dan komunitas agar dapat
mengubah gaya hidup sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
d. Community leader
Dokter harus peduli terhadap permasalahan dan kebutuhan di pusat
ataupun di pelosok cakupan distribusi prakteknya. Setiap daerah dan
komunitas memiliki masalahnya masing-masing. Karena itu, untuk
menunjang pelayanan yang prima, sikap kepemimpinan dokter terhadap
komunitas harus tinggi.
e. Manager
22
Untuk memastikan pelayanan prima terhadap pasien, dokter harus
mampu bekerja sama dengan multidisiplin ilmu lain dan mampu
menginisiasi adanya perubahan. Dokter harus mampu mengelola
pelayanan agar tercipta pelayanan dengan kualitas tinggi, adil dan merata.
8. Mengapa penting seorang DLP menelusuri faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kondisi sehat-sakit individu pasien
Telah dijelaskan bahwa Dokter Layanan Primer merupakan layanan
tingkat primer pada pelayanan di era SKN yang dimulai dari tanggal 1
Januari 2014, yang disetarakan dengan dokter spesialis dan sub-spesialis.
Dokter Layanan Primer diharapkan dapat menjadi dokter yang berperan
holistik, bukan hanya dokter yang berorientasi curative, namun juga
berorientasi pada kedokteran keluarga, kedokteran okupasi, kedokteran
komunitas, kemampuan manajerial, kepemimpinan. Selain itu, Dokter
Layanan Primer diharapkan dapat menjadi ahli dalam prediktor based on
research time, epidemiologi, memliki keahlian khusus sesuai dengan
penyakit yang mewabah/dominan di daerah kerjanya (Annisa, 2013).
Dokter Layanan Primer diharapkan bisa berperan sebagai gate keeper
yang akan menangani 80% kasusnya sendiri hingga tuntas, sedangkan 20%
kasus akan diserahkan ke pelayanan kesehatan jenjang berikutnya. Hal ini
harus dilakukan mengingat akan terjadi pemborosan biaya apablia setiap
kasus yang ditangani harus dirujuk (Annisa, 2013).
Adapun pendapat lain yang menyatakan pentingnya DLP dalam menelusuri
faktor resiko sehat-sakit pasien :
a. Untuk memperdalam pengetahuan dokter terhadap penyakit
b. Untuk meningkatkan kualitas terapi dan pelayanan yang diberikan oleh
dokter terhadap pasien
c. Untuk memudahkan proses perencanaan program peningkatan kesehatan
masyarakat melalui intervensi dan konseling tepat sasaran
d. Untuk melengkapi data penyakit pasien di suatu daerah tertentu yang
akan diteliti lebih lanjut
23
9. Familiy as unit of care
Masalah kesehatan berkaitan dengan kapasitas individu dan keluarga
untuk kemandirian, kebutuhan pengobatan berkesinambungan, dan ahli
dalam pelayanan kesehatan. penting untuk mengevaluasi dan mengetahui
struktur sebuah keluar dan bagaimana hubungan antaranggota keluarga serta
hubungan sosial yang dimiliki keluarga tersebut. Sebuah kesalahan apabila
menganggap keluarga sebagai sebuah hubungan darah saja. Keluarga
sebagai suatu kesatuan memiliki hubungan sosial dan emosional dimana
anggotanya dapat berbagi kebahagiaan dan masalah. Keluarga saling
mendukung satu sama lain baik emosi, pendidikan, keuangan maupun
sosial. Perubahan yang terjadi pada salah satu anggota dapat berpengaruh
pada sebuah keluarga. Namun demikian, keluarga mampu untuk
menyeimbangkan perubahan dan stabilitas melalui kemampuan setiap
anggotanya (Leite et al, 2012).
Family as a unit of care berarti mengetahui bagaimana setiap
anggotanya peduli satu sama lain, dan mengidentifikasi kekuatan, kesulitan,
dan usaha dalam berbagi masalah. Genogram merupakan salah satu alat
yang cocok. Genogram merupakan suatu diagram berisi kelengkapan
struktur sebuah keluarga dilihat dari riwayat penyakit dalam keluarga,
masalah kesehatan yang dialamu dan kualitas hubungan setiap anggota
keluarga (Leite et al, 2012).
Model Calgary merupakan sebuah model yang mengevaluasi tiga
kategori yaitu struktural, fungsional dan perkembangan. Evaluasi struktural
penting untuk mengetahui siapa saja anggota keluarga, hubungan antara
anggota keluarga dengan masyarakat serta kehidupan pekerjaan dan
kebiasaan keluarga. Aspek struktur keluarga ini dapat dibagi menjadi
struktur internal, struktur eksternal, dan latar belakang keluarga. Penilaian
fungsional keluarga merujuk pada interaksi antaranggota keluarga berupa
komunikasi, penyelesaian masalah, aturan, dan kepercayaan (Leite et al,
2012).
Untuk menilai keluarga maka Model Calgary memakai dua diagram,
yaitu genogram dan ecomap. Genogram merupakan representasi grafis data
24
suatu keluarga. Genogram berisi dinamika keluarga dan relasi
antaranggotanya selama tiga generasi. Ecomap merupakan diagram berisi
hubungan keluarga dengan komunitas yang membantu dalam mengevaluasi
hubungan dan dukungan sosial terhadap keluarga. Keluarga sebagai suatu
kesatuan ditempatkan di tengah lingkaran dan hubungan sosial tampak pada
lingkaran luar (Leite et al, 2012).
10. Five Level of Prevention Leavel dan Clark
Five level of prevention menurut Leavel and Clark meliputi (Bustan, 2007):
a. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui
beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (health education),
penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit, konsultasi perkawinan,
pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan lain-lain.
b. Perlindungan Umum dan Khusus (General and Specific Protection)
Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan untuk
memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada seseorang
atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut seperti imunisasi dan
higiene perseorangan, perlindungan diri dari kecelakaan, kesehatan kerja,
pengendalian sumber-sumber pencemaran, dan lain-lain.
c. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera atau Adekuat (Early diagnosis
and Prompt Treatment)
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap
kesehatan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan untuk
mendeteksi penyakit bahkan enggan untuk memeriksakan kesehatan
dirinya dan mengobatai penyakitnya.
d. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation)
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas, yang akhirnya dapat mengakibatkan
kecacatan atau ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan
juga diperlukan pada tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan
25
intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas
kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.
e. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Latihan diperlukan untuk pemulihan seseorang yang telah sembuh
dari sakit atau menjadi cacat yang meliputi bio-psiko-sosial. Hal ini
dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti. 2013. Creeping Eruption. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Annisa, Vicha. 2013. "Program Pendidikan Dokter Layanan Primer dan Implikasinya pada Dinamika Pendidikan Kedokteran di Indonesia". Available at : http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/325558 73/Kajian_DL P_oleh_ISMKI.doc (diakses pada tanggal 22 November 2014).
Bernstein JA. 2003. Asthma in handbook of allergic disorders, 73-102. Lipincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA.
Boelen C. 1994. Frontline doctors of tomorrow. World Health, 47:4–5.
Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Goh Lee Gan, Azrul Azwar, Sugito Wonodirekso. 2004. A Primer on Family Medicine Practice. Singapura: Singapore International Foundation. Kedokteran Universitas Indonesia.
Graham, R. dan Brown T.B. 2005. Infeksi Ektoparasit. Dalam : Dermatologi. Jakarta : Erlangga.
Handoko, Roony P. 2013. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Leite, M. T., Julia, S. F., Leila, M. H., Nara, M. G. P., Caroline, L. L. 2012. Oldest Old In Yhe Household: Family As Unit of Care. Revista de Pesquisa: Cuidado é Fundamental 4(4) : 2816-2831.
Mukono HJ. 2000. Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan . Surabaya : Airlangga University Press, pp 155-157.
National Institutes of Health. 2007. Global strategy for asthma management and prevention.
Phillips, R., David O., dan Mike S. 2006. Textbook of Paediatric Emergency Medicine. UK : Elsevier Health Medicine.
Ratna, Rosita et all. 2009. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI
27
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 11, November 2008. IDI, Jakarta
Sularsito, Sri Adi., dan Suria Djuanda. 2013. Dermatitis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
28